HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan
pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien.
Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan
atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial
budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
C. Manifestasi Klinis
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
D. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat
menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
Data objektif :
b) Mondar-mandir
d) Tangan mengepal
f) Mata merah
E. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya
pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di
terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat
yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang
merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan
yang sesuai.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat
dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan
pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan
tidak bertentangan.
F. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek psikososial
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
a) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
11. Pengetahuan
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.
H. Analisa data
I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
SP II
SP III
SP IV
Keluarga
· Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga
dalam merawat Klien
Daftar Pustaka
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi
I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.
A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa
sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang
lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggung
jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja, harapan
peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan dari
kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam
kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan
dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
6. Rasa bersalah
D. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul dengan orang
lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian
yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
E. Penatalaksanaan
a. Farmakologi.
b. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi
spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien
dengan harga diri rendah.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan gangguan konsep diri berfokus
pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang terdiri dari :
1. Persepsi
1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling percaya.
2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk menerima
perasaan dan pikirannya.
3. Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat merubah
bukan rang lain.
4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan yang perlu
untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.
F. Pohon Masalah
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek psikososial
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.
H. Analisa Data
- Adanya ungkapan yang menegatifkan diri - Kontak mata kurang, sering menunduk
I. Diagnose Keperawatan
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
SP 2
SP 3
Daftar Pustaka
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika Press.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika
ISOLASI SOSIAL
A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu
merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
B. Penyebab
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh kepada bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah
laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi
yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele,
sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak
tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan
anak .
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia.
Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat
menyebabkan isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan
pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun eksternal meliputi.
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas
keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara .
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk berhubungan
dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal
ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada anak, misalnya dengan
tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat mengklasifikasikan dan
mengartikan pasien tersebut.
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin
mengembangkan kemandiriannya.
C. Manifestasi Klinis
3) Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
10) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari
tidak dilakukan.
D. Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi
(Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S,
1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun
dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan
oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
b) Pemeriksaan psikologi
c) Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid
F. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek psikososial
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
6. Status mental
7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi
selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
11. Pengetahuan
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.
b) Isolasi sosial
H. Analisa Data
I. Diagnose Keperawatan
Isolasi Sosial
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
SP 4
Daftar Pustaka
Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Psikososial dengan
gangguan jiwa
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau
tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara
sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini
meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau
menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan
(Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri adalah
antipasti, impulsive, dan depresi.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting
yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang
dapat dilihat dengan EEG.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu.
Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).
C. Manifestasi Klinis
4. Impulsif.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
D. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dan
lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau
ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada
diri sendiri.
E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS,
dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan
keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat
diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah
dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan
mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama
anti depresan dan psikoterapi.
F. Pohon Masalah
BUNUH DIRI
ISOLASI SOSIAL
(Fitria, 2009)
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek psikososial
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.
b) Bunuh diri.
c) Isolasi sosial.
H. Analisa Data
No Data Masalah
1. DS: - klien mengatakan tidak ada harapan hidup lagi Resiko bunuh diri
I. Intervensi
Sp 4 :
Daftar Pustaka
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh
gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku
kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa
menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga secara
tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan
ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser,
penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang
yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
2. Verbal
a) Bicara kasar
e) Suara keras
3. Perilaku
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4. Emosi
a) Tidak adekuat
d) Tidak berdaya
e) Bermusuhan
5. Intelektual
6. Spiritual
erasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang
lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
8. Perhatian
D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
2. Terapi modalitas
a) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan
perhatian :
1) BHSP
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami
b) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain dengan berdiskusi
dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan
perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c) Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.
F. Pohon Masalah
G. Askep
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
17. Aspek psikososial
f) Konsep diri
g) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
f) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
g) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
22. Pengetahuan
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan
rehabilitas.
a) Perilaku kekerasan
e) Isolasi social
f) Berduka disfungsional
H. Analisa Data
- Mengepalkan tinju
I. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
- Fisik SP II:
- Social dan verbal · Diskusikan jadwal harian
- Spiritual · Latih pasien mengntrol PK dengan cara
sosial
· Minum obat teratur
· Latih pasien cara menolak dan meminta
§ Dapat menyebutkan dan
yang asertif
mendemonstrasikan cara mencegah PK
yang sesuai · Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
§ Dapat memelih cara mengontrol PK
yang efektif dan sesuai
SP III:
§ Dapat melakukan cara yang sudah
dipilih untuk mengontrl PK · Diskusikan jadwal harian
§ Memasukan cara yang sudah dipilih · Latih cara spiritual untuk mencegah PK
dalam kegitan harian · Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
§ Mendapat dukungan dari keluarga SP IV
untuk mengontrol PK
· Diskusikan jadwal harian
§ Dapat terlibat dalam kegiatan
diruangan · Diskusikan tentang manfaat obat dan
kerugian jika tidak minum obat secara teratur
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika, Jakarta
Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.
WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh
orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan. (Harold
K, 2004)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
§ Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan
respon biologis yang maladaptif.
§ Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.
2. Faktor Presipitasi
C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara berulang yang tidak
sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau
mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara berulang yang tidak
sesuai kenyataan
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia tidak menyatakan
pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan
D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
3. Curiga
4. Bermusuhan
9. Mudah tersinggung
E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan.
F. Pohon Masalah
J. Askep
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
j) Konsep diri
k) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
k) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
l) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
34. Pengetahuan
G. Analisa Data
Data Objektif :
H. Intervensi
Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
¨ Hubungkan kejadian-kejadian
tersebut dengan wahamnya.
8. Klien dan keluarga 8. Klien dapat menggunakan obat 6.7. Klien dengan kesadaran
dapat menggunakan dengan benar termasuk : sendiri mau mentaati program
obat dengan benar terapi medik
o Nama dan orangnya
8. Jelaskan dengan klien /
o Jenis obat
keluarga pentingnya obat bagi
o Dosis kesehatan klien
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya,
klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes
2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,
berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri yang terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan
mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan
kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola
personal hygiene.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan
sabun, sampo dan lain- lain.
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya
C. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
2. Psikologis
3. Social
· Interaksi kurang
· Kegiatan kurang
· Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti pasien dikucilkan di dalam
keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi
dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
E. Penatalaksanaan
F. Pohon Masalah
Isolasi social
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit),
informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang
telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek psikososial
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam
masyarakat
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan
pakaian.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan
suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Pengetahuan
b. Isolasi Sosial
H. Analisa Data
· Klien mengatakan dirinya malas · Ketidak mampuan mandi atau membersihkan diri
mandi karena airnya dingin,atau di RS ditandai dengan rambut kotor,gigi kotor,kulit berdaki,dan
tidak tersedia alat mandi. berbau serta kuku panjang dan kotor.
H. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta :
CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.