Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

Disusun oleh:

Adelina Ayuningtyas

P07220420001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. MasalahUtama:
Gangguan Proses Pikir: Waham
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami
sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif
(Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal
(Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal
melalui proses interaksi / informasi secara akurat (Yosep ,2009).
2. Tanda dan gejala
Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi
perilaku berikut ini :
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya
tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan /
mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya karena
merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.

2
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih setiap
hari.”
d. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal , diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.
3. Rentang Respon

4. Penyebab
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu
biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri.
Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman ,
merasa benci , kaku, cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras
kepala. Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya
kecenderungan melamun serta mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka
keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu
itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalannya dan kemudian meninggalkan
dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak
aman, membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat
berkembang menjadi waham besar.

3
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri
dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham.
Selian itu kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi
mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun
sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan
rangsangan dari lingkungan (Keliat, 1998).
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)yaitu :
a Faktor Predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia.
Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka
individu mengalami stress dan kecemasan.
b Faktor Presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham
yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara ,
objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat
meningkatkan stress dan kecemasan.
5. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yag harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti: moal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan
koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan
secara berkesinambungan (Stuart and sudeent, 2005).
Koping individu dalam pelaksanaan tentu saja akan dipengaruhi atau bahkan
ditentukan oleh berbagai hal. Beberapa ahli menunjukkan keterkaitan untuk
meneliti berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi koping. Brehm &
Kassin (1990) berpendapat bahwa koping dipengaruhi oleh:
a. Faktor-faktor internal seperti pikiran, perasaan, genetik, fisiologis, dan/atau tipe
kepribadian.

4
b. Faktor-faktor eksternal seperti peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang
terjadi dalam hidup individu, konteks budaya dimana individu berada, dan/atau
hubungan-hubungan sosial yang dihadapinya.
Pervin & John (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi individu dalam melakukan koping adalah waham. Cara individu
dengan kepribadian intriver atau ekstrover misalnya, jelas akan berbeda. Pada
individu introver, dia akan lebih memfokuskan pada koping yang mendukung
kepribadiannya yang lebih melihat ke dalam dirinya. Sedangkan individu yang
ekstrover akan memilih koping yang lebih banyak melihat atau melibatkan hal-hal
diluar dirinya.
Menurut Sment, (1984) berpendapat bahwa ada faktor yang mempengaruhi
bagaimana individu melakukan koping teradap tekanan. Faktor-faktor tersebut
adalah:
a. Kondisi individu yang bersangkutan, seperti beberapa umurnya, apa jenis
kelaminnya, bagaimana temperamennya, faktor-faktor genetik yang didapat dari
leluhurnya, tingkat intelegensi, tingkat atau jenis pendidikan, suku asal,
kebudayaan dimana ia tinggal/dibesarkan, status ekonomi, dan/atau kondisi fisik
secara umum.
b. Karakteristik kepribadian seperti tipe kepribadian A atau B, individu yang
optimis atau pesimis, dan jenis-jenis/tipologi kepribadian lainnya.
c. Kondisi sosial kognitif seperti dukungan sosial, jaringan sosial, dan/atau kontrol
pribadi atas diri individu itu sendiri.
d. Hubungan yang terjadi antara individu tersebut dengan lingkungan sosial atau
jaringan sosialnya, dan /atau penyatuan diri masing-masing individu dalam
sebuah kelompok pada masyarakat dimana ia tinggal.
e. Strategi mengatasi tekanan yang lebih banyak diambil setiap menghadapi situasi
yang membutuhkan pengentasan masalah, seperti berfokus pada emosi, pada
masalah, menghindar dari masalah, atau mengganggap masalah tetrsebut tidak
ada.

6. Mekanisme Koping

5
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman
yang menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik
diri, pada keluarga: mengingkari.

C. Pohon Masalah

Kerusakan komuikasi verbal

effect

Perubahan proses pikir : waham

Core problem

Harga diri rendah kronik

Penyebab

D. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pertama yang dilakukan dalam pemberian
asuhan keperawatan. Ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai klien yang sedang dirawat sehingga perawat mengetahui masalah
keperawatan apa yang sedang dialami oleh klien. Umumnya klien yang mengalami
gangguan orientasi realitas dibawa ke rumah sakit karena sering mengucapkan
kata-kata ancaman, mengatakan bahwa ia membenci seseorang. Klien sering
membentak bahkan menyerang orang yang dianggapnya mengganggu ketika ia
kesal. Klien juga sering merusak barang dan kehilangan kontrol atas dirinya
(Damaiyanti dan Iskandar, 2014).

6
Data yang didapat langsung oleh perawat dari klien disebut data primer,
sedangkan data yang didapat dari keluarga atau catatan tim kesehatan disebut data
sekunder. Setelah perawat mendapat data pengkajian, perawat melakukan analisis
data untuk mengelompokkan datanya untuk menyimpulkan masalah keperawatan
yang ada pada klien. Secara teori, menurut Doenges, Townsend, Moorhouse
(2007) etiologi dari terjadinya waham pada seseorang adalah:
a. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan/perhatian ibu.
Seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk
membangun dasar rasa percaya. Ego yang rapuh sebagai akibat dari kerusakan
harga diri yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut, dan ansietas berat.
Sikap curiga terhadap seseorang dimanifestasikan dan dapat berlanjut selama
hidup. Proyeksi merupakan mekanisme paling umum yang digunakan sebagai
pertahanan melawan perasaan.
b. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relatif kuat yang muncul dikaitkan dengan gangguan
ini. individu dari anggota keluarga yang dimanifestasikan gejala gaangguan ini
berada pada risiko lebih tinggi untuk mengalaminya dibandingkan dengan
populasi umum. Studi pada manusia kembar juga menunjukkan bahwa ada
keterlibatan faktor genetik.
c. Dinamika Keluarga
Beberapa ahli teori meyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang
dingin dan perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan, dan tidak percaya pada individu.
Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman ini.

Data dasar untuk pengkajian klien waham:

a. Aktivitas atau istirahat


Gangguan tidur karena halusinasi dan pikiran delusi, bangun lebih awal,
insomnia, dan hiperaktivitas.
b. Kebersihan diri
Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/tidak terpelihara.
c. Integritas ego

7
 Dapat timbul dengan ansietas berat; ketidakmampuan untuk rileks,
kesulitan yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.
 Mengekspresikan perasaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang
diterima, dan kurang percaya pada orang lain.
 Menunjukkan kesulitan koping terhadap stres, menggunakan mekanisme
koping yang tidak sesuai (misal penggunaan proyeksi yang berlebihan dn
perilaku agresif, melakukan kewaspadaan yang tidak perlu, menghindari
penerimaan rasa bersalah)
d. Neurosensori
 Sistim delusi yang tidak ganjil dalam durasi paling sedikit satu bulan.
 Mengalami emosi dan perilaku kongruen dengan isi sistim
keyakinan/ketakutan bahwa diri sendiri ataupun orang terdekat berada
dalam bahaya karena diracuni atau diinfeksi;mempunyai penyakit; merasa
tertipu oleh pasangan individu, dicurangi oleh orang lain, dicintai atau
mencintai dari jarak jauh.
 Timbul afek yang terkontrol, dingin, tidak emosi; perilaku
terjaga/mengelak/perasaan tidak percaya.
 Bersikap waspada, mencari motif-motif tersembunyi; setiap
orang/kejadian berada dalam kecurigaan klien.
 Menunjukkan persepsi yang tajam; menunjukkan gangguan pengambilan
keputusan tentang persepsi.
 Delusi referens atau kontrol yang mungkin bekerja sama dengan FBI, CIA,
TV/radio
 Halusinasi lihat atau dengar yang mencolok tidak selalu ada.
e. Keamanan
Dapat menunjukkan perilaku berbahaya/menyerang.
f. Interaksi social
 Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan mungkin terlihat;
perilaku dalam semua area kehidupan lain biasanya normal.
 Umumnya bermasalah dengan hukum.
g. Pengajaran atau pembelajaran
 Awitan paling sering pada kehidupan dewasa pertengahan atau lansia.
 Dapat memiliki riwayat penyakit fisik/penyalahgunaan zat.

8
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan mengandung tiga komponen penting yaitu: 1)
Prioritas masalah yang merupakan masalah utama klien dari beberapa masalah
yang dimiliki klien; 2) Penyebab, yaitu salah satu masalah keperawatan yang
menyebabkan munculnya masalah utama; dan 3) Akibat yang juga merupakan
masalah keperawatan yang muncul karena masalah utama. Ketiga komponen
tersebut digambarkan pada pohon masalah berikut

Masalah Keperawatan : Waham (D.0105)

3. Rencana Keperawatan
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan waham
memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan meningkatkan status orientasi
dengan baik (SLKI, 2019) dan kriteria hasil (L.09090):
a. Verbalisasi waham: meningkat (1) - menurun (5)
b. Perilaku waham: meningkat (1) - menurun (5)
c. Perilaku sesuai realita: memburuk (1) - membaik (5)
d. Isi pikir sesuai realita: memburuk (1) - membaik (5)
e. Pembicaraan: memburuk (1) - membaik (5)
f. Proses pikir: memburuk (1) - membaik (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan
yang dapat dilakukan pada klien dengan waham antara lain:

9
Manajemen waham (I.09295)

a. Observasi
1) Monitor waham yang isinya membahayakan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
2) Monitor efek terapeutik dan efek samping obat
b. Teraupetik
1) Bina hubungan interpersonal saling percaya
2) Tunjukan sikap tidak menghakimi secara konsisten
3) Diskusikan waham dengan berfokus pada perasaan yang mendasari waham
(anda terlihat seperti sedang merasa ketakutan)
4) Hindari memperkuat gagasan waham
5) Sediakan lingkungan aman dan nyaman
6) Berikan aktivitas rekreasi dan pengalihan sesuai kebutuhan
7) Lakukan intervensi pengontrolan perilaku waham
c. Edukasi
1) Anjurkan mengungkapkan dan memvalidasi waham 9uji realitas) dengan
orang yang dipercaya (pemberi asuhan/keluarga)
2) Anjurkan melakukan rutinitas harian secara konsisten
3) Latih manajemen stress
4) Jelaskan tentang waham serta penyakit terkait
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat, sesuai indikasi

4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Kusumawati dan
Hartono, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
10
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan akan terus menerus
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dalam asuhan keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi secara formatif
(dilakukan setiapselesai melakukan tindakan keperawatan) dan sumatif (dilakukan
dengan cara membandingkan respon klien dengan tujuan yang ditentukan).
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan
masalah keperawatan perubahan proses pikir: waham menurut Kusumawati dan
Hartono (2012) adalah:
a. Klien mampu:
 Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
 Berkomunikasi sesuai kenyataan
 Mengonsumsi obat dengan benar dan patuh
b. Keluarga mampu:
 Membantu klien mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
 Membantu klien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan klien
 Membantu klien mengonsumsi obat dengan benar dan patuh

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
1. SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan yang
tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktikkan pemenuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Orientasi:
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya S, saya perawat yang dinas pagi di ruang
Gelatik. Saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 3 siang nanti, saya yang akan
merawat anda hari ini. Nama anda siapa, senagnya dipanggil apa?”
“Boleh kita berbincang-bincang tentang apa yang B rasakan sekarang?”
“Berapa lama B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang, B?”

11
Kerja:
“Saya mengerti B merasa bahwa B adalah seorang nabi, tetapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak ada lagi. Bisa
kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus B?”
“Tampaknya B gelisah sekali, bisa B ceritakan apa yang B rasakan?”
“O... jadi B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri B sendiri?”
“Siapa menurut B yang sering mengatur-atur diri B?”
“Jadi, ibu yang teralu mengatur-atur ya B, juga kakak dan adik B yang lain?”
“Kalau B sendiri, inginnya seperti apa?”
“Bagus, B sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri!”
“Coba kita tu;iskan rencana dan jadwal tersebut B”
“Wah, bagus sekali jadi setiap harinya B ingin ada kegiatan di luar rumah karena
bosen kalau di rumah terus ya?”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus!”
“Bagaimana kalau jadwal ini B coba lakukan, setuju?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
“Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah B miliki?”
“Mau dimana kita bercaap-cakap?”
“Bagaimana kalau disini lagi?”
2. SP 2 pasien: Mengidentifikasi positif pasien dan membantu mempraktikkannya.
Orientasi:
“Selamat pagi B, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah B sudah mengingat-ingat apa saja hobi B?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Di mana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi B terebut?”
“Berapa lama B mau kita berbincan-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
Kerja:
“Apa saja hobi B? Saya catat ya B, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya B pandai main bola voli ya, tidak semua orang bisa bermain voli
seperti itu lho B

12
“Dapatkah B ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main voli, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada B, dimana?”
“Dapatkah B peragakan kepada saya bagaimana bermain voli yang baik itu?”
“Wah, baik sekali permainannya.”
“Coba kita buat jadwal untk kemampuan B ini ya, berapa kali sehari/seminggu B
mau bermain voli?”
“Apa yang B harapkan dari kemampuan bermain voli ini?”
“Ada tidak hobi B yang lain selain bermain voli?”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan keampuan
B?”
“Setelah ini, coba B lakukan latihan voli sesuai dengan jadwal yang telah kita buat
ya!”
“Besok kita ketemu lagi ya B? Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di
kamar makan saja ya?”
“Nanti kita akakn membicarakan tentang obat yang harus B minum, setuju?”
3. SP 3 pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
Orientasi:
“Selamat pagi B, bagaimana B sudah dicoba latihan volinya? Bagus sekali!”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang B minum?”
“Dimana kita mau berbicara?”
“Berapa lama B mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja:
“B, berapa macam obat yang diminum? Jam berapa saja obat diminum?”
“B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.
Obatnya ada tiga macam, yang berwarna putih ini namanya CPZ gunanya untuk
menenangkan, yang berwarna putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan
yang berwarna merah jambu ini HLP gunanya agar pikiran B tenang. Semuanya
ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Jika nanti
setelah minum obat mulut B terasa kering, untuk membantu mengatasinya B bisa
banyak minum dan mengisap-isap es batu. Sebelum minum obat ini, B mengecek
dulu label kotak obat apakah benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir

13
yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama
obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya B tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum membicarakannya
dengan dokter.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang Bharus
minum?”
“Apa saja nama obat? Jam berapaminum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan B. Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster?”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya B?”
“B, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 pagi dan ditempat sama? Sampai besok!”

DAFTAR PUSTAKA

14
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK,
Universitas Indonesia

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.

Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJP
Bandung.

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

15

Anda mungkin juga menyukai