Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan rahmat serta pernyertanya, sehingga makalah Asuhan Keperawatan ini dapat
penulis selesaikan.

Dalam pembuatan Asuhan Keperawatan ini penulis berusaha menyajikan


bahan dan bahasa yang sederhana, singkat mudah dicerna isinya oleh pembaca.

Penulis menyadari bahwa asuhan keperawatan ini jauh dari kata sempurna
serta masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini,
maka Penulis berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan
dimasa yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit.................................................................................3
1. Pengertian..........................................................................................................3
2. Etiologi..............................................................................................................3
3. Jenis Bunuh Diri...............................................................................................5
4. Psikodinamika Bunuh Diri..............................................................................6
5. Tanda-Tanda Bunuh Diri.................................................................................7
6. Psikopatologi Bunuh Diri................................................................................8
7. Rentang Respon................................................................................................8
8. Intensitas Bunuh Diri.......................................................................................9
9. Pengobatan........................................................................................................9
10. Prognosa............................................................................................................9
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan...........................................................10
1. Pengkajian...................................................................................................10
2. DiagnosaKeperawatan................................................................................12
3. Intervensi Keperawatan...............................................................................12
4. Strategi Pelaksanaan...................................................................................15
BAB 3....................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat global
(World Health Organization, 2019). Hal ini dikatakan sebagai faktor penyebab
kematian di urutan ketiga dunia. Bunuh diri disebut sebagai sebuah usaha yang
dilakukan individu secara sadar yang bertujuan untuk mengakhiri
kehidupannya dengan melakukan beberapa usaha menyakiti diri sendiri.
Individu yang beresiko bunuh diri ialah ia yang memiliki perilaku merusak diri
secara langsung maupun disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu
tersebut secara sadar memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup sehingga
melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginannya (Budiarto,
2021).
Bunuh diri umumnya dilakukan oleh seseorang yang memiliki
permasalahan yang tidak dapat terselesaikan dengan baik atau didasari oleh
faktor semakin meningkatnya penduduk usia produktif sehingga persaingan
kehidupan pun semakin ketat dan hal ini sangat erat hubungannya dengan
permasalahan ekonomi. Akibatnya diri pun terjebak dalam rasa sakit emosional
yang merupakan salah satu gejala pada individu yang memiliki keinginan
untuk bunuh diri. Masalah dalam internal keluarga, diagnosis penyakit fisik
maupun mental, adanya upaya bunuh diri yang sebelumnya pernah dilakukan
teman-teman maupun orang terdekat, munculnya gejala kecemasan atau
depresi, tingkat kepuasan terhadap dukungan sosial yang kurang, serta koping
agama yang negatif secara signifikan juga mempengaruhi ide bunuh diri pada
seseorang (Bulan, 2019).
Perilaku bunuh diri yang terjadi di Indonesia jika dibandingkan dengan
negara lain masih lebih rendah, tetapi perlu dipertimbangkan dampak serius
yang akan akan terjadi seperti trauma psikologis jangka panjang dan
produktivitas yang akan menurun (Endah, 2019).

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori bunuh diri ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengn risiko bunuh
diri?
3. Bagaimana strategi pelaksanaan pasien dan keluarga dengan masalah
risikobunuh diri ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep teori bunuh diri
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengn risiko bunuh diri
3. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan pasien dan keluarga
dengan masalah risikobunuh diri

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku individu melukai diri baik yang
secara langsung dan disengaja untuk mengakhiri hidup. Bunuh diri menjadi
bagian dari 20 penyebab utama kematian di dunia untuk semua umur dan
kurang lebih satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya
(Endah, 2019).
2. Etiologi
a. Menurut Bulan (2019) faktor Predisposisi Lima faktor predisposisi yang
mempengaruhi perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan
individu adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Statistik menunjukkan bahwa kurang lebih 90% orang dewasa yang
memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka dengan melakukan bunuh
diri memiliki riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Ada 3 gangguan jiwa
yang dapat menyebabkan seorang individu menjadi berisiko untuk
berupaya bunuh diri diantaranya gangguan afektif, penyalah gunaan zat
serta skizofrenia.
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian individu yang memiliki kaitan erat dengan
perilaku bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya
adalah pengalaman kehilangan orang atau benda berharga, kehilangan
dukungan sosial, pengalaman negatif selama hidup, penyakit kritis,
perpisahan, hingga perceraian. Kuatnya dukungan sosial sangatlah
penting dalam terciptanya intervensi keperawatan yang terapeutik,

3
penyebab masalah dan respons individu dalam menghadapi masalah
tersebut dan lain-lain.
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga terdahulu pernah melakukan percobaan bunuh
diri merupakan salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin,
adrenalin dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat diakibatkan oleh stress berlebihan
yang dirasakan oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa
pengalaman hidup yang memalukan. Faktor lainnya yang dapat menjadi
penyebab perilaku destruktif adalah individu tersebut melihat atau
membaca berita melalui media cetak maupun elektronik mengenai orang
yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Pada
individuindividu yang sedang labil emosinya, hal yang seperti itu dapat
memicu individu tersebut melakukan hal yang sama (Bulan, 2019).
c. Perilaku Koping
Banyak hal yang mempengaruhi perilaku koping diantaranya
pasien yang menderita penyakit menahun atau pasien-pasien dengan
kondisi klinis berat seringkali berupaya bunuh diri dan tanpa disadari
pasienpasien ini dengan sadar memikirkan upaya bunuh diri. Hal yang
menyebabkan pasien beresiko melakukan bunuh diri diantaranya faktor
sosial hingga budaya. Kehidupan sosial individu serta struktur sosial
dalam masyarakat dapat menjadi pencetus atau sebaliknya dapat
mencegah pasien melakukan bunuh diri. Klien yang merasa dirinya
terisolasi secara sosial dapat menyebabkan klien merasa sendiri, klien
merasa kesepian, hal ini juga dapat menumbuhkan rasa ingin bunuh diri

4
pada klien dan hal ini biasanya jarang terjadi pada pasien yang cenderung
aktif dalam kegiatan bermasyarakat biasanya individu tersebut lebih
memiliki kemampuan dalam mengelola stress dan pada umumnya dapat
mengurangi angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga
cenderung dapat membantu individu menurunkan keinginan untuk
melakukan tindakan bunuh diri (Bulan, 2019).
d. Mekanisme Koping
Ada beberapa jenis mekanisme koping adaptif yang keterkaitan
dengan upaya klien dalam melakukan bunuh diri, diantaranya: denial,
regression dan magical thinking. Semestinya tidak dilakukan pembatasan
pada penggunaan mekanisme koping yang ada, contoh jika ada koping
alternatif atau solusi lainnya (Bulan, 2019).
3. Jenis Bunuh Diri
Budiarto (2021) menyatakan bunuh diri dan upaya bunuh diri dapat
dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Bunuh Diri Egoistik
Pada kasus ini individu cenderung tidak memiliki kemampuan
berinteraksi dengan masyarakat. Kebudayaan yang dimiliki oleh individu
yang berbeda dari masyarakat sekitar sehingga membuat individu
tersebut terlihat tidak memiliki berkepribadian.
b. Bunuh Diri Altruistik
Individu cenderung berupaya melakukan bunuh diri karena
individu merasa dirinya dikenal sebagai yang terbaik dari suatu
kelompok, individu merasa tertekan karena ekspektasi yang besar
dikelompoknya.
c. Bunuh Diri Anomik
Adanya gangguan keseimbangan unifikasi diantara masyarakat dan
individu yang terlibat, individu tersebut dianggap mengabaikan atau
melakukan hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku di
masyarakat, seringkali bagi masyarakat individu tersebut dianggap tidak
memiliki kaidah sebagai pedoman ataupun tujuan, dan sebaliknya

5
masyarakat dianggap tidak memiliki kemampuan dalam memberikan
kepuasan kepada individu karena peraturan dan pengawasan terhadap
kebutuhan individu tersebut tidak ada.
4. Psikodinamika Bunuh Diri
Erat kaitannya antara depresi dengan bunuh diri. Depresi yang dialami
individu dapat menyebabkan individu berupaya bunuh diri demi terlepas
dari rasa depresi. Namun sebagian besar dari mereka tidak menunjukkan
gejala klinis. Istichomah (2019) mengatakan psikodinamika bunuh diri
yaitu :
a. Kematian merupakan pelepasan pembalasan (death as retaliotary
abandonment) yang berarti bunuh diri merupakan upaya untuk
mengurangi preokupasi.
b. Kematian sebagai pembunuhaan terlentik (death asretroflexed murder)
artinya pada individu yang mengalami gangguan emosi berat sehingga
menyebabkan individu tersebut bunuh diri yang diyakini dapat
mengganti rasa marah atau kekerasan yang tidak bisa direpresi.
c. Kematian sebagai penyatuan kembali ( death as reunion) dalam hal
kematian merupakan hal yang membuat bahagia pada individu alasannya
karena individu dapat bersama kembali bersama orang yang telah
meninggal.
d. Kematian dianggap menjadi hukuman atas diri (death as self punishment)
adalah individu menghakimi diri dan memutuskan hukuman yang tepat
dengan kematian individu itu sendiri karena individu merasa gagal dalam
melakukan pekerjaannya dengan baik, hal ini cenderung jarang dilakukan
oleh para wanita, namun adakalanya seorang perempuan merasa tidak
mencintai dirinya sendiri, keinginan untuk bunuh diri bisa saja terlintas.

6
5. Tanda-Tanda Bunuh Diri
Riska dkk (2020) menyatakan tanda-tanda seseorang yang berpotensi
besar melakukan bunuh diri, yaitu :
a. Tanda resiko berat
1) Individu memiliki keinginan untuk mati yang serius, adanya ungkapan
verbal yang berulang dan terus menerus.
2) Individu mengalami depresi menunjukkan tanda klinis memiliki
perasaan guilty terhadap orang-orang yang sudah meninggal, merasa
putus asa, individu menginginkan hukuman berat, rasa kuatir yang
berlebihan , hingga pada gangguan tidur yang berat.
3) Terdapat gejala psikosa terutama pada klien dengan psikosa impulsive
serta individu merasa curiga berlebihan, ketakutan hingga panik.
Kondisi individu akan semakin berbahaya jika mulai mendengar suara
yang menyuruh untuk bunuh diri.
b. Tanda-tanda bahaya
1) Individu tersebut sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri
2) Klien dengan penyakit kronis dan klien dengan penyakit terminal
beresiko melakukan upaya bunuh diri disebabkan oleh depresi.
3) Klien memiliki ketergantungan pada obat-obatan tertentu dan alkohol
yang memiliki efek kontrol dan membuat individu lebih berani
sehingga memuluskan upaya bunuh diri.
4) Hipokondriasis, keluhan fisik dirasakan individu secara terus menerus
dan bermacam-macam tanpa tanda klinis yang jelas sehingga individu
depresi berat.
5) Kebangkrutan, individu yang tidak memiliki teman, pekerjaan ataupun
uang, rasa kuatir individu akan masa depan, individu tidak memiliki
keluarga, serta individu tidak memiliki kedudukan sosial yang tinggi
dalam masyarakat.
6) Catatan bunuh diri, seorang individu yang memiliki catatan bunuh diri
cenderung akan melakukan bunuh diri.

7
6. Psikopatologi Bunuh Diri
Apapun tujuannya perilaku ingin bunuh harus ditanggapi dengan
serius. Biasanya orang yang ini melakukan bunuh diri memiliki rencana
yang spesifik untuk mati dan cenderung memiliki alasan serta nilai- nilai
yang kuat untuk melakukannya. Menurut Saifudin & Zakiah (2019) perilaku
bunuh diri dapat dibagi 4 yaitu :
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri biasanya tidak disertai ancaman dan percobaan
bunuh diri hanya saja pada kondisi ini pasien cenderung sudah memiliki
keinginan ataupun ide bunuh diri yang tidak diperlihatkan secara
langsung pada orang lain.
b. Ancaman bunuh diri
Adanya ancaman untuk mati dari pasien, pasien sudah aktif
memikirkan bunuh diri dan respon kita bisa mempengaruhi sikap pasien.
c. Upaya bunuh diri
Pada kondisi ini klien aktif melakukan upaya bunuh diri , seperti
gantung diri, minum racun, menyayat urat nadi, atau menjatuhkan diri
dari tempat yang tinggi seperti jembatan atau gedung.
d. Bunuh diri
Jika tidak berhasil dicegah orang-orang yang memiliki tanda-tanda
klinis ingin bunuh diri akan mungkin mati.
7. Rentang Respon

Peningkatan Perilaku Pencederaan Bunuh


Berisiko Diri
Diri Destruktif Diri
Destruktif
Diri

a. Peningkatan diri: Pada kondisi ini seseorang dapat meningkatkan


pengamanan diri terhadap situasi yang membutuhkan.
b. Berisiko destruktif: Menyalahkan diri sendiri atau perilaku destruktif
terhadap kondisi yang seharusnya individu tersebut dapat

8
mempertahankan diri seperti seorang perawat tidak bersemangat bekerja
karena dimutasi ke puskesmas pembantu.
c. Destruktif diri tak langsung: Terhadap kondisi yang mengharuskan
individu untuk memproteksi dirinya individu tersebut cenderung
mengambil sikap yang maladaptif
d. Pencederaan diri: Oleh karena hilangnya harapan terhadap kondisi yang
sedang dihadapi individu melakukan upaya mencederai diri sendiri
e. Bunuh diri: Individu yang telah melakukan upaya bunuh diri sampai
dengan nyawanya hilang (Riska dkk, 2020).
8. Intensitas Bunuh Diri
0 Tidak ada ide untuk melakukan bunuh diri baik di masa lampau atau
sekarang
1 Ada ide bunuh diri, tetapi tidak ada upaya bunuh diri
2 Memikirkan bunuh diri secara aktif atau terus menerus, tetapi tidak ada
percobaan bunuh diri
3 Mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri atau saya
bunuh diri”
4 Aktif mencoba bunuh diri
Tabel 2.2 Suicidal Intertion Rating Scale
9. Pengobatan
Kasus-kasus klien dengan bunuh diri seyogyanya mendapatkan
diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Seringkali di rumah sakit, jika kita
melakukan pengobatan terhadap luka ataupun keracunan, jika sudah diatasi
segera evaluasi kondisi klien. Pada klien dengan depresi dapat diberikan
terapi alternatif seperti terapi elektrokonvulsi, obat – obatan psikoterapi dan
antidepresan (Saputri & Rahayu, 2020).
10. Prognosa
Beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap prognosa yaitu:
a. Pasien: Jika pasien cenderung dapat beradaptasi terhadap stress dengan
baik maka prognosanya dapat kita pastikan lebih baik.
b. Lingkungan: Jika lingkungan sosial klien dapat memberi support dan
peduli dengan klien dan klien merasa banyak hal yang berarti dalam
hidup pasien, maka progonosanya akan lebih baik (Budiarto, 2021).

9
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi ruangan rawat pasien saat ini, inisial nama
pasien, umur, pekerjaan, pendidikan, tanggal rawat, tanggal pengkajian,
nomor RM, status dan informasi.
b. Alasan masuk
Pasien yang mengalami resiko bunuh diri masuk RSJ dengan
berbagai alasan, lakukan pengkajian terhadap perasaan pasien, yaitu: rasa
putus asa, tidak berdaya, sedih dan isyarat non verbal dan verbal ide
bunuh diri
c. Faktor predisposisi
Pasien dengan resiko bunuh diri biasanya memiliki riwayat
pengobatan yang cenderung tidak berhasil, pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan, adanya riwayat keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dan lain sebagainya.
d. Pengkajian Fisik
Melakukan pengkajian yang meliputi TTV pasien, keluhan fisik
yang mungkin terjadi seperti lemas, ada tidaknya selera makan, tinggi
badan dan berat badan pasien.
e. Psikososial
Gambarkan genogram keluarga klien, lakukan pengkajian pada
konsep diri pasien yang terdiri dari citra diri, identitas, peran, idela diri
dan harga diri, hubungan sosial dengan orang terdekat/ masyarakat serta
kehidupan spiritual. Pada pasien dengan resiko bunuh diri dengan
penyebabnya harga diri rendah, pasien akan memperlihatkan konsep diri
yang buruk misal perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, merendahkan martabat dengan menyatakan saya
tidak bisa/ saya tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu apa –apa,
menarik diri, percaya diri kurang, dan mencederai diri akibat harga diri

10
yang rendah disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri
kehidupannya.
f. Status mental
Kaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran diri. Pada pasien dengan resiko bunuh diri mungkin
akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara lambat, aktivitas motorik
lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interaksi selama wawancara
kurang dan lebih banyak membisu.
g. Kebutuhan pesiapan pulang
Perlu dikaji kesiapan pasien pulang mencakupi kebutuhan istirahat
tidur, pemeliharaan kesehatan, obat-obatan, aktivitas dalam rumah dan
luar rumah, dan lain-lain.
h. Mekanisme koping
Koping maladaptif yang cenderung dimiliki pasien yaitu dengan
berusaha mencederai diri atau orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Pengkajian masalah pasien yang mencakup pelayanan kesehatan,
pendidikan, dukungan kelompok lingkungan, ekonomi dan perumahan.
Hal ini penting dilakukan karena pasien cenderung tidak memiliki
kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/ koping
penyakit fisik/ obat-obatan.
k. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan oleh
pasien. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan resiko
bunuh diri adalah :
1) Resiko bunuh diri
DO: Pernyataan tidak ada gunanya hidup, ingin mati saja
DS: Ada ide bunuh diri, isyarat bunuh diri dan pernah melakukan
upaya-upaya bunuh diri.

11
2) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
DS: Mengatakan ingin membuat orang lain cedera atau dirinya sendiri
cedera, mengatakan hal-hal yang mengancam
DO:Memperlihatkan tanda-tanda permusuhan, menyerang orangorang
3) Harga diri rendah
DS: Mengatakan tidak bahagia, putus asa, tidak memiliki harapan,
merasa malu dan tidak berguna
DO: Pasien tampak gelisah, sedih, cemas, tidak dapat mengontrol diri

Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. (Effect)

Resiko Bunuh Diri (Core Problem)

Harga diri rendah (Causa)

2. DiagnosaKeperawatan
a. Risiko Bunuh Diri b.d Gangguan Perilaku
b. Risiko perilaku kekerasan b.d Berencana Bunuh Diri

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
Resiko Bunuh Diri Kontrol Diri (L.09076) Manajemen Mood
(D.0135) Setelah dilakukan (I.09289)
Faktor risiko : tindakan keperawatan Observasi :
1. Gangguan perilaku selama…x pertemuan 1. Identifikasi mood (mis:
(mis: euphoria diharapkan Kontrol tanda, gejala, Riwayat
mendadak setelah Diri Meningkat penyakit)
depresi, perilaku dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi risiko
mencari senjata 1. Verbalisasi keinginan keselamatan diri atau
berbahaya, membeli bunuh diri menurun orang lain
obat dalam jumlah 2. Verbalisasi isyarat 3. Monitor fungsi kognitif
banyak, membuat bunuh diri menurun (mis: konsentrasi,
surat warisan) 3. Verbalisasi ancaman memori, kemampuan
2. Demografi (mis: bunuh diri menurun membuat keputusan)
lansia, status 4. Verbalisasi rencana 4. Monitor aktivitas dan
perceraian, bunuh diri menurun tingkat stimulasi
janda/duda, ekonomi lingkungan

12
rendah, Terapeutik :
pengangguran) 1. Fasilitasi pengisian
3. Gangguan fisik (mis: kuesioner self-report (mis:
nyeri kronis, beck depression
penyakit terminal) inventory, skala status
4. Masalah sosial (mis: fungsional), jika perlu
berduka, tidak 2. Berikan kesempatan
berdaya, putus asa, untuk menyampaikan
kesepian, kehilangan perasaan dengan cara
hubungan yang yang tepat (mis: sandsack,
penting, isolasi terapi seni, aktivitas fisik)
sosial) Edukasi :
5. Gangguan psikologis 1. Jelaskan tentang
(mis: penganiayaan gangguan mood dan
masa kanak-kanak, penanganannya
riwayat bunuh diri 2. Anjurkan berperan aktif
sebelumnya, remaja dalam pengobatan dan
homoseksual, rehabilitasi, jika perlu
gangguan psikiatrik, 3. Anjurkan rawat inap
penyakit psikiatrik, sesuai indikasi (mis:
penyalahgunaan zat) risiko keselamatan, deficit
perawatan diri, sosial)
4. Ajarkan mengenali
pemicu gangguan mood
(mis: situasi stres,
masalah fisik)
5. Ajarkan memonitor mood
secara mandiri (mis: skala
tingkat 1 – 10, membuat
jurnal)
6. Ajarkan keterampilan
koping dan penyelesaian
masalah baru
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat, jika perlu
2. Rujuk untuk psikoterapi
(mis: perilaku, hubungan
interpersonal, keluarga,
kelompok), jika perlu
Resiko Perilaku Kontrol Diri (L.09076) Pencegahan Bunuh Diri
Kekerasan (D.0146) Setelah dilakukan (I.145338)
Faktor risiko : tindakan keperawatan Observasi :
1. Pemikiran selama…x pertemuan 1. Identifikasi gejala risiko
waham/delusi diharapkan Kontrol bunuh diri (mis: gangguan
2. Curiga pada orang Diri Meningkat mood, halusinasi, delusi,

13
lain dengan kriteria hasil: panik, penyalahgunaan
3. Halusinasi 5. Verbalisasi keinginan zat, kesedihan, gangguan
4. Berencana bunuh bunuh diri menurun kepribadian)
diri 6. Verbalisasi isyarat 2. Identifikasi keinginan dan
5. Disfungsi sistem bunuh diri menurun pikiran rencana bunuh diri
keluarga 7. Verbalisasi ancaman 3. Monitor lingkungan bebas
6. Kerusakan kognitif bunuh diri menurun bahaya secara rutin (mis:
7. Disorientasi atau 8. Verbalisasi rencana barang pribadi, pisau
konfusi bunuh diri menurun cukur, jendela)
8. Kerusakan kontrol 4. Monitor adanya
impuls perubahan mood atau
9. Persepsi pada perilaku
lingkungan tidak Terapeutik :
akurat 1. Libatkan dalam
10. Alam perasaan perencanaan perawatan
depresi mandiri
11. Riwayat kekerasan 2. Libatkan keluarga dalam
pada hewan perencanaan perawatan
12. Kelainan 3. Lakukan pendekatan
neurologis langsung dan tidak
13. Lingkungan tidak menghakimi saat
teratur membahas bunuh diri
14. Penganiayaan atau 4. Berikan lingkungan
pengabaian anak dengan pengamanan ketat
15. Riwayat atau dan mudah dipantau (mis:
ancaman kekerasan tempat tidur dekat ruang
terhadap diri perawat)
sendiri atau orang 5. Tingkatkan pengawasan
lain atau destruksi pada kondisi tertentu
properti orang lain (mis: rapat staf,
16. Impulsif pergantian shift)
17. Ilusi 6. Lakukan intervensi
perlindungan (mis:
pembatasan area,
pengekangan fisik), jika
diperlukan
7. Hindari diskusi berulang
tentang bunuh diri
sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa
sekarang dan masa depan
8. Diskusikan rencana
menghadapi ide bunuh
diri di masa depan (mis:
orang yang dihubungi, ke
mana mencari bantuan)

14
9. Pastikan obat ditelan
Edukasi :
1. Anjurkan mendiskusikan
perasaan yang dialami
kepada orang lain
2. Anjurkan menggunakan
sumber pendukung (mis:
layanan spiritual,
penyedia layanan)
3. Jelaskan tindakan
pencegahan bunuh diri
kepada keluarga atau
orang terdekat
4. Informasikan sumber
daya masyarakat dan
program yang tersedia
5. Latih pencegahan risiko
bunuh diri (mis: latihan
asertif, relaksasi otot
progresif)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, atau
antipsikotik, sesuai
indikasi
2. Kolaborasi tindakan
keselamatan kepada PPA
3. Rujuk ke pelayanan
kesehatan mental, jika
perlu

4. Strategi Pelaksanaan
Pasien Keluarga
SP1
1. Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Mendiskusikan masalah yang
dapat membahayakan klien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengamankan benda-benda yang klien
membahayakan klien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Melakukan kontrak treatment gejala risiko bunuh diri dan jenis
4. Mengajarkan cara-cara perilaku bunuh diri yang dialami
mengendalikan dorongan bunuh diri klien beserta proses terjadinya
5. Melatih cara mengendalikan 3. Menjelaskan cara-cara merawat
dorongan bunuh diri klien risik bunuh diri

15
SP 2
1. Mengidentifikasi aspek positif klien 1. Melatih keluarga mempraktikkan
2. Mendorong klien untuk berpikir cara merawat klien dengan
positif risikobunuh diri
3. Mendorong klien untuk menghargai 2. Melatih keluarga mempraktikkan
diri sebagai individu yang berharga cara merawat langsung kepada klien
resiko bunuh diri
SP 3
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga membuat
bisa diterapkan klien jadwal aktivitas dirumah termasuk
2. Menilai pola koping yang biasa minum obat (discharge planning)
dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping yang
konstruktif
4. Mendorong klien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan klien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
SP 4
1. Membuat rencana masa depan yang 1. Menjelaslan follow up klien setelah
realistis bersama klien pulang
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan klien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis
4. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

16
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunuh diri adalah fenomena yang sangat dekat dengan kehidupan
manusia saat ini. Bunuh diri merupakan suatu tindakan manusia di mana setiap
orang dapat melakukannya. Tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh manusia
pada pemahaman ini merupakan pilihan dari manusia itu sendiri. Hal ini
dikarenakan bahwa setiap manusia bebas untuk menentukan pilihan di dalam
kehidupannya, mengatur cara bertindak dan berperilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri. Aksi bunuh diri yang terjadi kemudian dilihat sebagai
suatu model perilaku penyimpangan atas nilai dan makna hidup yang turut
mengatasnamakan kebebasan manusia bahwa hidup itu sendiri lebih
didominasi oleh serangkaian masalah yang mendatangkan penderitaan,
karenanya manusia kemudian bebas untuk membunuh dirinya sendiri. Akan
tetapi sejatinya manusia yang adalah makhluk rasional yang di dalam dirinya
mempunyai akal budi yang kritis, manusia sudah seharusnya mampu
menentukan kebebasan yang bertanggung jawab dalam dirinya tanpa harus
mengorbankan nyawanya sendiri yakni dengan melakukan tindakan bunuh diri.
(Budiarto, 2021).
B. Saran
Sebagai suatu upaya kolektif dalam mencegah dan meminimalisir
terjadinya fenomena bunuh diri diharapkan :
1. Pertama, Orang tua diyakini sebagai agen pertama dalam mensosialisasikan
nilai-nilai kehidupan yang baik dan benar yang kemudian akan membentuk
kepribadian anak. Hal ini menjadi penting bahwa pola asuh dari orang tua
saat anak masih kecil akan turut mempengaruhi kepribadian remaja setelah
ia menjadi dewasa kelak.
2. Kedua, Guru adalah agen kedua dalam membentuk kematangan seorang
anak yakni peserta didiknya di sekolah. Perilaku penyimpangan dalam
kehidupan sosial umumnya dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan

17
tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Ketiga, Pemerintah perlu menyadari bahwa mereka adalah salah satu pihak
yang paling banyak memiliki kuasa dan otoritas dalam masyarakat.
Pemerintah di sini dilihat sebagai penanggung jawab dalam menentukan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam tatanan kehidupan
bersama. Selain itu pemerintah diharapkan dalam hal mengambil suatu
keputusan atau suatu kebijakan, harus mendukung nilai kehidupan manusia.
Dalam membantu membendung dan meminimalisir terjadinya fenomena
bunuh diri, pemerintah sebagai agen sosialisasi dalam kehidupan
masyarakat sudah seharusnya turut memperhatikan proses penanaman nilai-
nilai positif yang membentuk kepribadian dari seluruh anggota masyarakat
yang hidup dalam satu tatanan kehidupan bersama.
4. Keempat, masyarakat. Seluruh elemen dan komponen hidup bermasyarakat
sudah sepatutnya secara bersama-sama dan sadar untuk menanamkan nilai-
nilai yang baik dan benar dalam diri dan kehidupan bersama. Nilai- nilai itu
dapat dibentuk dan dikembangkan apabila seluruh masyarakat menyadari
akan pentingnya pemaknaan hidup bagi diri manusia itu sendiri bahwa
kehidupan ini adalah pemberian dan anugerah dari Pencipta yang
semestinya harus dijalani bukan diakhiri dengan sesuka hati.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, E. (2021). Analisis Perilaku Percobaan Bunuh Diri pada Klien


Skizofrenia dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy: Studi Kasus. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 14(1), 44.
Bulan, S. S. (2019). Pengkajian Keperawatan Dan Tahapannya Dalam. Jurnal
Ilmiah Indonesia. 3(1).
Endah, Sari Purbaningsih. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Depresi Dan
Resiko Bunuh DirI. Jurnal Ilmiah Indonesia. 3(8), 1–9.
Istichomah, F. R. (2019). The Effectiveness of Family Knowledge About
Schizophrenia Toward Frequency of Recurrence of Schizophrenic Family
Members At Poly Mental Grhasia Mental Hospital D. I. Yogyakarta. ISSN
2502-3632.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan.(Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Edisi 1 :). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Edisi 1 :). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Riska Amimi, Eka Malfasari, Rizka Febtrina, D. M. (2020). Analisis Tanda Dan
Gejala Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa Volume 3 No 1, Hal 65 – 74, 3(1), 65–74.
Saifudin, M., & Zakiah, N. M. (2019). Pengaruh Terapi Guided Imagery Terhadap
Depresi Lansia (Usia 45-59 Tahun) Di Dusun Klari Desa
Gedongboyountung Turi. Surya, 10(03), 56–61.
Saputri, R., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan
Terapi Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi Berat. Ners Muda,
1(3), 165.

19

Anda mungkin juga menyukai