Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEGAWADARURATAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN MASALAH BUNUH DIRI PADA REMAJA

pembimbing akademik:
Wahyu Reknoningsih,S.Kep,Ns,M.Kep.Sp.Jiwa
pembimbing klinik:
Kandar, S.Kep.,Ns,M.Kes.

disusun oleh :
Yasmin Izzat P1337420920144
Laesa Darmawati P1337420920166
Fandi Akhmad P1337420920182
Siti Wahyuni P1337420920184

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .....................................................................................1


B. TUJUAN ..........................................................................................................3

BAB II. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kegawatdaruratan Psikiatri ............................................................4


B. Perilaku Bunuh Diri .........................................................................................5

BAB III. PEMBAHASAN

A. RINGKASAN KASUS KEDARURATAN ..................................................10


B. PEMBAHASAN ............................................................................................11

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ...................................................................................................14
B. SARAN ...............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................15


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perilaku percobaan bunuh diri adalah perilaku seseorang yang ingin
menghilangkan rasa sakit atau kemarahan yang ada di dalam dirinya dengan cara
melukai dirinya sendiri. Perilaku percobaan bunuh diri banyak terjadi di kalangan
remaja termasuk yang mengalami broken home(Aritonang, 2019). Tahapan
perkembangan remaja akan menghadapi berbagai macam masalah yang dihadapinya,
salah satunya depresi. Selain itu, ditambah dengan berbagai keadaan yang membuat
keadaan depresi semakin meningkat kemudian akan menimbulkan dampak depresi
yang tidak teratasi yaitu ide bunuh diri (Putri & Tobing, 2020).
World Health Organization(WHO) memaparkan bahwa lebih dari 800.000
jiwa meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya, dan merupakan penyebab utama
kematian pada kelompok usia 15 hingga 29 tahun (WHO, 2012).Fenomena bunuh diri
di Indonesia juga perlu menjadi perhatian karena memiliki angka kejadian yang cukup
tinggi untuk sebuah kasus fatal, yaitu kehilangannya nyawa seseorang. Pada tahun
2012, remaja Indonesia usia 15 hingga 29 tahun yang memiliki perilaku bunuh diri
diestimasikan sejumlah 3,6 per 100.000 penduduk dengan angka ide bunuh diri
sejumlah 5%, merencanakan bunuh diri sejumlah 6%, dan mencoba bunuh diri
sejumlah 4%. Angka bunuh diri pada remaja Indonesia di tahun 2015 diestimasikan
sejumlah 2,9 per 100.000 penduduk (WHO, 2017).
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa,
dengan rentan umur 12 tahun sampai 20 tahun. Saat masa remaja ini mulai banyak
terjadi perubahan-perubahan salah satunya yaitu perubahan emosional. Sehingga
remaja tersebut harus mampu untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang
terjadi. Berbeda lain hal jika remaja tersebut tidak berhasil untuk beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi, remaja tersebut akan mengalami kesulitan dalam menentukan
pilihan sehingga ketika remaja mengalami suatu masalah. Remaja tersebut tidak
mampu untuk menyelesaikan masalahnya, saat seperti ini lah yang mampu
menimbulkan perasaan tidak berdaya, tidak berguna, merasa putus asa karena tidak
mampu untuk menyelesaikan suatu masalah. Sehingga remaja tersebut menimbulkan

1
pemikiran-pemikiran yang negatif atau tidak baik dan jika pemikiran itu berkelanjutan
remaja tersebut akan mengalami depresi(Yanti & Surtiningsih, 2016).
Masa remaja mulai muncul berbagai macam masalah yang dihadapinya, salah
satunya depresi. Selain itu, ditambah dengan berbagai keadaan yang membuat
keadaan depresi semakin meningkat kemudian akan menimbulkan dampak depresi
yang tidak teratasi yaitu ide bunuh diri. Bunuh diri merupakan upaya yang
dilakukandengan sadar untuk mengakhiri kehidupan secara sadar berupaya untuk
mati (Aulia et al., 2019). Percobaan bunuh diri adalah perilaku yang tidak fatal,
diarahkan pada diri sendiri dan berpotensi melukai diri sendiri dengan keinginan
untuk mati, dan suatu percobaan bunuh diri dapat atau tidak dapat menghasilkan
luka(Valentina & Helmi, 2016).
Bunuh diri memiliki faktor protektif berupa harga diri tinggi karena dapat
memberikan kualitas psikologis positif. Faktor protektif ide bunuh diri lainnya yaitu
pola asuh yang seimbang antara dimensi penerimaan dan pengendalian atau disebut
pola asuh otoritatif. Fenomena bunuh diri memiliki tingkatan berdasarkan perilaku
yang muncul, bisa berupa ideasi, kontemplasi, perencanaan dan persiapan, upaya,
hingga penyempurnaan. Perilaku bunuh diri biasanya dimulai dengan ide, yang
merupakan segala jenis pemikiran terfokuskan pada tujuan menghilangkan nyawa diri
sendiri (Pertiwi & Wardani, 2019).
Upaya pencegahan bunuh diri merupakan tujuan utama World Foundation for
Mental Health (WFMH) dalam meningkatkan kesehatan global. Pemerintah di seluruh
dunia memiliki tanggung jawab untuk menyusun kebijakan dengan tujuan
membangun strategi dalam mencegah bunuh diri. Berbagai inisiatif pencegahan dalam
beberapa penelitian diharapkan mampu mencegah perilaku bunuh diri. Bunuh diri
tidak terjadi secara tiba-tiba, karena memiliki faktor risiko dan faktor protektif yang
dapat dikaji sebelumnya sebagai salah satu strategi deteksi awal perilaku bunuh diri
(WFMH, 2019).

2
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengidentifikasi kasus kegawatdaruratan dalam keperawatan jiwa dan
menganalisa sesuai dengan jurnal penelitian.

2. Tujuan Khusus
a) Mampu menganalisa kasus kegawadaruratan keperawatan jiwa pada kasus
bunuh diri
b) Mampu mendiskusikan kasus kegawadaruratan bunuh diri pada remaja

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kegawatdaruratan Psikiatri


Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan
alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera.
yang disebabkan oleh berbagai keadaan seperti bertambahnya tindak kekerasan,
perubahan perilaku dan jiwa akibat penyakit organik, serta epidemik dari gangguan
penggunaan zat seperti alkoholisma (Allen, Forster, Zealberg, dan Currier, 2002).
Pada kedaruratan psikiatri, prioritas yang utama diberikan pengobatan pada pasien
agitasi yang dapat menimbulkan insiden pada pasien dan melukai petugas yang
menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis terhadap pasien. Secara klinis
agitasi dapat dijumpai berupa pembicaraan yang berlebihan dan abnormal atau
penyerangan fisik, perilaku motorik tertentu,kemarahan yang memuncak dan
gangguan fungsi pada pasien.
Pasien psikotik sering dirujuk ke bagian darurat oleh seseorang yang lain. Tingkah
laku yang tidak dapat ditoleransi pada masyarakat, seperti tindak kekerasan, agresi,
agitasi, dan tingkah laku yang kacau atau yang tidak sesuai, biasanya akan melibatkan
pihak penegak hukum ataupun layanan darurat medis. Keluarga dari pasien psikotik
membawa pasien ke layanan kedaruratan karena tindakan agresif, atau mereka
melaporkan bahwa pasien berhenti makan, tidak tidur, berperilaku aneh, atau mereka
tidak mampu lagi mengurus diri.

Adapun kriteria kedaruratan memiliki kriteria adalah sebagai berikut.


1. Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda, atau lingkungan.
2. Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, serta harta
benda dan lingkungan.

4
3. Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap
kehidupan, kesehatan, harta benda, atau lingkungan.

B. Perilaku Bunuh Diri


1. Pengertian bunuh diri
Definisi Secara umum, kata bunuh diri berasal dari bahasa Latin
“suicidium” yang berarti “membunuh diri sendiri”. Jika berhasil, tindakan ini
merupakan tindakan fatal yang menunjukkan keinginan orang tersebut untuk mati.
Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku oleh seorang
individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik untuk penyelesaian
pada masalah yang dihadapi. Istilah bunuh diri dapat mengandung arti ancaman
bunuh diri (threatened suicide), ide bunuh diri (suicide ideation), percobaan bunuh
diri (attempted suicide), bunuh diri yang telah dilakukan (committed suicide),
depresi dengan niat bunuh diri dan melukai diri sendiri (self destruction). Jadi
secara umum definisi bunuh diri adalah perilaku membunuh diri sendiri dengan
intensi mati sebagai penyelesaian suatu masalah. (Maramis, 2010).
Bunuh diri merupakan upaya yang disadari dan bertujuan mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati. Masa remaja merupakan masa yang rentan
terhadap keinginan bunuh diri. Komisi Nasional Perlindungan anak di
Indonesia didapatkan data bahwa kejadian bunuh diri termuda terjadi
pada usia 13 tahun. Berbagai faktor menjadi penyebab, diantaranya
faktor psikologis, faktor keluarga, faktor lingkungan sosial, faktor
biologi, faktor riwayat bunuh diri dan faktor orientasi seksual
Ide bunuh diri merupakan suatu rencana dengan tujuan untuk melakukan
mengakhiri hidupnya sendiri dengan segera. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemikiran ide bunuh diri yaitu kehilangan cinta, pengaruh lingkungan, perasaan
tidak berdaya, masalah akademis, dan masalah keluarga seperti perceraian dan
meninggal Davison, dkk.(2006) dalam Pramana dan Puspitadei (2014). Ide bunuh
diri, juga dikenal sebagai pikiran untuk bunuh diri adalah pikiran tentang
bagaimana untuk membunuh diri sendiri, yang bisa berkisar dari pertimbangan
5
sekilas sampai ke rencana yang rinci dan tidak sampai tindakan akhir membunuh
diri sendiri (Mosciki, 1997). Meskipun sebagian besar orang yang memiliki ide
bunuh diri tidak melaksanakan percobaan atau tindakan bunuh diri, ada beberapa
yang berusaha atau melakukan percobaan bunuh diri (Gliatto, 1999). Berdasarkan
definisi Beck, percobaan bunuh diri sebagai sebuah situasi dimana seseorang telah
melakukan sebuah perilaku yang sebenarnya atau kelihatannya mengancam hidup
dengan intensi menghabisi hidupnya, atau memperlihatkan intensi demikian, tapi
belum berakibat pada kematian (Salkovkis, 1998). Dengan demikian, yang
dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah upaya untuk membunuh diri
sendiri dengan intensi mati tapi belum berakibat pada kematian.
2. Etiologi
a) Faktor Sosiologis Menurut teori Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga
kategori sosial. Bunuh diri egoistic berlaku bagi mereka yang tidak terintegrasi
kuat ke dalam kelompok sosial manapun. Bunuh diri altruistic berlaku untuk
mereka yang rentan terhadap bunuh diri karena integrasi yang berlebihan ke
dalam kelompok. Bunuh diri anomik berlaku bagi orang yang integrasinya ke
dalam masyarakat terganggu sehingga tidak dapat mengikuti norma perilaku
yang lazim.
b) Faktor Psikologis Karl Menninger berpendapat bahwa bunuh diri sebagai
pembunuhan yang dibalik ke dalam diri sendiri karena kemarahan pada orang
lain. Menurut suatu studi oleh Aaron Beck menunjukkan bahwa keputusasaan
adalah salah satu indikator yang paling akurat untuk risiko bunuh diri jangka
panjang.
c) Faktor Biologis Berkurangnya serotonin sentral memainkan peranan di dalam
perilaku bunuh diri. Konsentrasi metabolik serotonin 5-hydroxyindoleacetic
acid (5-HIAA) yang rendah di cairan serebrospinal lumbal terkait dengan
perilaku bunuh diri. Selain itu, faktor genetik pada perilaku bunuh diri
menunjukkan kecenderungan menurun di dalam keluarga. Pada pasien
psikiatri riwayat bunuh diri di dalam keluarga meningkatkan risiko percobaan
bunuh diri dan bunuh diri yang berhasil dilakukan pada sebagian besar dalam
kelompok diagnostik (Sadock, 2007).

3. Klasifikasi perilaku bunuh diri menurut Stuart dan Sundeen (1995) dibagi menjadi
tiga kategori yaitu:

6
a) Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempt) Pada kategori ini, individu sengaja
melakukan kegiatan menuju bunuh diri, dan bila kegiatan tersebut dilakukan
sampai tuntas, maka akan menyebabkan kematian. Kondisi ini telah terjadi
setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Individu yang hanya
berniat melakukan percobaan bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati.
b) Isyarat Bunuh Diri (Suicide Gesture) Kategori ini merupakan bunuh diri
yangdirencanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain. Hal ini
dilakukan untuk menarik perhatian dengan status emosional pasien yang
terganggu tetapi tidak seserius pada percobaan bunuh diri, meskipun dapat
mengakibatkan bunuh diri secara disengaja atau tidak disengaja. Contoh
isyarat bunuh diri termasuk cutting, dimana tidak diiris cukup dalam
untukmenyebabkan kehilangan darah yang signifikan, atau mengkonsumsi
obat non-berbahaya dengan dosis yang berlebihan (Nock and Kessler, 2006).
c) Ancaman Bunuh Diri (Suicide Threat) Kategori ini merupakan suatu
peringatan baik secara langsung maupun tidak langsung, verbal maupun non-
verbal, bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Individu tersebut
mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada di
kehidupannya lagi atau mengungkapkan secara non-verbal seperti pemberian
hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang-orang
yang ada disekitarnya dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri (Stuart and Sundeen, 1995).

4. Faktor Risiko

a) Usia Sebagian besar kejadian bunuh diri saat ini terdapat pada orang-orang
berusia 15 sampai 44 tahun. Prevalensi bunuh diri untuk perempuan dengan
kelompok usia yang sama meningkat lebih lambat dibandingkan dengan laki-
laki. Selama dekade terakhir, angka kejadian bunuh diri pada laki-laki berusia
25 sampai 34 tahun meningkat hampir 30%. Angka terbesar bunuh diri yang
berhasil dilakukan pada perempuan terdapat setelah usia 55 tahun. Di
kalangan laki-laki, puncak bunuh diri terjadi setelah usia 45 tahun.
b) Jenis Kelamin Laki-laki melakukan tindakan bunuh diri dan berhasil dalam
mengakhiri hidup mereka empat kali lebih sering daripada perempuan,
sedangkan perempuan memiliki kemungkinan untuk melakukan percobaan
bunuh diri empat kali lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan

7
tingkat angka keberhasilan bunuh diri pada laki-laki yang lebih tinggi
berkaitan dengan penggunaan sarana yang lebih mematikan, pengalaman
serangan dan niat atau intensi untuk mati lebih tinggi daripada perempuan
(Qin et al, 2000).
c) Agama Katolik/Kristen, Islam dan Yahudi merupakan tiga agama besar dunia
yang sangat keras melarang seseorang melakukan bunuh diri, tetapi
pelarangan ini bersifat plastis. Di Asia, Hindu dan Buda sebagai agama yang
berlandaskan sikap penyerahan diri secara tidak langsung mempunyai
kecenderungan untuk mengajarkan bunuh diri walau disertai alasan tertentu.
Sedangkan aliran Khong Hu Cu mengajarkan dengan penekanan nilai-nilai
kebijakan berlandaskan kesatuan keluarga bahwa seseorang tidak boleh
melukai diri sendiri karena semua sudah merupakan pemberian kepadanya
oleh kedua orang tuanya. Bunuh diri sangat dilarang kecuali dalam keadaan
tertentu seperti gagal dalam melaksanakan tugas yang diberikan orang tua,
atau loyalitas terhadap Negara (Murthy, 2000).
d) Status Perkawinan Angka kejadian bunuh diri pada individu yang sudah
menikah sekitar 11 per 100.000 populasi, sedangkan total angka kejadian
untuk individu yang berstatus lajang atau tidak pernah menikah hampir dua
kali lipatnya. Pada individu yang memiliki riwayat pernah menikah
sebelumnya menunjukkan angka kejadian yang jauh lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak pernah menikah. Pada laki-laki yang dengan
riwayat perceraian memiliki angka kejadian sekitar 69 per 100.000,
sedangkan untuk perempuan sekitar 18 per 100.000 populasi. Individu yang
mengalami gangguan pada aspek sosial dan memiliki riwayat keluarga bunuh
diri (mulai dari percobaan atau tindakan sesungguhnya) biasanya lebih
banyak angka kejadian untuk bunuh diri (Sadock, 2007).
e) Pekerjaan dan Status Sosial Tingkatan status sosial seseorang sangat
berpengaruh pada tingginya risiko melakukan tindakan bunuh diri. Semakin
tinggi status sosial seseorang, semakin tinggi risiko bunuh dirinya, tetapi
penurunan status sosial juga meningkatkan risiko bunuh diri. Faktor pekerjaan
seorang individu merupakan hal yang sangat berkaitan dengan risiko tindakan
bunuh diri terutama pada laki-laki. Populasi khusus yang memiliki risiko
adalah petugas penegak hukum, dokter, pengacara, dan agen asuransi.
Ketidakstabilan pekerjaan dan pengangguran biasanya menjadi faktor dibalik
8
meningkatnya angka kejadian bunuh diri, tetapi angka kejadian bunuh diri
lebih tinggi pada pengangguran dibandingkan dengan orang yang bekerja
(Hawton, 2000).
f) Riwayat Penyakit Riwayat kesehatan fisik dan perawatan medis sebelumnya
mempunyai hubungan yang cukup bermakna dengan bunuh diri. Hal itu
merupakan suatu indikator pada risiko bunuh diri. Individu yang mendapatkan
perhatian medis selama enam bulan sebelum kematiannya memiliki angka
32% melakukan tindakan bunuh diri. Risiko bunuh diri juga lebih besar di
antara pasien dengan penyakit fisik yang cukup parah, seperti kanker atau
infeksi HIV. Saat ini, meningkatnya risiko bunuh diri telah ditemukan terkait
dengan beberapa kondisi medis, mulai dari asma hingga trauma cedera otak.
Faktor-faktor yang berkaitan dan turut berperan di dalam percobaan bunuh
diri adalah menurunnya mobilitas terutama ketika aktivitas fisik penting untuk
pekerjaan, serta nyeri yang sulit sembuh dan kronis (IASP, 2012).
g) Diagnosis Psikiatri Sekitar 25% individu yang mencoba atau melakukan
tindakan bunuh diri memiliki diagnosis gangguan jiwa. Gangguan depresif
dan skizofrenia merupakan faktor psikiatri yang bermakna pada kejadian
bunuh diri.
h) Riwayat sebelumnya Sekitar 40% pasien depresi yang melakukan tindakan
bunuh diri pernah mencoba sebelumnya. Pada 3 bulan setelah percobaan
pertama merupakan risiko percobaan bunuh diri kedua paling tinggi (Sadock,
2007).
i) Ketergantungan Zat Lain Sejumlah studi di berbagai negara menemukan
adanya peningkatan risiko bunuh diri pada orang yang menyalahgunakan zat.
Pada orang yang memiliki ketergantungan heroin memiliki kecenderungan
bunuh diri kirakira 20 kali angka untuk populasi umum. Ketersediaan zat
dengan jumlah lethal, gangguan kepribadian antisosial terkait, gaya hidup
berantakan merupakan faktor predisposisi untuk perilaku bunuh diri pada
orang dengan ketergantungan zat terutama ketika sedang disforik, depresi atau
intoksikasi. Maka dari itu, kasus penyalahgunaan zat perlu penanganan lebih
lanjut untuk menurunkan risiko bunuh diri (Sadock, 2007).

9
BAB III

PEMBAHASAN

Link Video: https://www.youtube.com/watch?v=UtLnILOePRk

C. RINGKASAN KASUS KEDARURATAN


Remaja yang mampu mengatasi konflik selama fase perkembangan akan
memiliki kesejaheraan emosional yang baik. Sedangkan remaja yang tidak mampu
mengatasi tekanan akan membawanya kepada ketidakstabilan emosional dan
cenderung akan membawanya melakukan hal berbahaya. Salah satunya adalah bunuh
diri. Pada hari Selasa, tanggal 27 Oktober 2020, seorang remaja ditemukan tewas
gantung diri di kamar mandi tempat tinggalnya di Kelurahan Sebengkok, Tarakan.
Berikut adalah ringkasan kasus tersebut :
a. M-R adalah siswi kelas 2 SMP di Tarakan Kalimantan Utara, siswi tersebut
gantung diri di kamar mandi rumah karena stress akibat beban tugas daring.
b. M-R sempat mengungkapkan bahwa tugas yang diterimanya terlalu banyak dan ia
tidak sanggup untuk menyelesaikannya karena ia tidak mengerti. Akan tetapi,
ibunya meminta agar M-R tetap menyelesaikan tugasnya karena M-R
mendapatkan surat dari sekolah pada tanggal 26 Oktober 2020. Surat tersebut
berisi perintah untuk menyelesaikan semua tugas sebagai syarat mengikuti ujian
kelulusan SMP.
c. Pada hari M-R tewas, M-R hanya berdua bersama kakaknya. Posisi kakak di
kamar sedang belajar daring. Sedangkan ibu berada di rumah adiknya karena
menghindari perbedaan pendapat dengan M-R.
d. Terdapat 11 mata pelajaran dan setiap mata pelajaran terdapat 3-4 tugas yang
harus diselesaikan.
e. M-R adalah tipe anak yang pemalu, pendiam, kurang terbuka, kurang bergaul,
sehingga tidak bisa mengungkapkan kesulitan kepada guru maupun teman-
temannya.

10
f. Menurut Komisioner KPAI, telah dilakukan survey dan didapatkan hasil 79%
pembelajaran daring hanya dilakukan 1 arah. Beberapa juga hanya memberi
penugasan lewat Whatsapp. Beliau juga mengungkapkan terdapat beberapa
masalah dalam PJJ; yaitu akses internet yang belum rata, tidak adanya ruang
tanya jawab, dan peran orangtua serta guru yang kurang. Adapun peran yang
dimaksud yaitu kurangnya komunikasi ortu dengan guru maupun siswa, dan
kurangnya pemetaan oleh guru. Selain itu, skill guru juga kurang dalam
pelaksanaan PJJ karena kurang berpengalaman. Sebagian sekolah juga masih
menggunakan kurikulum 2013 yang tergolong berat bahkan pada saat offline.
Seharusnya digunakan kurikulum darurat sesuai himbauan kemendikbud.
Sebaiknya, apabila ada siswa yang belum mengumpulkan tugas, guru
menanyakan dan menganalisa permasalahan, bukannya menekan ataupun
mengancam. Disarankan juga ada pelatihan kepada guru dan sebaiknya tatap
muka tidak boleh lebih dari 4 jam. Beban psikologi PJJ yang dialami siswapun
tidak ringan. Guru BK harus berperan dalam pelaksanaan PJJ. Bisa dilakukan
curhat di malam hari. Wali kelaspun juga harus paham bahwa tidak semua anak
sama.
g. Kematian akibat PJJ ini adalah kematian ke 3. Ada 1 kasus lain yaitu kasus siswa
SD kelas 1 yang dipukul pada saat PJJ. Siswa dipukul di bagian belakang kepala
dengan sapu. Siswa tersebut dikuburkan dalam kondisi memakai seragam sekolah
lalu ketahuan.
h. Ibu M-R berharap untuk anak2 agar tidak terlalu ditekan untuk mencegah kasus
serupa terjadi lagi.

D. PEMBAHASAN
M-R merupakan siswi dari Tarakan yang merupakan seorang remaja. Menurut
WHO (2015), masa remaja merupakan fase antara usia 10 sampai 19 tahun.
Perubahan yang terjadi pada remaja diantaranya adalah perubahan biologis, psikologis
dan sosial. Namun, umumnya proses pematangan kejiwaan terjadi lebih lambat dari
proses pematangan fisik (Indarjo, 2009). Oleh karena itu, kerentananpun terjadi pada
masa remaja. Bunuh diri dapat dikatakan sebagai akibat berbagai perubahan yang
terjadi dalam diri. Zaslavsky dan Kessler (2013) mengungkapkan bahwa remaja
merupakan kelompok yang memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri dan usia yang

11
rentan mengalaminya mulai dari usia 10-24 tahun. Bunuh diri bahkan menjadi
penyebab kematian kedua pada rentang usia 15-24 tahun (WHO, 2016).
Penyebab bunuh diri pada M-R yaitu beban tugas daring yang terlalu banyak.
Hal ini sesuai dengan dua pendekatan psikodinamik penyebab bunuh diri menurut
Semium (2006). Pendekatan tersebut yaitu konflik dan stress, serta depresi. Seseorang
dapat melakukan bunuh diri untuk melarikan diri dari konflik dan stress. Selain itu,
diperkirakan bahwa sekurang- kurangnya 80% dari para penderita yang bunuh diri
mengalami depresi dan angka bunuh diri dikalangan orang-orang yang mengalami
depresi adalah antara 22 dan 36 kali lebih tinggi dibandingkan dikalangan orang-
orang yang tidak mengalami depresi. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Khan (2011), Low et al (2012) didapatkan hasil depresi memiliki hubungan dengan
ide bunuh diri. Masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan stres. Sejumlah
penelitian melaporkan bahwa stres dan kehidupan yang penuh stres merupakan
peristiwa yang sangat terkait dengan gejala depresi, yang kemudian meningkatkan
risiko bunuh diri (Zhang et al, 2011, You et al, 2014). Stres berkelanjutan
mengakibatkan kecemasan dan depresi.
Menilik pada hasil wawancara terhadap ibu M-R, didapatkan informasi bahwa
ibu M-R meminta M-R untuk tetap mengerjakan tugasnya meskipun M-R
mengungkapkan ketidaksanggupan. Ibu M-R juga menunjukkan tindakan
menghindari perbedaan pendapat dengan pergi ke rumah adiknya. Sehingga, diduga
juga terdapat konflik antara M-R dengan ibunya. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Wong (2006) dalam bukunya. Didapatkan bahwa pada masa
remaja hubungan orang tua dan anak berubah dari perlindungan-ketergantungan ke
hubungan saling menyayangi dan persamaan hak, namun sering terjadi kekacauan dan
kebingungan selama proses pencapaian kemandirian karena antara anak dan orang tua
sama-sama menunjukkan peran baru dan menjalaninya sampai selesai pada saat
bersamaan. Kerenggangan sering terjadi dalam pencapaian penyelesaian. Sering
terjadi tentangan terhadap kendali orang tua dan konflik hadir hampir dalam semua
situasi dan masalah. Oleh karena itu meskipun tidak terjadi disfungsi keluarga namun
konflik remaja dan keluarga dapat timbul dalam setiap kondisi dan masalah sehingga
menimbulkan ide bunuh diri.
M-R juga diketahui sebagai pribadi yang pemalu, pendiam, kurang terbuka,
dan kurang bergaul.Sehingga tidak bisa mengungkapkan kesulitan kepada guru
maupun teman-temannya. Teruel, Leon, dan Martinez (dalam Shaheen & Jahan,
12
2014) mengungkapkan bahwa pelajar yang memiliki ide bunuh diri disebabkan oleh
optimisme yang rendah, kurangnya keterampilan dan dukungan sosial. Artinya, jika
keterampilan sosial individu sangat rendah, maka kemungkinan individu akan
mengalami depresi dan depresi erat kaitannya dengan bunuh diri. Sebaliknya,
individu dengan kemampuan sosial yang baik memiliki tingkat depresi, kesepian dan
kecemasan sosial yang rendah (Segrin & Flora, 2000 dalam Hohendorff, Couto, &
Prati, 2013).
Kurangnya perhatian dari pihak sekolah dan ibu M-R pun dapat disorot
sebagai salah satu pemicu terjadinya kasus bunuh diri pada M-R. Diperkirakan bahwa
hampir setengah dari remaja berpikir tentang bunuh diri di beberapa waktu dalam
kehidupannya dan sebagian kecil remaja melaporkan telah memiliki pengalaman pada
tahun sebelumnya (Nock, M., Borges, G.,Bromet, E. et al. 2008; dalam Scanlan,
F,.Purcell, R., 2009). Hal ini mejelaskan bahwa meskipun hanya sedikit keinginan
bunuh diri yang diungkapkan dari remaja tetap perlu diperhatikan karena ide bunuh
diri biasa bersifat samar atau tidak jelas, sehingga remaja perlu dijelaskan bahwa
perilaku bunuh diri mulai dari adanya ide bunuh diri hingga percobaan bunuh diri
bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan dan orang tua seharusnya mengetahui ide
bunuh diri pada remaja.

13
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Remaja yang mampu mengatasi konflik selama fase perkembangan akan
memiliki kesejaheraan emosional yang baik. Sedangkan remaja yang tidak mampu
mengatasi tekanan akan membawanya kepada ketidakstabilan emosional dan
cenderung akan membawanya melakukan hal berbahaya. Salah satunya adalah bunuh
diri.
Penyebab bunuh diri pada remaja dikasus ini yaitu beban tugas daring yang
terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan dua pendekatan psikodinamik penyebab bunuh
diri. Pendekatan tersebut yaitu konflik dan stress, serta depresi. Seseorang dapat
melakukan bunuh diri untuk melarikan diri dari konflik dan stress. Selain itu,
diperkirakan bahwa sekurang- kurangnya 80% dari para penderita yang bunuh diri
mengalami depresi dan angka bunuh diri dikalangan orang-orang yang mengalami
depresi adalah antara 22 dan 36 kali lebih tinggi dibandingkan dikalangan orang-
orang yang tidak mengalami depresi.
Didukung oleh penelitian yang dilakukan didapatkan hasil depresi memiliki
hubungan dengan ide bunuh diri. Masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan
stres. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa stres dan kehidupan yang penuh stres
merupakan peristiwa yang sangat terkait dengan gejala depresi, yang kemudian
meningkatkan risiko bunuh diri. Stres berkelanjutan mengakibatkan kecemasan dan
depresi.

B. SARAN
Sedikit keinginan bunuh diri yang diungkapkan dari remaja tetap perlu
diperhatikan karena ide bunuh diri biasa bersifat samar atau tidak jelas, sehingga remaja
perlu dijelaskan bahwa perilaku bunuh diri mulai dari adanya ide bunuh diri hingga
percobaan bunuh diri bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan, dan orang tua
seharusnya mengetahui ide bunuh diri pada remaja. Maka dari itu remaja memerlukan

14
banyak perhatian dari orang-orang disekitarnya terutama dari keluarga dan teman
terdekatnya.
Peran perawat yang dapat dilakukan dalam kasus ini adalah sebagai educator dan
berperan sebagai teman curhat untuk mendengarkan keluh kesah, menemani, dan
mengajak untuk bersosialisasi ataupun meluangkan hobinya dikala remaja mengalami
kebosanan atau beban dalam menghadapi tugas atau masalah yang menimpanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, N. N. (2019). GAMBARAN PERILAKU PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA


REMAJA PUTRI YANG BROKEN HOME. JURNAL STINDO PROFESIONAL, 2,
197–217.
https://s3.amazonaws.com/objects.readcube.com/articles/downloaded/wiley/72a51e3b37
9618d53be24f294ecf49083d1d29c195c7fe490a80fd42127ee4b2.pdf?X-Amz-
Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=AKIAIS5LBPCM5JPOCDGQ%2F20180212%2Fus-east-
1%2Fs3%2Faws4_request&
Aulia, N., Yulastri, Y., & Sasmita, H. (2019). Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh Diri
dengan Ide Bunuh Diri pada Remaja. Jurnal Keperawatan, 11(4), 307–314.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.534
Pertiwi, N. F., & Wardani, I. Y. (2019). SELF-SELF-PRICE AND PARENT ’ S PATTERN
AS SELF-KILLING IDEAS PROTECTIVE FACTORS untuk mengetahui hubungan
harga diri dan pola asuh orangtua dengan ide bunuh diri pada remaja SMA melalui studi
deskriptif. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 9, 301–310.
Putri, K. F., & Tobing, D. L. (2020). Tingkat Resiliensi dengan Ide Bunuh Diri Pada Remaja.
Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia, 10(01), 1–6.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v10i01.392
Valentina, T. D., & Helmi, A. F. (2016). Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri: Meta-
Analisis. Buletin Psikologi, 24(2), 123–135.
https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.18175
Yanti, L., & Surtiningsih. (2016). Faktor karakteristik Ibu terhadap Berat Bayi Lahir
Rendah. 5.
Linda Mandasari, Duma L.Tobing (2020) Tingkat depresi dengan ide bunuh diri pada remaja,
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
lindamanda7995@gmail.com1) ; duma.tobing@upnvj.ac.id2)

Nur Aulia, Yulastri, Heppi Sasmita (2019) Analisis hubungan faktor risiko bunuh diri dengan
ide bunuh diri pada remaja Poltekkes kemenkes Riau,Program Studi Magister
Keperawatan, Universitas Andalas, Limau Manis, Kec. Pauh, Kota Padang,

16
Sumatera
Barat 25163 auliasanusi26@gmail.com

World Federation for Mental Health (2019). World mental health day 2019: Suicide
Prevention. Retrieved from https://wfmh.global/world-mental-health-day-2019.

World Health Organization. (2017). Mental health status of adolescents in South-East Asia:
evidence for Action. New Delhi: World Health Organization, Regional Office for
South-East Asia.

17

Anda mungkin juga menyukai