Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN 7 (TUJUH) DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

LP 7 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HALUSINASI

A. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.

- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan
pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.
Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan
atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Manifestasi Klinis

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri

2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain

3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata

4. Tidak dapat memusatkan perhatian

5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut

6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung

(Budi Anna Keliat, 2005)

D. Akibat

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.

Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat
menunjukkan perilaku :

Data subjektif :

a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

b) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :

a) Wajah tegang, merah

b) Mondar-mandir

c) Mata melotot rahang mengatup

d) Tangan mengepal

e) Keluar keringat banyak

f) Mata merah
E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya
pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di
terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang
merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat
dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan
pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan
tidak bertentangan.

F. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Sensori Perseptual : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakefektifan koping Klien dan Keluarga


G. Asuhan Keperawatan

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

a) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

b) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

c) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

d) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

9. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

10. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, dan pelayanan kesehatan.

11. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

12. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

13. Daftar masalah keperawatan

a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi

c) Isolasi sosial : menarik diri

H. Analisa data

Data Subyektif Data Obyektif

1. Klien mengatakan melihat 1. Tampak bicara dan ketawa sendiri.


atau mendengar sesuatu. Klien
2. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
tidak mampu mengenal tempat,
waktu, orang. 3. Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
sesuatu. Gerakan mata yang cepat.
2. Klien mengatakan merasa
kesepian. 4. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
3. Klien mengatakan tidak dapat 5. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih
berhubungan sosial. saat bicara.
4. Klien mengatakan tidak 6. Tidak ada kontak mata.
berguna.
7. Ekspresi wajah murung, sedih.
5. Klien mengungkapkan takut.
8. Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
6. Klien mengungkapkan apa sendiri.
yang dilihat dan didengar
mengancam dan membuatnya 9. Kurang aktivitas.
takut. 10. Tidak komunikatif.

11. Wajah klien tampak tegang, merah.

12. Mata merah dan melotot.

13. Rahang mengatup.

14. Tangan mengepal.

15. Mondar mandir.

I. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :

Gangguan persepsi sosial: Halusinasi

J. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


sensori: halusinasi selama 3 x 24 jam klien mampu
Klien
mengontrol halusinasi dengan kriteria · Bina hubungan saling percaya
hasil:
· Adakan kontak sering dan singkat secara
- Klien dapat membina hubungan bertahap
saling percaya
· Observasi tingkah laku klien terkait
- Klien dapat mengenal halusinasinya; halusinasinya
jenis, isi, waktu, dan frekuensi halusinasi,
· Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
respon terhadap halusinasi, dan tindakan
yg sudah dilakukan · Jika klien tidak sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,
- Klien dapat menyebutkan dan
diskusikan dengan klien tentang halusinasinya
mempraktekan cara mengntrol halusinasi
meliputi :
yaitu dengan menghardik, bercakap-
cakap dengan orang lain, terlibat/ SP I
melakukan kegiatan, dan minum obat
ü Identifikasi jenis halusinasi Klien
- Klien dapat dukungan keluarga
dalam mengontrol halusinasinya ü Identifikasi isi halusinasi Klien

- Klien dapat minum obat dengan ü Identifikasi waktu halusinasi Klien


bantuan minimal ü Identifikasi frekuensi halusinasi Klien
- Mengungkapkan halusinasi sudah ü Identifikasi situasi yang menimbulkan
hilang atau terkontrol halusinasi

ü Identifikasi respons Klien terhadap halusinasi

ü Ajarkan Klien menghardik halusinasi

ü Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik


halusinasi dalam jadwal kegiatan harian

SP II

ü Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

ü Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan


cara bercakap-cakap dengan orang lain

ü Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian

SP III

ü Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

ü Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan


melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)

ü Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian

SP IV

ü Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

ü Berikan pendidikan kesehatan tentang


penggunaan obat secara teratur

ü Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian

ü Beri pujian jika klien menggunakan obat


dengan benar.

Keluarga
· Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga
dalam merawat Klien

· Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan


jenis halusinasi yang dialami Klien serta proses
terjadinya

· Jelaskan dan latih cara-cara merawat Klien


halusinasi

· Latih keluarga melakukan cara merawat


Klien halusinasi secara langsung

· Discharge planning : jadwal aktivitas dan


minum obat

Daftar Pustaka

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa
sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)

Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang
lain (Hamid Achir Yani, 2005)

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggung
jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.

b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja, harapan
peran kultural.

c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan dari
kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi

a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam
kehidupannya.

b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi

c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
kelahiran dan kematian

d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan
dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan

C. Manifestasi Klinis

Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :

1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain

2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain

3. Gangguan dalam berhubungan

4. Rasa diri penting yang berlebihan

5. Perasaan tidak mampu

6. Rasa bersalah

7. Pandangan hidup yang pesimis

8. Penolakan terhadap kemampuan personal

9. Menarik diri secara social

10. Khawatir dan menarik diri dari realitas

D. Akibat

Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul dengan orang
lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian
yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:

a. Farmakologi.

b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi
spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien
dengan harga diri rendah.

c. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan perkembangan klien


supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan gangguan konsep diri berfokus
pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang terdiri dari :

1. Persepsi

2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan

3. Menyadari masalah dan perubahan sikap


Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien meningkatkan dari satu tingkat
ke tingkat berikutnya yaitu :

1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling percaya.

2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk menerima
perasaan dan pikirannya.

3. Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat merubah
bukan rang lain.

4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan yang perlu
untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.

F. Pohon Masalah

Deficit Perawatan Diri

Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

Isolasi social: menarik diri

Penurunan motivasi diri

Gangguan citra tubuh

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi


b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

H. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif

- Adanya ungkapan yang menegatifkan diri - Kontak mata kurang, sering menunduk

- Mengeluh tidak mampu melakukan - Mudah marah dan tersinggung


peran dan fungsi sebagaimana mestinya
- Menarik diri
- Ungkapan mengkritik diri sendiri,
- Menghindar dari orang lain
mengejek dan menyalahgunakan diri sendiri

I. Diagnose Keperawatan

Harga Diri Rendah

J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Harga Diri Rendah Setelah 2x pertemuan, pasien mampu SP 1

- Mengidentifikasi kemampuan dan · Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki


aspek positif yang dimiliki,
· Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat
- Memiliki kemampuan yang dapat ini
digunakan,
· Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Memilih kegiatan yang
· Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas
sesuai kemamampuan
yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan
- Melakukan kegiatan yang sudah yang akan pasien lakukan sehari-hari
dipiih
· Bantu pasien menetapkan aktifitas mana
- Merencanakan kegiatan yang yang dapat pasien lakukan secara mandiri
sudah
· Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih

· Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 2

· Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)

· Pilih kemampuan kedua yang dapat


dilakukan

· Latih kemampuan yang dipilih

· Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3

· Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & SP 2)

· Memilih kemampuan ketiga yang dapat


dilakukan

· Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Daftar Pustaka

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika Press.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian

Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak (Carpenito, 2008).

Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu
merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).

Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).

B. Penyebab

1. Faktor Predis Posisi

Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :

a. Faktor Perkembangan

Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh kepada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah
laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi
yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele,
sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak
tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan
anak .

c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia.
Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat
menyebabkan isolasi sosial.

d. Faktor biologi

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan
pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi

Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun eksternal meliputi.

a. Stressor sosial budaya

Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas
keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara .

b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia

c. Stressor biologic dan lingkungan sosial

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan, maupun biologis.

d. Stressor psikologis

Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.

1) Hubungan ibu dan anak

Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada anak, misalnya dengan
tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat mengklasifikasikan dan
mengartikan pasien tersebut.

2) Dependen versus Interdependen

Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin
mengembangkan kemandiriannya.

C. Manifestasi Klinis

1) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.

2) Menghidar dari orang lain (menyendiri)

3) Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.

4) Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.

5) Komunikasi kurang / tidak ada.

6) Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.

7) Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.

8) Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.

9) Menolak berhubungan dengan orang lain.

10) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari
tidak dilakukan.

D. Akibat

Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi
(Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S,
1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun
dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan
oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.

E. Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi

2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)

3. Terapi psikologi
4. Terapi social

5. Bila serangan pertama

a) Membangkitkan dan diagnosis

b) Pemeriksaan psikologi

c) Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid

d) Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit, neoplasma) (Buku saku


psiatri, penerbit buku kedokteran EGC)

F. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

8. Kebutuhan persiapan pulang


a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

9. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

10. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

11. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

12. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

13. Daftar masalah keperawatan

a) Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

b) Isolasi sosial

c) Gangguan konsep diri : harga diri rendah

H. Analisa Data

Data Subjektif Data objektif

1. Klien mengatakan tidak suka berada di 1. Klien suka melamun,


rumah sakit jiwa.
2. Klien tampak sedih,
2. Klien mengatakan takut dengan teman-
3. Klien suka menyendiri.
temannya.

I. Diagnose Keperawatan

Isolasi Sosial

J. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan SP 1


selama 3 x 24 jam Klien dapat
· Bina hubungan saling percaya
berinteraksi dengan orang lain baik
secara individu maupun secara · Identifikasi penyebab isolasi sosial
berkelompok dengan kriteria hasil :
SP 2
- Klien dapat membina hubungan · Diskusikan bersama Klien keuntungan
saling percaya. berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
- Dapat menyebutkan penyebab
isolasi sosial. · Ajarkan kepada Klien cara berkenalan
dengan satu orang
- Dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain. · Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
kegiatan berkenalan dengan orang lain
- Dapat menyebutkan kerugian tidak
dalam jadwal kegiatan harian dirumah
berhubungan dengan orang lain.
SP 3
- Dapat berkenalan dan bercakap-
cakap dengan orang lain secara bertahap. · Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
harian Klien
- Terlibat dalam aktivitas sehari-hari
· Beri kesempatan pada Klien mempraktekan
cara berkenalan dengan dua orang

· Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan


dua orang tetang topik tertentu

· Anjurkan kepada Klien untuk memasukan


kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah

SP 4

· Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan


harian Klien

· Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis,


dosis, waktu, manfaat dan efek samping obat)

· Anjurkan Klien memasukan kegiatan


bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian
dirumah

· Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan


orang lain

Daftar Pustaka

Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Psikososial dengan
gangguan jiwa

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC


Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta :
CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RESIKO BUNUH DIRI


A. Pengertian

Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau
tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara
sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini
meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau
menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).

B. Penyebab

1. Faktor predisposisi

Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan
(Fitria, 2009):

a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).

b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri adalah
antipasti, impulsive, dan depresi.

c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan social,


kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.

d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting
yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.

e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang
dapat dilihat dengan EEG.

2. Faktor Presipitasi

Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.

2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4. Impulsif.

5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).

8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).

9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
D. Akibat

Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dan
lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau
ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada
diri sendiri.

E. Penatalaksanaan

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS,
dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan
keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat
diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah
dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan
mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama
anti depresan dan psikoterapi.

F. Pohon Masalah

BUNUH DIRI

RISIKO BUNUH DIRI

ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH KRONIS

(Fitria, 2009)

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.

5. Aspek psikososial

a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi


b) Konsep diri

c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a) Risiko bunuh diri.

b) Bunuh diri.

c) Isolasi sosial.

d) Harga diri rendah. (Fitria, 2009).

H. Analisa Data

No Data Masalah

1. DS: - klien mengatakan tidak ada harapan hidup lagi Resiko bunuh diri

- klien merasa tidak berguna lagi

- klien selalu mengatakan tentang kematian dirinya

- klien kadang menunjukkan secara verbal tentang


rencana bunuh diri
DO: - klien tampak gelisah

- klien tampak sedih

- kontak mata kurang

- klien nampak putus asa

I. Intervensi

No. Diagnosa Rencana Keperwatan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Resiko bunuh Pasien tetap Setelah 3x pertemuan Sp 1 :


diri aman dan
- pasien mampu o Identifikasi benda2 yang dapat
selamat
mengidentifikasi benda2 membahayakan pasien.
yang dapat mampu
o Amankan benda2 yang dapat
mengendalikan dorongan
membahayakan pasien.
bunuh diri
o Lakukan kontrak treatment.
- pasien mampu
mengidentifikasi aspek o Ajarkan cara mengendalikan dorongan
positif dan mampu bunuh diri.
menghargai diri sebagai
individu yang berharga. Sp 2 :

- pasien mampu o Identifikasi aspek positif pasien.


mengidentifikasi pola o Dorong pasien untuk berpikir positif
koping yang konstruktif terhadap diri
dan mampu
menerapkannya. o Dorong pasien untuk menghargai diri
sebagai individu yang berharga.
- klien mampu
membut rencana masa Sp 3 :
depan yang realistis dan o Identifikasi pola koping yang biasa
mampu melakukan diterapkan pasien.
kegiatan.
o Nilai pola koping yang biasa dilakukan.

o Identifikasi pola koping yang


konstruktif.

o Dorong pasien memilih pola koping


yang konstruktif.

o Anjurkan pasien menerapkan pola


koping yang konstruktuif dalam kegiatan
harian.

Sp 4 :

o Buat rencana masa depan yang realistis


bersama pasien.

o Identifikasi cara mencapai rencana


masa depan yang realistis.
o Beri dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan.

Daftar Pustaka

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh
gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

a. Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa
menjadi pelaku perilaku kekerasan

b. Perilaku

Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga secara
tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar

c. Sosial Budaya

Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar

d. Bioneurologis

Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan

2. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):

a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang
yang dewasa.

e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap


perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C. Manifestasi Klinis

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Fisik

a) Muka merah dan tegang


b) Mata melotot/ pandangan tajam

c) Tangan mengepal

d) Rahang mengatup

e) Postur tubuh kaku

2. Verbal

a) Bicara kasar

b) Suara tinggi, membentak atau berteriak

c) Mengancam secara verbal atau fisik

d) Mengumpat dengan kata-kata kotor

e) Suara keras

3. Perilaku

a) Melempar atau memukul benda/orang lain

b) Menyerang orang lain

c) Melukai diri sendiri/orang lain

d) Merusak lingkungan

e) Amuk/agresif

4. Emosi

a) Tidak adekuat

b) Tidak aman dan nyaman

c) Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d) Tidak berdaya

e) Bermusuhan

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

erasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang
lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi

1) Obat anti psikosis : Phenotizin

2) Obat anti depresi : Amitriptyline

3) Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam

4) Obat anti insomnia : Phneobarbital

2. Terapi modalitas

a) Terapi keluarga

Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan
perhatian :

1) BHSP

2) Jangan memancing emosi klien

3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga

4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat

5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami

b) Terapi kelompok

Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain dengan berdiskusi
dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan
perasaan dan tingkah laku pada orang lain.

c) Terapi music

Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.

F. Pohon Masalah

G. Askep

13. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

14. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

15. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

16. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
17. Aspek psikososial

e) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

f) Konsep diri

g) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

h) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

18. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

19. Kebutuhan persiapan pulang

f) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

g) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

h) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

i) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

j) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

20. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

21. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

22. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

23. Aspek medic

Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

24. Daftar masalah keperawatan

a) Perilaku kekerasan

b) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

c) Perubahan persepsi sensori: halusinasi

d) Harga diri rendah kronis

e) Isolasi social

f) Berduka disfungsional

g) Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif

h) Koping keluarga inefektif

H. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif


- Klien mengatakan ingin memukul orang - Sikap tampak kaku dan tegang\
lain
- Agresif, agitasi
- Klien mengatakan ingin membunuh
- Mengamuk
- Klien mengatakan benci semua orang
- Peningkatan aktivitas motorik

- Mengepalkan tinju

- Merusak benda disekitar

I. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Risiko Prilaku Selama perawatan diruangan, pasien BHSP


Kekerasan tidak memperlihatkan perilaku
SP I:
kekerasan, dengan criteria hasil
· Diskusikan penyebab, tanda dan gejala,
§ Dapat membina hubungan saling
bentuk dan akibat PK yang dilakukan pasien serta
percaya
akibat PK
§ Dapat mengidentifikasi penyebab,
· Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik
tanda dan gejala, bentuk dan akibat PK
(tarik nafas dalam & memeukul bantal)
yang sering dilakukan
· Masukkan dalam jadwal harian
§ Dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol PK dengan cara :

- Fisik SP II:
- Social dan verbal · Diskusikan jadwal harian
- Spiritual · Latih pasien mengntrol PK dengan cara
sosial
· Minum obat teratur
· Latih pasien cara menolak dan meminta
§ Dapat menyebutkan dan
yang asertif
mendemonstrasikan cara mencegah PK
yang sesuai · Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
§ Dapat memelih cara mengontrol PK
yang efektif dan sesuai
SP III:
§ Dapat melakukan cara yang sudah
dipilih untuk mengontrl PK · Diskusikan jadwal harian

§ Memasukan cara yang sudah dipilih · Latih cara spiritual untuk mencegah PK
dalam kegitan harian · Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
§ Mendapat dukungan dari keluarga SP IV
untuk mengontrol PK
· Diskusikan jadwal harian
§ Dapat terlibat dalam kegiatan
diruangan · Diskusikan tentang manfaat obat dan
kerugian jika tidak minum obat secara teratur

· Masukkan dalam jadwal kegiatan harian


Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika, Jakarta

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

WAHAM

A. Pengertian

Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)

Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004)

Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan. (Harold
K, 2004)

B. Penyebab

1. Faktor Predisposisi

§ Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan
respon biologis yang maladaptif.

§ Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.

§ Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.

§ Virus : paparan virus influensa pada trimester III

§ Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

2. Faktor Presipitasi

§ Proses pengolahan informasi yang berlebihan

§ Mekanisme penghantaran listrik abnormal

§ adanya gejala pemicu

C. Klasifikasi Waham

1. Waham Agama

Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan

2. Waham Kebesaran

Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara berulang yang tidak
sesuai kenyataan
3. Waham Somatik

Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan

4. Waham Curiga

Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

5. Waham Sisip Fikir

Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan

6. Waham Nihilistik

Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara berulang yang tidak
sesuai kenyataan

7. Waham Siar Fikir

Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia tidak menyatakan
pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan

D. Manifestasi Klinis

Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham, yaitu:

1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan

2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain

3. Curiga

4. Bermusuhan

5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)

6. Takut, sangat waspada

7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas

8. Ekspresi wajah tegang

9. Mudah tersinggung

E. Akibat

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.

F. Pohon Masalah

Resiko tinggi melalukan tindak kekerasan

Gangguan isi pikir : waham kebesaran


Koping individu tidak efektif

J. Askep

25. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

26. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

27. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

28. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.

29. Aspek psikososial

i) Genogram yang menggambarkan tiga generasi

j) Konsep diri

k) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

l) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

30. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

31. Kebutuhan persiapan pulang

k) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

l) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

m) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

n) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

o) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

32. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

33. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

34. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

35. Aspek medic


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

36. Daftar masalah keperawatan

a) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

b) Kerusakan komunikasi : verbal

c) Perubahan isi pikir : waham

d) Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

G. Analisa Data

Data Subjektif Perubahan proses pikir : waham

- klien mengatakan hal-hal yang tidak sesuai kenyataan

- Klien mengatakan berulang kali

Data Objektif :

- Klien tampak binggung

H. Intervensi

Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan TUM: …………. 1. Setelah … x interaksi klien: 1. Bina hubungan saling


Proses Pikir : percaya dengan klien:
………………… o Mau menerima kehadiran
Waham
perawat di sampingnya. ¨ Beri salam
…………………
o Menyatakan mau ¨ Perkenalkan diri, tanyakan
menerima bantuan nama serta nama panggilan yang
TUK: perawat disukai.

1. Klien dapat o Tidak menunjukkan ¨ Jelaskan tujuan interaksi


membina hubungan tanda-tanda curiga
¨ Yakinkan dia dalam keadaan
saling percaya
aman dan perawat siap
dengan perawat
menolong dan mendampinginya

¨ Yakinkan bahwa kerahasiaan


klien akan tetap terjaga

¨ Tunjukkan sikap terbuka dan


jujur

¨ Perhatikan keb dasar dan beri


bantuan u/ memenuhinya

2. Klien dapat 2. Klien menceritrakan ide-ide 1. Bantu klien untuk


mengidentifikasi dan perasaan yang muncul secara mengungkapkan perasaan dan
perasaan yang berulang dalam fikirannya. fikirannya.
muncul secara
(Setelah 2 X interaksi) ¨ Diskusikan dengan klien
berulang dalam
pengalaman yang dialami selama
pikiran klien.
ini termasuk hubungan dengan
orang yang berarti, lingkungan
kerja, sekolah, dsb.

¨ Dengarkan pernyataan klien


dengan empati tanpa
mendukung / menentang
pernyataan wahamnya.

3. Klien dapat 3. Klien dpt menyebutkan 3. Bantu klien untuk


mengidentifikasi kejadian-kejadian sesuai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang
stressor/pencetus urutan waktu serta tidak terpenuhi serta kejadian
wahamnya. (Triggers harapan/kebutuhan-nya yg tdk yang menjadi factor pencetus
Factor) terpenuhi seperti : Harga diri, rasa
¨ Diskusikan dengan klien
aman dsb.
tentang kejadian-kejadian
(2 X interaksi) transmatik yang menimbulkan
rasa takut, anxietas maupun
perasaan tidak dihargai.

¨ Diskusikan dengan klien cara-


cara mengatasi situasi tersebut.

¨ Diskusikan dengan klien


apakah ada halusinasi yang
meningkatkan fikiran / perasaan
yang terkait wahamnya.

¨ Hubungkan kejadian-kejadian
tersebut dengan wahamnya.

4. Klien dapat 4. Klien dapat membedakan 4. Bantu klien mengidentifikasi


mengidentifikasi pengalaman nyata dengan keyakinannya yang salah tentang
wahamnya pengalaman wahamnya. situasi yang nyata (bila klien
sudah siap)
(3x interaksi)
¨ Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya tanpa
berargumentasi

¨ Katakan kepada klien akan


keraguan perawat terhadap
pernyataan klien

¨ Diskusikan dengan klien respon


perasaan terhadap wahamnya

¨ Diskusikan frekuensi, intensitas


dan durasi terjadinya waham

¨ Bantu klien membedakan


situasi nyata dengan situasi yang
dipersepsikan salah oleh klien

5. Klien dapat 5. Klien dapat menjelaskan 5. Diskusikan dengan klien


mengidentifikasi gangguan fungsi hidup sehari-hari pengalaman-pengalaman yang
konsekuensi dari yang diakibatkan ide-ide / tidak menguntungkan sebagai
wahamnya (2x fikirannya yang tidak sesuai akibat dari wahamnya seperti :
interaksi) dengan kenyataan seperti :
¨ Hambatan dalam berinteraksi
o Hubungan dengan orang lain dg orang lain

o Pekerjaan ¨ Perubahan dalam prestasi


kerja / sekolah
o Sekolah
o Prestasi, dsb ¨ Ajak klien melihat bahwa
waham tersebut adalah masalah
yang membutuhkan bantuan dari
orang lain

¨ Diskusikan dengan klien


orang/tempat ia minta bantuan
apabila wahamnya timbul / sulit
dikendalikan.

6. Klien melakukan 6. Klien dapat melakukan 6.1. Motivasi klien memilih


teknik distraksi sbg aktivitas yang konstruktif yang dan melakukan aktivitas yang
cara menghentikan dapat mengalihkan fokus klien membutuhkan perhatian dan
pikiran yg terpusat dari wahamnya, sesuai dengan ketrampilan fisik
pada wahamnya minatnya (3X interaksi)
6.2. Bicara dengan klien
topik-topik yang nyata

6.3. Diskusikan hobi/aktivitas


yang disukainya

6.4. Ikut sertakan klien dalam


aktivitas fisik yang membutuhkan
perhatian sebagai pengisi waktu
luang

6.5. Bertanggung jawab


secara personal dalam
mempertahankan /
meningkatkan kesehatan dan
pemulihannya

6.6. Beri penghargaan bagi


setiap upaya klien yang positif

7. Klien dapat 7.1. Keluarga dapat 7. Diskusikan dengan keluarga


dukungan keluarga menjelaskan tentang pentingnya tentang :
cara-cara merawat klien di rumah
¨ Pengertian waham
7.2. Keluarga dapat
¨ Penyebab
menjelaskan cara-cara merawat
klien di rumah. ¨ Gejala
(4X pertemuan) ¨ Cara merawat

¨ Follow up dan obat

8. Klien dan keluarga 8. Klien dapat menggunakan obat 6.7. Klien dengan kesadaran
dapat menggunakan dengan benar termasuk : sendiri mau mentaati program
obat dengan benar terapi medik
o Nama dan orangnya
8. Jelaskan dengan klien /
o Jenis obat
keluarga pentingnya obat bagi
o Dosis kesehatan klien

o Cara penggunaan obat 9. Diskusikan dengan klien jenis


obat, cara penggunaannya, side
o Waktu efek obat serta kapan dia harus
o Side efek dan tindakan yang minta pertolongan apabila
harus dilakukan bila terjadi efek terjadi sesuatu yang tidak
samping obat diinginkan sebagai dampak
pemakaian obat
(3X interaksi)
10. Jelaskan kepada klien /
keluarga bahwa pemberhentian /
perubahan dosis harus
sepengetahuan dan saran dari
dokter yang merawat.

Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006

Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya,
klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes
2000).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri yang terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun (Keliat dan akemat 2007).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.

B. Penyebab

1. Faktor prediposisi

a) Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

b) Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

c) Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d) Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan
mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan
kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

a) Body Image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b) Praktik Sosial

Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola
personal hygiene.

c) Status Sosial Ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

d) Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e) Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

f) Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan
sabun, sampo dan lain- lain.

g) Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya

C. Manifestasi Klinis

1. Fisik:

· Badan bau, pakaian kotor

· Rambut dan kulit kotor

· Kuku panjang dan kotor

· Gigi kotor disertai mulut yang bau

· Penampilan tidak rapi

2. Psikologis

· Malas, tidak ada inisiatif

· Menarik diri, isolasi diri

· Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina

3. Social

· Interaksi kurang

· Kegiatan kurang

· Tidak mampu berprilaku sesuai norma

· Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri
D. Akibat

Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti pasien dikucilkan di dalam
keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi
dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.

E. Penatalaksanaan

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

· Bina hubungan saling percaya

· Bicarakan tentang pentingnya kebersihan

· Kuatkan kemampuan klien merawat diri

2. Membimbing dan menolong klien merawat diri

· Bantu klien merawat diri

· Ajarkan keterampilan secara bertahap

· Buatkan jadwal kegiatan setiap hari

3. Ciptakan lingkungan yang mendukung

· Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri

· Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien

· Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman

F. Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi social

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)

G. Askep

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.

5. Aspek psikososial

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b. Konsep diri

c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat

d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah

6. Status mental

Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.

7. Kebutuhan persiapan pulang

a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.

b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.

c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.

d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.

e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.

8. Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

9. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan,


perumahan, dan pelayanan kesehatan.

10. Pengetahuan

Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.

12. Daftar masalah keperawatan

a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

b. Isolasi Sosial

c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

H. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif

· Klien mengatakan dirinya malas · Ketidak mampuan mandi atau membersihkan diri
mandi karena airnya dingin,atau di RS ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor,kulit berdaki,dan
tidak tersedia alat mandi. berbau serta kuku panjang dan kotor.

· Klien mengatakan dirinya malas · Ketidak mampuan berpakaian atau berhias


berdandan. ditandai dengan rambut acak-acakan,pakaian kotor dan tidak
rapi,pakaian tidak sesuai tidak bercukur ( laki-laki ) atau tidak
· Klien mengatakan ingin disuapi
berdandan ( wanita ).
makan
· Ketidak mampuan makan secara mandiri ditandai
· Klien mengatakan jarang
dengan ketidak mampuan mengambil makan sendiri,makan
memberiskan alat kelaminya setelah
berceceran,dan makan tidak pada tempatnya.
BAK maupun BAB.
· Ketidak mampuan BAB atau BAK secara mandiri
ditandai BAK atau BAB tidak pada tempatnya,tidak
membersihkan diri dengan baik setelah BAB atau BAK.

H. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


selama 3 x hari, klien dapat mandiri
Pasien
melakukan perawatan diri dengan
kriteria: · Menjelaskan pentingnya kebersihan dan
kerapian diri
· Dapat menjelaskan pentingnya
kebersihan dan kerapian · Mendiskusikan ciri-ciri badan bersih dan
rapi
· Menyebutkan ciri-ciri badan yang
bersih dan rapi · Menjelaskan manfaat bsdsn bersih dan rapi
dan kerugian jika jika badan tidak bersih dan
· Dapat menyebutkan manfaat badan
tidak rapi
bersih dan rapi
· Mengajarkan cara menjaga kebersihan dan
· Dapat menyebutkan kerugian
kerapian diri
badan badan yang tidak bersih dan tidak
rapi · Memberikan kesempatan pada
pasien untuk mendemonstrasikan cara
· Dapat mempraktikan cara
menjaga kebersihan dan kerapian diri
melakukan cara perawatan diri dengan
benar · Menganjurkan pasien memasukan cara
menjaga kebersihan dan kerapian kedalam
· Badan bersih dan rapi
jadwal kegiatan harian
· Badan tidak bau

· Dapat melakukan aktifitas Keluarga


perawatan diri secara mandiri
· Mendiskusikan kesulitan yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien dengan masalah
deficit perawatan diri

· Menjelaskan ciri-ciri pasien yang mengalami


masalah deficit perawatan diri dan jenis deficit
perawatan diri yang sering dialami oleh pasien
dan proses terjadinya

· Menjelaskan cara –cara merawat pasien


deficit perawatan diri

· Melatih keluarga mempraktekan cara


merawat pasien dengan deficit perawatan diri

· Membantu keluarga membuat jadwal


aktifitas perawatan diri bagi pasien dirumah
termasuk minum obat (discharge planning)

Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta :
CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Posted by Ners Bustamam at Thursday, December 01, 2016

Email

Anda mungkin juga menyukai