Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan kondisi individu berkembang secara fisik,
mental spiritual dan sosial sehingga individu menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitas. Kondisi kejiwaan seseorang dibagi menjadi dua
yaitu orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) (Kemenkes, 2019 dalam Saputri dan Desi, 2020). Individu yang
tidak sehat secara mental adalah individu yang tidak mampu beradaptasi
dalam empat area kehidupan. Pertama, tidak mampu membangun hubungan
secara sosial, kedua mengalami gangguan emosional, yaitu depresi, cemas dan
gangguan emosi karena gangguan seksual. Ketiga, individu yang mengalami
gangguan tidur (imsomnia), tidak mampu mengontrol berat badannya dan
merusak tubuh melalui kebiasaan merokok berlebihan, minum alkohol dan zat
adiktif lainnya. Keempat, mudah mengalami kejenuhan dalam bekerja atau
bekerja dengan berlebihan (Saputri dan Desi, 2020).
Depresi bukan hanya terjadi pada orang dewasa atau orang tua, melainkan
depresi juga terjadi pada remaja. Apabila depresi ini tidak segera untuk diatasi
maka keberlanjutannya akan terus dialami oleh remaja tersebut hingga dia
dewasa. Karena Usia remaja merupakan masa usia pertumbuhan seseorang
yang paling menetukan (Saepudin, 2018). Namun yang lebih membahayakan
adalah munculnya inisiatif melakukan tindakan yang diluar dugaan yaitu
bunuh diri. Sedang Hinton menjelaskan bahwa meskipun depresi yang diderita
tidak terlalu parah, tetapi resiko bunuh diri tetap ada (Hinton, 1989 dalam
Purbaningsih, Endah Sari, 2020).
Hasil riskesdas 2018 menunjukkan gangguan depresi sudah mulai terjadi
sejak rentan usia remaja (15-24 tahun), dengan prevalensi 6,2 %, pola
prevalensi depresi semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia,
tertinggi pada umur 75+ tahun sebesar 89%, 65-74 tahun 8,0% dan55-64
tahun sebesar 6,4% (Kemenkes, 2019 dalam Saputri dan Desi, 2020). Bunuh
diri adalah masalah kesehatan masyarakat serius dan menjadi perhatian global
saat ini. Kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati 800.000 kematian per
tahun atau satu kematian per 40 detik. Di Indonesia angka kematian karena
bunuh diri pada tahun 2016 cukup tinggi mencapai 3,4/100.000 penduduk,
tidak berubah sampai tahun 2018 yang diperkirakan 9.000 kasus per tahun
(WHO, 2019 dalam Saputri dan Desi, 2020).
Data yang diperoleh menyebutkan bahwa angka bullying di Indonesia
semakin meningkat. KPAI mengidentifikasi kasus perlindungan anak pada
tahun 2011-2016 yaitu kasus bullying semakin meningkat dari korban
meningkat dari 50 menjadi 81 korban, sedangkan pelaku meningkat dari 40
menjadi 93 orang (Kartika, Darmayati, & Kurniawati, 2019). Dilansir dari
data KPAI pada tahun 2018 yang menyebutkan bahwa terdapat 107 korban
bullying di lingkungan sekolah dan 109 korban bullying di media sosial,
sedangkan data pelaku bullying menyebutkan bahwa terdapat 127 orang
pelaku bullying di sekolah dan 112 orang pelaku bullying di media sosial
(Jawa Pos, 2019).
Pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kasus bullying mengalami
peningkatan dari sisi korban dan pelakunya. Kondisi yang semakin mengalami
peningkatan jumlah korban dan pelaku bullying maka kasus bullying perlu
mendapatkan penanganan karena dapat menimbulkan dampak bagi pelaku
ataupun korban bullying.
Perilaku bullying memiliki dampak yang negatif. Terdapat dua dampak
akibat bullying yaitu bahwa dampak fisik dan mental (Zakiyah, Humaedi, &
Santoso, 2017). Beberapa dampak yang terjadi pada korban bullying mungkin
dapat terbawa hingga dewasa. Hal ini merupakan masalah serius sehingga
perlu mendapatkan penanganan yang cepat. Munculnya depresi pada korban
bullying dapat berujung pada pikiran untuk bunuh diri ataupun melukai diri
karena bullying yang terjadi pada seseorang dapat membuat orang tersebut
merasa tertekan (Tumon, 2014).
Bunuh diri dapat dicegah dengan kerjasama antara individu, keluarga,
masyarakat dan profesi dengan memberikan perhatian, kepekaan terhadap
kondisi yang dialami oleh seseorang yang memiliki risiko bunuh diri seperti
memberikan motivasi dan keyakinan bahwa hidup adalah suatu anugrah yang
berarti dan berharga harus disyukuri (Saputri dan Desi, 2020).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep resiko bunuh diri dalam keperawatan jiwa dan
membahas masalah resjiko bunuh diri yang terjadi di masyarakat
1.2.2 Tujuan Khsus
a. Mengetahui pengertian tentang resiko bunuh diri
b. Mengetahui etiologi resiko bunuh diri
c. Mengetahui faktor predisposisi resiko bunuh diri
d. Mengetahui faktor predispitasi resiko bunuh diri
e. Mengetahui Patopsikologis resiko bunuh diri
f. Mengetahui tanda dan gejala resiko bunuh diri
g. Mengetahui strategi pelaksanaan resiko bunuh diri
h. Mengetahui jurnal-jurnal tentang resiko bunuh diri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Resiko Bunuh Diri


Tujuan utama pelayanan pasien adalah untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan meningkatkan derajat kesehatan pada pasien. Sesuai
kemajuan zaman, tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan
mengharuskan adanya perubahan pelayanan . dari paragidma lama ke paradigma
baru. Khususnya dalam hal kejadian pasien yang beresiko bunuh diri, harus
ditingkatkan pengawasan dan perawatannya agar angka kejadian bunuh diri dapat
dikurangi.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup. (Hawari, 2001, hal.19). dan menurut (DSM-IV-TR,2000 dalam
Videbeck, 2008, HAL.388) Depresi adalah suatu mood sedih (disforia) yang
berlangsung lebih dari empat minggu, yang disertai prilaku seperti perubahan
tidur, gangguan konsentrasi, iritabilitas, sangat cemas, kurang bersemangat, sering
menangis, waspada berlebihan, pesimis, merasa tidak berharga, dan
mengantisipasi kegagalan, dan bila hal ini di biarkan terus menerus akan beresiko
terjadinya bunuh diri.
Resiko bunuh diri (RBD) adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan
yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart, 2006 dalam Aulia,
Yulastri dan Sasmita (2019)
Perilaku destruktif diri pada pasien jiwa adalah setiap aktivitas yang tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri langsung
mencakup aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari
hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung
termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian
akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart &
Sundeen, 2006) dalam Litaqia dan Fatih (2018). Menurut Shives (2008) dalam
Intan (2018) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan rentang
adaptif maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh normanorma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.

2.2 Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
c. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
d. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
e. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

2.3 Faktor Predisposisi


Menurut Stuart Gw & Laraia (2005) dalam Aulia, Yulastri dan Sasmita
(2019), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
c. Lingkungan psikososial, seseorang yang baru mengalami kehilangan,
perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan
sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
d. Riwayat keluarga, riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
e. Faktor biokimia, data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik,
dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
2.4 Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
a. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
b. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
c. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.

2.5 Patopsikologi
Semua perilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang
siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan
tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
a. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
b. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung
ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu
tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya (Stuart & Sundeen, 2006 dalam Aulia,
Yulastri dan Sasmita (2019).
Gambar/Pohon Masalah Proses Perilaku Bunuh Diri

2.6 Tanda dan Gejala


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi
dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban,
keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
Adapun petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya,
kelainan afektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan
dan depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental pada
lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/
kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru
dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan
kognitif dan negatif, keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan
kepribadian antisosial.
2.7 Rencana Tindakan Keperawatan (Strategi Pelaksanaan)
2.7.1 Tujuan Khusus
a. Klien dapat meningkatkan harga dirinya
b. Klien dapat melakukan kegiatan sehari-hari
c. Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2.7.2 Tindakan keperawatan: Melindungi pasien
Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan
risiko bunuh diri ialah:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat
dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
g. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting, garpu,
pisau, silet, tali pinggang, dan gelas)
h. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
i. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan untuk bunuh diri.

STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

Strategi Pelaksanaan Pasien

SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari isyarat bunuh diri


ORIENTASI

Salam Terapeutik

Selamat pagi Ibu, perkenalkan saya Surianni Marnitta Purba Mahasiswa


Keperawatan Universitas Pelita Harapan. Apakah benar ini Ibu Y. Ohh, senang
dipanggil apa ? Ohh Ibu Y.
Validasi

Bagaimana perasaan Ibu Y hari ini? Saya akan selalu menemani Ibu disini mulai
dari pukul 08.00-14.00, nanti akan ada perawat yang menggantikan saya untuk
menemani Ibu selama dirawat di rumah sakit ini.

Kontrak (waktu, tempat, topik)

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang ibu rasakan selama ini,
saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin ibu sampaikan. Bagaimana kalau kita
lakukan disini saja? Jam berapa kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau
jam 13.00 setelah makan siang Ibu?

KERJA

Bagaimana perasaan Ibu setelah bencana itu terjadi? Apakah dengan bencana
tersebut Ibu merasa paling menderita di dunia ini? Apakah Ibu kehilangan
kepercayaan diri? Apakah Ibu merasa tidak berharga dan lebih rendah dari pada
orang lain? Apakah Ibu sering mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi?
Apakah Ibu berniat untuk menyakiti diri sendiri seperti ingin bunuh diri atau
berharap Ibu mati? Apakah Ibu mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya? Jika
klien telah menyampaikan ide bunuh diri, segera memberikan tindakan untuk
melindungi klien. Baiklah tampaknya Ibu memerlukan bantuan untuk
menghilangkan keinginan untuk bunuh diri. Saya perlu memeriksa seluruh kamar
Ibu untuk memastikan tidak ada benda- benda yang membahayakan Ibu. Nah,
karena Ibu tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidupIbu, maka saya tidak akan membiarkan Ibu sendiri. Apakah yang akan Ibu
lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Ya, saya setuju. Ibu harus memaggil
perawat yang bertugas di tempat ini untuk membantu Ibu. Saya percaya Ibu dapat
melakukannya.

TERMINASI
Evaluasi

Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bincang – bincang selama ini ? Coba ibu
sebutkan cara tersebut ?

Rencana Tindak Lanjut

Ibu, untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang meningkatkan harga


diri pasien isyarat bunuh diri. Jam berapa Ibu bersedia bercakap-cakap lagi? mau
berapa lama? Ibu, mau dimana tempatnya?

SP 2 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat


bunuh diri ORIENTASI

Salam Terapeutik

Selamat pagi Ibu, masih ingat dengan saya? Ya betul sekali. Saya perawat
Surianni.

Validasi

Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan?
Baik, sesuai janji kita kemarin sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur
atas pemberian Tuhan yang masih Ibu miliki. Mau berapa lama? Dimana? baiklah
30 menit disini ya bu.

KERJA

Apa saja dalam hidup Ibu yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih
dan rugi kalau Ibu meninggal. Coba Ibu ceritakan hal-hal yang baik dalam
kehidupan Ibu. Keadaan yang bagaimana yang membuat Ibu merasa puas? Bagus.
Ternyata kehidupan Ibu masih ada yang baik yang patut Ibu syukuri. Coba Ibu
sebutkan kegiatan apa yang masih dapat Ibu lakukan selama ini. Bagaimana kalau
Ibu mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.
TERMINASI

Evaluasi

Bagaimana perasaan Ibu setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-
apa saja yang Ibu patut syukuri dalam hidup Ibu? Ingat dan ucapkan hal-hal yang
baik dalam kehidupan Ibu jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus Ibu.
Coba Ibu ingat lagi hal-hal lain yang masih Ibu miliki dan perlu di syukuri!

Rencana Tindak Lanjut

Nanti jam 2 siang kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik.
Tempatnya dimana? Baiklah, tetapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya!

SP 3 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan


masalah pada pasien isyarat bunuh diri

ORIENTASI

Salam Terapeutik

Selamat pagi Ibu. Masih ingat saya? Iya saya perawat Surianni.

Validasi

Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh diri? Apalagi
hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!

Kontrak (waktu, tempat, topik)

Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah Ibu
selama ini. Mau berapa lama Ibu? Mau disini saja?

KERJA

Coba ceritakan situasi yang membuat Ibu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow, banyak juga ya Ibu. Nah, sekarang coba
kita diskusikan tindakan yang menguntungan dan merugikan dari seluruh cara
tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!
Menurut Ibu cara yang mana? Ya saya juga setuju

dengan pilihan Ibu. Sekarang kita buat rencana kegiatan untuk mengatasi perasaan
Ibu ketika mau bunuh diri dengan cara tersebut.

TERMINASI

Evaluasi subjektif: Bagaimana perasaan Ibu, setelah kita bercakap-cakap?

Evaluasi objektif: Apa cara mengatasi masalah yang Ibu gunakan. Coba Ibu
melatih cara yang Ibu pilih tadi.

Rencana Tindak Lanjut

Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi untuk membahas pengalaman Ibu
menggunakan cara yang Ibu pilih.

SP 4 Pasien : Mendiskusikan harapan dan masa depan ORIENTASI

Salam Terapeutik

Selamat pagi Ibu. Masih ingat saya? Iya saya perawat Surianni.

Validasi

Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh diri? Apalagi
hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!

Kontrak (waktu, tempat, topik)

Sekarang kita akan berdiskusi tentang harapan dan masa depan ibu. Mau berapa
lama Ibu? Mau disini saja?

KERJA
Coba ceritakan apa harapan yang ingin ibu capai? Oh iyaa bagus ibu ingin
menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak ibu, ibu juga ingin mencoba
berjualan sayur di rumah setelah pulang dari RS.

TERMINASI

Evaluasi

Baiklah ibu sudah mengungkapkan harapan masa depan ibu, dengan demikian
kemungkinan ibu untuk bunuh diri dapat dicegah.

Rencana Tindak Lanjut

Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi untuk membahas pengalaman Ibu
menggunakan cara yang Ibu pilih.

Strategi Pelaksanaan Keluarga

SP 1 Keluarga : Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien


ORIENTASI

Salam Terapeutik

“Selamat pagi !”perkenalkan saya Surianni. Perawat yang merawat Tn.S.

Validasi

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”

Kontrak (waktu, tempat, topik)

“Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang masalah yang dihadapi Bapak/ibu
dalam merawat ibu Y? Berapa lama waktu Bapak/Ibu? 30 menit? Baik, mari
duduk di ruangan wawancara!”

KERJA :
“Apa masalah yang Ibu hadapi dalam merawat ibu Y? ohh baiklah ternyata ibu
tidak mengetahuhi penyakit yang diderita ibu Y? Ibu Y memiliki masalah resiko
bunuh diri.” Oleh karena itu Ibu Y membutuhkan perawatan untuk mengatasi
penyakitnya. Maka dari itu ibu harus tau bagaimana cara merawat Ibu Y”

TERMINASI

Evaluasi

”Bagaimana perasaan ibu setelah percakapan kita ini?” oh iya ibu ingin
mengetahui bagaimana cara merawat ibu Y.”

Rencana Tindak Lanjut

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk memberitahu bagaimana penyakit RBD
dan cara merawat ibu Y. Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai
jumpa.”

SP 2 Keluarga : Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya


risiko bunuh diri

ORIENTASI

Salam Terapeutik

“Selamat pagi !”perkenalkan saya Surianni. Perawat yang merawat ibu Y.

Validasi

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”

Kontrak (waktu, tempat, topik)

“Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang cara merawat ibu Y? Berapa lama
waktu Bapak/Ibu? 30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”

KERJA
“Apa yang Ibu ketahui tentang masalah Bapak”.“Ya memang benar sekali Bu, ibu
Y mengalami resiko bunuh diri yaitu upaya yang disadari untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi ,
membenturkan kepala.” Jika benar seperti itu sebaiknya ibu harus memperhatikan
ibu Y agar tidak melakukan hal-hal percobaan bunuh diri.”

TERMINASI

Evaluasi

”Bagaimana perasaan ibu setelah percakapan kita ini?”. “Dapatkah Ibu jelaskan
kembali maasalah yang dihadapi ibu Y dan bagaimana cara merawatnya?”.
“Bagus sekali Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Ibu kemari
lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.”

Rencana Tindak Lanjut

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendadang untuk latihan cara
memberi pujian langsung kepada ibu Y”.“Jam berapa Bapak/Ibu datang? Baik
saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri


ORIENTASI

Salam Terapeutik

Selamat pagi Bapak/Ibu. Benar kalian adalah orang tua dari Ibu Y ? Kenalkan
saya perawat Surianni dari Fakultas Keperawatan Universitas Pelita Harapan yang
merawat ibu Y selama disini.”

Validasi
Bagaimana bu sudah mengerti apa itu Resiko Bunuh Diri? Bagus sekali ibu sudah
mengerti.

Kontrak (waktu, tempat, topik)

Sekarang kita akan mendiskusikan tentang car merawat ibu Y. Dimana kita akan
mendiskusikannya? Berapa lama bapak dan ibu ingin mendiskusikannya?

KERJA

Apa yang bapak/ibu lihat dari perilaku Ibu selama ini?. Bapak/Ibu sebaiknya lebih
sering memperhatikan tanda dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang
akan melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan tanda melalui percakapannya
seperti “ saya tidak ingin hidup lagi”. Apakah Ibu Y sering mengatakannya pak?.
Kalau bapak/ibu mendengarkan Ibu Y berbicara seperti itu, maka sebaiknya bapak
mendengarkan secara serius. Pengawasan terhadap kondisi Ibu Y perlu
ditingkatkan, jangan biarkan Ibu Y mengunci diri di kamar. Bapak perlu
menjauhkan benda berbahaya seperti gunting, silet, gelas dan lain-lain. Hal ini
sebaiknya perlu dilakukan untuk melindungi Ibu Y dari bahaya dan memberi
dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Usahakan 5 hari sekali bapak
dan ibu memuji dengan tulus. Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri,
sebaiknya bapak dan ibu mencari bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi
segeralah ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih
serius. Setelah kembali ke rumah, bapak/ ibu perlu membantu Ibu terus berobat
untuk mengatasi keinginan bunuh diri.

TERMINASI

Evaluasi Subjektif: Bagaimana bapak/ibu ada yang mau ditanyakan?

Evaluasi objektif: Bapak/ibu dapat mengulangi lagi cara-cara merawat anggota


keluarga yang ingin bunuh diri? Ya, Bagus.

Rencana Tindak Lanjut


Jangan lupa untuk selalu mengawasi Ibu Y ya pak jika ada tanda-tanda keinginan
bunuh diri segera menghubungi kami. Terima kasih Bapak/Ibu. Selamat Siang.

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


ORIENTASI

Salam Terapeutik

“Selamat pagi Bu. Masih ingat dengan saya? Iya saya perawat Surianni.

Validasi

“Bagaimana kabar ibu? Sudah bisa kan merawat ibu Y?”

Kontrak (waktu, tempat, topik)

”Karena hari ini bapak direncanakan pulang, maka kita akan membicarakan
jadwal Ibu Y selama di rumah”.”Berapa lama Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan
di kantor

KERJA:

”Bu ini jadwal kegiatan Ibu Y selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah
semua dapat dilaksanakan di rumah? ”Bu, jadwal yang telah dibuat selama Ibu Y
dirawat dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya”. ”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah
perilaku yang ditampilkan oleh Bapak selama di rumah. Misalnya kalau Ibu Y
terus menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap diri
sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang
lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi rumah sakit atau bawa bapak langsung
kerumah sakit”.

TERMINASI

Evaluasi
”Bagaimana Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian Bapak.

Rencana Tindak Lanjut

Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang
tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA

Asa, Amita (2019). Hubungan Kebutuhan Spiritual Dengan Tingkat Resiko


Bunuh Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rsjd Dr Amino Gondohutomo
Semarang Jawa Tengah. Dapat diakses di
http://repository.unissula.ac.id/14518/
Cita dan Fatih. 2018. Resiko Bunuh Diri Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Terapi Hemodialisa. Dapat diakes di
http://www.jurnalmadanimedika.ac.id/index.php/JMM/article/view/25
Damayanti, M dkk (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika Aditama
Fatimah, (2017). Analisa Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Pada Klien Resiko
Bunuh Diri Dengan Intervensi Inovasi Guided Imageryterhadap Gejala
Resiko Bunuh Diri Di Ruang Punai Rsjdatmahusada. Dapat diakses di
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/300/KIAN.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
Litaqia dan Permana. (2019). Peran Spiritualitas Dalam Mempengaruhi Resiko
Perilaku Bunuh Diri: A Literature Review. Dapat diakes di
http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/article/view/305
Purbaningsih. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi Dan Resiko
Bunuh Diri. Jurnal Ilmiah Indonesia. Vol 4 No 8. Dapat diakses di
http://www.jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-
literate/article/view/677
Saputri dan Desi. (2020). Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi
Guided Imagery Pada Pasien Depresi Berat. Ners Muda, Vol 1 No 3. Di akses
di https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.6212
Videbeck, L. S. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, I. (2010). Buku Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai