ISOLASI SOSIAL
Disusun oleh:
Adelina Ayuningtyas
P07220420001
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama:
Isolasi Sosial
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Menurut Carpenito (2001), Menarik diri adalah suatu usaha untuk
menghindari interaksi dengan orang lain dan kemudian menghindari berhubungan,
ini merupakan pertahanan terhadap stresor dan ansietas yang berhubungan dengan
suatu stresor atau ancaman.
Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
faktor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar
dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir
terabaikan.
2. Tanda dan gejala :
Menurut Budi Anna Keliat (1998), tanda dan gejala Isolasi Sosial: MD
adalah sebagai berikut :
a. Apatis
b. ekspresi sedih
c. afek tumpul
d. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
e. Komunikasi kurang/tidak ada.
f. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
g. Tidak ada kontak mata
h. klien sering menunduk.
i. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
2
j. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
k. Tidak melakukan kegiatan sehari
l. Sering tidur, posisi tidur klien seperti posisi tidur janin.
Sedangkan Tanda & Gejala menurut Townsend,1998 :
a. Sedih, afek tumpul
b. Menjadi tidak komunikatif
c. Asyik dengan fikirannya sendiri
d. Meminta untuk sendirian
e. Mengekspresikan perasaan kesendirian/penolakan
f. Disfungsi interaksi dengan teman sebaya,keluarga,orang lain.
3. Rentang Respon
Menurut Stuart tentang respons klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptif sebagai berikut :
(Stuart. 2006)
3
1) Menyendiri (Solitude)
Respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengevaluasi
diri dan menentukan langkah berikutnya
2) Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran
dan perasaan dalam hubungan social
3) Bekerjasama (Mutuality)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk saling memberi dan menerima, merupakan kemampuan
individu yang saling membutuhkan satu sama lain
4) Interdependen
Kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal
b. Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat.
1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain, merupakan gangguan yang terjadi apabila
seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk
mencari ketenangan sementara waktu
2) Ketergantungan (Dependen)
Terjadi bila individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses sehinggan tergantung dengan
orang lain
3) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain
4) Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian dan berorientasi pada diri sendiri atau
pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain sehingga tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam
4
5) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak
6) Narcissisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah
jika orang lain tidak mendukung
4. Penyebab
Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan isolasi sosial dibedakan menjadi 2, yaitu
faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
a. Faktor predisposisi
1) Faktor tumbuh kembang
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi,
maka akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah
tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih saying,
perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri.
Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun lingkungan dikemudian hari. Oleh karena itu,
komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
merasa diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi penting
dalam mengembangkan gangguan tingkah laku seperti sikap
bermusuhan/hostilitas, sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-
jelekkan anak, selalu mengkritik, menyalahkan, dan anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, kurang kehangatan,
kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan yang
kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang
terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah, ekspresi emosi yang tinggi, double bind, dua
5
pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Penurunan
aktivitas neorotransmitter akan mengakibatkan perubahan mood dan
gangguan kecemasan. Menurut Townsend (2003, hlm.59) neurotransmitter
yang mempengaruhi pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
Dopamin
Fungsi dopamin sebagai pengaturan mood dan motivasi, sehingga
apabila dopamin menurun pasien akan mengalami penurunan mood dan
motivasi.
Norepineprin
Norepineprin yang kurang dapat mempengaruhi kehilangan memori,
menarik diri dari masyarakat dan depresi
Serotonin
Pasien dengan menarik diri/ isolasi sosial, serotonin cenderung menurun
sehingga biasanya dijumpai tanda tanda seperti lemah, lesu dan malas
melakukan aktivitas
Asetokolin
Apabila terjadi penurunan asetokolin pada pasien dengan isolasi sosial
cenderung untuk menunjukkan tanda-tanda seperti malas, lemah dan
lesu.
b. Faktor presipitasi
1) Faktor eksternal
Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunya stabilitas unit keluarga
seperti perceraian, berpisah dari orang yang berarti, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dan dirawat di rumah sakit
atau di penjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
6
2) Faktor internal
Stress Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya.Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
3) Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian terhadap stressor individu sangat penting dalam hal ini. Rasa sedih
karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat besar
sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan,
bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini
lebih mungkin terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam tugas
perkembangan yang berkaitan dengan hubungan (Stuart, 2007, hlm. 280).
5. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan
respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada
hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya:
kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432 ) terkadang ada beberapa orang
yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang
membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang
memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau
menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya
.
6. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) Individu yang mengalami respon sosial
maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik
yaitu sebagai berikut:
a. Proyeksi merupakan Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
kepada orang lain karena kesalahan sendiri( Rasmun, 2004, hlm. 35).
7
b. Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan
dan orang lain (Rasmun, 2004, hlm. 32).
c. Spiliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk (Rasmun, 2001, hlm. 36).
C. Pohon Masalah
D. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pertama yang dilakukan dalam pemberian
asuhan keperawatan. Ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi
mengenai klien yang sedang dirawat sehingga perawat mengetahui masalah
keperawatan apa yang sedang dialami oleh klien. Umumnya klien yang mengalami
gangguan orientasi realitas dibawa ke rumah sakit karena sering diam dan tidak
ingin ditanya. Klien sering diam dan menarik diri terhadap orang yang
dianggapnya mengganggu ketika ia merasa terancam (Damaiyanti dan Iskandar,
2014).
Data yang didapat langsung oleh perawat dari klien disebut data primer,
sedangkan data yang didapat dari keluarga atau catatan tim kesehatan disebut data
sekunder. Setelah perawat mendapat data pengkajian, perawat melakukan analisis
data untuk mengelompokkan datanya untuk menyimpulkan masalah keperawatan
yang ada pada klien. Secara teori, menurut Doenges, Townsend, Moorhouse
(2007).
a) Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang
rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosis
8
medis.Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
b) Alasan Masuk
Penyebab datang ke Rumah Sakit, hal yang sudah dilakukan oleh keluarga,
dan hasilnya seperti apa.
c) Faktor Predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain
yang tidak menghargai Klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
d) Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya dengan
klien depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak kotor,
kulit lengket di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan dirinya
bahkan gangguan aspek dan kondisi klien.
e) Psikososial
Konsep Diri:
I. Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh.
Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
II. Ideal Diri : Mengungkapkan keputus asaan karena
penyakitnya: mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
III. Harga Diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya
diri.
IV. Penampilan Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang
9
disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
V. Identitas Personal : Ketidak pastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
f) Hubungan Sosial
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan sosial
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam
masyarakat.
g) Spiritual
Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien terhadapap
gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut pandangan
masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah : kegiatan di
rumah secara individu atau kelompok.
h) Kebutuhan Persiapan Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan
keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga
klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya penjelasan atau pemberian
pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin
dan teratur.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan mengandung tiga komponen penting yaitu: 1)
Prioritas masalah yang merupakan masalah utama klien dari beberapa masalah
yang dimiliki klien; 2) Penyebab, yaitu salah satu masalah keperawatan yang
menyebabkan munculnya masalah utama; dan 3) Akibat yang juga merupakan
masalah keperawatan yang muncul karena masalah utama. Ketiga komponen
tersebut digambarkan pada pohon masalah berikut :
3. Rencana Keperawatan
10
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial (D.0121)
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan isolasi sosial
memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan meningkatkan status orientasi
dengan baik (SLKI, 2018) dan kriteria hasil:
a. Minat interaksi: menurun (1) - meningkat (5)
b. Verbalisasi tujuan yang jelas: menurun (1) - meningkat (5)
c. Minat terhadap aktivitas: menurun (1) - meningkat (5)
d. Verbalisasi sosial: meningkat (1) - menurun (5)
e. Verbalisasi ketidaknyamanan ditempat umum: meningkat (1) - menurun (5)
f. Afek murung/sedih: meningkat (1) - menurun (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan
yang dapat dilakukan pada klien dengan isolasi sosial antara lain:
a. Observasi
1) Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain.
2) Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain.
b. Teraupetik
1) Bina hubungan interpersonal saling percaya
2) Tunjukan sikap tidak menghakimi secara konsisten
3) Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
4) Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan
5) Diskusikan perencanaan kegiatan harian
6) Berikan umpan balik positih dalam perawatan diri
c. Edukasi
1) Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
2) Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
3) Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
4) Anjurkan membuat rencana kelompok kecil untuk kegiatan khusus
5) Latih mengekspresikan marah dengan tepat.
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat, sesuai indikasi
11
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Kusumawati dan
Hartono, 2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan dan akan terus menerus
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dalam asuhan keperawatan dibagi menjadi dua yaitu evaluasi secara formatif
(dilakukan setiapselesai melakukan tindakan keperawatan) dan sumatif (dilakukan
dengan cara membandingkan respon klien dengan tujuan yang ditentukan).
Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan
masalah keperawatan.
12
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan orang
lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian,
bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman? Apakah ibu
sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai mana perasaan ibu setelah
mulai berkenalan?
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagai mana
berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar ibu semakin banyak
teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2. Fase Kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas di
ruangan Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih ingat
bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika pasien lupa,
bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah silahkan ibu mulai (fasilitasi
perkenalan antara pasien dengan perawat lain) wah bagus sekali ibu, selain
nama,alamat, hobby apakah ada yang ingin ibu ketahui tetang perawat C dan D?
(bantu pasien mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa
kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Bagai mana kalau kita menemani
16
teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di ruang makan sambil menolong
teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman yang lain. Mari bu.. (dampingi pasien
ke ruang makan) apa yang ingin ibu bincangkan dengan teman ibu. ooh tentang
cara menyusun piring diatas meja silahkan ibu( jika pasien diam dapat dibantu oleh
perawat) coba ibu tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada
teman ibu? apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu
bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman ibu
melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap ibu.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan C dan
bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan siang di ruang
makan? Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?
b. RTL
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal kegiatan
bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang. Mau
jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berkenalan
dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan harian
lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ? Baiklah ibu besok saya akan
kesini jam 10:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu?
19
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok B.
saya permisi Assalamualaikum.
21
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18 Maret
2015 dari alamat web: http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-
pelaksanaan-resiko-bunuh-diri.html
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
22