Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA

RESIKO BUNUH DIRI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat-Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan JiwaResiko Bunuh Diri”. Pada kesempatan
ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa
dan dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa.

Lampung, Agustus 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................
B. Tujuan......................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Resiko Bunuh Diri


B. Asuhan Keperawatan Gangguan Jiwa Resiko Bunuh Diri......

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………

B. Saran…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bunuh diri adalah masalah global. Dalam beberapa tahun terakhir, bunuh diri menjadi
fenomena yang sering muncul dalam pemberitaan media cetak maupun media elektronik.
Jumlah kematian yang diakibatkan oleh bunuh diri semakin meningkat, dalam 45 tahun
terakhir angka kejadian bunuh diri di dunia meningkat hingga 60% (Befrienders
Worldwide, 2009). Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, bunuh diri terletak pada
peringkat ke-7 untuk semua umur (CDC, 2010). Lebih dari 5.000 remaja melakukan
bunuh diri setiap tahunnya di Amerika Serikat, yaitu satu remaja setiap 90 menit (Kaplan,
2010). Data tentang insidensi di Indonesia sendiri belum jelas sehingga masih banyak
dilakukan survei mengenai angka percobaan bunuh diri di Indonesia. Ide, isyarat dan
usaha bunuh diri sering disertai gangguan depresi. Ide bunuh diri terbesar terjadi jika
gangguan depresi sudah parah. De Catanzaro menemukan bahwa antara 67% hingga 84%
pikiran bunuh diri bisa dijelaskan dengan masalah hubungan sosial dan hubungan dengan
lawan jenis, terutama yang berkaitan dengan loneliness dan perasaan membebani
keluarga. Adapun dua motivasi yang paling sering muncul dalam pikiran bunuh diri
adalah untuk melarikan diri dari masalah dalam kehidupan dan untuk membalas dendam
pada orang lain (Maris, et al 2000). Tapi seringkali didapatkan banyak usaha bunuh diri
dengan sebab yang berbeda, sehingga banyak sekali hal yang bisa membuat seseorang
ingin melakukan bunuh diri. Faktor budaya juga berpengaruh terhadap usaha bunuh diri.
Seperti hara-kiri di Jepang, di Denmark bunuh diri merupakan jalan untuk bertemu
kembali dengan orang yang mereka cintai, di Swedia banyak orang melakukan bunuh diri
akibat gagal dalam mencapai ambisinya, dan di India seorang istri yang ditinggal mati
oleh suami akan menenggelamkan dirinya di sungai temoat abu suaminya dibuang
(Maris, et al, 2000). Di Indonesia dengan beragam agama dan budaya, bunuh diri
Universitas Kristen Maranatha 2 adalah sesuatu hal yang berkonotasi negatif, namun
masih banyak orang yang melakukan bunuh diri seperti contohnya dengan bom bunuh
diri. Depresi seringkali disebut sebagai faktor yang mempunyai korelasi signifikan
dengan tingkah laku bunuh diri. Namun tidak semua orang yang melakukan usaha bunuh
diri mengalami depresi dan sebaliknya orang depresi tidak selalu melakukan usaha bunuh
diri. Depresi dikombinasikan dengan beberapa faktor risiko yang lainnya akan
meningkatkan risiko terjadinya usaha bunuh diri. Freud (1963) mengkaitkan dengan rasa
duka setelah kehilangan seseorang yang dicintai karna kematian, perpisahan atau
berkurangnya kasih sayang. Secara tidak sadar orang tersebut menyimpan perasaan
negatif terhadap orang yang dicintai. Pasien depresi menjadi objek kemarahan dan
kebenciannya sendiri. Selain itu, ia tidak suka diabaikan dan merasa bersalah atas dosa-
dosanya yang nyata atau yang dibayangkan terhadap orang yang meninggalkannya.
Selanjutnya, kemarahan terhadap orang yang meninggalkannya terus-menerus dipendam,
berkembang menjadi proses menyalahkan diri sendiri, menyiksa diri sendiri, dan depresi
yang berkelanjutan. Oleh karena banyaknya percobaan bunuh diri dengan penyebab dan
faktorfaktor yang sangat bervariatif maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran
dinamika percobaan bunuh diri pada pasien depresi berat.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membuat dan mempresentasikan makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti
dan mengetahui tentang resiko bunuh diri.
2. Tujuan Khusus
a. Apa pengertian dari resiko bunuh diri?
b. Apa etiologi dari resiko bunuh diri?
c. Apa tanda dan gejala dari resiko bunuh diri?
d. Apa jenis – jenis dari bunuh diri?
e. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan resiko bunuh diri?
f. Apa masalah keperawatan pada pasien resiko bunuh diri?
g. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien resiko bunuh diri?
h. Apa diagnosa keperawatan pada pasien resiko bunuh diri?
i. Bagaimana intervensi pada pasien resiko bunuh diri?

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Resiko Bunuh Diri


Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif
terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri,
niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang
diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri
sendiri. (Clinton, 1995, hal. 262).
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan
sengaja (DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik
besar dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari.
Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan diri sendiri
bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan
pada pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.
Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang
kelas sosial disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri
cenderung dilakukan oleh wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai
dengan depresi besar dan bersifat impulsif.
B. Etiologi Resiko Bunuh Diri
1. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh
diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
6
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam
menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
a. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara
sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat
lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri.
Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
3. Riwayat Keluarga Resiko Bunuh Diri
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Faktor Biokimia Resiko Bunuh Diri
7
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
5. Mekanisme Koping Resiko Bunuh Diri
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada
seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkata Beresiko Destruktif diri Pencederaan Bunuh
n diri destruktif tidak diri diri
langsung

PPerilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.


Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
C. Rentang Respons Resiko Bunuh Diri
1 Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan
pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari
pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap pimpinan
ditempat kerjanya.
2 Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
3 Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya

8
yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4 Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5 Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009)
dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
a. Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan
menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk
usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
c. Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung
verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang
tersebut mungkin menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar
kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat
dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
D. Respon Protektif-diri dan Perilaku Bunuh Diri
Perilaku destruktif-diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai
langsung atau tidak l angsung. Perilaku destruktif-diri langsung mencakup
setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu
menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama perilaku berjangka
pendek, (Stuart,2006, hal 226).

Perilaku destruktif-diri tak langsung:


a. Merokok
b. Mengebut
c. Berjudi
d. Tindakan kriminal

9
e. Penyalahgunaan zat
f. Perilaku yang menyimpang secara sosial
g. Prilaku yang menimbulkan stress.
h. Ketidakpatuhan pada tindakan medis

Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon paling
adaptif, sementara perilaku destruktif-diri, pencederaan diri, dan bunuh diri
merupakan respon maladaptif.

RENTANG RESPON PROTEKTIF-DIRI

Respon Adaptif Respon Maladapatif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Pencederaan Bunuh Diri


Diri Peningkatan Destruktif-diri Diri
Berisiko tak langsung

Gambar . 1 Rentang Respon Protektif-diri

E. Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

10
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

F. Jenis – Jenis Bunuh Diri

Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :


1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh


kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu
itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam
keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih
rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka
yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak
memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk
11
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh
diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak
berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri.

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri.

Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat tinggi.

G. Pohon Masalah Resiko Bunuh Diri

Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)

Rsiko Bunuh Diri


12
Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN JIWA RESIKO BUNUH DIRI

Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid,
antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu
dengan gangguan mood.

7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri : 
a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
b. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan
cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood
d. Sistem pendukung yang ada.
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat
penyalahgunaan zat.
f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien,
atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

13
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
1) Ide bunuh diri
2) Ancaman bunuh diri
3) Percobaan bunuh diri
4) Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia
dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri
mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
1) Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
2) Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan
untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
3) Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan
dan mengagas akan suicide
4) Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh
klien

Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat
kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
a. Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
b. Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
c. Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong
komunikasi terbuka
d. Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang
dimengerti klien
e. Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
f. Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
g. Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
h. Peroleh riwayat penyakit fisik klien

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila

14
menunjukkan perilaku sebagai berikut :
a. Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri 
b. Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
c. Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
d. Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
e. Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
f. Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
g. Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
h. Menunjukkan impulsivitas dan agressif
i. Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang
bertubi-tubi dan secara bersamaan
j. Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol,
obat, racun
k. Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
l. Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami
petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
wawancara adalah :
a. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak
melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan
dengan bunuh diri.
b. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi
dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi
terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri
klien yang di hindari atau diabaikan.
c. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena
hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional
d. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu
membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.

15
e. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi
emosional klien
f. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan
membuat kabur penilaian profesional. 

Masalah keperawatan :
1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asaan 
3. Ketidak berdayaan 
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.
6. Kecemasaan.
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif.
9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif
10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.

Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan
yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan
kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah
mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka
tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

Diagnosa Keperawatan :
1. Perilaku Kekerasan (Resiko mencederai diri sendiri)
2. Resiko Bunuh Diri
3. Gangguan Interaksi Sosial (Menarik diri)
4. Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)

Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu : 

16
a. Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
b. Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur, 
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu 
berpikir, sering ingin mati.

Perencanaan.
Tujuan : 
a. Mencegah menyakiti diri sendiri.
b. Meningkat harga diri klien
c. Menggali masalah dalam diri klien
d. Mengajarkan koping yang sehat.

Intervensi
Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.
1. Proteksi (mencegah menyakiti diri)
Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien untuk
mencoba bunuh diri.
a.Verbal 
b. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang,
benda tajam.
c.Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
d. Perhatikan verbal & nonverbal klien.
e.Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
f. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai Dia
dapatdipindahkan ketempat yang aman)
g. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
h. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasiensampai tidak ada keinginan bunuh diri
i. Intervensi krisis klien tetap waspada.
j. Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi 

Pada klien yang anoreksia, awasi klien pada saat makan, agar banyak yang dimakan.

17
2.Meningkatkan harga diri
a. Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
b. Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan 
c. Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
d. Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
e. Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
f. Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai

3. Menguatkan koping yang sehat.


a. Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
b. Modifikasi Prilaku 
c. dibutuhkan dengan prilaku yg responsif.
Misal pada anoreksia
1) Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
2) Bila tidak mau makan, pasang NGT.

4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
1) Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
2) Mengikuti terapi kelompok.
3) Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.

5. Mengatur batasan dan kontrol


Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol. Dibuat berstruktur dan
batasan yang jelas. Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.
6. Mengarahkan dukungan sosial.
Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka : - Melibatkan
keluarga & teman.
a. Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
b. Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
c. Kalau perlu terapi keluarga.
d. Buat pusat penanganan krisis.

7. Pendidikan mental 
a. Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.

18
b. Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
c. Penyakit kronis yand diderita.
d. Perawatan selama di rumah sakit.
e. Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri

Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri


a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat 
b. Tindakan : Melindungi pasien Untuk melindungi pasien yang mengancam
atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat
yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas,
tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri


Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang 
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
2. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien
3. Mendiskusikan dengan keluarga perlunya melibatkan pasien agar tidak sering
melamun sendiri
4. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

SP 1 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh

19
diri.
Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri
Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan: 
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b. Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara: 
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif. 
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien 
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a.Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

SP 3 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam


menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan: 
1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
2. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul
pada pasien.
3. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien
berisiko bunuh diri. 

20
a) engajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
b) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
c) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1. Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah
diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan
meninggalkan pasien sendirian di rumah
2. Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan
pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali,
bahan bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang
berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.
3. Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda
dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan,
walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
4. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
5. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain :
a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut
b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis 
6. Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
7. Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
8. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara
teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya. 
9. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima
benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunakannya, benar waktu penggunaannya

SP 2 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat 


anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh
diri

21
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko
bunuh diri
Evaluasi
-Perhatikan hari – demi hari.
-Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
a) Apakah ancaman Bunuh diri sudah menghilang ?
b) Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
c) Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
d) Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
e) Apakah sudah memakai koping positif ?
f) Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?
g) Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang. Banyak penyebab/alasan
seseorang melakukan bunuh diri diantaranyakegagalan beradaptasi,perasaan marah
dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta
percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang
tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut

B. Saran
Penulis membuat makalah ini , agar pembaca dapat mengetahui tentang asuhan
keperawatan gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri. Penulis masih menyadari
kekurangan dari makalah ini. Kritik dan saran sangat membangun bagi penulis.

23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.

Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima
Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri
edisi 3. Jakarta. EGC

24
25

Anda mungkin juga menyukai