Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


STIMULASI PERSEPSI PADA KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Dosen Pengampu: M. Elyas Arif Budimas S. Kep Ners., M. Kep

Kelompok 1:
1. Achmad Aziz Saifullah 21102001
2. Ainun Karimah 21102003
3. Ayu Nur Komariyah 21102008
4. Babun Liana 21102009
5. Krismanda Dynasti M K P 21102022
6. Laila Amma Liana 21102023
7. Naffa Aprillia Pramesti 21102033
8. Nurul Fitria 21102035
9. Pandu Fakkarun J. D 21102036
10. Puji Rizky P 21102037
11. Putri Wahyuni 21102040
12. Sayie Pramudyta 21102046
13. Siti Nur Qoriah 21102049
14. Yunita Anggraeni 21102059

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
2023-2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat global (World
Health Organization, 2019). Hal ini dikatakan sebagai faktor penyebab kematian di urutan
ketiga dunia (Stuart, 2009). Bunuh diri disebut sebagai sebuah usaha yang dilakukan
individu secara sadar yang bertujuan untuk mengakhiri kehidupannya dengan melakukan
beberapa usaha menyakiti diri sendiri (Davidson et al., 2004). Individu yang beresiko
bunuh diri ialah ia yang memiliki perilaku merusak diri secara langsung maupun
disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu tersebut secara sadar memiliki keinginan
untuk mengakhiri hidup sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan
keinginannya (Herdman, 2012).
Bunuh diri umumnya dilakukan oleh seseorang yang memiliki permasalahan yang
tidak dapat terselesaikan dengan baik atau didasari oleh faktor semakin meningkatnya
penduduk usia produktif sehingga persaingan kehidupan pun semakin ketat dan hal ini
sangat erat hubungannya dengan permasalahan ekonomi. Akibatnya diri pun terjebak
dalam rasa sakit emosional yang merupakan salah satu gejala pada individu yang
memiliki keinginan untuk bunuh diri (Li et al., 2016). Masalah dalam internal keluarga,
diagnosis penyakit fisik maupun mental, adanya upaya bunuh diri yang sebelumnya
pernah dilakukan teman-teman maupun orang terdekat, munculnya gejala kecemasan atau
depresi, tingkat kepuasan terhadap dukungan sosial yang kurang, serta koping agama
yang negatif secara signifikan juga mempengaruhi ide bunuh diri pada seseorang (Yasien,
n.d., 2016).Perilaku bunuh diri mencakup beberapa macam diantaranya adalah ide bunuh
diri atau pikiran untuk bunuh diri, merencanakan, berusaha bunuh diri dan tindakan bunuh
diri itu sendiri (Putra et al., 2019). Individu yang tidak mampu mengendalikan stress akan
membuatnya untuk berperilaku destruktif dan melakukan tindakan bunuh diri (Sharma et
al., 2007). Perilaku ini masih menjadi masalah kesehatan jiwa yang sangat serius
dikalangan masyarakat baik masyarakat dinegara maju maupun berkembang serta
penanganannya perlu dilakukan secara maksimal(Rochmawati et al., 2018).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setiap tahunnya mencatat hamper sebanyak
800.000 orang meninggal akibat bunuh diri di dunia dan Sebagian bersar kasus yaitu
sekitar 79% terjadi pada negara yang memiliki penghasilan menengah kebawah (World
Health Organization, 2019). Indonesia sendiri menduduki peringkat ke 8 dari beberapa
negara di ASEAN. Tingkat rasio bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 sampai 1,8 orang
untuk setiap 100.000 penduduk pada tahun 2001 dan meningkat di tahun 2005 mencapai
11,4 orang per 100.000 (World Health Organization, 2014).
Fenomena perilaku bunuh diri di Indonesia ini sulit diungkap dengan mudah, angka
yang tercatat bisa jadi tampak sebagai sebuah puncak gunung es yang artinya kejadian
yang terjadi bisa diperkirakan lebih banyak daripada itu (Puslit, 2019). Yougov
melakukan pemaparan mengenai kasus perilaku bunuh diri ini, yaitu sebanyak 27% orang
Indonesia memiliki pikiran untuk bunuh diri, sebanyak 21% jarang memiliki pikiran
bunuh diri dan sebanyak 6% orang sering mengalaminya (Yougov, 2019).
Perilaku bunuh diri yang terjadi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain
masih lebih rendah, tetapi perlu dipertimbangkan dampak serius yang akan akan terjadi
seperti trauma psikologis jangka panjang dan produktivitas yang akan menurun (Kerr,
2008). Salah satu faktor terkait nilainilai spiritualitas juga berpengaruh pada seseorang
dalam mengambil keputusan terkait hal yang pernah dilakukannya seperti percobaan
bunuh diri (Musfirah, 2013). Spiritualitas menjadi sebuah bagian terpenting dari
kehidupan guna
pengambilan keputusan oleh seorang individu. Spiritualitas diketahui dapat
menghambat individu yang memiliki ide bunuh diri dan meningkatkan harapan hidup
merek (Lawrence, Brent, et al., 2016).Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengalaman spiritual individu dengan
perilaku bunuh diri yang pernah dialaminya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana persepsi spiritual seseorang
yang ingin melakukan bunuh diri

1.3 Tujuan Penelitian


a. Tujuan Umum
• Menjelaskan faktor ide penyebab bunuh diri

b. Tujuan Khusus
• Menganalisis Faktor Internal penyebab ide bunuh diri
• Menganalisis Faktor Eksternal penyebab ide bunuh diri

1.4 Manfaat Penelitian


a. Manfaat Teroritis
Mengembangkan ilmu keperawatan khususnya dibidang keperawatan jiwa yang
berkaitan dengan pengetahuan tentang konsep spiritualitas atau pengalaman agama
yang diterapkan pada individu dengan resiko bunuh diri serta meningkatkan
spiritualitas dalam hal kesehatan jiwa bagi pasien.

b. Manfaat Praktis
1. Pelayanan Keperawatan
Memberikan kontribusi berupa sumber informasi dan bahan masukan terkait
mengembangkan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
keperawatan dengan memperhatikan spiritualitas pada pasien dengan resiko
bunuh diri.
2. Pendidikan
Menjadi bahan masukan dan sumber informasi bagi ilmu keperawatan dalam
mengembangkan konsep spiritualitas pada pasien dengan resiko bunuh diri serta
meningkatkan pengetahuan dan perkembangan ilmu keperawatan.
3. Bagi Pasien
Menambah wawasan pasien yang berkaitan dengan kesehatan jiwa dan
spiritualitas yang dapat ditingkatkan pada pasien dengan resiko bunuh diri
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai pengembangan selanjutnya dibidang keperawatan khususnya yang
berkaitan dengan keperawatan jiwa dalam memperhatikan spiritualitas bagi
pasien dengan resiko bunuh diri serta untuk memberikan asuhan keperawatan
pada pasien, dan salah satu sumber bacaan bagi penelitian lain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


1. Bunuh Diri
a. Definisi Bunuh Diri
Bunuh diri adalah salah satu kegawatdarutatan psikiatri yang merupakan
sebuah perilaku dalam mengakhiri kehidupannya. Perilaku ini disebabkan
karena faktor stress yang tinggi dan bekepanjangan dan individu tersebut
dianggap gagal dalam mekanisme koping menghadapi permasalahan yang ada
(Stuart, 2009)
Ide bunuh diri didefinisikan sebagai pikiran, ide dan keinginan untuk
bunuh diri (Chan et al., 2018), sedangkan (Scott et al., 2015) mengartikan ide
bunuh diri sebagai pikiran tentang atau berencana untuk terlibat dalam
perilaku dengan tujuan untuk mengakhiri kehidupan. Ide bunuh diri yaitu
pemikiran untuk membunuh diri sendiri; membuat rencana kapan, dimana,
dan bagaimana bunuh diri akan dilakukan; dan pemikiran tentang efek bunuh
dirinya terhadap orang lain (Zulaikha & Febriyana, 2018).
Penting untuk diingat bahwa bunuh diri merupakan rangkaian kesatuan
dari ide bunuh diri ke upaya bunuh diri dan lebih jauh ke penyelesaian bunuh
diri. Setidaknya 95% dari pelaku bunuh diri melaporkan ide bunuh diri
sebelumnya (May & Klonsky, 2016), dan setiap bunuh diri yang telah berhasil
dilaksanakan merupakan upaya bunuh diri yang mematikan.
(Lenz et al., 2019).
Penting untuk diingat bahwa bunuh diri merupakan rangkaian kesatuan
dari ide bunuh diri ke upaya bunuh diri dan lebih jauh ke penyelesaian bunuh
diri. Setidaknya 95% dari pelaku bunuh diri melaporkan ide bunuh diri
sebelumnya (May & Klonsky, 2016), dan setiap bunuh diri yang telah berhasil
dilaksanakan merupakan upaya bunuh diri yang mematikan.
(Lenz et al., 2019).

2.2 Rentang Respon

Mekanisme koping pada individu dalam menghadapi masalah berbeda-beda.


Mekanisme koping tersebut diantaranya meliputi dukungan sosial, dukungan
keagamaan, serta manajemen emosi diri sendiri (Osafo et al., 2015). Individu yang
mengalami penyakit kronik dan menahun contohnya cenderung melakukan perilaku
destruktif bunuh diri untuk mengakhiri penderitaannya. Seseorang yang lebih aktif
dalam bersosialisasi akan lebih mampu mentoleransi stress dan menurunkan angka
kejadian bunuh diri. Keaktifan seseorang dalam kegiatan sosial maupun keagamaan
dapat mencegah untuk melakukan tindakan bunuh diri (Azizah, 2016). Mekanisme
koping yang positif melalui keterampilan mengatasi masalah, melawan depresi serta
lebih produktif dalam beraktifitas dinilai dapat menekan kecenderungan individu untuk
melakukan bunuh diri (Mirkovic et al., 2015). Koping atau respon pada setiap individu
dalam menghadapi permasalahan berbeda-beda (Osafo et al., 2015). Ada yang
cenderung melakukan perilaku atau respon adaptif maupunrespon maladaptif

Gambar 2.1 Rentang Respon Protektif diri


1. Peningkatan diri adalah individu yang mempunyai pengharapan, keyakinan serta
kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, merupakan rentang posisi perilaku yang masih
normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, adalah setiap usaha untuk merusak keadaan fisik
individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti: perilaku merusak, mengebut,
berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam aktivitas yang berisiko tinggi
penyalahgunaan zat, perilaku menyimpang secara sosial, dan perilaku yang
menyebabkan stres.
4. Pencederaan diri, adalah tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan
dilakukan dengan sengaja, tanpa bantuan orang lain, serta menyebabkan cedera yang
cukup parah pada tubuh. Perilaku pencederaan diri yang dilakukan seperti melukai
dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya
sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif secara langsung dilakukan pada diri sendiri yang
bertujuan untuk mengakhiri kehidupan.

2.3 Penyebab Bunuh Diri

Menurut Emile Durkheim dalam (Nugroho, 2012) menyatakan bahwa


tindakan bunuh diri yang dilakukan individu dalam masyarakat disebabkan oleh dua
faktor yaitu: terlampau lemah atau kuatnya integrasi sosial seseorang dalam
masyarakat. Integrasi sosial yang lemah atomistik dan individualistik seseorang maka
syarat menanggung beban hidup seorang diri, tanpa teman atau tempat untuk berbagi
keluh kesah. Budaya masyarakat yang memberikan tekanan hidup kepada seseorang
akan menyebabkan banyak individu merasa tertekan, stres atau depresi sehingga
dengan mudah mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya (Beautrais & Gold,
2010). Di sisi lain, fenomena bunuh diri akibat terlampau kuatnya integrasi sosial
menyiratkan pengekangan berlebih individu oleh masyarakatnya, individu serasa
dikuasai penuh oleh lingkungan sosial sehingga tak dapat berbuat banyak untuk
menghindarinya.Adapun fenomena bunuh diri akibat faktor terkait integritas sosial
dalam masyarakat menurut Emile Durkheim dalam (Nugroho, 2012) dibagi ke dalam
beberapa tipe, antara lain:

1. Bunuh diri akibat kewajiban, dimisalkan dengan tradisi masyarakat India kuno
yang mensyaratkan istri turut mati bersama suaminya dan jika sang istri
menolaknya maka akan menuai cemoohan masyarakat dan dianggap aib dalam
masyarakat.
2. Bunuh diri akibat dukungan masyarakat, hal tersebut dapat dicontohkan melalui
seorang prajurit mengorbankan dirinya pada peperangan demi menyelamatkan
teman-temannya. Tipe bunuh diri terkait perihal yang “didukung” masyarakat,
dalam arti, siapa yang melakukannya bakal menuai penghargaan berikut
penghormatan masyarakat.
3. Bunuh diri akibat kepuasan diri, menurut Durkheim, tak ada penjelasan ilmiah
bagi tindakan bunuh diri dengan tipe ini. Pada bunuh diri tipe ini,pelaku sekedar
merasa bangga dan puas mempertontonkan tindakan bunuh dirinya
di hadapan publik.
Bunuh diri sebagai akibat dari perilaku ekstrim memiliki banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi bunuh diri terdiri dari dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Akumulasi dan interaksi faktor
tersebut meningkatkan risiko bunuh diri, adapun faktor internal dan eksternal
tersebut menurut (Guo & Zhu, 2019) adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a. Faktor Biologi
Dalam hal riwayat keluarga, individu dengan riwayat bunuh diri juga
lebih mungkin memiliki penyakit mental dan pernah mencoba bunuh
diri atau pernah bunuh diri daripada individu tanpa riwayat
keluarga bunuh diri.
b. Gangguan Jiwa
Sekitar 90% kasus bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Di antara
mereka, bunuh diri yang disebabkan oleh depresi atau episode depresi
dari gangguan bipolar menyumbang setidaknya setengah dari total
kejadian dan merupakan gangguan mental paling umum yang
menyebabkan bunuh diri.
c. Karakteristik Kepribadian
Sebuah studi menunjukkan bahwa dengan mengontrol kesehatan,
keramahan, keterbukaan, tanggung jawab dan ekstroversi menurunkan
risiko bunuh diri diperkirakan menjadi 56,7%
d. Faktor Kognitif
Penelitian menyatakan bahwa individu yang pernah mencoba bunuh
diri, memiliki tingkat kekakuan kognitif (kecenderungan bertahan,
ketidakmampuan mengubah kebiasaan, konsep dan sikap setelah
dikembangkan) yang lebih tinggi daripada individu yang tidak pernah
mencoba bunuh diri
e. Faktor Perilaku
Sikap seseorang yang semakin tegas setuju dengan perilaku bunuh diri,
maka semakin kuat pula keinginan untuk bunuh diri
2. Faktor Eksternal
a. Pengalaman hidup yang negative
Model teori stres menunjukkan bahwa stres adalah salah satu penyebab
munculnya keinginan untuk bunuh diri
b. Faktor Keluarga
Faktor keluarga berdampak besar pada bunuh diri. Pertama-tama,
pengalaman pelecehan masa kanak-kanak atau pengalaman yang
terabaikan, stabilitas keluarga dan gaya pengasuhan keluarga juga
dapat
memengaruhi ide bunuh diri individu
c. Faktor Sosial dan Lingkungan
Penelitian menunjukkan bahwa Internet dan forum sosial memiliki
potensi besar dalam mempopulerkan dan intervensi pengetahuan
tentang bunuh dir
d. Faktor Kebudayaan
Suasana budaya yang kuat dapat memengaruhi ide bunuh diri dengan
memengaruhi sikap individu terhadap bunuh diri
2.4 Tanda dan Gejala Bunuh Diri
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan pasien dengan
risiko bunuh diri adalah tanda dan gejala risiko bunuh diri yang
ditunjukkan
pasien pada masa perawatan, adapun gejala yang muncul menurut Yusuf
et all (2015) antara lain:
1. Keputusasaan
2. Celana terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
2.5 Tahapan Bunuh Diri
Menurut Davidson, Neale & Kring (2004) Perilaku bunuh diri merupakan
ekspresi stres pada seseorang. Perilaku ini berkembangmelalui beberapa
rentang diantaranya ialah;
1. Suicidal ideation, yang merupakan suatu proses kontemplasi bunuhdiri
atau sebuah cara yang digunakan dengan tidak melakukan sebuah aksi/
tindakan mencederai diri. Individu dalam tahap ini jarang untuk
mengungkapkan idenya tersebut.
2. Suicidal intent, yaitu tahap dimana individu sudah mulai berpikirdan
melakukan suatu perencanaan dalam tindakan mencederai diri sendiri.
3. Suicidal threat, yaitu tahap pada saat individu sudah mulai
mengekspresikan keinginan atau hasratnya untuk mengakhiri hidup.
4. Suicidal gesture, merupakan tahapan saat ia menunjukkan perilaku
destruktif atau menyakiti diri sendiri. Tujuannya untuk membahayakan
diri tetapi pada umumnya tidak mematikan. Contohnya individu
tersebut meminum beberapa pil, menyayat lengannya dan tindakan-
tindakan membahayakan lainnya. Ia melakukan tindakan tersebut
dengan maksud ingin diselamatkan dan masih ingin untuk hidup.
Tahap suicidal gesture ini sering juga disebut “crying for help” karena
hal tersebut merupakan caranya untuk mengungkan stress yang tidak
mampu diselesaikan.
5. Tahap kelima adalah suicidal attempt, yaitu tahap dimana individu
melakukan perilaku destruktif yang mengindikasikan bahwa ia ingin
mati dan tidak ingin diselamatkan. Contohnya dengan meminum obat
yang mematikan.
BAB III

STRATEGI PELAKSANAAN

A. Topik
Pencegahan Resiko Bunuh Diri
Sesi 1 : Melindungi pasien dari bunuh diri
Sesi 2 : Meningkatkan Harga Diri pasien
Sesi 3 : Menggunakan mekanisme koping yang adaptif
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Peserta TAK mampu meningkatkan hubungan interpersonal anggota kelompok,
berkomunikasi, mampu berinteraksi maupun berespon terhadap stimulasi yang
diberikan
2. Tujuan Khusus
Sesi 1
a. Klien dapat meningkatkan harga diri
b. Klien dapat berpikir positif terhadap dirinya

Sesi 2

a. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif


b. Klien dapat membuat rencana masa depan yang realistis

C. Landasan Teori
Bunuh diri adalah segala sesuatu perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan
dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tau akan akibatnya
yang mungkin pada waktu yang singkat. (W.F. Maramis, 1992) Bunuh diri adalah
tindakan agresif terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. (Budi Anna Keliat,
1993)

Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. ( Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ) Resiko bunuh diri
adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapatmengancam kehidupan.Bunuh
diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi
stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/
gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri
dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006).
D. Klien
1. Kriteria
a. Klien yang sehat fisik
b. Klien dengan harga diri rendah kronis
c. Klien yang memiliki perasaan negatif pada dirinya
d. Klien dengan resiko bunuh diri

2. Proses Seleksi
a. Berdasarkan observasi klien sehari- hari
b. Berdasarkan informasi dan diskusi dengan perawat ruangan
mengenai perilaku klien sehari- hari
c. Hasil diskusi kelompok
d. Berdasarkan asuhan keperawatan
e. Adanya kesepakatan dengan klien

E. Pengorganisasian
1. Waktu
a. Hari/ tanggal :
b. Jam :
c. Acara :
1) Pembukaan
2) Perkenalan pada klien :
3) Perkenalan TAK :
4) Penutup
d. Tempat:
e. Jumlah pasien :
2. Tim Terapis
a. Leader
Tugas Leader:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Memimpin jalannya terapi kelompok.
3) Memimpin diskusi.
4) Kontrak waktu
5) Menyimpulkan hasil kegiatan
6) Menutup acara

b. Co Leader
Tugas Co Leader
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.

c. Fasilitator Tugas fasilitator


1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalm ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Mengatur posisi kelompok dalm lingkungan untuk
melaksanakan kegiatan.
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
6) Bertanggung jawab terhadap program antisispasi masalah.

d. Observer Tugas observer


1) Membantu klien meluruskan dan menjelaskan tugas yang harus
dilakukan
2) Mendampingi peserta TAK
3) Memotivasi klien untuk aktif dalam kelompok
4) Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan

e. Anggota
Tugas Anggota
1) Menjalankan dan mengikuti kegiatan terapi
3. Metode dan media
a. Metode
1) Diskus
2) Permainan

b. Alat
1) Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK.
2) Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang mengikuti TAK.

c. Setting
1) Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2) Ruangan nyaman dan tenang.

4. Pembagian Tugas Leader :


a. Co Leader :
b. Observer :
c. Fasilitator :

F. Pelaksanaan
1. Sesi 1
Stimulasi persepsi : Pencegahan Bunuh Diri Mencegah Keinginan untuk Bunuh
Diri Tujuan :
a. Klien dapat mengendalikan saat ada keinginan atau dorongan untuk bunuh
diri
b. Klien dapat mengekspresikan perasaannya

Setting

a. Terapis dank lien duduk bersama secara melingkar


b. Tempat nyaman dan tenang.

Alat

a. Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK.


b. Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang mengikuti TAK.

Metode

a. Diskusi dan Tanya jawab


b. Permainan Langkah Kegiatan

a. Persiapan
1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan Resiko Bunuh Diri
2) Membuat kontrak dengan klien.
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

b. Orientasi
1) Salam terapeutik
2) Salam dari terapis kepada klien.
3) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
4) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama).

c. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.

d. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah keinginan
untuk bunuh diri
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis.
b. Lama kegiatan30 menit.
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

e. Tahap kerja
1) Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan serta memakai
papan nama.
2) Terapis menanyakan perasaan klien saat ini
3) Terapis menanyakan apakah klien masih ada keinginan bunuh diri
4) Terapis menanyakan apa yang dilakukan klien saat keinginan tersebut muncul
5) Terapis menjelaskan cara mengalihkan bila keinginan untuk bunuh diri muncul
dengan modifikasi lingkungan psikis.
6) Terapis memberi pujian pada setiap peran serta klien.
f. Tahap terminasi.
1) Evaluasi
a. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

2) Tindak lanjut.
Terapis meminta klien menceritakan kembali cara mengalihkan bila keinginan
bunuh diri muncul secara tertulis.

3) Kontrak yang akan datang.


Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu mengidentifikasi hal positif yang
dimiliki untuk meningkatkan harga diri

4) Menyepakati waktu dan tempat.

5) Evaluasi dan dokumentasi

a) Evaluasi
Untuk TAK sesi 2 stimulasi persepsi : pencegahan resiko bunuh diri, kemampuan
klien yang diharapkan adalah mampu menceritakan kembali cara mencegah bila
keinginan bunuh diri terulang. Formulir evaluasi sebagai berikut :

Nama Peserta TAK


N Aspek yang Dinilai
o
1 Menyebutkan cara yang
selama ini digunakan
untuk mengalihkan bila
muncul keinginan bunuh
diri
2 Menyebutkan efektivitas
cara
3 Memperagakan
mengalihkan bila
keinginan bunuh diri
muncul
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.
2. Beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

b) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki oleh klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi, TAK stimulasi persepsi
pencegahan resiko bunuh diri. Klien mampu menuliskan cara mengalihkan bila
keinginan bunuh diri muncul dan tingkatkan reinforcement (pujian).

Sesi 2
Stimulasi persepsi : Pencegahan Bunuh Diri Meningkatkan Harga Diri Klien
Tujuan
a. Klien dapat mengidentifikasi pengalaman yang tidak menyenangkan.
b. Klien dapat mengidentifikasi hal positif pada dirinya

Setting

a. Terapis dank lien duduk bersama dalam lingkaran.


b. Ruang nyaman dan tenang.

Alat

a. Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK.


b. Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang mengikuti TAK.

Metode

a. Diskusi
b. Permainan

Langkah kegiatan

a. Persiapan
1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu klien dengan gangguan konsep
diri, harga diri rendah.
2) Membuat kontrak dengan kien.
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a. Salam dari terapis kepada klien.
b. Perkenalkan nama dan panggilan terapis ( pakai papan nama).
c. Menanyakan nama dan panggilan semua klien ( beri papan nama )
2) Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini.
3) Kontrak
a. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bercakap-cakap tentang hal
positif diri sendiri.
b. Terapis menjelaskan aturan main berikut.
• Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
• Lama kegiatan 45 menit.
• Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap Kerja
1) Terapis memperkenalkan diri : nama lengkap dan nama panggilan
serta memakai papan nama.
2) Terapis membagikan kertas dan spidol kepada klien.
3) Terapis meminta tiap klien menulis pengalaman yang tidak
menyenangkan.
4) Terapis memberi pujian atas peran serta klien
5) Terapis membagikan kertas yang kedua.
6) Terapis meminta tiap klien menulis hal positif tentang diri sendiri,
kemampuan yang dimiliki, kegiatan yang biasanya dilakukan di
rumah dan dirumah sakit.
7) Terapis meminta klien membacakan hal positif yang sudah ditulis
secara bergiliran sampai semua klien mendapat giliran.
8) Terapis memberi pujian pada setiap peran serta klien
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
b. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Tindak lanjut.
Terapis meminta klien menulis hal positif lain yang belum tertulis.
3) Kontrak yang akan dating.
a. menyepakati TAK yang akan datang, yaitu melatih hal positif diri
yang dapat diterapkan dirumah sakit dan dirumah.
b. Menyepakati waktu dan tempat.

e. Evaluasi dan Dokumentasi


1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi presepsi: harga diri rendah
sesi 3, kemampuan klien yang diharapkan adalah menuliskan
pengalaman yang tidak menyenangkan dan aspek positif
(kemampuan) yang dimiliki. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 2
Stimulasi presepsi: harga diri rendah
Kemampuan menulis pengalaman yang tidak menyenangkan dan hal positif
diri sendiri

No Nama klien Menulis pengalaman yang Menulis hal positif diri


. tidak menyenangkan sendiri
1
2
3
4
5
6
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menulis
pengalaman yang tidak menyenangkan dan aspek positif diri sendiri.
Beri tanda cek jika klien mampu dan tanda silang jika klien tidak
mampu.

3) Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperaawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3, TAK stimulasi persepsi
harga diri rendah. Klien mampu menuliskan tiga hal pengalaman yang tidak
menyenangkan, mengalami kesulitan menyebutkan hal positif diri.Anjurkan
klien menulis kemampuan dan hal positif dirinya dan tingkatkan rinforcement
(pujian).

Sesi 3
Stimulasi persepsi : Pencegahan Bunuh Diri Menggunakan mekanisme
koping yang adaptif
Tujuan
a. Klien dapat mengenali hal-hal yang ia sayangi
b. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
c. Klien dapat merencanakan dan menetapkan masa depan yang realistis
Setting
a. Terapis dan klien duduk bersama secara melingkar
b. Tempat nyaman dan tenang.

Alat

a. Spidol sebanyak jumlah klien yang mengikuti TAK.


b. Kertas putih HVS dua kali jumlah klien yang mengikuti TAK.

Metode

a. Diskusi dan Tanya jawab


b. Permainan

Langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah mengikuti sesi 4.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b. Orientasi
1. Salam terapiutik.
a. Salam dari terapis kepada klien.
b. Klien dan terapis pakai papan nama.
2. Evaluasi / validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini.
3. Kontrak
a. Terapis menjelaskan tujuan TAK
b. Terapis menjelaskan aturan main berikut :
• Jika ada kien yang meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
• Lama kegiatan30 menit.
• Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Terapis membagikan kertas HVS dan spidol, masing-masing
satu buah untuk setiap klien
2) Terapis meminta klien menuliskan siapa orang yang paling
disayangi dan dicintai
3) Terapis meminta klien memilih dari salah satu orang yang
dicintai, siapa yang paling dekat dan paling dipercaya oleh
klien
4) Terapis menjelaskan pentingnya koping yang adaptif dan
menganjurkan klien untuk berbagi masalah kepada orang
yang paling dekat dan dipercaya agar klien tidak merasa
tertekan dan terbebani
5) Terapis menjelaskan pentingnya memiliki tujuan hidup (masa
depan) agar bersemangat berusaha mewujudkan dan
optimistis
6) Terapis meminta klien menuliskan masing-masing tujuan
hidup (masa depan) klien di kertas yang telah dibagikan.
7) Terapis meminta klien untuk membacakan tujuan hidup (masa
depan) yang telah ditulisnya secara bergantian
8) Terapis memberikan pujian dan mengajak tepuk tangan klien
lain jika satu orang klien telah selesai membacakan.
9) Terapis meminta klien melihat lagi tujuan hidupnya (masa
depannya), mencoret tujuan yang sulit (tidak mungkin)
dicapai.
10) Terapis meminta klien membaca ulang tujuan hidup (masa
depan) yang benar-benar realistis ( seperti langkah d).
a. Terapis memberikan pujian kepada klien setiap selesai membacakan tujuan
hidupnya.
d. Tahap terminasi.
1) Evaluasi
a. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK.
b. Terapis memberikan pujian kepada kelompok.
2) Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk menyimpan kertas tersebut dan
menuliskan lagi tujuan hidup yang mungkin masih ada dan
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama orang
yang dicintai dan membacanya kembali agar bisa
menggunakan mekanisme koping yang adaptif
3) Kontrak yang akan dating
a. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang,
b. Menyepakati waktu dan tempat untuk TAK
4) Evaluasi dan dokumentasi
a) Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah
kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
stimulasi persepsi : Menggunakan mekanisme koping
yang adaptif pada sesi III, kemampuan klien yang
diharapkan adalah mampu menggunakan mekanisme
koping yang adaptif dan mampu menentukan masa depan
yang realistis. Formulir evaluasi sebagai berikut :

Nama Peserta TAK


No Aspek yang Dinilai

1 Menyebutkan orang yang


paling dicintai dan disayangi

2 Memilih orang yang paling


dekat dan dipercaya

3 Menyebutkan cara
menggunakan koping yang
adaptif

4 Menuliskan tujuan hidup


(masa depan)

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama.
2. Beri tanda (√) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

b) Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK
pada catatan proses keperawatan tiap klien.Contoh : klien
mengikuti sesi 4, TAK stimulasi persepsi : Menggunakan
Mekanisme Koping yang Adaptif. Misalnya : Klien mampu
berbagi masalah dengan keluarga. Anjurkan dan jadwalkan
agar klien melakukannya serta berikan pujian
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson (1999).Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth


Edition.Washington, DC, Amerika Psychiatric Association, 1994.

Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak. Alih bahasa oleh Soedjarmo

& Istiwidayanti.Jakarta: Erlangga.

Kartono, K. (1981). Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.

Mappiare, A. (1992). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Repository.umy.ac.id. BAB I Latar Belakang. Yogyakarta

Repository.umy.ac.id. BAB II Latar Belakang. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai