BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara berkembang yang memiliki banyak
masalah dalam berbagai sector perkembangan, seperti ekonomi, social,
pendidikan, politik, budaya, dan sebagainya. Dari berbagai macam masalah di
Negara ini menyebabkan penduduk Indonesia mengalami berbagai kesulitan
dalam hidup, seperti (kemiskinan, pengangguran, mahalnya biaya hidup,
penggusuran rumah, banyaknya pekerja imigran, kesenjangan yang begitu
besar antara berbagai kalangan, lingkungan psikososial yang buruk, kesulitan
untuk sekolah, sekolah yang tidak layak, dan mahalnya biaya pendidikan
(Pardede, 2017 dalam Maulana, 2021).
Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa didefinisikan sebagai kondisi dimana
seseorang individu dapat dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan
social sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya (Pramono, 2021).
Derajat kesehatan jiwa masyarakat dapat dilihat dari angka kejadian
gangguan jiwa. Menurut data WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia,
serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia,dengan berbagai factor biologis,
psikologis dan social dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban
negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data
Riskesdas pada tahun 2018 menunjukan prevalensi gangguan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai 9,8% dari jumlah penduduk Indonesia,
meningkat dari tahun 2013 yang hanya sebesar 6%. Sedangkan prevalensi
1
2
gangguan jiwa berat pada tahun 2018, seperti skizofrenia mencapai 7,0 per
1.000 penduduk, angka ini meningkat dari tahun 2013 yang hanya 1,7 per
1.000 penduuduk. Angka kejadian pada pria 1,4% lebih besar dibandingkan
wanita. Tren peningkatan prevalensi gangguan jiwat berat juga terjadi di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2018 mencapai 10,4 per
1.000 penduduk angka ini meningkat dari tahun 2013 yang hanya 2,7 per
1.000 penduduk. Dengan angka angka tersebut Provinsi DIY menempati
peringkat kedua setelah Bali sebagai Provinsi dengan prevalensi gangguan
jiwa berat secara nasional (Pramono, 2021).
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki angka
prevalensi kejadian bunuh diri yang tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
mengungkapkan pada tahun 2017 di Asia Tenggara khususnya di Indonesia
angka bunuh diri mencapai 7.355 atau 0,44 persen dari total kematian yang
ada. Tiga dari seratus ribu kematian dikatakan akibat dari kejadian bunuh diri
dan membuat Indonesia berada di peringkat 172 di dunia (Harian Nasional,
2018).
Bunuh diri adalah upaya yang dilakukan seseorang yang lebih memilih
kematian dari pada kehidupan, dengan cara membunuh diri sendiri secara
sengaja (Mulyani, 2019). Bunuh diri merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius dan saat ini menjadi perhatian global. Jumlah
kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati 800.000 kematian per tahun
atau 1 kematian setiap 40 detik. Ketika ada satu orang meninggal karena
bunuh diri diperkirakan terdapat 20 kasus percobaan bunuh diri. Bunuh diri
merupakan penyebab kematian kedua pada kelompok umur 15-29 tahun dan
79% terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah. Setiap kasus
bunuh diri merupakan tragedi yang mempengaruhi keluarga, teman, dan
masyarakat serta berakibat jangka panjang bagi orang-orang yang
ditinggalkan. Setiap tanggal 10 September diperingati sebagai Hari
Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Tema yang diusung pada peringatan Hari
Pencegahan Bunuh Diri Sedunia Tahun 2019 adalah “ Bekerja Bersama untuk
3
B. TUJUAN PENULISA
1. Tujuan Umum
Menganalisis terapi spiritual sebagai intervensi pada pasien dengan
masalah keperawatan resiko bunuh diri
2. Tujuan Khusus
bunuh diri.
c. Mampu menganalisis rencana keperawatan pada klien dengan resiko
bunuh diri.
d. Mampu menganalisis implementasi keperawatan lebih fokus ke
spiritual pada klien dengan resiko bunuh diri.
e. Mampu menganalisis evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan
resiko bunuh diri.
C. Manfaat penulisan
1. Bagi Panti Hafara Bantul Yogyakarta
Dapat memberikan informasi tambahan dan masukan-masukan hal baru
dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien, dengan
masalah bunuh diri di Panti Hafara Bantul Yogyakarta.
2. Bagi STIKes Surya Global Yogyakarta
Laporan Karya Tulis Akhir ini diharapkan menjadi referensi tambahan
yang bermanfaat khususnya bagi semua instansi baik mahasiswa, dosen,
dan petugas yang lain di lingkungan kampus Stikes Surya Global
Yogyakarta terkai masalah resiko bunuh diri.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Menambah keluasan ilmu terapan bidang keperawatan dalam melakukan
asuhan keperawatan dengan pasien yang mengalami resiko bunuh diri
4. Bagi Penulis
a. Penulis dapat memahami, memperluas ilmu pengetahuan, dan
menambah wawasan tentang bunuh diri.
b. Penulis dapat mengaplikasikan kemampuan tindakan kepada pasien
dengan masalah bunuh diri berdasarkan asuhan keperawatan jiwa.
D. Keaslian Penelitian
1. Hidayati (2021) penelitian ini berjudul “Aspek Spiritual Terhadap Resiko
Bunuh Diri Narapidana”. Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
8
9
b. Endokrin.
Skizofrenia disebabkan oleh gangguan endokrin. Teori ini
dikemukakan karena penyakit skizofrenia sering timbul pada waktu
pubertas, waktu kehamilan dan waktu klimakterium. Gangguan
endokrin ini tidak dapat dibuktikan (Maramis, 2015).
c. Genetik.
Faktor genetik yang dapat menentukan timbulnya skizofrenia. Faktor
genetik telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga yang
menderita skizofrenia dan terutama anak kembar satu telur.
Skizofrenia dipengaruhi oleh gen resesif, potensi ini diperkirakan
sangat kuat, tetapi dapat juga berpotensi lemah, selanjutnya tergantung
pada lingkungan individual (Maramis, 2015).
d. Hipotesis perkembangan syaraf.
Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas
struktur dan morfologi otak pada penderita skizofrenia antara lain
berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil 6% daripada otak normal
dan ukuran anteriorposterior yang 4% lebih pendek, pembesaran
ventrikel otak yang non spesifik, gangguan metabolisme didaerah
frontal dan temporal, dan kelainan susunan seluler pada struktur syaraf
dibeberapa daerah korteks dan subkorteks tanpa adanya glikolisis yang
menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan
(Maramis, 2015).
e. Neurokimia.
Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
overaktivitas pada dopamin mesolimbik, hal ini didukung dengan
temuan bahwa, amfetamin bekerja meningkatkan pelepasan dopamin
dapat menginduksi psikosis yang mirip dengan skizofrenia (Maramis
2011).
10
f. Psikososial.
Kerusakan yang menentukan penyakit mental adalah gangguan dalam
organisasi “ego” yang kemudian mempengaruhi cara interpretasi
terhadap realitas juga kemampuan pengendalian dorongan seks.
Gangguan ini terjadi sebagai akibat distorsi dalam hubungan timbal
balik antar bayi dan ibunya. Penderita skizofrenia tidak pernah dapat
mencapai hubungan yang erat dengan ibunya. Penderita skizofrenia
pada masa bayi, gangguan pada fungsi ego seseorang dapat
menyebabkan perasaan bermusuhan. Distorsi hubungan ibu dan bayi
ini kemudian mengakibatkan terbentuknya suatu kepribadian yang
peka terhadap stress (Maramis 2011).
3. Patofisiologi
Perjalanan klinis gangguan skizofrenia berlangsung secara
perlahanlahan meliputi beberapa fase, dimulai dengan keadaan prodromal
(awal sakit), fase aktif, dan keadaan residual (sisa).
a. Fase prodromal
Fase prodromal adalah tanda dan gejala awal suatu penyakit.
Pemahaman pada fase prodromal menjadi sangat penting untuk deteksi
dini, karena dapat memberi kesempatan atau peluang yang lebih besar
untuk mencegah berlarutnya gangguan, disabilitas dan memberi
kemungkinan kesembuhan yang lebih besar jika diberi terapi yang
tepat. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia berupa cemas, depresi,
keluhan somatik, perubahan perilaku dan timbulnya minat baru yang
tidak lazim. Gejala prodromal tersebut dapat berlangsung beberapa
bulan atau beberapa tahun sebelum diagnosis pasti skizofrenia
ditegakkan. Keluhan kecemasan dapat berupa perasaan khawatir,
waswas, tidak berani sendiri, takut keluar rumah, dan merasa diteror.
Keluhan somatik dapat berupa nyeri kepala, nyeri punggung,
kelemahan dan gangguan pencernaan. Perubahan minat, kebiasaan dan
11
serangan baik secara verbal maupun fisik kepada orang lain, tidak
merawat diri sendiri, dan gangguan tidur maupun nafsu makan. Setelah
terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia
mempunyai gejala sisa (cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian
berkurang, tidak mampu memutuskan sesuatu, menarik diri dari hubungan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, sulit untuk belajar dari
pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri (Elin et al. 2016).
5. Penatalaksanaan Medis
Penanganan skizofrenia meliputi 3 pendekatan penting (Sadock dan
Sadock, 2010) meliputi:
a. Menentukan pendekatan penanganan yang didasarkan atas faktor
bagaimana klien dipengaruhi gangguan tersebut dan bagaimana klien
akan terbantu dengan penanganannya.
b. Menggunakan strategi pendekatan farmakologis untuk mengatasi
dugaan ketidakseimbangan kimiawi dan strategi pendekatan non
farmakologis untuk mengatasi masalah non biologis. Adapun jenis
farmakoterapi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Antipsikotik
2) Obat antipsikotik efektif mencegah penyebaran keadaan akut dan
kejadian relaps. Terdapat dua macam obat antipsikotik, yaitu
antipsikotik tipikal (sederhana) dan antipsikotik atipikal (generasi
baru) (Sadock dan Sadock, 2010). Antipsikotik tipikal
memblokade reseptor dopamin dalam sistem saraf pusat, sehingga
dapat mengurangi gejala psikotik penderita skizofrenia. Obat
golongan ini mempunyai efek sindrom ekstrapiramidal yang lebih
besar daripada golongan antipsikotik atipikal (Varcarolis, 2006).
Gejala ekstrapiramidal yang dimaksud adalah akathisia, distonia,
parkinson, dan tardive dyskinesia (Stuart, 2013). Termasuk dalam
golongan antipsikotik tipikal, yaitu haloperidol, trifluoperazine,
chlorpromazine, dan loxapine. Golongan antipsikotik atipikal
13
2. Penyebab
Menurut Durkheim dalam bukunya, terdapat empat penyebab tipe
bunuh diri yang terjadi dalam masyarakat.
a. Egoistic suicide
b. Altruistic suicide
c. Anomic suicide
d. Fatalistic suicide
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung atau faktor yang
menunjang terjadinya gangguan jiwa pada klien, antara lain : Trauma
interpersonal, Trauma masa kecil, Riwayat korban kekerasan,
Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, Depresi,
Depersonalisasi, Emosi yang fluktuatif dan Skizofrenia.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus seseorang melakukan
percobaan bunuh diri (Dewi, 2020).
d. Perfectionism
Perfeksionisme, yaitu penentuan harapan yang tinggi, telah dikenal
sebagai faktor resiko melakukan bunuh diri. Penentuan harapan yang
tidak realistis ini mengakibatkan self-criticism. Perfeksionisme dapat
dibagi menjadi tiga jenis, diantaranya self- oriented (menetapkan
standar yang tidak realistis untuk diri sendiri), other-oriented
(menuntut kesempurnaan dari orang lain), dan socially prescribed
(mempercayai bahwa orang lain mengharapkan dirinya sempurna).
Dari ketiga jenis perfeksionisme ini, jenis socially prescribed dan self-
oriented berkaitan erat dengan kecenderungan bunuh diri.
e. Konsep diri
Konsep diri adalah kumpulan kepercayaan seseorang mengenai
dirinya. Konsep diri ini terbentuk dari pengalaman masa lalu dan
berhubungan dengan trait kepribadian, kemampuan, karakteristik fisik,
nilai, tujuan, dan peran sosial. Disamping itu, orang yang mempunyai
skema diri yang negatif selalu mencari informasi yang
mengkonfirmasi skema negatif tersebut (self-verification). Salah satu
fungsi konsep diri yaitu untuk menilai diri sendiri, atau yang lebih
sering disebut dengan harga diri (self-esteem). Harga diri merupakan
penilaian keseluruhan seseorang terhadap keberhargaan dirinya
sebagai seorang manusia. Jika seseorang memandang dirinya secara
positif (konsep diri positif), maka dia akan memiliki harga diri yang
tinggi, begitu juga sebaliknya. Di samping itu, pola asuh orang tua
berperan dalam pembentukan harga diri, dimana pola asuh
authoritative diasosiasikan dengan harga diri yang tinggi, dan pola
asuh neglected diasosiasikan dengan harga diri yang rendah. Konsep
diri yang negatif telah dibuktikan merupakan faktor resiko
kecenderungan bunuh diri tanpa variabel karakteristik kognitif lainnya.
19
5. PENATALAKSANAAN
a. Pengertian Terapi Spiritual
Spiritual berasal dari kata spirit yang berarti “semangat, jiwa, roh,
sukma, mental, batin, rohani dan keagamaan (Tim Penyusun Kamus
Pusat). Sedangkan (Anshori,1995) dalam kamus psikologi mengatakan
bahwa spiritual adalah asumsi mengenai nilai-nilai transcendental.
Spiritual merupakan aspek penting pada kehidupan manusia,
dimana keyakinan spiritual membantu banyakpasien dalam melakukan
koping terhadap stres dan penyakit yang dialami (Triyani,2019).
Di sinilah muncul salah satu alasan bahwa pengalaman spiritualitas
sangat didambakan oleh manusia dengan berbagai macam dan
bentuknya. Dan untuk menggapai pengalaman-pengalaman spiritualits
itu, maka diperlukan upacaraupacara khusus guna mencapainya. Sebab
dari pengalaman keagamaan itu, umumnya muncul hati yang
mencintai yang ditandai dengan kelembutan dan kepekaan. Sehingga
sifat cinta itu akan melahirkan “kasih” kepada sesama makhluk tanpa
membedakan ras serta keberagamaan yang berbeda. Secara substansi
(esoterisme) agama-agama pada hakekatnya sama dan satu.
Perbendaannya terletak pada aplikasi dari esoterisme yang kemudian
memunculkan “eksoterisme” agama. Pada aspek eksoterik inilah
muncul pluralitas agama. Di mana setiap agama memiliki tujuan yang
sama dan objektif yaitu untuk mencapai kepada Tuhan Yang Maha
21
hati. Oleh sebab itu, kita dianjurkan untuk menjaga hubungan yang
baik dengan orang lain agar terjalin ketentraman dalam
hidup. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya;
“Barangsiapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin
untuknya empat perkara. Hendaklah dia bersilaturahim
(menjalinkan hubungan baik) nescaya keluarganya akan
mencintainya, diperluas baginya rezeki, ditambah umurnya dan
Allah SWT memasukkan ke dalam surga.”(H. R. Ar-Rabii).
8) Yakin terhadapa pertolongan Allah
Sesulit apapun hidup, seberat apapun masalah yang kita
hadapi, kita yakin bahwa Allah tidak akan memberi cobaan yang
hamba-Nya tidak mampu untuk menghadapinya. Kita yakin bahwa
Allah SWT pasti akan membantu kita melewati semua rintangan
itu asal kita menjalaninya dengan ikhlas dan sabar serta selalu
bertawaqqal kepada-Nya. Sebab, ketidaktenangan terjadi ketika
seseorang selalu memikirkan tentang beratnya hidup, tetapi ia lupa
bahwa ada Allah yang selalu bersamanya. Mintalah pertolongan
kepada Allah, niscaya Dia akan memberi pertolongan. Allah SWT
berfirman yang artinya:
“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu
melainkan sebagai kabar gembira bagimu dan agar tentram
hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (DalamIslam,2021).
27
3. Rencana Keperawatan
Class: Class:
bunuh
Psychological Crisis management
diri
Suicide prevention
(00150)
well- being (6340)
Restraint (1408) Tentukan
Indikator: adanya resiko bunuh
diri dan derajatnya
140801
ungkapan Kontrak (lisan atau
dukungan untuk
kelompok menyampaik
140822 rencana an perasaan
masa depan Lakukan
pendekatan langsung
dan tidak menunda
saat diskusi tentang
bunuh diri
Hindari membahas
riwayat bunuh diri,
diskusi hal-hal saat ini
dan masa depan
Diskusikan rencana
yang berhubungan
dengan ide bunuh diri
di masa akan datang
(e.g. faktor pencetus,
siapa yang akan
dihubungi, kemana
meminta bantuan)
Dampingi klien untuk
mengidentifikasi orang
atau sumber
pendukung (e.g.
keluarga, perawat)
Mulai pencegahan
bunuh diri (e.g.
observasi dan monitor
klien, sediakan
31
lingkungan protektif)
Lakukan penilaian
rutin resiko bunuh diri
(setidaknya setiap hari)
untuk menyesuaikan
tindakan pencegahan
bunuh diri yang tepat
Konsultasi dengan tim
perawat sebelum
modifikasi pencegahan
bunuh diri
Batasi klien
menggunakan alat
potensial (e.g. benda
tajam, objek serupa
tali)
Monitor klien selama
menggunakan alat
potensial (e.g. pisau
cukur)
Tingkatkan
pengawasan klien
disaat petugas sedang
sedikit (e.g. rapat staf,
pergantian shift, waktu
istirahat perawat,
malam hari, hari libur)
Observasi catat, dan
laporkan adanya
perubahan emosi atau
32
pasien
cedera serius
Tunjukan empati
Menahan diri dari
terhadap ekspresi
menggunakan zat
klien
tanpa resep yang
Fasilitasi individu
mengganggu alam
terkait dengan ibadah
perasaan
Pastikan pada
Menahan diri dari individu bahwa
bunuh diri perawat selalu ada
untuk mendukung
Merencanakan
individu melewati
masa depan
masa yang
Menggunakan
menykitkan
kelompok social
Bantu individu untuk
Mendapatkan mengekspresikan dan
pengobatan untuk penyaluran perasaan
depresi marah dengan cara
yang baik dan pantas
4. Pelaksanaan Keperawatan
34
SP 2 Pasien
a. Mengidentifikasi aspek positif pasien.
b. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri.
c. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu
yang berharga.
SP 3 Pasien
a. Mengidentifikasi pola koping yang bisa diterapkan pasien.
b. Menilai pola kopinh yang biasa dilakukan.
c. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif.
d. Mendorong pasien memilih pola koping yang kostruktif.
e. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping yang
konstruktif dalam kegiatan harian.
SP 4 Pasien
a. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien.
b. Mengidentifikasi cara mencapa rencana masa depan yang realistis.
c. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis.
SP 1 Keluarga
35
5. Evaluasi Keperawatan
BAB III
37
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan
studi kasus. Menurut (Notoatmodjo, 2018) metode penelitian deskriptif yaitu
suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan 1 reponden sebagai subjek penelitian, yakni
pasien yang memiliki masalah resiko bunuh diri.
E. Batasan Istilah
1. Resiko bunuh diri adalah upaya yang dilakukan seseorang yang lebih
memilih kematian dari pada kehidupan, dengan cara membunuh diri
sendiri secara sengaja.
2. Terapi spiritual merupakan aspek penting pada kehidupan manusia,
dimana keyakinan spiritual membantu banyak pasien dalam melakukan
koping terhadap stres dan penyakit yang dialami
F. Instrumen Penelitian
37
38
G. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dimulai dengan melakukan proses pengajuan judul ke tim
bagian KTA, setelah judul diterima kemudian judul dikonsultasikan
kembali dengan dosen pembimbing, kemudian dosen pembimbing
menyarankan mencari masalah terlebih dahulu kemudian masalah tersebut
dijadikan judul penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan pada penelitian ini terdiri dari :
I. Etika Penelitian
Uji etik pada penelitian ini akan dilaksanakan di STIKes Surya Global
Yogyakarta pada bulan November. Menurut (Notoatmodjo, 2018) Kode etik
penelitian adalah suatu pedoman etik yang berlaku untuk setiap kegiatan
penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek
penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil penelitian
tersebut. Adapun status hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam
konteks ini adalah masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
Sebagai perwujudan hak-hak responden harus harus didahulukan ini, maka
sebelum dilakukan pengambilan data atau wawancara kepada responden
terlebih dahulu dimintakan persetujuannya (informe consent). Adapun hak
responden dan kewajiban peneliti diantaranya:
40
1. Hak Responden:
a. Hak untuk dihargai privacy-nya
b. Hak untuk merahasiakan informasi yang diberikan
c. Hak memperoleh jaminan keamanan atau keselamatan akibat dari
informasi yang diberikan
d. Hak memperoleh imbalan atau kompensasi
2. Kewajiban peneliti
a. Menjaga privacy responden
b. Menjaga kerahasiaan responden
Memberikan kompensasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
41
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penulis melakukan pengkajian menggunakan teknik pengumpulan data
melalui studi kepustakaan dan studi kasus menggunakan proses keperawatan
dengan pendekatan observasi dan wawancara. Dari hasil pengkajian penulis dapat
disajikan sebagai berikut :
Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan. Definisi
wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai
langsung responden yang diteliti. metode ini memberikan hasil secara langsung
dari kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk memperoleh informasi. Bentuk
informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, pada studi kasus ini sumber
data diperoleh dari hasil wawancara terhadap klien dan keluarga klien. Observasi
merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan cara mengamati atau
meninjau secara cermat dan langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui
kondisi yang terjadi atau membuktikan kebenaran dari sebuah desain penelitian
yang sedang dilakukan (Syafinidawaty, 2020).
Hasil pengkajian penulis sajikan sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Penulis melakukan pengkajian asuhan keperawatan jiwa pada pasien resiko
bunuh diri di Panti Hafara yaitu pada tanggal 18 Desember 2021 pukul 16.00
WIB dan didapatkan hasil bahwa pasien masuk Panti Hafara pada tanggal 23
November 2018 pada pukul 13.00 WIB.
41
42
Tabel 4.1
b. Analisa Data
Analisis data dalam penelitian merupakan proses penelitian yang
sangat penting karena dengan analisis inilah data yang ada akan tampak
manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan
mencapai tujuan akhir penelitian. (Fazzal, 2015).
Tabel 4.2
Analisa Data
No Tgl/Jam Data (Subjektif & Etiologi Problem
objektif)
1 18/12/21 DS: Putus Asa Risiko
48
17.00 Bunuh
Pasien mengatakan Diri
ingin bunuh diri
beberapa kali percobaan
dengan cara mencoba
menelan biji salak
karena kangen dengan
ibunya. Pasien
mengatakan tidak ada
harapan terhadap
dirinya di masa depan
DO:
Pasien tampak sangat
gelisah, pasien takut
ketika menceritakan
masalah, ketika
wawancara cenderung
cemas dan takut
2 18/12/21 DS : Merasa Distres
17.00 Pasien mengatakan Hidup Spiritual
memiliki keyakinan Kurang
agama Islam, namun Bermakn
Cuma sekedar a
melakukan sholat
yang dijadwalkan oleh
yayasan hafara. Tidak
pernah melakukan
zikir. Pasien beralasan
hidupnya tidak ada
arti lagi. Jika ada
49
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada Ny. D meliputi :
a. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan Putus Asa ditandai dengan DS:
pasien mengatakan ingin bunuh diri beberapa kali percobaan dengan cara
mencoba menelan biji salak karena kangen dengan ibunya. Pasien
mengatakan tidak ada harapan terhadap dirinya di masa depan DO: pasien
tampak sangat gelisah, pasien takut ketika menceritakan masalah, ketika
wawancara cenderung cemas dan takut
tidak ada arti lagi. Jika ada masalah pasien lebih suka memendam
perasaan dan jarang berserah kepada Allah SWT untuk meminta petunjuk
kepada Nya. DO: Pasien lebih banyak berdiam diri setiap kegiatan,
menghindar dari orang lain, ketika diajak bicara, diam, kurangnya kontak
mata dengan lawan bicara.
3. Diagnosa Keperawatan Prioritas
Diagnosa keperawatan priorotas sebagai berikut :
a. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan Putus Asa
b. Distres Spiritual berhubungan dengan Merasa Hidup Kurang Bermakna
4. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang di berikan kepada Ny.D sesuai dengan buku
panduan buku Nursing Intervension Clasification atau NIC (Gloria dan
Howard. 2015), disusun pada hari sabtu tanggal 18 Desember 2021 dengan
meliputi:
a. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan Putus Asa, dengan NOC setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapakan pasien
dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan kriteria hasil: (Harapan,
(1201) halaman 100), mengungkapkan harapan masa depan yang positif,
mengugkapkan keyakinan, mengungkapkan keinginan untuk hidup,
mengungkapkan kepercayaan pada diri sendiri, menunjukan semangat
hidup. Untuk NIC yaitu (Menejemen Alam Perasaan (5330) halaman
143), monitor status fisik pasien, monitor fungsi kognitif, monitor
kemampuan perawatan diri, dukung pasien dimana dia dapat menoleransi,
untuk terlibat dalam interaksi sosial dan aktivitas dengan orang lain,
interaksi dengan pasien menggunakan interval (waktu) yang teratur dalam
rangka menunjukkan perhatian dan menyediakan kesempatan bagi pasien
untuk membicarakan mengenai perasaannya. Berikan ketrampilan sosial
atau latihan asertif untuk membuat keputusan, sesuai kebutuhan, evaluasi
alam perasaan.
b. Distres Spiritual berhubungan dengan Merasa Hidup Kurang Bermakna,
51
6. EVALUASI
Evaluasi keperawatan pada Ny.D pada tanggal 20 Desember 2021 hari
pertama, meliputi:
a. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan Putus Asa pada pukul 13.00 hasil
evaluasi didapatkan yaitu data subyektif : pasien mengatakan namanya
Desi, pasien mau untuk diajak berbincang-bincang mengenai masalah
yang dialami pasien. Pasien menyampaikan hal-hal yang tidak disukai
seperti diejek namun masih ada yang ditutupi atau di rahasiakan, pasien,
Pasien mengatakan kangen sekali dengan mamaknya, sangat pengen
dijenguk kesini. Data obyektif : pasien mampu menyebutkan nama, pasien
mulai menceritakan masalah-masalah yang pasien dialami, pada awalnya
pasien sangat sulit untuk membuka diri. Assement : masalah belum
teratasi. Planning : lanjutkan intervensi, mengajak pasien untuk aktif
dalam kegiatan-kegiatan di Panti Hafara Bantul Yogyakarta yang sudah
dijadwalkan agar rasa kangen dan gelisah berangsur-angsur menghilang,
memonitor respon emosi, fisik, sosial, dan terapi spiritual.
b. Distres spiritual berhubungan dengan Merasa Hidup Kurang Bermakna,
hasil evaluasi didapatkan yaitu data subyektif pasien mengatakan jarang
melakukan sholat 5 waktu, pasien selalu merindukan mamaknya, dan akan
melakukan dzikir setiap kangen dengan mamaknya. Data obyektif : pasien
54
tampak gelisah dan putus asa namun pasien tetap menutupi dengan
penampilan tenang, kondisi rawat diri pasien cukup. Assemen : masalah
belum teratasi. Planning : lanjutkan intervensi dengan mengobservasi
kegiatan beribadah pasien dan respon pasien, kolaborasi dengan
perawat/penjaga panti Hafara untuk memantau sholat dan dzikir pasien,
dorong pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan.
B. PEMBAHASAN
Penulis melakukan pembahasan pada bab ini tentang masalah-masalah yang
57
muncul pada kasus yang ditemukan selama pemberian asuhan keperawatan yang
dimulai pada tanggal 18-22 Desember 2021
Peneliti akan membahas tentang masalah-masalah yang muncul pada kasus
yang ditemukan selama observasi pemberian asuhan keperawatan pada Ny.D
dengan diagnosa medis Skizofrenia. Kesenjangan tersebut dilihat dengan
memperhatikan aspek-aspek pada tahap keperawatan dimulai dari tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, sampai evaluasi
sesuai dengan buku aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
(Nurafif dan Kusuma. 2015), dalam buku tersebut metodologi proses keperawatan
berdasarkan diagnosa medis untuk mempermudah menyelesaikan masalah
kesehatan pasien secara teori ilmiah dan asuhan keperawatan yang meliputi :
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, sampai evaluasi.
Kesenjangan tersebut di lihat dengan memperhatikan aspek-aspek tahapan
penyusunan asuhan keperawatan dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, sampai ke tahap evaluasi pada asuhan keperawatan Ny.D dengan
diagnosa medis skizofrenia di Panti Hafara Bantul Yogyakarta.
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Identitas pasien yaitu Ny. D, pasien berjenis kelamin perempuan, usia 42
tahun, pasien berasal dari Kebumen. Pasien beragama Islam, suku jawa,
pendidikan terakhir SD Kelas 5, Warga Negara Indonesia.
Identitas penanggung jawab yaitu orang tua atas nama Ny. M pekerjaan
sebagai Tukang jahit baju dan pendidikan terakhir tamat SD, alamat
Wonosobo.
Alasan masuk pasien mengatakan marah-marah terhadap orang yang dia
temui, pasien mengatakan tidur tidak nyenyak, sering mondar-mandir, 1 hari
sebelum masuk rumah sakit bicara pasien mulai tidak nyambung, perubahan
tingkah laku, pasien tidak mau makan, pasien merasakan mual, dan pusing,
dan pasien sering melihat sesuatu. Untuk saat ini masal diatasi sudah teratasi
kemudian muncul masalah baru, 2 hari sebelum pengkajian pasien
mengatakan ingin bunuh diri beberapa kali dengan cara mencoba menelan biji
58
salak.
Bunuh diri adalah prakarsa perbuatan yang mengarah pada kematian
pemrakarsa. Bunuh diri merupakan sebuah tindakan sadar dari seseorang
menggunakan kehendak bebasnya untuk mengakhiri (mematikan)
kehidupannya dari dunia ini (Nainggolan, 2021). Perilaku destruktif diri yaitu
setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian.
Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan tidak langsung.
Perilaku destruktif diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri.
Niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang
diinginkan dan rentang waktu perilaku berjangka pendek. Perilaku destruktif
diri tidak langsung meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik
individu dan dapat mengarah kepada kematian. Individu tidak menyadari
tentang potensial terjadi kematian akibat perilakunya dan biasanya lebih lama
dari pada perilaku bunuh diri (Stuart, 2006). Sebagai contoh pada hasil
kegiatan pasien menelan biji salah ingin bunuh diri karena terlalu kangen
dngan ibunya.
Berdasarkan hasil pengkajian penyebab munculnya rasa ingin bunuh diri
yaitu pasien sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa, dan dulu
pasien mengatakan sering diejek dan dibully oleh teman-temannya.
Faktor risiko bunuh diri pada pasien dipengaruhi oleh faktor psikologi
diantaranya adalah depresi, stres, kecemasan dan depresi (Hawari, 2013).
Sementara untuk faktor psikologis dimana orang yang merasa depresi,
kesedihan, dan putus asa memiliki kemungkinan lebih tinggi terhadap perilaku
bunuh diri. Selanjutnya depresi merupakan gangguan alam perasaan yang
ditandai dengan kemurungan dan kesedihan, kehilangan gairah hidup,
perasaan tidak berguna, putus asa serta dapat muncul pikiran-pikiran tentang
bunuh diri (Hawari, 2013). Dalam pembahasan tentang faktor keluarga
didapatkan bahwa pada perempuan terdapat hubungan yang positif pada
tingkat dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, orang lain dan teman-
teman. Pada laki-laki, tingkat keluarga dan orang lain terdapat hubungan yang
59
positif terkait satu sama lain, tapi tidak terkait dengan dukungan dari teman-
teman. Bertengkar dengan pasangan, bertengkar dengan anggota keluarga
yang lain, bertentangan dengan teman atau tetangga, kesulitan keuangan
keluarga, dan penyakit serius secara independen terkait dengan percobaan
bunuh diri (Zhang 2015).
Kebanyakan perilaku bunuh diri muncul karena keinginan untuk melarikan
diri dari perasaan yang tidak tertahankan, seperti dendam, isolasi sosial, atau
kebencian. Perasaan kehilangan memainkan peranan yang penting sebagai
faktor pencetus langsung bunuh diri pada remaja, baik kehilangan yang akut
ataupun kehilangan yang sudah terakumulasi. Istilah “kehilangan” disini
digunakan untuk menunjukkan kehilangan karena kematian atau perpisahan
yang permanen (misalnya, perceraian orang tua) yang mengakibatkan
kerenggangan atau hilangnya figur yang dicintai (Saputri, 2020).
Hasil dari pemeriksaan spiritual adalah pasien mengatakan meyakini
adanya Allah SWT, pasien mengatakan memiliki keyakinan agama Islam,
namun cuma sekedar melakukan sholat yang dijadwalkan oleh yayasan hafara.
karena di lingkungan keluarga pasien juga jarang beribadah dan tidak pernah
melakukan zikir. Pasien beralasan hidupnya tidak ada arti lagi.
Spiritual sholat dan dzikir merupakan bentuk pendekatan atau keyakinan
dengan Allah untuk melakukan suatu ibadah sebagai media berkomunikasi
dan menyadaro kebesaran dan keagungan Allah. Beberapa manfaat sholat dan
dzikir pada pasien skizofenia yaitu memberikan ketenangan, ketentraman
dan sebagai pemusatan perhatian bagi emosional pasien skizofrenia.
Penatalaksanaaan pada pasien skizofrenia menggunakan kegiatan spiritual
sholat dan dzikir dapat emningkatkan konsentrasi dan memberikan gejala
positif untuk mengurangi gejala negative. aktivitas spiritual sholat dan dzikir
ini dapat dijadikan sebagai terapi tambahan selain terapi farmakologi dan
non farmakologi sepertim TAK, terapi menggambar dan lain sebagainya
karena mulai tidak efektifnya terapi non farmakologitersebut sehingga pasien
resisten terhadap terapi yang dilakukan berulang-ulang. Sholat dan dzikir
60
akibat perilakunya dan biasanya lebih lama dari pada perilaku bunuh diri
(Stuart, 2006)
Masalah psikososial pasien mengatakan tidak pernah terlibat dalam kasus
di masyarakat seperti pencurian, selingkuh dengan suami/pacar orang, tetapi
dia dikucilkan dan selalu dibuli oleh teman-temannya, sehingga pasien
mengalami depresi dan sedikit tidak percaya dengan orang lain. Seperti
penelitian (Kartika, 2020) mengatakan masalah psikososial seperti depresi,
ansietas/cemas dan stres sering dialami oleh seseorang di usia sekolah/remaja.
Masalah tersebut bersumber dari individu, komunitas/teman sebayanya,
keluarga, penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja, masalah psikososial
tersebut dapat berdampak masalah risiko bunuh diri. Risiko bunuh diri
diakibatkan oleh stressor kehidupan, lingkungan dan psikologis, hal tersebut
menyebabkan seseorang dengan adanya stressor dapat berkeinginan bunuh
diri (Nock et al., 2013). Sejalan dengan penelitian (Kusumayanti, 2020)
bahwa factor psikologis mempengaruhi resiko bunuh diri pada pasien,
semakin meningkatnya faktor psikologis maka risiko bunuh diri meningkat
atau semakin menurun faktor psikologis maka risiko bunuh diir menurun.
Selain itu factor ligkungan sosial juga mempengaruhi resiko bunuh diri,
dengan faktor lingkungan sosial keluarga tinggi memiliki ide bunuh diri
rendah dan sebagian responden yang memiliki ide bunuh diri tinggi memiliki
faktor lingkungan sosial keluarga yang rendah (Rantung, 2021).
Maka berdasarkan data diatas, penulis mengambil kesimpulan antara teori
dan kasus nyata, tidak ada kesenjangan, karena data dari kasus nyata sama
dengan teori baik penyebab,tanda dan gejala.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan teori, setelah data terkumpul dan didokumentasikan, dalam
format pengkajian kesehatan jiwa maka seseorang perawat harus mampu
melakukan analisis data dan menetapkan suatu kesimpulan terhadap masalah
62
meminta petunjuk kepada Nya. DO: Pasien lebih banyak berdiam diri
setiap kegiatan, menghindar dari orang lain, ketika diajak bicara, diam,
kurangnya kontak mata dengan lawan bicara.
Makna hidup sebagai kesadaran akan adanya satu kesempatan atau
kemungkinan yang dilator belakangi oleh realitas atau menyadari apa yang
bisa dilakukan pada situasi tertentu. Makna hadir dan penting bagi
kehidupan manusia, dan itu merupakan tanggung jawab bagi setiap
manusia untuk menemukan makna dalam kehidupan mereka, lebih
daripada menginvestasikan atau menciptakan makna hidup. Makna hidup
ditemukan di setiap detik kehidupan manusia, hidup tidak pernah berhenti
memiliki makna, meskipun dalam keadaan kritis dan bahkan kematian.
Dalam kondisi dan situasi tidak memiliki pilihan, manusia masih memiliki
kebebasan untuk memandang diri mereka sendiri dan memilih sikap
terhadap diri mereka sendiri dan situasi apapun yang terjadi pada mereka
(Putri, 2012).
Rendahnya harapan dan alasan hidup seseorang akan memungkinkan
individu tersebut mengalami depresi dan melakukan tindakan bunuh diri
(Luo et al., 2016).
3. INTERVENSI
Berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan saat melakukan
pengkajian penulis menyusun intervensi sesuai dengan teori pada NOC dan
NIC (2018).
a. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan Putus Asa, dengan NOC setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan diharapakan pasien
dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan kriteria hasil: (Harapan,
(1201) halaman 100), mengungkapkan harapan masa depan yang positif,
mengugkapkan keyakinan, mengungkapkan keinginan untuk hidup,
mengungkapkan kepercayaan pada diri sendiri, menunjukan semangat
hidup. (Menejemen Alam Perasaan (5330) halaman 143), monitor status
64
4. IMPLEMENTASI
Setelah dilakukan penyusunan intervensi keperawatan pada Ny.D penulis
melakukan penyusunan implementasi keperawatan berdasarkan diagnosis dan
intervensi yang tersusun.
65
percaya atau BHSP perawat dengan pasien gangguan jiwa, maka untuk
menerapkan komunikasi terapeutik sangat mudah dan efektif dengan begitu
maka terciptanya rasa kepercayaan pasien terhadap perawat. Salah satu solusi
peredaman bunuh diri adalah dengan menggunakan terapi pendampingan
psikososial atau terapi pendampingan berbasis keluarga. Penurunan risiko
bunuh diri dalam penelitian ini adalah ketika pada episode depresi subjek
tidak berpikir untuk melakukan upaya bunuh diri namun langsung mencari
bantuan dan pada saat episode mania ia tidak melakukan hal- hal ekstrim yang
mengancam jiwa.
Memberikan saran dan wawasan lain-lainnya melalui komunikasi
teraupetik tentang pentingnya dia konsep sabar, tawakal, ikhtiar dll.nasehat,
tausyiah, sugesti, dzikir.
Ketenangan dan ketentraman dapat diperoleh dengan perjalanan rohani,
yang melalui tahap: (1) upaya mengalihakan hati yang sakit menjadi hati yang
sehat.(2) memberikan bekal harian yang lazim disertai dengan santapan yang
dibutuhkan setiap saat,sehingga hati mampu memelihara dan mempertahankan
kondisi keimanan yang tinggi. Dengan kata lain setiap orang harus melakukan
dan mempertahankan proses atau kondisi rohaniah yang sedemikian lamanya,
hingga akhirnya menjumpai Allah. ‘’Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
Tuhanmu yang diyakini ( QS Al Hijr 99), yaitu maut dan ajal. Dan jalan
menuju perbaikan hati adalah ilmu dan amal. Dzikir menduduki peringkat
pertama dalam amal tersebut. Itulah tiga perkara penting: ilmu, amal, dzikir
(Muhajir, 2016).
Spiritualitas merupakan bentuk keyakinandalam hubungan dengan Yang
Maha Kuasa, keyakinan spiritual akan menjadikan seseorang memper
tahankan keharmonisan, keselarasan dengan dunia luar. Keyakinan spiritual
dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan prilaku dalam perawatan pasien.
Terpenuhinya kebutuhan spiritual apabila seseorang tersebut mampu
mengembangkan rasa syukur, sabar sertaikhlas (Triyani, 2019).
Model-model terapi yang dinilai efektif dalam meningkatkan
67
5. EVALUASI
Evaluasi yang sesuai dengan landasan teori adalah melakukan identifikasi
sejauh mana dari rencana keperawatan tercapai atau tidak, dimana evaluasi ini
menggunakan format SOAP (subjektif, objektif, assesmen, plaining) Dinarti,
(2013), hasil evaluasi yang didapatakan pada kedua diagnosa antara lain:
a. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan Putus Asa hasil evaluasi antara
lain data subyektif : pasien mengatakan apakah bisa bertemu dengan
mamaknya nanti? Dari kemaren sudah tidak kangen lagi dengan
mamaknya seperti kemaren-kemaren. obyektif : pasien kooperatif dari hari
sebelumnya, pasien tampak ceria, pasien banyak memberikan respon, aktif
berinteraksi dengan pasien lain, pasien mengikuti rehabilitasi dan senam
pagi hari ini dan terapi bernyanyi. Assesment : masalah teratasi sebagian.
Planning: lanjutkan intervensi, mengajak pasien untuk selalu bersemangat
menjalani aktivitas sehari-hari karea sumber kebahagiaan ada di dalam diri
sendiri dan yang menciptakan diri sendiri, memberikan terapi aktivitas
rekreasi dan diversional (misalnya, bernyanyi kelompok, menggambar,
bermain bola kertas, menonton), memonitor respon emosi, fisik, dan
sosial.
69
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
73
ganggguan jiwa.
1. Bagi Panti Hafara Bantul Yogyakarta
Dengan adanya mahasiswa penelitian ini, diharapkan tersedianya buku
rekam medis setiap satu pasien, tidak hanya catatan perawat saja untuk
memudahkan melihat perkembangan dan mengakses data pasien.
Kemudian terapi spiritual dapat ditingkatkan lagi untuk kegiatan pasien
yang ada di panti hafara.
2. Bagi STIKes Surya Global Yogyakarta
Laporan Karya Tulis Akhir ini diharapkan menjadi referensi tambahan
yang bermanfaat khususnya bagi mahasiswa keperawatan serta dapat
dijadikan sumber rujukan bagi penulis yang akan datang tentang asuhan
keperawatan terhadap pasien dengan gangguuan jiwa khususnya untuk
masalah bunuh diri.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam proses belajar mengajar dan menjadi
referensi tambahan sehingga dapat menerapkan tindakan terapi Spiritual
(membaca alquran) dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan pada
klien risiko bunuh diri.
4. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat memberikan intervensi inovasi lainnya dalam
penurunan resiko bunuh diri.
DAPTAR PUSTAKA
Aini, K. Mariyati. 2020. Pengalaman Perawat Unit Perawat Intensif Psikiatri Dalam
Merawat Klien dengan Resiko Bunuh Diri. Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8
75
Allender, J.A, Rector, C, & Warner, A.D. 2014. Community and public health
nursing: promoting the public’s health. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins.
Dewi, I.W.P. Erawati, E. 2020. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Skizofrenia
dengan Resiko Bunuh Diri. Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 8 No 2 Hal 211 -
216, Mei 2020. https://core.ac.uk/download/pdf/327119171.pdf. Diakses pada
10 Oktober 2021.
Ellis, T.E. & Rutherford. 2008. Cognitive and Suicede. Teori Ekologi.
Hudak & Gallo, 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic Vol 1.
Jakarta: EGC.
Isaac. 2015. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik. Edisi 3.
EGC: Jakarta.
Kozier,B., Glenora E., & Audrey, B. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
( Alih bahasa : Esty Wahyu ningsih, Devi yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana
lusyana ). Jakarta: EGC.
Kushariyadi. 2011. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta: Salemba
Medika
Kusumayanti, N.K.D.W. & Swedarma, K.E. & Nurhesti, P.O.Y. Hubungan Faktor
Psikologis Dengan Risiko Bunuh Diri Pada Remaja Sma Dan Smk Di Bangli
Dan Klungkung. Community of Publishing In Nursing (COPING), p-ISSN
2303-1298, e-ISSN 2715-1980 Volume 8, Nomor 2, Agustus 2020.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/62225/36618. Diakses
Pada 28 Desember 2021.
Loureiro, A.C.. dkk. 2018. The Influence of Spirituality and Religiousness on Suicide
Risk and Mental Healt of Patients Undergoing Hemodialysis. A.C.T. Loureiro et
al./ Comprehensive Psychiatry 80 (2018) 39-45.
77
Luo, X. dkk. 2016. Reasonsfor living and hope as the protective factors against
suicidality in Chinese patients with depression: a cross sectional study:
BMC Psychiatry 16. https://doi.org/10.1186/s12888-016-0960-0. Diakses pada
27 Desember 2021.
Maramis, W.F. 2015. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi ke-2, Air Langga
University Press: Surabaya.
Muhajir. 2016. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Jiwa Pada Pasien Resiko Bunuh
Diri Dengan Pemberian Terapi Pendekatan Spritual Terhadap Penurunan
Keinginan Bunuh Diri Di Ruang Elang Rsjd Atma Husada Mahakam
Samarinda. Karya Tulis Akhir Profesi.
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/807/MUHAJIR.pdf?
sequence=1&isAllowed=y. Diakses Pada 28 Desember 2021.
Nainggolan, D. 2021. Kajian Teologis Terhadap Tindakan Bunuh Diri. Jurnal Luxnos
Volume 7 nomor 1 2021.
https://luxnos.sttpd.ac.id/index.php/20_luxnos_20/article/view/dapot_2021/
dapot_2021. Diakses pada 26 Desember 2021.
Ningrum, D.C. & Irwati, K. 2020. Keluhan Pasien Skizofrenia saat Melakukan Sholat
dan Dzikir di Rumah Sakit Jiwa Ghrasia. Proceedings The 1st UMY Grace 2020
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Undergraduate Conference.
https://prosiding.umy.ac.id/grace/index.php/pgrace/article/view/19/17. Diakses
pada 26 Desembr 2021.
Nock, M. K. dkk. 2013. Suicide among soldiers: A review of psychosocial risk and
protective factors. Psychiatry (New York).
https://doi.org/10.1521/psyc.2013.76.2 .97. Diakses pada 27 Desember 2021.
Nuraeni, A. & Suryani H. 2014. Persepsi Perawat Dan Pasien Sindrom Koroner Akut
Terhadap Kebutuhan Spiritual. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia, 10(1).
https://luxnos.sttpd.ac.id/index.php/20_luxnos_20/article/view/dapot_2014/
dapot_2014. Diakses pada 27 Desember 2021.
78
Putri,P.K. & Ambarini, T.K. 2012. Makna Hidup Penderita Skizofrenia Pasca Rawat
Inap . Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental 118 Vol. 1 No. 03,
Desember 2012 . http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
jpkk43b5ca41cbfull.pdf. Diakses pada 27 Desember 2021.
Rantung, G.M.V. Pangemanan, D.H.C. & Bidjuni, H.J. 2021. Hubungan Faktor
Lingkungan Sosial Dengan Ide Bunuh Diri Pada Remaja Di Kabupaten
Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Keperawatan, Volume 9, No. 2,
Agustus 2021, (Hal. 71-76).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/36783/34204.
Diakses pada 28 Desember 2021.
Razak,A. Mokhtar, M.K. & Sulaiman, S.W.S. 2014. Terapi Spiritual Islami : Suatu
Model Penanggulangan Gangguan Depresi. Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (2)
(2014).
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI/article/view/13313/7370.
Diakses Pada 28 Desember 2021.
Rohmah. 2021. Analisis Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Bunuh Diri di
Wisma Srikandi RSJ Grhasia Yogyakarta. Hal. 3
Sadock, B. J. & Sadock, V. A. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. 2nd edn. Edited by H. Muttaqin and R. N. E. Sihombing. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Saputri, R. & Rahayu,D.A. 2020. Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi
Relaksasi Guided Imagery Pada Pasien Depresi Berat. Ners Muda, Vol 1 No 3,
Desember 2020/ page 165-171. file:///C:/Users/user/Downloads/6212-17444-1-
PB.pdf. Diakses Pada 28 Desember 2021.
Stuart. 2006. Keperawatan Psikitrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Stuart, G. W. 2013. Principle and practice of Psychiatric nursing, 10th Edition. In St.
Louis.
Tim Keperawatan Univ. Esa unggul, 2020. Modul Asuhan Keperawatan Pada Klien
Resiko Bunuh Diri. https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-9724-
MODUL%20%20RESIKO%20BUNUH%20DIRI.Image.Marked.pdf. Diakses
pada 09 Oktober 2021.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hlm. 857
Triyani, F.A. & Dwidiyanti,M. & Suerni,T. 2019. Gambaran Terapi Spiritualpada
Pasien Skizofrenia:Literaturreview. JurnalIlmu Keperawatan JiwaVolume2No1,
Hal19–24,Mei2019.
https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/250/171. Diakses Pada
28 Desember 2021.
Yaseda, G. Y., Noorlayla, S. F., & Effendi, M. A. (2013). Hubungan Peran Perawat
dalam Pemberian Terapi Spiritual terhadap Perilaku Pasien dalam Pemenuhan
Kebutuhan Spiritual di Ruang ICU RSM Ahmad Dahlan Kota Kediri. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 2(2), 41–49. Retrieved from
http://jurnal.strada.ac.id/sjik/index.php/sjik/article/view/53