Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PEDAHULUAN MIOMI UTERI

oleh:

Melaniara Anggista, S.Kep

NIM 222311101057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2022
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Mioma Uteri


Mioma uteri atau fibroid uteri atau leiomyoma uteri merupakan massa atau
daging yang tumbuh baik di dalam maupun di luar rahim yang tidak bersifat
ganas, namun dapat menimbulkan kesakitan bagi yang memilikinya. Mioma
uteri juga sering disebut dengan tumor jinak yang umum terjadi pada wanita
(Rizk dkk., 2021). Mioma uteri sering muncul selama masa subur perempuan
dan tidak terkait dengan peningkatan resiko kanker rahim. Mioma uteri atau
timor jinak ini seringkali tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada otot
rahimnya atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim sendiri dengan gejala
yang paling sering yakni perdarahan vagina (Lubis, 2020; Nuraeni dan Wianti,
2021). Massa yang tumbuh ini memiliki kemungkinan kecil untuk berkembang
menjadi kanker di kemudian hari. Banyak wanita yang memiliki mioma uteri
tidak menyadari bahwa mereka memiliki mioma uteri, hal ini dikarenakan
mioma uteri tidak menimbulkan gejala yang spesifik sehingga dokter mungkin
menemukan mioma uteri pada saat pemeriksaan panggul atau saat USG. Massa
yang tumbuh memiliki berbagai ukuran, mulai dari yang tidak terlihat hingga
massa yang dapat memperbesar rahim (Mayoclinic, 2021).

Gambar 1. Lokasi mioma uteri (Mayoclinic, 2021)


1.2 Klasifikasi
Menurut Federaion of Gynecology and Obstetrics (FIGO) dalam (Metwally
& Li, 2020) mengklasifikasikan mioma uteri ke dalam 9 tipe (tipe 0-8) yaitu:
1. Tipe 0: fibroid yang melekat di dalam rongga rahim (seperti submucosa)

1
2. Tipe 1: Fibroid yang hampir seluruhnya melekat dalam rongga rahim dan
melekat pada otot rahim <50%
3. Tipe 2: Fibroid yang hampir seluruhnya melekat dalam rongga rahim dan
melekat pada otot rahim >50%
4. Tipe 3: Fibroid yang melekat pada otot rahim dan telah menyentuh
endometrium namun tidak menyentuh rongga rahim atau permukaan serosal
5. Tipe 4: Fibroid yang tidak melekat pada otot rahim dan telah menyentuh
endometrium namun tidak menyentuh rongga rahim atau permukaan serosal
6. Tipe 5: Fibroid yang >50% melekat pada otot rahim dan <50% menonjol di
luar rahim
7. Tipe 6: Fibroid yang <50% melekat pada otot rahim dan >50% menonjol di
luar rahim
8. Tipe 7: Fibroid yang melekat pada permukaan rahim dan menjol di luar
rahim
9. Tipe 8: Tipe fibroid yang lainnya seperti servikal dan parasitic

Gambar 2. Klasifikasi mioma uteri menurut FIGO (Rizk dkk., 2021)

Berdasarkan lokasinya, mioma dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :


1. Mioma Submukosum
Mioma ini terletak di bawah laposan endometrium dan menonjol ke dalam kavum
uteri, dapat tumbuh bertangkai dan dilahirkan melalui serviks (myomgemburt).
Miom ini berpengaruh pada vaskularisasi dan luas permukaan endometrium
sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan endometrium. Dalam
penanganannya perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya torsi dan nekrosis
sehingga resiko infeksi sangatlah tinggi (Nuraeni dan Wianti, 2021).
2. Mioma Intramural

2
Mioma intramural atau interstisuak merupakan myom yang berkembang atau
terletak di dalam dinding uterus diantara serabut miometrium (Nuraeni dan Wianti,
2021).
3. Mioma Subserosum
Mioma ini tumbuh keluar dinding uterus hingga menonjol ke permukaan uterus,
diliputi oleh lapisan serosa. Miom ini dapat menjadi parasit omentum atau usus
untuk vaskularisasi tambahan bagi pertumbuhannya (Nuraeni dan Wianti, 2021).

Gambar 3. Klasifikasi mioma uteri berdasarkan letaknya

1.3 Epidemiologi
Mioma umumnya dapat dideteksi menggunakan USG atau MRI. Sebanyak
30-40% wanita berusia 30-40 tahunan didiagnosa memiliki mioma uteri dan
akan terus bertambah hingga 80% di usia 50 tahun atau lebih (Rizk dkk., 2021;
Petrozza, 2020). Penelitian mengungkapkan bahwa resiko mioma meningkat
seiring dengan meningkatnya usia reproduktif wanita dan akan menurun saat
menopause (Moawad, 2018). Peningkatan resiko mioma uteri pada wanita
berusia 30-40 tahunan diasosiasikan dengan paparan kronis esterogen dan
progesterone sepanjang masa reproduksi. pemeriksaan USG pada wanita berusia
33-40 tahun di Swedia mendapatkan bahwa 7.8% memiliki mioma uteri. Mioma
uteri belum ditemukan pada perempuan usia prapubertas (Metwally & Li, 2020).
1.4 Etiologi

3
Penelitian dan pengalaman klinis menunjukkan penyebab terjadinya mioma
uteri pada wanita yaitu (Mayoclinic, 2021):
1. Perubahan genetik
Kebanyakan pada mioma ditemukan adanya gen yang berbeda jika
dibandingkan dengan sel otot rahim yang khas
2. Hormon
Horom esterogen dan progesteron merupakan dua hormon yang dapat
menstimulasi peningkatan penebalan uterus selama siklus menstruasi
sebagai persiapan kehamilan dan dapat meningkatkan pertumbuhan mioma
3. Faktor pertumbuhan lainnya
Substansi yang dapat membantu tubuh mempertahankan jaringan, seperti
insulin, dapat mempengaruhi pertumbuhan mioma
4. Extracelullar Matrix (ECM)
ECM merupakan substansi yang membuat sel saling menempel. ECM
meningkat pada mioma dam membuatnya berserat. ECM juga menyimpan
faktor pertumbuhan dan menyebabkan perubahan biologis dalam sel itu
sendiri.

1.5 Faktor Risiko


Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan mioma uteri.
Berikut merupakan faktor risiko terjadinya mioma uteri (Metwally & Li, 2020;
Mayoclinic, 2021):
1. Ras
Wanita dari ras Afrika atau Afrika-Amerika memiliki resiko terkena mioma
uteri lebih tinggi dibanding dengan ras lainnya. Hal ini dikarenakan mereka
memiliki metabolisme 2-hydroxyoestrone yang lebih rendah, sehingga
meningkatkan paparan esterogen yang lebih tinggi. Mereka juga tiga kali
lebih beresiko menunjukkan gejala mioma yang lebih berat, terdiagnosis di
usia yang lebih muda, dan memiliki mioma multiple
2. Keturunan
Memiliki ibu atau sudara perempuan yang memiliki mioma, akan
meningkatkan resiko seseorang memiliki mioma uteri

4
3. Usia
Wanita berusia diatas 30 tahun memiliki resiko mioma uteri lebih besar.
Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang berada dalam usia
reproduksi (20-25%)
4. Gaya Hidup
Gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) dapat meningkatkan resiko
terkena mioma uteri. hal ini dapat terjadi karena gaya hidup yang buruk
dapat berpengaruh terhadap regulasi hormon
5. Diet
Mengonsumsi makanan tinggi daging merah dan rendah sayur atau buah-
buahan dapat meningkatkan resiko terkena mioma uteri. Kurangnya vitamin
D juga dapat meningkatkan resiko mioma uteri.
6. Obesitas
Wanita yang mengalami kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih banyak
memiliki dan menyirkulasi esterogen dan androgen. Selain itu, penelitian
mengatakan bahwa, setiap kenaikan berat badan sebanyan 10kg akan
meningkatkan resiko mioma uteri sebanyak 18%
7. Menarche
Wanita yang mengalami menarche di usia < 10 tahun memiliki resiko
mioma uteri lebih tinggi dikarenakan paparan esterogen yang lebih lama jika
dibandingkan dengan mereka yang menarche pada usia ≥ 12 tahun.
1.6 Manifestasi Klinis
Mioma uteri umumnya tidak menimbulkan gejala sehingga kebanyakan
wanita tidak mengetahui bahwa mereka memiliki mioma uteri. Namun, tanda
dan gejala juga dapat muncul bergantung pada lokasi, ukuran, dan jumlah
mioma. Berikut merupakan tanda dan gejala mioma uteri (Mayoclinic, 2021):
1. Darah yang keluar saat menstruasi sangat banyak
2. Lama menstruasi lebih dari seminggu
3. Nyeri pada pinggul
4. Kesulitan mengosongkan kandung kemih
5. Konstipasi
6. Nyeri punggung dan kaki

5
Tanda dan gejala yang muncul pada mioma uteri cukup umum. Berikut
merupakan gejala yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan
ke dokter (Mayoclinic, 2021):
1. Nyeri pada panggul yang tidak mereda. Nyeri yang timbul disebabkan
karena adanya tekanan dan sebagian besar miom menekan strukstur pada
panggul. Pada mioma submukosam yang dilahirkan dapat menyempitkan
canalis servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
2. Menstruasi yang lama, menyakitkan, dan mengeluarkan darah yang sangat
banyak
3. Spotting atau mengeluarkan darah saat tidak menstruasi
4. Kesulitan mengosongkan kandung kemih
5. Sel darah merah yang rendah (anemia) namun tidak diketahui penyebabnya
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang
penetapan diagnose mioma uteri. berikut merupakan pemeriksaan penunjang
untuk mioma uteri (Metwally & Li, 2020; Rizk dkk., 2021; Petrozza, 2020):
1. Pemeriksaan lab darah
Pemeriksaan lab darah digunakan untuk melihat jumlah hemoglobin dan
hematokrit pada darah. Penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat
menunjukkan adanya kehilang darah yang kronik
2. Ultrasonogafi (USG)
USG merupakan prosedur pemindaian yang menggunakan teknologi
gelombang suara dengan frekuensi tinggi
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan pemeriksaan organ tubuh yang dilakukan dengan
menggunakan teknologi magnet dan gelombang radio
4. Sonohisterografi
Sonohisterografi dilakukan dengan cara memasukkan cairan ke dalam rahim
melalui serviks dengan menggunakan selang plastik yang tipis. Gelombang
air digunakan untuk membuat citra dari lapisan rahim dengan lebih detail
5. Histeroskopi

6
Histeroskopi merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk melihat
bagian dalam rahim dengan menggunakan kamera kecil. Prosedur ini
memungkinkan dokter untuk melihat ke dalam rahim untuk mendiagnosis
adanya kelainan pada rahim
1.8 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi mioma
uteri, antara lain sebagai beikut (Cruz & Buchanan, 2017):
1. Terapi farmakologis
Obat-obatan yang diberikan pada pasien dengan mioma uteri ditujukan untuk
mengurangi perdarahan, mengecilkan volume mioma, dan juga dapat
digunakan sebagai prosedur pre-operatif. Berikut merupakan obat-obatan
yang diberikan:
a. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Mekanisme kerja obat ini melalui down regulation reseptor GnRH
sehingga terjadi penurunan produksi FSH dan LH yang akan
menurunkan produksi esterogen. Obat ini direkomendasikan untuk
mioma jenis submucosa. Obat ini juga dapat digunakan pre-operatif
selama 3-4 bulan sebelum operasi
b. NSAID
Obat ini diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan perdarahan akibat
dari mioma
c. Kontrasepsi oral
obat ini bekerja dengan cara mengurangi pendarahan abnormal pada
uterus dengancara menstabilkan endometrium
2. Penatalaksanaan non-farmakologis
Disamping pemberian obat-obatan, dokter umumnya akan memberikan
saran terkait modifikasi gaya hidup seperti menjaga berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, dan pola makan yang seimbang dan tinggi
sayur dan buah

3. Prosedur Pembedahan

7
Apabila obat-obatan dan modifikasi gaya hidup tidak dapat menyembuhkan
penyakit ini dan adanya komplikasi, maka perlu dilakukan tindakan
pembedahan yang meliputi:
a. Histerektomi
Merupakan tindakan operasi pengangkatan uterus. Operasi ini dilakukan
melalui perut, vagina, atau dengan bantuan laparoskop
b. Embolisasi arteri uterus
Tindakan ini dilakukan untuk menyumbat aliran darah menuju mioma,
sehingga mioma dapat menyusut dan akhirnya mati dengan sendirinya
c. Miomektomi
Merupakan prosedur pengangkatan mioma dari uterus yang dilakukan
melalui perut
1.9 Komplikasi
Mioma uteri biasanya tidak berbahaya, namun kondisinya dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat menimbulkan komlikasi anemia
akibat hilangnya banyak darah. Mioma, khususnya yang terjadi pada
submukosa, dapat menyebabkan terjadinya kemandulan atau keguguran.
Kondisi ini juga mungkin menjadi resiko terjadinya komplikasi kehamilan
seperti plasenta previa, pertumbuhan janin yang terbatas, dan kelahiran
prematur (Mayoclinic, 2021).
1.10 Patofisiologi
Mioma uteri muncul pada uterus karena adanya mutase sel-sel myometrium
yang diakibatkan adanya perubahan kromosom baik parsial maupun
keseluruhan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mioma
selain faktor predisposisi genetic atau keturunan adalah beberapa hormon
seperti esterogen, progesterone, dan growth hormon. Adanya stimulasi
esterogen dapat menyebabkan poliferasi di uterus yang mengakibatkan
perkembangan berlebih dari garis endometrium, maka dari itu terjadilah
pertumbuhan mioma. Mioma uteri dapat menyebabkan pecahnya pembuluh
darah dan inranurel, sehingga dapat terjadi kontraksi pada otot uterus yang
dapat mengakibatkan pendarahan pervagina yang massif dan beresiko
mengalami syok. Adanya perdarahan yang terjadi ditandai adanya nekrosa dan

8
perlengketan sehingga timbul rasa nyeri bagi penderita. Massa akibat dari
mioma uteri dapat mengakibatkan penekanan pada organ sekitar seperti
kandung kemih. Penekanan ini dapat menyebabkan penderita mengalami
kondisi poliuri. Apabila penekanan terjadi pada uretra maka dapat
menyebabkan retensi urin. Selain menekan kandung kemih dan uretra, massa
juga dapat menekan rectum sehingga penderita akan mengalami konstipasi dan
tenesmus. Tindakan pembedahan yang dilakukan bagi penderita mioma uteri
dapat menyebabkan terputusnya integritas jaringan dan adanya luka insisi yang
dapat menyebabkan resiko infeksi pada penderita dan nyeri pada area insisi
karena adanya perlukaan pada saraf perifer (Aspiasni, 2017).

9
1.11 Pathway
Hormonal, Usia, Paritas, Keturunan, Obesitas

Reseptor heterogen meningkat

Hiperplasia sel Imatur (otot polos dan jaringan ikat) Mioma Subserosum

Mioma Uteri
Pembesaran uterus

Prosedur pembedahan
Mioma Submukosum
Mioma intramural

Post operasi
Gangguan otot uterus Pecahnya pembuluh darah

Pembatasan
Nyeri akut Terputusnya jaringan kulit
gerak
Perdarahan pervagina

Terpapar agen
infeksius Gangguan
Defisit Kurang informasi dan
Resiko Syok Mobilitas Fisik
Pengetahuan dukungan
Resiko Infeksi

Ansietas 8
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN

A. DATA PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Meliputi nama pasien, usia, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku,
bahasa
2. Keluhan utama
Kaji mengenai menstruasi abnormal, nyeri pinggul, kesulitan
mengosongkan kandung kemih, konstipasi, dan adanya nyeri punggung dan
kaki
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sampai saat klien dibawah ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian ditemukan perdarahan pervagina diluar siklus menstruasi,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah mempunyai riwayat sakit terdahulu, seperti : DM, jantung,
hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dll
5. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah terdapat keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan
yang dialami pasien
6. Riwayat Obstetri
Guna mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui yaitu :
a. Keadaan haid
Kaji riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah
ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
c. Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma uteri
tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen,
pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
7. Pemeriksaan fisik
a) Abdomen : nyeri tekan

9
b) Pembesaran uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan

B. Pemeriksaan Penunjang
a) Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
direkomendasikan untuk diagnosis mioma uteri
b) Pemeriksaan penunjuang lainnya seperti MRI, Sonohisterografi,
Histeroskopi, dan pemeriksaan lab darah untuk melihat status anemia.
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri, tampak meringis,
gelisah, frekuensi nafas meningkat, sulit tidur
2. Gangguan mobilitas fisik b.d program pembatasan gerak d.d mengeluhkan
sulit menggerakkan ekstremitas, rentang gerak menurun, dan fisik lemah
3. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa khawatir dengan kondisi
yang dihadapi, merasa bingung, tampak gelisah, dan tampak tegang
4. Risiko Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif (perdarahan akibat mioma
uteri)
5. Resiko Syok b.d perdarahan dan kekurangan volume cairan
6. Resiko Infeksi b.d efek prosedur invasif
7. Defisit pengetahuan tentang penyakit yang dalami b.d kurang terpapar
informasi d.d menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku
tidak sesuai anjuran, dan menunjukkan perilaku berlebihan

10
D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1 Nyeri akut b.d agen Tujuan : Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
pencedera fisik d.d Observasi
3x24 jam diharapkan nyeri menurun dengan
mengeluh nyeri, tampak 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil:
meringis, gelisah, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, skala
Kontrol Nyeri (L.08063)
frekuensi nafas nyeri
1. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat ke
meningkat, sulit tidur 2. Identifikasi respon nonverbal terkait nyeri
skala 5 (meningkat)
yang dirasakan pasien
2. Kemampuan menggunakan teknik non-
3. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
farmakologis meningkat ke skala 5
tentang nyeri
(meningkat)
Terapiutik
3. Keluhan nyeri meningkat ke skala 5 (menurun)
4. Berikan teknik nonfarmakologis (terapi
Loving Massage)
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri

11
7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
8. Kolaborasi analgetik jika diperlukan
2 Gangguan mobilitas fisik Tujuan : Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
b.d program pembatasan Observasi
3x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik
gerak d.d mengeluhkan 1. Identifikasi toleransi fisik melakukan
menurun dengan kriteria hasil:
sulit menggerakkan pergerakan
Mobilitas Fisik (L. 05042)
ekstremitas, rentang 2. Monitor kondisi umum saat melakukan
1. Pergerakan ektremitas meningkat ke skala 5
gerak menurun, dan fisik mobilisasi
(meningkat)
lemah Terapiutik
2. Rentang gerak (ROM) meningkat ke skala 5
3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
(meningkat)
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
3. Kelemahan fisik meningkat ke skala 5
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
(menurun)
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
5. Jelaskan tujuan prosedur mobilisasi
6. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
7. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk

12
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)
3. Ansietas b.d kurang Tujuan : Reduksi Ansietas (I.09314)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
terpapar informasi d.d Observasi
3x24 jam diharapkan ansietas menurun dengan
merasa khawatir dengan 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
kriteria hasil:
kondisi yang dihadapi, 2. Monitor tanda-tanda ansietas
Tingkat Ansietas (L.09093)
merasa bingung, tampak Terapiutik
1. Verbalisasi kebingungan meningkat ke skala 5
gelisah, dan tampak 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
(menurun)
tegang 4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
2. Verbalisasi khawatir tentang kondisi yang
kecemasan
dihadapi meningkat ke skala 5 (menurun)
Edukasi
3. Perilaku gelisah meningkat ke skala 5
5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
(menurun)
mungkin dialami
4. Perilaku tegang meningkat ke skala 5
6. Informasikan secara factual mengenai
(menurun)
diagnosis, pengobatan, dan prognosis
7. Anjurkan pengungkapan perasaan dan presepsi
8. Latih teknik relaksasi
4. Risiko Hipovolemia b.d. Tujuan : Manajemen Hipovolemia (I.03116)
kehilangan cairan aktif
Observasi

13
(perdarahan akibat mioma Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
uteri)
selama 2x24 jam diharapkan kondisi volume cairan frekuensi nasi meningkat, nadi teraba lemah,
atau status cairan pasien membaik. tekanan darah menurun, membran mukosa kering,
Kriteria Hasil : lemah)
Status Cairan (L.03028) 2. Monitor intake dan output cairan
1. Frekuensi nadi menurun ke skala 5 (menurun) Teraupetik
2. Tekanan darah menurun ke skala 5 (menurun) 3. Hitung kebutuhan cairan
3. Tekanan nadi menurun ke skala 5 (menurun) 4. Berikan posisi modified Trendelenburg
4. Membran mukosa membaik ke skala 5 (membaik) 5. Berikan asupan cairan oral
5. Kadar Hb meningkat ke skala 5 (meningkat) Edukasi
6. Anjurkan memerbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (NaCl,
RL)

14
4 Resiko Syok b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Syok (I. 02068)
perdarahan dan 3x24 jam diharapkan resiko syok menurun dengan Observasi
kekurangan volume kriteria hasil: 1. Monitor status kardiopulmonal
cairan Status Cairan (L.03028) 2. Monitor status cairan
1. Frekuensi nadi meningkat ke skala 5 (membaik) Terapiutik
2. Kadar Hb meningkat ke skala 5 (membaik) 3. Pasang kateter urin untuk menilai jumlahurin,
3. Kadar Ht meningkat ke skala 5 (membaik) jika diperlukan
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairanoral
Edukasi
5. Jelaskan tanda gejala syok dan anjurkan
lapor jika terdapat tanda gejala syok
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian cairan iv
7. Kolaborasi pemberian transfuse, jika perlu

Pemantauan Cairan (I. 03121)


1. Monitor tanda tanda vital pasien
2. Monitor intake and output cairan
3. Identifikasi tanda-tanda hypovolemia

15
4. Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan
cairan
5. Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
6. Dokumentasikan hasil pemantauan
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
8. Informasikan hasil pemeriksaan (jika perlu)
5 Resiko Infeksi b.d efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Area Insisi (I. 14558)
prosedur invasif 3x24 jam diharapkan resiko infeksi menurun Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan,
Tingkat Infeksi (L.14137) bengkak, atau tanda-tanda eviserasi atau
1. Kultur area luka meningkat ke skala 5 dehisen
(membaik) 2. Identifikasi karakteristik drainase
2. Kemerahan meningkat ke skala 5 (menurun) 3. Monitor proses penyembuhan area insisi
4. Monitor tanda-tanda infeksi
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) Terapiutik
1. Kerusakan jaringan meningkat ke skala 5 5. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang
(menurun) tepat
6. Berikan salep antiseptic (jika perlu)

16
2. Kerusakan lapisan kulit meningkat ke skala 5 7. Ganti balutan sesuai jadwal
(menurun) Edukasi
8. Jelaskan prosedur kepada pasien dengan
menggunakan alat bantu
9. Ajarkan cara merawat area insisi
6 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Kesehatan (I. 12383)
tentang penyakit yang 3x24 jam diharapkan defisit pengetahuan menurun Observasi
dalami b.d kurang dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
terpapar informasi d.d Tingkat Pengetahuan (L. 12111) menerima informasi
menanyakan masalah 1. Perilaku sesuai anjuran meningkat ke skala 5 Terapiutik
yang dihadapi, (meningkat) 2. Sediakan materi dan media pendidikan
menunjukkan perilaku 2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan kesehatan
tidak sesuai anjuran, dan tentang suatu topik meningkat ke skala 5 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
menunjukkan perilaku (meningkat) Edukasi
berlebihan 3. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi 4. Jelaskan faktor yang dapat mempengaruhi
meningkat ke skala 5 (menurun) kesehatan
5. Ajarkan perilaku sehat
6. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku sehat

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Y. R. 2017. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM.

Cruz, M. S. D. dan E. M. Buchanan. 2017. Uterine Fibroids: Diagnosis and


Treatment. American Family Physician. 95(2): 100-107.

Dian, R. P. 2020. Studi Literatur : Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi
Mioma Uteri Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut. Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Lubis, P. N. 2020. Diagnosis dan tatalaksana mioma uteri. Cermin Dunia Kedokteran.
47(3):196–200.

Mayoclinic. 2021. Uterine Fibroids. https://www.mayoclinic.org/diseases-


conditions/uterine-fibroids/symptoms-causes/syc-20354288 [diakses pada 17
Oktober 2021].

Metwally, M. dan T. C. Li. 2020. Modern Management of Uterine Fibroids.


Cambridge: Cambridge University Press.

Moawad, N. S. 2018. Uterine Fibroids a Clinical Casebook. Florida: Springer.

Nuraeni, R. dan A. Wianti. 2021. Asuhan Keperawatan Gangguan Maternitas.


Edisi 1. Cirebon: LovRinz Publishing.

Petrozza, J. C. 2020. Uterine Fibroids. Florida: CRC Press.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rizk, B. R. M. B., Y. Khalaf, M. A. Borahay. 2021. Fibroids and Reproduction.


New York: CRC Press.

19
20

Anda mungkin juga menyukai