1
PADA PASIEN JIWA DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH (HDR)
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
1. Penolakan orang tua
2. Harapan orang tua yang tidak realistis
3. Kegagalan yang berulang kali
4. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5. Ketergantungan kepada orang lain
6. Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi
1. Citra tubuh yang tidak sesuai
2. Keluhan fisik
3. Ketegangan peran yang dirasakan
4. Perasaan tidak mampu
5. Penolakan terhadap kemampuan personal
6. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri (Muslina, 2015)
3. Macam – macam Harga Diri Rendah
a. Situasional
Harga diri rendah situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009) didefinisikan sebagai
suatu perkembangan persepsi negatif terhadap harga diri individu sebagai respon
terhadap situasi tertentu misalnya akibat menderita suatu penyakit, kondisi ini dapat
disebabkan akibat adanya gangguan citra tubuh, kegagalan dan penolakan, perasaan
kurang penghargaan, proses kehilangan, dan perubahan pada peran sosial yang
dimiliki.
b. Kronik
Menurut Fitria (2012) menyatakan bahwa gangguan konsep diri: harga diri rendah
kronis biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan pasien sebelum sakit
atau sebelum dirawat. Sedangkan menurut Nurarif dan Hardhi (2015) harga diri
rendah kronis merupakan evaluasi diri/ perasaan negatif tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang berlangsung lama
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya.(Prabowo, 2014)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain.(Prabowo, 2014)
5. Tanda Gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain :
a. Mengkritik diri sendiri
i. Merasionalisasi penolakan
Sedangkan menurut Stuart & Sundeen (2006) tanda- tanda klien dengan harga diri
rendah yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
f. Menciderai diri
6. Penatalaksanaan
Menurut Muslina, 2015 penatalaksaan yang dapat dilakukan pada gangguan harga
diri rendah, diantaranya :
1) Psikofarmaka
(1) Chlorpromazine ( CPZ ): 3 x100 mg
a) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan
perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam
fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dam
melakukan kegiatan rutin.
b) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya sistem
ekstra piramidal.
c) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan
obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan CNS Depresi.
d) Efek samping
(1) Sedasi
(2) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan
intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
(3) Gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindrom parkinsontremor,
bradikinesia rigiditas).
(4) Gangguan endokrin (amenorhoe, ginekomasti).
(5) Metabolik (Jaundice)
(6) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka pan
(2) Halloperidol ( HP ): 3 x 5 mg
a) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai antipsikosis
kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif, skizofrenia dan
sindrom paranoid. Di samping itu halloperidol juga mempunyai daya anti
emetik yaitu dengan menghambat sistem dopamine dan hipotalamus. Pada
pemberian oral halloperidol diserap kurang lebih 60–70%, kadar puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap 2-4 jam.
Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi berlangsung lambat, sebagian
besar diekskresikan bersama urine dan sebagian kecil melalui empedu.
c) Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang hipersensitif
terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
d) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi
gangguan percernaan dan perubahan hematologik ringan, akatsia, dystosia,
takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi hati,
reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine,
hiperpireksia, gangguan akomodasi.
(3) Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal berkaitan
dengan obat-obatan antipsikotik.
b) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua
neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat
asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan
kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin disekat
pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
c) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma, ulkus
peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih, anak di
bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
d) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur,
disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan,
amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik,
hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah,
distres epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis supuratif.
Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan
mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti depresi,
delusu, halusinasi, dan paranoid.
2) Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan
diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005) dalam Muslina 2015.
3) Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005) dalam Muslina, 2015.
4) Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk skizofrrenia
yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik perilaku
menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.
Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi
interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005) dalam Muslina, 2015. Dari empat jenis therapy aktivitas
kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan
konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi.
Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat
berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan
Akemat,2005) dalam Muslina 2015.
7. Pohon Masalah
Menurut (Yosep, 2014) pohon masalah pasien harga diri rendah yaitu :
9. Diagnosa Keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak
efektif.
10. Rencana Tindakan Keperawatan
Tgl No Dx Perencanaan
Dx keperawaatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: 1. Klien menunjukan 1.1 Membina hubungan
konsep diri: Klien memiliki ekspresi wajah saling percaya
harga diri konsep diri yang bersahabat, dengan menggunakan
rendah positif menunjukan rasa prinsip komunikasi
TUK: senang, ada terapeutik :
1. Klien dapat kontak mata, mau - Sapa klien dengan
membina berjabat tangan, ramah baik verbal
hubungan saling mau menyebutkan maupun non
percaya dengan nama, mau verbal.
perawat menjawab salam, - Perkenalkan diri
klien mau duduk dengan sopan.
berdampingan - Tanyakan nama
dengan perawat, lengkap dan nama
mau panggilan yang
mengutarakan disukai klien.
masalah yang - Jelaskan tujuan
dihadapi pertemuan
- Jujur dan menepati
janji
- Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
- Beri perhatian dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Risiko isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Tujuan Khusus
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi Bu, saya Wardatul Ghivara, saya mahasiswa Akper RUSTIDA
Banyuwangi yang sedang praktek dirumag sakit ini”, “Ibu bisa panggil saya suster
warda”. ”Nama ibu siapa?”. “ ”
“Ibu lebih senang dipanggil siapa?”“o o o ibu siti”. “saya akan menemani ibu
selama 2 minggu, jadi kalau ada yang mengganggu pikiran ibu bisa bilang ke saya,
siapa tahu saya bisa bantu”
b. Evaluasi/Validasi
“Coba ceritakan pada saya, apa yang dirasakan dirumah, hingga dibawah ke RSJ”
Kontrak
1) Topik
“ Maukah ibu bsiti bercakap – cakap dengan kemampuan yang dimiliki serta
hobi yang sering dilakukan dirumah”
2) Tempat
“kita mau becakap – cakap berapa lama?, Bagaimana kalau 10 menit saja”
2. Kerja
“memasak, mencuci pakaian, bagus itu bu”. “Terus kegiatan apalagi yang ibu
lakukan?”. “kalau tidak salah ibu juga senang menyulam ya?”, wah bagus sekali!
“Bagaimana kalau ibu siti menceritakan kelebihan lain/kemampuan lain yang
dimiliki?” kemudian apa lagi.
“Bagaimana dengan keluarga ibu siti, apakah mereka menyenangi apa yang ibu
lakukan selama ini, atau apakah mereka sering mengejek hasil kerja ibu?”
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan ibu siti selama kita bercakap – cakap?”, “Senang terima kasih”
b. Evaluasi Obyektif
“Tolong ibu siti ceritakan kembali kemampuan dan kegiatan yang sering ibu
lakukan? ........ Bagus”, “terus bagaimana tanggapan keluarga ibu terhadap
kemampuan dan kegiatan yang ibu lakukan?”.
c. Rencana Tindak Lanjut
“baiklah Bu siti, nanti ibu ingat ingat ya, kemampuan ibu yang lain dan belum sempat ibu ceritakan
kepada saya?”, “besok bisa kita bicara lagi”.
d. Kontrak
1) Topik
2) Tempat
3) Waktu