Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri,
tumbuh, kembang, aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki
persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan, dalam beradaptasi dengan
lingkungan (Stuart dan Laraia dalam Yosep, 2014, h1). Menurut Undang undang No.36
Tahun 2009 tentang kesehatan, Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk
mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia
menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang
dituangkan dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab
IX pasal 144 yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk
menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat,
bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatan jiwa (Dalami, 2010, h 2).
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang
sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita
gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health Organitation
(WHO) dalam Yosep (2013), WHO memperkirakan sebanyak 450 juta orang
di seluruh dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang
dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.
Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa
juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus
bunuh diri setiap tahunnya akibat gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan di
semua negara, pada perempuan dan laki-laki, pada semua tahap kehidupan,
orang miskin maupun kaya baik di pedesaan maupun perkotaan mulai dari
yang ringan sampai berat. Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta
penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan cemas
adalah gejala paling ringan. Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada
tahun 2007 memiliki prevalensi sebesar 4.6 permil, artinya bahwa dari 1000
penduduk Indonesia terdapat empat sampai lima diantaranya menderita
gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes RI, 2008). Penduduk Indonesia pada
tahun 2007 (Pusat Data dan Informasi Depkes RI, 2009) sebanyak
225.642.124 sehingga klien gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2007
diperkirakan 1.037.454 orang. Provinsi Jawa Barat didapatkan data individu
yang mengalami gangguan jiwa sebesar 0,22 % (Riskesdas, 2007).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.
Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah.
Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif
dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa
aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan
cara negatif dan menganggap sebagai ancaman (Keliat, 2011). Harga diri
rendah juga sering terjadi secara tiba-tiba atau yang biasa kita kenal sebagai
harga diri rendah situasional. Sedangkan menurut Nurarif dan Hardhi (2015,
p. 55) harga diri rendah situasional merupakan munculnya persepsi negatif
tentang makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah
situasional merupakan bentuk trauma yang tiba-tiba seperti, harus operasi,
kecelakaan, putus sekolah, perceraian, dan korban perkosaan. Pengelolaan
pada pasien harga diri rendah situasional harus segera ditangani dengan tepat
agar tidak berkelanjut pada harga diri rendah kronik.
Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri,
perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan
produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri. Selain tanda dan gejala
diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah
yang tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara yang rendah (Keliat, 2011).
Pada klien dengan harga diri rendah dapat dterapkan menggunakan
terapi hubungan interpersonal. Terapi hubungan interpersonal memfokuskan
pada hubungan interpersonal pasien, sifat-sifat dan kelemahannya dan
meningkatkan hubungan tersebut. Idenya adalah apabila seseorang memiliki
hubungan yang kuat , kuat dan penuh penghargaan dengan orang lain, kecil
kemungkinannya untuk menjadi depresi atau tetap depresi (atau ansietas,dll),
dan mereka akan lebih merasakan kebahagiaan.
Berdasarkan urian diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri
Rendah dengan fokus studi Terapi Hubungan Interpersonal Di Ruang
Nakula RSUD Banyumas”
B. GHG
C. JKJK
D. HJH
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
gangguan harga diri rendah dengan fokus studi terapi hubungan interpersonal
di RSUD Banyumas.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan hasil Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah Sdr. S
dan Sdr. L dengan Skizofrenia Paranoid di Ruang Bima RSUD Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a) Menggambarkan kemampuan penulis dalam mengkaji pasien dengan
masalah harga diri rendah situasional.
b) Menggambarkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi diagnosa
atau masalah potensial pasien dengan masalah harga diri rendah
situasional.
c) Menggambarkan kemampuan penulis dalam menyusun tindakan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan masalah harga diri rendah
situasional.
5
d) Menggambarkan kemampuan penulis dalam mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
masalah harga diri rendah situasional.
e) Menggambarkan kemampuan penulis dalam melakukan evaluasi
asuhan keperawatan jiwa harga diri rendah situasional.
f) Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan harga diri rendah
situasional.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Menambah pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam perawatan pasien
harga diri rendah situasional di rumah.
2. Bagi Rumah Sakit
Memberikan informasi asuhan keperawatan pada pasien harga diri rendah
situasional.
3. Bagi Bidang Keperawatan dan Tenaga Kesehatan
Memberikan manfaat praktis dan sebagai pedoman bagi perawat dan
tenaga medis dalam pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien harga
diri rendah situasional.
4. Bagi Penulis
Penulis lebih memahami asuhan keperawatan harga diri rendah
situasional, juga sebagai bahan referensi untuk melakukan pengelolaan
kasus selanjutnya agar lebih baik.
6
5. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan referensi bagi mahasiswa keperawatan Prodi
D III Keperawatan Purwokerto Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
tentang asuhan keperawatan harga diri rendah situasional.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri,
perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri
(Yosep, 2010).
Sedangkan menurut (Depkes RI, 2000 dalam Nurarif & Hardhi,
2015, p. 55) Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri
sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak
berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa.

2. Macam-macam Harga diri Rendah


a. Situasional
Harga diri rendah situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009)
didefinisikan sebagai suatu perkembangan persepsi negatif terhadap
harga diri individu sebagai respon terhadap situasi tertentu misalnya
akibat menderita suatu penyakit, kondisi ini dapat disebabkan akibat
adanya gangguan citra tubuh, kegagalan dan penolakan, perasaan
kurang penghargaan, proses kehilangan, dan perubahan pada peran
sosial yang dimiliki.
b. Kronik
Menurut Fitria (2012) menyatakan bahwa gangguan konsep
diri: harga diri rendah kronis biasanya sudah berlangsung sejak lama
yang dirasakan pasien sebelum sakit atau sebelum dirawat. Sedangkan
menurut Nurarif dan Hardhi (2015, p. 55) harga diri rendah kronis
merupakan evaluasi diri/ perasaan negatif tentang diri sendiri atau
kemampuan diri yang berlangsung lama.
3. Etiologi
Berbagai faktor penyebab terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang yaitu :
a. Faktor predisposisi
Menurut (Fitria 2009, p. 6) Faktor predisposisi terjadinya harga diri
rendah kronik adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. (Fitria,2009,
p.6)
4. Manifestasi Klinis
Menurut Fitria (2009 h 6 ; Yosep, 2014 h 264) perilaku-perilaku
seperti dibawah ini diantaranya :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimistis
d. Tidak menerima pujian
e. Penurunan produktifitas
f. Penolakan terhadap kemampuan diri
g. Kurang memperhatikan perawatan diri
h. Berpakaian tidak rapi
i. Selera makan berkurang
j. Tidak berani menatap lawan bicara
k. Lebih banyak menunduk
l. Bicara lambat dengan nada suara lemah
m. Merusak/melukai orang lain
n. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri
hidup
o. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi
p. Sulit bergaul
q. Menunda keputusan
5. Patofisilogi
Keliat, dkk. (2011, p. 76) menyatakan bahwa harga diri rendah
muncul apabila lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih
dari kemampuanya.
10
Proses terjadinya harga diri rendah disebabkan karena sering
disalahkan pada masa kecil, jarang diberi pujian atas keberhasilanya.
Individu pada saat mencapai masa remaja keberadaanya kurang dihargai,
tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering
gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan.
6. Pohon masalah
Menurut (Yosep, 2014, p. 264) pohon masalah pasien harga diri rendah
yaitu :
Isolasi Sosial Effect
Harga Diri Rendah Core Problem
Koping Tidak Efektif Causa
7. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada pasien harga diri rendah antara lain :
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. (Nurarif dan
Hardhi, 2015, p. 56).
b. Terapi hubungan interpersonal
Menurut Enjang (2009, p. 68) Hubungan interpersonal adalah
komunikasi antar orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
peserta menangkap langsung baik secara verbal maupun secara tatap
muka.
8. Rentang Respon Konsep Diri
Prabowo, (2014 hal 109) menjelaskan rentang respon adaptif dan
maladaptif klien dengan harga diri rendah adalah :
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.
b. Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya negatif dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dan mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) yaitu mempunyai
kepribadian secara intim.
Respon adaptif Respon maladaptif
Aktuali- Konsep Harga diri Kerancuan Desasi Diri diri positif rendah identitas perso
nalisasi
Sumber : Keliat, 1999 dalam Fitria 2009, h6.
Skema 1.2 Rentang Konsep Diri
B. KONSEP DASAR TERAPI HUBUNGAN INTERPERSONAL
1. Definisi
Menurut Enjang (2009, p. 68) Hubungan interpersonal adalah
komunikasi antar orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
peserta menangkap langsung baik secara verbal maupun secara tatap
muka.
2. Teori Hubungan Interpersonal
Ada beberapa teori hubungan interpersonal. Berdasarkan teori
dari Coleman dan Hammen, Jalaluddin Rakhmat (1998) dalam Suranto
(2011) ada tiga buah teori atau model hubungan interpersonal yaitu :
a. Teori Pertukaran Sosial
Teori ini memandang bahwa pola hubungan interpersonal
menyerupai transaksi dagang. Hubungan antara manusia
(interpersonal) itu berlangsung mengikuti kaidah transaksional,
yaitu apakah memperoleh keuntungan dalam sebuah transaksi atau
justru mengalami kerugian. Jika memperoleh keuntungan maka
hubungan interpersonal berjalan mulus, akan tetapi jika merasa rugi
maka hubungan itu akan terganggu dan putus bahkan berubah
menjadi permusuhan. Dengan demikian, orang berniat untuk
menjalin hubungan dengan orang lain karena dilandasi oleh adanya
keinginan untuk mendapat keuntungan, yaitu memenuhi
kebutuhannya asumsi teori ini, setiap individu secara sadar merasa
nyaman menjalin hubungan interpersonal hanya selama hubungan
terbut memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya (reward dan
cost).
b. Teori Peranan
Menurut Rakhmat (2012), teori peranan memandang hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara. Setiap orang harus
memainkan peranannya sesuai dengan ”skenario” yang di buat oleh
masyarakat. Menurut teori ini, jika kita mematuhi skenario, maka
hidup kita akan harmoni, tetapi jika menyalahi skenario, maka kita
akan di cemooh oleh penonton dan ditegur oleh sutradara.
c. Teori Penetrasi Sosial
Teori ini dikemukakan oleh Altman dan Taylor (Liliweri, 1991)
dalam Budyatna (2012) bahwa dalam hubungan antara pribadi telah
terjadi penyusupan sosial ketika baru berkenalan dengan orang lain,
untuk pertama kalinya yang dimulai ketidakakraban kemudian
dalam proses yang terus menerus berubah menjadi lebih akrab
sehingga pengembangan hubungan mulai terjadi. Dimana mulai
menghitung apa yang bisa diterima dan keuntungan apa yang bisa
diperoleh. Jadi hubungan antara pribadi melewati suatu proses, terus
berjalan, berubah dalam berbagai gejala-gejala perilaku yang
ditunjukannya.
3. Hal-hal Dalam Hubungan Interpersonal
Hal-hal yang harus dimiliki dalam sebuah hubungan interpersonal
antara lain :
a. Para individu dalam hubungan interpersonal harus berbagi tujuan
dan objektif yang sama. Mereka harus memiliki minat yang sama
dan berpikir dalam jalur yang sama. Dan akan lebih baik jika para
individu tersebut berasal dari latar belakang yang sama.
b. Para individu dalam hubungan interpersonal harus menghormati
cara pandang dan opini satu sama lain. Rasa saling percaya adalah
sangat penting.
c. Para individu harus terikat kepada satu sama lain untuk sebuah
hubungan interpersonal yang sehat.
d. Transparansi memainkan peran yang vital di dalam hubungan
interpersonal. Adalah sangat penting bagi individu untuk tetap jujur
dan transparan.
4. Tahap-tahap perkembangan hubungan interpersonal
a. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa
peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan.
Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha
kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya
identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada
kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada
tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia,
pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
b. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu
berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan
interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk
mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam
memelihara keseimbangan ini, yaitu: keakraban, kontrol, respon
yang tepat, dan nada emosional yang tepat.
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang.
Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak
sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua
adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan
bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda
sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara
lebih banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan.
Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau
tidak ada pihak yang mau mengalah.
c. Ketepatan Respon
Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus
diikuti oleh respon yang sesuai dari B. Dalam percakapan yang
menunjukkan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan
jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan
penjelasan. Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesanpesan
verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang
serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang
bersungguh-sungguh diterima dengan air muka sikap tidak percaya,
maka hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita
sudah memberikan respon yang tidak tepat.
5. Proses hubungan interpersonal
a. Pembentukan
1) Pra interaksi
a) Perawat mebuat rencana interaksi dengan pasien, seperti :
- Memilih pasien dengan harga diri rendah.
- Membuat kontrak pasien.
- Mempersiapkan alat dan tempat kegiatan.
17
2) Orientasi
a) Perawat membina hubungan saling percaya dengan
pasiendengan cara seperti :
- Memberikan salam, senyum, bersikap ramah kepada
pasien.
- Perawat memperkenalkan diri kepada pasien.
- Perawat menanyakan nama pasien.
- Perawat menayakan kabar pasien.
b) Perawat menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
pasien.
c) Perawat melakukan kontrak waktu dengan pasien.
3) Tahap kerja
a) Perawat membantu pasien memilih posisi nyaman pasien.
b) Perawat memberikan pertanyaan kepada pasien, seperti :
- Menanyakan keluhan pasien.
- Menanyakan keadaan pasien, dll.
- Perawat mendengarkan jawaban dari pasien.
- Perawat memberikan dorongan dan semangat kepada
pasien.
4) Terminasi
a) Perawat menilai kemampuan pasien dalam
berhubungan/berkomunikasi.
b) Perawat memberikan respon positif kepada pasien.
c) Perawat melakukan kontrak waktu yang akan datang dengan
pasien.
5) Evaluasi dan dokumentasi
Evaluasi dilakukan saat proses terapi berlangsung, khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
klien sesuai dengan tujuan terapi. Untuk terapi stimulasi
sensoris mendengarkan musik kemampuan pasien yang
diharapkan adalah mengikuti kegiatan, responsive terhadap
musik, memberi pendapat tentang musik yang di dengar, dan
berbagai perasaan saat mendengar musik, dan
mendokumentasikannya di lembar evaluasi.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH
SITUASIONAL PADA SKIZOFRENIA
1. Pengkajian
Menurut Fitria, (2009, p. 9) menjelaskan ada beberapa data
yang perlu dikaji untuk membuktikan bahwa seseorang mengalami
gangguan konsep diri : harga diri rendah adalah :
a. Data subyektif
1) Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna.
2) Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu.
3) Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau
bekerja.
4) Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri
(mandi, berhias, makan atau toileting).
b. Data obyektif
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) Berkurang selera makan
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah
1. Diagnosa Keperawatan
Studi kasus ini membahas diagnosa keperawatan jiwa harga diri
rendah situasional.
2. Intervensi Keperawatan
Komunikasi yang baik dan kepercayaan adalah kunci
keberhasilan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
masalah Harga Diri Rendah, diantaranya :
a. Rencana tindakan untuk pasien
Tujuan :
- Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki.
- Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
- Pasien dapat menetapkan / memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan.
- Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai
kemampuan.
- Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih
1) Strategi Pelaksanaan (SP) 1 :
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien dengan cara mendiskusikan dengan klien bahwa klien
masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif
seperti kegiatan maupun hobi, adanya keluarga dan
lingkungan terdekat yang senantiasa menyayangi klien.
2) Strategi Pelaksanaan (SP) 2 :
a) Membantu klien memilih/menetapkan kegiatan sesuai
kemampuan dengan cara mendiskusikan beberapa
aktivitas yang dapat dilakukan baik secara mandiri atau
dengan bantuan orang lain(keluarga) dan dipilih sebagai
kegiatan yang akan dilakukan sehari-hari.
b) Berikan contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat
dilakukan klien.
c) Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
klien.
d) Berikan dukungan dan pujian yang nnyata atas kemajuan
yang diperlihatkan klien.
e) Membantu klien merencanakan kegiatan sesuai
kemampuanya.
f) Susun daftar aktifitas yang sudah di ajarkan bersama
klien dan keluarga.
g) Yakinkan bahwa keluarga senantiasa mendukung setiap
aktivitas yang dilakukan klien (Yosep, 2014 h 264).
b. Rencana tindakan untuk keluarga pasien
Tujuan :
- Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
- Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien.
- Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
- Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien.
1) Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
2) Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
harga diri rendah.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
kepada pasien harga diri rendah.
3) Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat.
b) Menjelaskan kegiatan pasien setelah pulang.
c. Terapi hubungan interpersonal
3. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dapat dilakukan menurut Fitria (2012, p.31)
pada pasien harga diri rendah yaitu :
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien.
2) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat
digunakan.
3) Membantu pasien agar dapat memilih atau menetapkan kegiatan
sesuai dengan kemampuan.
4) Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih.
5) Membantu pasien agar dapat merencanakan kegiatan.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2) Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi pasien yang
mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah.
3) Mendiskusikan dengan keluarga kemampuan yang dimiliki
pasien.
4) Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan gangguan konsep
diri: harga diri rendah.
5) Mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan gangguan
konsep diri: harga diri rendah.
6) Membantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di
rumah.
4. Evaluasi
a. Kemampuan pasien
1) Menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
2) Menilai kemampuan yang masih dapat digunakan.
3) Memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien.
24
4) Melatih kemampuan yang telah dipilih.
5) Melaksanakan kemampuan yang telah dilatih.
6) Melakukan kegiatan sesuai jadwal.
b. Kemampuan keluarga
1) Menjelaskan pengertian serta tanda-tanda orang dengan harga
diri rendah.
2) Menyebutkan tiga cara merawat pasien harga diri rendah
(memberikan pujian, menyediakan fasilitas untuk pasien, dan
melatih pasien melakukan kemampuan).
3) Mampu mempraktekkan cara merawat pasien.
4) Melakukan follow up sesuai rujukan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Menurut Saryono (2010) desain penelitian adalah rancangan
penelitian yang harus disusun dan ditentukan sebelum melakukan penelitian,
yang mencangkup dari identifikasi masalah hingga teknik analisis data yang
akan dilakukan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Studi kasus yaitu merupakan rancangan penelitian yang mencakup
pengkajian satu unit penelitian yang mencangkup pengakajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas,
atau institusi (Nursalam, 2008).
Studi kasus pada karya tulis ilmiah inia dalah studi untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
harga diri rendah menggunakan terapi hubungan interpersonal.
B. Batasan Istilah
Karya tulis ilmiah kasus ini berjudul asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami harga diri rendah menggunakan terapi hubungan
interpersonal adalah serangkaian tindakan atau proses keperawatan yang
diberikan kepada klien harga diri rendah yang dilakukan secara
berkesinambungan untuk pemecahan masalah harga diri rendah melalui
tahapan keperawatan yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi terhadap tindakan keperawatan serta pen
dokumentasian.
Proses asuhan keperawatan ini dilakukan pada pasien harga diri
rendah. Harga diri rendah adalah Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri,
perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri
(Yosep, 2010). Sedangkan hubungan interpersonal merupakan komunikasi
antar orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta menangkap
langsung baik secara verbal maupun secara tatap muka (Enjang, 2009, p. 68)
C. Partisipan
Unit analisis atau partisipan dalam keperawatan umumnya adalah
klien dan keluarganya. Subyek yang digunakan pada studi kasus dengan
pendekatan asuhan keperawatan ini ada 2 klien atau 2 kasus dengan diagnose
medis yang sama dan masalah keperawatan yang sama.
Pada studi kasus ini subyek penelitian yang digunakan adalah 2 klien
dengan harga diri rendah yang meliliki kriteria sebagai berikut :
1. Klien telah terdiagnosa harga diri rendah.
2. Klien bersedia menjad iresponden.
D. Lokasi dan Waktu penelitian
Lokasi pengambilan kasus yang digunakan penulis dalam penyusunan
laporan kasus ini adalah di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas.
Sedangkan waktu penyelenggaraan asuhan keperawatan studi kasus pada
pasien adalah 5 hari yaitu pada tanggal 17 bulan April sampai tanggal 21
bulan April tahun 2018.
E. Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu :
1. Wawancara
Penulis melakukan pengamatan secara langsung kepada klien dan keluarga
untuk mendapat data subjektif mengenai harga diri rendah.
2. Obervasi dan pemeriksaan fisik
Observasi dilakukan dengan pendekatan. Pengamatan dilakukan oleh
penulis secara langsung untuk mencarihal-hal mengenai asuhan
keperawatan dalam membantu proses pengamatan sebagai alat
pendokumentasian yang akan di teliti.
3. Studi dokumentasi dan angket
Studi dokumentasi dan angket dilakukan penulis untuk mengumpulkan
semua data hasil dari pemeriksaan diagnostik, dan data lain yang
mendukung kegiatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan harga diri
rendah.
F. Uji keabsahan data
Uji keabsahan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan pada asuhan keperawatan
yang diberikan dan mencari sumber informasi tambahan menggunakan
trigulasi dari tiga sumber dan utama yaitu klien, perawat, dan keluarga klien
yang berkaitan dengan masalah harga diri rendah.
G. Analisa Data
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutnya diruangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban
yang diperoleh dari hasil interprestasi wawancara mendalam yang dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
selanjutnya diinterprestasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada
sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut.
Urutan bahan untuk memberikan rekomendasi dalam analisis data pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumentasi).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam
bentuk transkrip (catatan terstruktur).
2. Mereduksi data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan dijadikan satu
dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan
dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan
hasil pemeriksaan diagnostik.
3. Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun
teksnaratif. Kerahasian dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan
identitas dari klien.
4. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan
hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data
yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,
tindakan dan evaluasi.
H. Etika Penelitian
Pada penelitian ini dicantumkan etika yang menjadi dasar penyusunan
studi kasus yang terdiri dari :
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
reponden penelitian dengan memberikan persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Beberapain formasi yang
harus ada dalam informed consent tersebut antara lain :partisipasi pasien,
tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,
prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
2. Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disampaikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya.
Semuain formasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset (Hidayat, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Cv. Trans Info Media.
Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013) Keperawatan jiwa; konsep dan kerangka
kerja asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Enjang ,AS. 2009. Komunikasi Konseling. Bandung : Nuansa.
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan &
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP). Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. Aziz. (2011). Metode penelitian kesehatan paradigma kuantitatif.
Surabaya : Health Books Publishing.
Keliat, B.A. & Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic
course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan keperawatn jiwa. Yogyakarta : CV Andi
Offset.
Nurarif, A.H. & Hardhi, K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2013). Metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika
Stuart, Gail W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. alih bahasa Ramonah P
Kapoh dan Egi Komara Yudha. Edisi 5. Jakarta : EGC
Suranto, Aw. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
WHO. 2009. Improving health systems andservices for mental health (Mental
health policy and service guidance package). Geneva27, Switzerland:
WHO Press.
Wilkinson A. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran : EGC
Yosep, H I dan Sutini, T. 2014. Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung: PT
Yusuf, AH., PK, Risky F., dan Nihayati, HE. 2015. Buku ajar keperawatan
kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
HARGA DIRI RENDAH DENGAN FOKUS STUDI HUBUNGAN
INTERPERSONAL DI RUANG NAKULA
RUMAH SAKIT BANYUMAS
LOW SELF PRICE WITH FOCUS
INTERPERSONAL RELATIONSHIP STUDIES IN NAKULA ROOM
HOSPITAL BANYUMAS
Hanif Afdan Rizani1) , Mukhadiono, SST., MH2), Dyah Wahyuningsih, M.Kep2),
1) Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Purwokerto Poltekkes
Kemenkes Semarang
2) Dosen Jurusan Keperawatan Purwokerto Poltekkes Kemenkes Semarang
Email : hanifafdan01@gmail.com
Jurusan Keperawatan Purwokerto : Poltekkes Kemenkes Semarang
JL. Adipati Mersi ; Purwokerto Timur ; Banyumas
ABSTRAK
Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan
perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku. Konsep diri adalah
gambaran konsep diri sebagai ide, perasaan dan kepercayaan untuk mengenal dan
siap untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, harga diri rendah
merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
Tujuan penelitian ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan jiwa harga diri
rendah dengan fokus studi hubungan interpersonal mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif yaitu menggambarkan kasus kelolaan secara sistematis dengan dua
responden. Hasil dari penelitian didapatkan selama 5 hari adalah masalah teratasi
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan namun dari membandingkan antara kedua
klien hasil implementasi yang dilakukan memiliki respon yang berbeda-beda.
Karena setiap individu memiliki tingkat koping dan penerimaan pemahaman dari
orang lain berbeda. Mengingat pentingnya pendekatan dan pola asuhan
keperawatan pada pasien harga diri rendah maka perawat perlu memberikan
perhatian yang lebih dengan memperhatikan langkah-langkah sesuai dengan
kondisi setiap pasien.
Kata kunci : Harga diri rendah, Hubungan interpersonal
ABSTRACT
Schizophrenia is a collection of clinical syndromes characterized by
cognitive changes, emotions, perceptions and other aspects of behavior. Self
concept is a self-concept picture as an idea, feeling and belief to know and be ready
to connect and communicate with others, low self-esteem is a feeling of worthless,
insignificant and low self-esteem due to a negative evaluation of self and selfability. The purpose
of this study is to carry out low self esteem self-care nursing
with focus on interpersonal relationship studies ranging from assessment, diagnosis,
planning, implementation, and evaluation. The method used is descriptive method
that describes cases of systematically managed by two respondents. The results of
the research obtained for 5 days is the problem resolved in accordance with the
established criteria but from comparing between the two clients the results of the
implementation carried out have different responses. Because each individual has a
level of coping and acceptance of understanding from others is different. Given the
importance of nursing approach and pattern of care to the low self-esteem patient,
the nurse needs to pay more attention by observing the steps according to the
condition of each patient.
Keywords: Low self esteem, Interpersonal relationships
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa adalah sikap
yang positif terhadap diri sendiri,
tumbuh, kembang, aktualisasi diri,
keutuhan, kebebasan diri, memiliki
persepsi sesuai kenyataan dan
kecakapan dalam beradaptasi dengan
lingkungan (Stuart dan Laraia dalam
Yosep, 2014, h 1). Menurut Undangundang No.36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Untuk mencapai tingkat
kesehatan jiwa secara optimal,
pemerintah Indonesia menegaskan
perlunya upaya peningkatan
kesehatan jiwa, seperti yang
dituangkan dalam Undang-undang
No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
Bab IX pasal 144 yang menyatakan
bahwa upaya kesehatan jiwa
ditujukan untuk menjamin setiap
orang dapat menikmati kehidupan
kejiwaan yang sehat, bebas dari
ketakutan, tekanan, dan gangguan
lain yang dapat mengganggu
kesehatan jiwa (Dalami, 2010, h 2).
Fenomena gangguan jiwa pada
saat ini mengalami peningkatan yang
sangat signifikan, dan setiap tahun di
berbagai belahan dunia jumlah
penderita gangguan jiwa bertambah.
Berdasarkan data dari World Health
Organitation (WHO) dalam Yosep
(2013), WHO memperkirakan
sebanyak 450 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan mental,
terdapat sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan
25% penduduk diperkirakan.
Pada klien dengan harga diri
rendah dapat dterapkan menggunakan
terapi hubungan interpersonal. Terapi
hubungan interpersonal
memfokuskan pada hubungan
interpersonal pasien, sifat-sifat dan
kelemahannya dan meningkatkan
hubungan tersebut. Idenya adalah
apabila seseorang memiliki hubungan
yang kuat , kuat dan penuh
penghargaan dengan orang lain, kecil
kemungkinannya untuk menjadi
depresi atau tetap depresi (atau
ansietas,dll), dan mereka akan lebih
merasakan kebahagiaan.
TUJUAN
Melaksanakan asuhan
keperawatan jiwa harga diri rendah
dengan fokus studi hubungan
interpersonal mulai dari pengkajian,
diagnosa,perencanaan,implementasi
dan evaluasi.
MANFAAT
Hasil laporan kasus ini
memberikan manfaat praktis sebagai
informasi untuk pengelolaan asuhan
keperawatan jiwa harga diri rendah
dengan fokus studi hubungan
interpersonal.
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian yang
digunakan dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini adalah desain
penelitian deskriptif yaitu metode
penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan peristiwa atau
fenomena yang ada pada saat ini.
Kemudian studi kasus ini adalah studi
untuk mengeksplorasi masalah
Asuhan jiwa harga diri rendah dengan
fokus studi hubungan interpersonal di
Rumah Sakit Banyumas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan berisitentang
kesenjangan antara konsep teori
dengan hasil pengelolaandari dua
kasus harga diri rendah.Pada
pembahasan ini
dijelaskan/didiskrisipkan mengenai
pengkajian, analisa data, perencanaan
tindakan keperawatan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Berikut merupakan
pembahasan dari setiap aspek dalam
proses keperawatan, Hasil evaluasi
pada saat awal pertemuan Sdr.S dan
Sdr.L masih sulit diajak
berkomunikasi, sering mengabaikan
perawat namun setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 5 hari
dengan melakukan pendekatan
menggunakan strategi pelaksanaan
dan terapi hubungan interpersonal
Sdr.S dan Sdr.L mengalami
perubahan perilaku diantaranya:
Sdr.S dan S dr.L mampu
mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang masih dimiliki
serta mampu memilih kegiatan yang
sesuai dengan kemampuanya.
Sedangkan Sdr.L telah berlatih
melakukan kegiatan di RS sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
yaitumenyapu, mengepel dan
merapikan tempat tidur. Sdr.S dan
Sdr.L juga memiliki jadwal kegiatan
harian selama berada di RS. Hal
tersebut sesuai dengan tujuan yang
disusun penulis berdasarkan teori
Fitria (2012) yang menyatakan bahwa
tujuan dilakukan SP harga diri rendah
diantaranya pasien dapat
mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki, menilai kemampuan yang
dapat digunakan, menetapakan
kegiatan sesuai dengan kemampuan,
melatih kegiatan sesuai dengan
kemampuan, serta menyusun jadwal
harian.
Selain diajarkan SP Sdr.S dan
Sdr.L juga dilatih ketrampilan sosial
berkenalan dan hasilnya yaitu saat
pengkajian penulis memberikan
quisioner skala tingkah laku Sdr.S
mendapat skor 6 pasien tidak berani
bercakap-cakap dengan keluarga
yang sedang menunggu temannya,
pasien belum mengenal kepala ruang
Nakula, pasien belum bisa
menyebutkan 3 nama perawat dan
pasien tidak berani mentap teman
sebelah kamarnya, sedangkan Sdr.L
mendapat skor 5 pasien tidak berani
bercakap-cakap dengan keluarga
yang sedang menunggu temannya,
pasien belum mengenal kepala ruang
Nakula, pasien belum bisa
menyebutkan 3 nama perawat, pasien
tidak berani mentap teman sebelah
kamarnya dan berani bercakap-cakap
dengan teman sebelah depan
kamarnya, berati kemampuan
berkomunikasi dan bersosialisasi
pada Sdr.S dan Sdr.L sedang (skor 4-
7), dan saat evaluasi penulis
memberikan quisioner lagi, hasil
skala tingkah laku dari Sdr.S adalah
9pasien belum bisa menyebutkan 3
nama perawat dan Sdr.L pasien belum
mengenal kepala ruang Nakula dan
tidak bisa menyebutkan 3 nama
perawat,hanya saja penulis
menemukan beberapa kendala dalam
proses ini diantaranya penulis hanya
bisa bertemu dengan keluarga pasien
saat pasien dijemput pulang kembali
kerumah karena pasien tidak
ditunggui oleh keluarganya saat
dalam proses perawatan di ruang
Nakula, terapi hubungan sosial dapat
meningkatkan kemampuan
komunikasi dan sosialisasi pada
pasien harga diri rendah.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan harga diri rendah
pada
Sdr.S dan Sdr.L dengan TERAPI
INTERPERSONA
HUBUNGAN
L
di Ruang Nakula RSUD Banyumas
selama lima hari yang dilakukan dari
tanggal 17 April 2018 sampai dengan
21 April 2018, maka simpulan yang
diperoleh masalah harga diri rendah
masalah teratasi. Sdr.S pada saat
pengkajian, penulis memberikan
quisioner skala tingkah laku
mendapat skor 6, setelah dilakukan
tindakan keperawatan dan pada hari
terahir evaluasi penulis memberikan
quisioner kepada pasien dan
mendapatkan skor 9. Sedangkan
pasien Sdr.L pada saat awal
pengkajian penulis memberikan
quisioner skala tingkah laku
mendapat skor 5, setelah dilakukan
tindakan keperawatan dan pada hari
terahir evaluasi penulis memberikan
quisioner kepada pasien dan
mendapatkan skor 8.
SARAN
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kepada Sdr.S dan Sdr.L
dengan masalah harga diri rendah,
pada sub bab ini penulis akan
memberikan saran kepada perawat,
rumah sakit, institusi pendidikan serta
klien dan keluarga agar mampu
menerapkan cara yang sudah
diajarkan oleh penulis saat di rumah
sakit maupun saat sudah pulang
kerumah. Hendaknya keluarga juga
memberikan dukungan kepada klien
agar selalu berfikir positif sehingga
tidak merasa minder, malu dan
memotivasi klien agar mampu
bersosialisasi dan berkomunikasi
dengan cara yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati. 2010. Konsep
Dasar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : Cv. Trans Info
Media.
Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013)
Keperawatan jiwa; konsep dan
kerangka kerja asuhan
keperawatan jiwa. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Enjang ,AS. 2009. Komunikasi
Konseling. Bandung : Nuansa.
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2012. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan & Strategi
Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP & SP).
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz. (2011). Metode
penelitian kesehatan paradigma
kuantitatif. Surabaya : Health
Books Publishing.
Keliat, B.A. & Akemat. 2010. Model
Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas :
CMHN(basic course). Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan
keperawatn jiwa. Yogyakarta :
CV Andi Offset.
Nurarif, A.H. & Hardhi, K. 2015.
Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC Jilid 2.
Jakarta: EGC.
Nursalam. (2013). Metodologi
penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan
Aplikasi Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika
Stuart, Gail W. 2013. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. alih bahasa
Ramonah P Kapoh dan Egi
Komara Yudha. Edisi 5. Jakarta
: EGC
Suranto, Aw. 2011. Komunikasi
Interpersonal. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2009 tentang Kesehatan.
WHO. 2009. Improving health
systems andservices for mental
health (Mental health policy
and service guidance package).
Geneva27, Switzerland: WHO
Press.
Wilkinson A. 2009. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan. Buku
Kedokteran : EGC
Yosep, H I dan Sutini, T. 2014. Buku
ajar keperawatan jiwa.
Bandung: PT
Yusuf, AH., PK, Risky F., dan
Nihayati, HE. 2015. Buku ajar
keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta: Salemba Medik

Anda mungkin juga menyukai