Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN AKHIR KASUS STASE JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. E DENGAN DIAGNOSA


UTAMA HARGA DIRI RENDAH DI RUANG KUTILANG
RUMAH SAKIT JIWA POVINSI LAMPUNG

Disusun Oleh :
Kelompok Ruang Kutilang
1. Mupinanka Gerlianto
2. Elly Rohmawati
3. Diana Puspita Sari
4. Mayasari Kurniasih
5. Nailul Amrina Rosyidah
6. Tia Anggraini
7. Romi Irawan
8. Rizal Simarmata
9. Siti Nurlaely
10. Apriyanti Sapitri
11. Theresia
12. Sauki Rizkon
13. Sholihin
14. Julia Anggraini
15. Ricky Febriandi
16. Vennyta Sari
17. Erli Apri Yansa
18. Made Dodi Hermawan
19. Lisa Rahma Pertiwi
20. Lina Putriani

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang sejahtera memungkinkan
seorang individu hidup harmonis dan produktif. Menurut world health organisation (WHO)
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa melainkan mengandung berbagai
karakteristik yang positif dan menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan kebiasaan kepribadiannya. Menurut Undang-Undang Nomer 18 Tahun
2014 tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, menta, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuannya sendiri dapat mengatasi tekanan, dapat berkerja secara produktif dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU RI Nomer 18 Tahun 2014). Orang dengan
gangguan jiwa selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan pada
pi1kiran, prilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau
perubahan prilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia (UU No 18 Tahun 2014 pasal 1 ayat 3).
Kriteria sehat jiwa meliputi sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh
kembang, aktualisasi diri, kebutuhan, kebebasan diri, persepsi sesuai kenyataan dan
kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (stuart, 2016). Kriteria kesehatan jiwa
sudah disebutkan di atas, maka Apabila seseorang mengalami perubahan maka akan terjadi
reaksi baik secara jasmani maupun ke kejiwaan. Menurut WHO, mengemukakan bahwa
kriteria sehat jiwa terdiri dari sikap positif terhadap diri sendiri dan berkembang baik fisik
dan psikologis dan puncaknya adalah aktualisasi diri, integrasi, terjadi sesuai dengan
kenyataan. Kriteria umum gangguan jiwa meliputi ketidak puasan dengan karakteristik,
kemampuan dan prestasi diri, hubungan yang tidak efektif atau memuaskan, tidak puas hidup
di dunia, koping individu yang tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan, dan prilaku
individu yang tidak diharapkan (videbeck, 2009).
Gangguan jiwa adalah pola prilaku atau psikologis yang ditunjukan oleh individu
yang menyebabkan distress, disfungsi dan penurunan kualitas kehidupan (Stuart, 2013).
Kasus gangguan jiwa di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdes) tahun 2018 meningkat, peningkatan ini terlihat dari kenaikan prevalensi rumah
tangga yang memiliki ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) di Indonesia. Ada peningkatan
menjadi 7 permil rumah tangga. Artinya per 1000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga
dengan ODGJ, sehingga jumlahnya diperkirakan sekitar 450 ribu ODGJ berat. Kementerian
Kesehatan (Kemenkes mencatat selama pandemi covid-19, hingga Juni 2020, ada sebanyak 277
ribu kasus kesehatan jiwa di Indonesia. Jumlah kasus kesehatan jiwa itu mengalami
peningkatan dibandingkan 2019 yang hanya 197 ribu orang.
Prevalensi (per mil) rumah tangga dengan ODGJ skizofrenia/psikos tertinggi terdapat
di Bali yaitu 11,1 permil, DI Yogyakarta 10,4 permil, dan NTB 9,6 permil, sedangkan
prevalensi Provinsi Lampung menempati urutan ke-22 yaitu sebesar 6,0 permil. Peningkatan
jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Rumah Sakit Jiwa di Provinsi Lampung. Kepala
Bagian Humas Rumah Sakit Jiwa Lampung mengatakan bahwa setiap tahun meningkat, tercatat
pada tahun 2017 ada 19.426 pasien, dan pada tahun 2018 ada 20.072 pasien (Tribun Lampung,
10 Oktober 2018).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berlangsung menahun,
sering kambuh dan kondisi kejiwaan penderita semakin merosot, skizofrenia dapat
disebabkan dari individu itu sendiri maupun dari lingkungan. Dimana klien tidak
mampu menghadapi perubahan yang dialami sehingga muncul gejala gangguan jiwa. Dari
beberapa masalah yang termasuk skizofrenia salah satunya merupakan
gangguan konsep diri (harga diri rendah) yang merupakan evaluasi diri/perasaan
tentang diri atau yang negative dan di pertahankan dalam waktu yang lama. Harga diri rendah
adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang
kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri
(Yosep, 2009).
Berdasarkan data rekam medik di ruang Kutilang RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung
diketahui bahwa pasien gangguan Jiwa pada periode 15 Februari s.d 28 Februari 2021 tercatat
23 pasien.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehenshif meliputi
aspek bio-psiko-sosio-spiritual terhadap klien dengan masalah keperawatan utama
gangguan konsep diri (harga diri rendah).
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu menggambarkan:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri
rendah
c. Menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri
rendah
d. Membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri:
harga diri rendah
e. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri: harga diri
rendah
f. Melakukan evalusi terhadap klien dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KASUS / MASALAH UTAMA : HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
Harga diri (self esteem) merupakan salah satu komponen dari konsep diri. Harga
diri merupakan penilaian pribadi berdasarkan seberapa baik perilaku sesuai
dengan ideal diri (Stuart, 2009). Penentuan harga diri seseorang diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain (dicintai, dihormati, dan dihargai) yang timbul sejak
kecil dan berkembang sesuai dengan meningkatnya usia.
Menurut Depkes RI (2000), individu cenderung menilai dirinya negatif merasa
lebih rendah dari orang lain. Penilaian negatif dan perasaan rendah diri dapat
mempengaruhi perasaan yang dapat menambah rasa takut, tidak sanggup
mendapat kritik/serangan dan dapat mempengaruhi kesehatan fisik.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Keliat, 2010).

2. Komponen konsep diri


Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan
yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan memengaruhi
hubungan dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi
dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan
orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Menurut Stuart (2009) konsep diri
terdiri terdiri atas komponen-komponen berikut ini.
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.
Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran,
fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara
berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku terhadap
standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
c. Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis
seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi
adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Performa peran
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai
pilihan. Peran yang di ambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu
e. Identitas pribadi
Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip
tersebut sama artinya dengan otonomi dan mencakupnpersepsi seksualitas
seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan teus berlanjut
sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.
3. Klasifikasi
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama.
4. Rentang respon

a. Respon adaptif
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar  belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun
yang negatif dari dirinya.
b. Respon maladaptif
Adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak
mampu memecahkan masalah tersebut. Respon maladaftifnya adalah :
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya
yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan
sengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak
dapat membina hubungan baik dengan orang lain.
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis, berdasarkan biologis dapat dilihat sebagai suatu keadaan atau
faktor resiko yang dapat mempengaruhi peran manusia dalam menghadapi
stresor. Adapun yang termasuk dalam faktor biologis adalah :
1) Neuroanatomi
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada pasien depresi
dan skizoprenia sehingga pasien mengalami masalah harga diri rendah
kronis.
2) Neurotransmiter
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan
ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Neurotransmiter adalah
kimiawi otak yang ditransmisikan oleh satu neuron ke neuron lain
(Stuart & Larala, 2005). Neurotransmiter sangan berhubungan dengan
depresi adalah norepinefrin, dopamin, serotonin.
b. Faktor Psikologis
Harga diri rendah sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan
individu menjalankan peran dan fungsi. Jika lingkungan tidak memberikan
dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi terus-
menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah. Hal-
hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang
tua yang tidak percaya pada ana, tekanan teman sebaya, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri
yang tidak realistik. (Stuart & Sundeen, 2009)
c. Faktor sosial dan kultural
Secara sosial status ekonmi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga
diri rendah. Dimana tempat tumbuh kembang yaitu keluarga, lembaga
pendidikan, dan lingkungan masyarakat. Kondisi sosial di masing-masing
tempat akan berinteraksi satu dengan yang lainnya dan mempengaruhi
tumbuh kembang.
Contoh masalah sosial yang dapat menimbulkan harga diri rendah antara
lain kemiskinan, tempat tinggal daerah kumuh, rawan kriminalitas. Dimana
menurut Hawari (2001) rasa tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa
seseorang tertekan.
2. Manifestasi klinis
Menurut Stuart (2007: hal.188) manifestasi klinis pada klien dengan harga diri
rendah adalah sebagai berikut:
a. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
b. Penurunan produktifitas
c. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
d. Gangguan dalam berhubungan
e. Rasa diri penting yang berlebihan
f. Perasaan tidak mampu
g. Rasa bersalah
h. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
i. Perasaan negatif tentang tubuhnya sendiri
j. Ketegangan peran yang dirasakan
k. Pandangan hidup yang pesimis
l. Keluhan fisik
m. Pandangan hidup yang bertentangan
n. Penolakan terhadap kemampuan personal
o. Destruktif terhadap diri sendiri
p. Pengurangan diri
q. Menarik diri secara social
r. Penyalahgunaan zat
s. Menarik diri dari realitas
t. Khawatir

3. Faktor Presipitasi
a. Trauma : penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran : berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi
1) Transisi peran perkembangan : perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
2) Transisi peran situasi : terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit : dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh;
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal;
prosedur medis dan keperawatan.
4. Penilain stressor
Apapun masalah dalam konsep diri dicetuskan oleh stressor psikologis,
sosiologis, atau fisiologis. Eleman yang penting adalah persepsi pasien
tentang ancaman.
5. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien antara lain: Aktifitas
olahraga dan aktifitas diluar, hobi dan kerajinan tangan, seni yang
ekspresif, kesehatan dan perawatan diri, pendidikan dan pelatihan,
pekerjaan, vokasi atau posisi, bakat tertentu, kecerdasan, imajinasi dan
kreatifitas serta hubungan interpersonal.
6. Mekanisme koping
Menurut Stuart (2007, hlm 191) mekanisme koping termasuk pertahanan
koping jangka panjang atau jangka pendek serta penggunaan mekanisme
pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi
diri yang menyakitkan.
1) Pertahanan jangka pendek meliputi aktifitas yang memberikan
pelarian sementara dari krisis identitas diri misalnya konser musik,
bekerja keras, menonton tv, Aktivitas yang memberikan identitas
pengganti sementara misalnya ikut serta dalam klub social, agama,
politik, kelompok. Aktifitas yang sementara menguatkan atau
meningkatkan perasaan diri yang tidak menentu misalnya olahraga
yang kompetitif, prestasi akademik. Aktifitas yang merupakan upaya
jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup yang tidak
bermakna saat ini.
2) Pertahanan jangka panjang meliputi penutupan identitas yang
merupakan adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri
individu dan identitas negative merupakan asumsi identitas yang tidak
sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat.

C. POHON MASALAH
1. Pohon Masalah
Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif

2. Daftar Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH


1 Subjektif Harga Diri Rendah
Pasien mengatakan tentang :
1. Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penolakan terhadap kemampuan diri
5. Objektif
1. Penurunan produktivitas
2. Tidak berani menatap lawan bicara
3. Lebih banyak menundukkan kepala saat
berinteraksi
4. Bicara lambat dengan nada suara lemah
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Koping Individu Tidak Efektif

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (TULIS SESUAI DENGAN


MASALAH UTAMA)
Dengan Diagnosa Keperawatan : Defisit Perawatan Diri

Perencanaan
No Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Pasien Mampu : Setelah 3xSP 1
1) Bina pertemuan, pasien 1) Identifikasi 1) Membuat
hubungan dapat : kemampuan pasien
saling percaya 1) Membina melakukan menyadari
2) Dapat hubungan kegiatan dan aspek
mengidentifik saling percaya bantu aspek positif
asi aspek 2) Mengindetifik positif (buat yang
positif asi aspek daftar dimiliki
3) Dapat menilai positif yang kegiatan) sehingga
kegiatan yang dimiliki 2) Bantu pasien meningkat
dapat 3) Menilai menilai kan harga
dilakukan saat kemampuan kegiatan diri pasien
ini yang dimiliki yang dapat 2) Membantu
4) Dapat untuk dilakukan pasien
memilih salah dilaksanakan saat ini dalam
satu kegiatan 4) Merencakan (pilih dari menyusun
yang dapat kegiatan daftar jadwal
dilakukan sesuai dengan kegiatan) kegiatan
5) Dapat kemampuan lalu buat 3) Mengetahu
melakukan dan jadwal daftar i kegiatan
kegiatan yang telah kegiatan yang dapat
secara mandiri ditetapkan yang dapat dilakukan
5) Melakukan dilakukan pasien
kegiatan saat ini hingga saat
sesuai dengan 3) Bantu pasien ini
rencana secara memilih 4) Memberika
mandiri salah satu n latihan
kegiatan praktik
yang dapat langsung
dilatih saat untuk
ini meningkat
4) Latih kan
kegiatan kemampua
yang dipilih n pasien
(alat dan 5) Mengontro
cara l kegiatan
melakukann apa saja
ya) yang
5) Masukkan dilakukan
pada jadwal pasien
kegiatan
untuk latihan
sesuai
kesepakatan
dengan
pasien
SP 2
1) Evaluasi 1) Membandi
kegiatan ngkan hasil
pertama dan
yang telah harapan.
dilatih dan 2) Memberika
berikan n latihan
pujian praktik
2) Latih langsung
kegiatan untuk
kedua (cara meningkat
dan alat) kan
sesuai kemampua
dengan n pasien.
jadwal 3) Mengontro
kegiatan l kegiatan
yang telah yang
disepakati dilakukan
bersama pasien
pasien
3) Masukkan
dalam
jadwal
kegiatan
untuk latihan
..../hari
SP 3
1) Evaluasi 1) Membandi
kegiatan ngkan hasil
yang lalu dan
(SP 1 dan SP harapan.
2) 2) Memberika
2) Latih n latihan
kegiatan ke praktik
tiga (cara langsung
dan untuk
alat)sesuai meningkat
dengan kan
jadwal kemampua
kegiatan n motorik
yang telah pasien.
disepakati 3) Mengontro
bersama l kegiatan
pasien yang
3) Masukkan dilakukan
pada jadwal pasien
kegiatan
untuk latihan
..../hari
SP 4
1) Evaluasi 1) Membandi
kemampuan ngkan hasil
pasien yang dan
lalu (SP 1, harapan.
SP 2 dan SP 2) Memberika
3) n latihan
2) Latih praktik
kegiatan ke langsung
empat (cara untuk
dan alat) meningkat
3) Masukkan kan
pada jadwal kemampua
kegiatan npasien.
harian 3) Mengontro
...../hari l kegiatan
4) Evaluasi pasien
kegiatan 4) Membandi
latihan dan ngkan hasil
berikan dan
pujian membantu
5) Latih meningkat
kegiatan kan harga
dilanjutkan diri pasien
sampai tak 5) Meingkatk
terhingga an
6) Nilai kemampua
kemampuan n pasien
yang telah 6) Mengetahu
mandiri i seberapa
jauh
kemampua
n pasien
Keluarga mampuSetelah 4x SP 1
merawat anggota pertemuan 1) Diskusikan 1) Mencari
keluarga yang keluarga mampu masalah tahu atau
mengalami meneruskan yang menggali
masalah harga melatih pasien dirasakan apa saja
diri rendah dan mendukung dalam aspek yang
agar kemampuan merawat akan di
dalam melakukan pasien tingkatkan
kegiatan dapat 2) Jeaskan pada diri
menigkat. pengertian, pasien
tanda gejala, 2) Memberi
dan proses pengetahua
terjadinya n
harga diri 3) Memberi
rendah pengetahua
3) Jelaskan n
cara 4) Memberika
merawat n latihan
harga diri praktik
rendah langsung
terutama dalam
memberikan melakukan
pujian perawatan.
semau hal 5) Mengontro
positif pada l apa apa
pasien saja yang
4) Latih pasien
keluarga lakukan
memberi untuk
tanggung latihannya.
jawab
kegiatan
pertama
yang dipilih
pasien,
bimbing dan
beri pujian
5) Anjurkan
membantu
pasien sesuai
jadwal dan
memberikan
pujian
SP 2
1) Evaluasi SP 1) Membandi
1 ngkan hasil
2) Bersama dan
keluarga harapan.
melatih 2) Memberika
pasien dalam n latihan
melalukan praktik
kegiatan langsung
kedua yang dalam
dipilih melakukan
pasien perawatan.
3) Anjurkan 3) Mengontro
membantu l apa apa
pasien sesuai saja yang
dengan pasien
jadwal dan lakukan
memberi untuk
pujian latihannya.
SP 3
1) Evaluasi 1) Membandi
kemampuan ngkan hasil
SP 2 dan
2) Bersama harapan.
keluarga 2) Memberika
melatih n latihan
pasien dalam praktik
melakukan langsung
kegiatan dalam
yang dipilih melakukan
pasien perawatan.
3) Anjurkan 3) Mengontro
membantu l apa apa
pasien sesuai saja yang
jadwal dan pasien
memberi lakukan
pujian untuk
latihannya.
SP 4
1) Evaluasi 1) Membandi
kemampuan ngkan hasil
SP 3 dan
2) Evaluasi harapan.
kemampuan 2) Membandi
keluarga. ngkan hasil
3) Rencana dan
tindak lanjut harapan.
keluarga. 3) Mengontro
4) Follow up l
5) Rujukan 4) Dorongan/
motivasi
untuk
mampu
5) Untuk
meningkat
kan
perkemban
gan

Terapi Spesialis
1. Terapi individu : terapi kognitif, CBT, gestalt, penghentian pikiran
2. Terapi kelompok : logoterapi, terapi suportif
3. Terapi keluarga : terapi sistem keluarga, psikoedukasi
4. Terapi komunitas : assrtive community therapy (SAK FIK-UI, 2014)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas Klien
Inisial : Tn. E
Alamat : Punduh pidada, pesawaran
Umur : 40 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : nelayan
Suku/bahasa : jawa
Agama : islam
Informan : klien, perawat, list
Tgl masuk RS : 08 Februari 2021
No. Register : 012683

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny, R
Alamat : Punduh pidada, Pesawaran
Umur : 58 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/bahasa : jawa
Agama : Islam
Hubungan keluarga : Kakak kandung
3. Keluhan utama

Klien dibawa ke RSJ dengan keluhan dirumah hanya diam saja dan tidak mau
bersosialisasi dengan tetangga, suka marah-marah karena mendengar suara-suara atau
bisikan yang menyuruhnya untuk marah, gelisah dan sering berbicara sendiri

4. Riwayat kesehatan

Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat di RS dan tidak memiliki riwayat penyakit
tertentu. Tidak ada riwayat alergi dan klien riwayat pengguna rokok.

5. Riwayat penyakit masa lalu

Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di RSJ dan klien mengatakan putus obat 3 bulan
dengan alasan bosan minum obat.

Masalah keperawatan : koping individu tidak efektif

Klien mengatakan mempunyai pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan yaitu putus
cinta dengan kekasihnya

6. Riwayat penyakit keluarga

Klien menatakan didalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit seperti klien

7. Genogram
Genogram
x x x x Laki – laki
Perempuan
Meninggal

Pasien

Keterangan Genogram
Klien adalah anak keempat dari enam bersaudara, klien tinggal ---- Tinggal dalam
bersama orang tua nya
satu rumah

8. Persepsi kesehatan

Klien menyangkal kondisinya saat ini


9. Pemeriksaan fisik

TD : 120/80 mmHg

N : 80x/menit

RR : 23X/menit

S : 36,40 C

Berat badan : 57 kg

Tinggi badan : 160 cm

10. Psikososial
a. Konsep Diri
a. Citra tubuh
klien mengatakan tidak menyukai bagian tubuhnya terutama jari telunjuk dan
jari tengah karena tidak bisa menekuk dengan sempurna
masalah keperawatan : harga diri rendah

b. Identitas diri
klien mengatakan dia anak ke empat dari enam bersaudara dan klien
mengatakan sangat senang dengan aktivitas sehari-hari yaitu sebagai nelayan,
klien merasa senang dirinya sebagai seorang laki-laki
c. Peran
klien berperan sebagai seorang anak dan membantu orang tua dengan bekerja
sebagai nelayan
d. Ideal diri
klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit dia akan menjadi seseorang
yang lebih baik
e. Harga diri
klien mengatakan hubungan dengan keluarganya baik, tetapi klien merasa
malu karena tetangganya menganggap dirinya tidak laku karena belum
menikah sampai usia klien sekarang
masalah keperawatan : harga diri rendah
2. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
klien meyakini kepercayaan yang di anutnya. Klien mengatakan beragama
islam
b. Kegiatan ibadah
klien mengatakan menjalankan sholat 5 waktu saat di rumah dan di rumah
sakit
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Klien mengatakan orang berarti untuk dirinya adalah keluarga
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat/sekolah
klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan apapun di masyarakat
masalah keperawatan : isolasi sosial
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
klien mengatakan sering bertengkar dengan tetangganya karena mereka sudah
menghina klien
masalah keperawatan : resiko perilaku kekerasan
11. Status mental
a) Penampilan
Klien tampak bersih dan rapi, klien mengatakan mandi 2x sehari memakai sabun
dan menggosok gigi serta memakai shampo

b) Pembicaraan
Pada saat wawancara klien menjawab dengan baik, cara bicara klien lambat
Masalah keperawatan : harga diri rendah
c) Aktivitas motorik
Kontak mata kurang fokus, klien tampak sering melamun, tampak tidak
bersemangat dan terlihat sering diruangan
Masalah keperawatan : harga diri rendah
d) Interaksi selama wawancara
Selama wawancara klien kooperatif dan menjawab semua pertanyaan dengan
baik, klien tampak menunduk saat wawancara
Masalah keperawatan : harga diri rendah
e) Alam perasaan
Klien mengatakan sedih berada di RSJ, klien merasa bosan dan ingin segera
pulang karena menganggap dirinya sudah sembuh
Masalah keperawatan : koping individu tidak efektif
f) Afek
Klien hanya berbicara saat diberi pertanyaan, klien tampak sedih saat bercerita
tentang keluarganya
Masalah keperawatan : harga diri rendah
g) Persepsi
Klien mengatakan mendengar suara-suara bisikan yang mengganggu dan klien
menengar suara itu saaat malam hari terutama saat ia sendirian. Suara tersebut
menyuruhnya untuk marah
Masalah keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi
h) Proses pikir
Selama wawancara klien menjawab pertanyaan dengan baik dan sesuai
i) Isi pikir
Klien mengatakan tidak memiliki fobia apapun
j) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadran composmentis, klien mampu menyebutkan nama dan alamat
nya serta klien mampu menyebutkan nama perawat

k) Memori
Klien mengatakan mengingat semua kejadian yang sudah berlalu. Klien
mengatakan ingat kapan ia di bawa ke RSJ dan klien juga ingat selama dirumah ia
tidak patuh minum obat
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung
m) Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sederhana seperti mencuci tangan terlebih
dahulu sebelum makan
n) Daya tilik diri
Klien menyadari bahwa klien sekarang berada di RSJ untuk proses penyembuhan
12. Sumber koping
13. Persiapan pulang
Saat keluar dari RSJ klien akan pulang kerumah orang tuanya. Klien mengatakan
suda mampu makan minum secara mandiri, mampu merawat diri secara mandiri,
BAB/BAK mandiri. Saat sudah ulang klien ingin kembali bekerja sebagai nelayan
dan membantu orang tuanya
14. Diagnosa medis
Skizofrenia
15. Terapi medis
Obat-obatan
Risperidone 2x1
Trihexyphenidil 2x2mg
Chloropromazine 1x50mg
16. Pemeriksaan penunjang

POHON MASALAH

Kerusakan memori

Kebingungan RPK HALUSINASI gg pola pikir

Gangguan pola pikir HDR Isolasi sosial ansietas

Berduka kompleks DPD

Koping individu tidak efektif

Koping keluarga tidak efektif


Kurang
Pengetahuan

17. Diagnosa keperawatan


1. Harga diri rendah
2. Gsp halusinasi
3. Resiko perilaku kekerasan
4.
18. Data fokus
DS
1. klien mengatakan tidak menyukai bagian tubuhnya terutama jari telunjuk dan jari
tengah karena tidak bisa menekuk dengan sempurna
2. Klien mengatakan suka marah kalau disinggung oleh tetangganya
3. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengganggu dia
4. Klien mengatakan mendengar suara itu saat malam hari dan saat sendirian
5. Klien mengatakan tidak berguna lagi karena tidak ada yang wanita mau sama dia
6. Klien mengatakan merasa malu karena belum menikah di usia klien yang
sekarang

7. Klien mengatakan sedih berada di RSJ, klien merasa bosan dan ingin segera
pulang karena menganggap dirinya sudah sembuh
8. Klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan apapun di masyarakat
9.

DO
1. Klien tampak berbicara dengan suara tinggi dan keras
2. Pandangan tampak tajam
3. Klien tampak senyum-senyum sendiri
4. Klien tampak gelisah
5. Klien tampak berbicara sendiri
6. Klien tampak sering melamun
7. Klien tampak menunduk
8. Kontak mata klien kurang
9. Klien tampak bingung menjawab pertanyaa

19. Analisa data

NO DATA MASALAH
1 DS Harga diri rendah
1. Klien mengatakan malu karena
belum menikah
2. Klien mengatakan dirinya tidak
berguna
DO
1. Klien tampak menunduk
2. Kontak mata klien berkurang
2 DS Halusinasi
1. Klien mengatakan dirinya
mendengar suara-suara
2. Klien mengatakan suara itu
muncul saat klien sedang
sendirian
DO
1. Klien tampak melamun
2. Klien tampak berbicara sendiri
3. Klien tampak senyum-senyum
sendiri
3 DS Resiko perilaku kekerasan
1. Klien mengatakan suka marah-
marah
2. Klien mengatakan sering
bertengkar dengan tetangganya
DO
1. Klien berbicara keras dan nada
bicara tinggi
2. Klien tampak gelisah
3. Kontak mata kurang
4 DS Koping individu tidak
1. Klien mengatakan sedih efektif
berada di RSJ, klien merasa
bosan dan ingin segera pulang
karena menganggap dirinya
sudah sembuh
DO
1. Klien tampak sedih

5 DS Isolasi sosial
1. Klien mengatakan tidak pernah
mengikuti kegiatan apapun di
masyarakat

DO
1. Klien tampak hanya di ruangan
saat di RSJ
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pada bab pembahasan ini akan diuraikan tentang pembahasan yang
terjadi didalam kasus dan penyelesaiannya beserta perbandingan teori
dengan kenyataan yang terjadi dilapangan. Saat pemberian asuhan
keperawatan pada Tn. E dengan masalah keperawatan harga diri rendah
diruang kutilang di RSJ PROVINSI LAMPUNG dengan menggunakan
asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan proses keperawatan
Data yang diperoleh saat pengkajian pada tanggal 15 februari 2021
didapatkan dari observasi langsung dan catatan medis didapatkan data :
diagnosa pasien Tn. E yaitu harga diri rendah, sudah tidak terlalu gelisah,
pasien juga tidak mempunyai waham. Data pengkajian yang berhubungan
dengan masalah keperawatan harga diri rendah didukung dengan data
subyektif pasien yang menyatakan : klien merasa malu karena tetangganya
menganggap dirinya tidak laku karena belum menikah sampai usia klien
sekarang, klien mengatakan dirinya tidak berguna, dan data obyektif
kontak mata sulit untuk dipertahankan, pasien sering menunduk.
Harga diri rendah diangkat sebagai prioritas masalah utama karena
dari pengkajian didapatkan data-data yang menunjukan data-data dari
pasien harga diri renda, yang sudah memenuhi batas karakteristik
(Stuart,2006).
Pada kasus Tn. E sudah dijelaskan bahwa pasien mengatakan baru
pertama kali dirawat dirumah sakit jiwa, klien mengatakan tidak menyukai
bagian tubuhnya terutama jari telunjuk dan jari tengah karena tidak bisa
menekuk dengan sempurna. Klien mengatakan suka marah kalau
disinggung oleh tetangganya, pasien pernah mengalami pengalaman yang
tidak menyenangkan yaitu putus cinta dengan kekasihnya, Klien
mengatakan merasa malu karena belum menikah di usia klien yang
sekarang, Klien mengatakan tidak berguna lagi karena tidak ada wanita
yang ingin dengannya.
Dalam pengkajian didapatkan data penampilan Tn. E Klien tampak bersih
dan rapi, klien mengatakan mandi 2x sehari memakai sabun dan
menggosok gigi serta memakai shampo. Kualitas pembicaraan Tn. E
cukup baik, pasien berbicara dengan lambat, pelan tapi jelas. Pasien
jarang memulai pembicaraan namun saat diajak bicara pasien mengerti
dan sesuai dengan topik pembicaraan. Penulis hanya mengambil satu
prioritas diagnosa yaitu harga diri rendah. Data yang memperkuat
penulis menulis diagnosa keperawatan harga diri rendah yaitu dengan
data subyektif Klien mengatakan merasa malu karena belum menikah di
usia klien yang sekarang, Klien mengatakan tidak berguna lagi karena
tidak ada yang wanita mau dengannya.
B. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan ini akan di uraikan mengenai masalah yang terjadi di
dalam kasus dan penyelesaianya beserta perbandingan teori dengan kenyataan
yang terjadi di lapangan. Saat pemberian asuhan keperawatan pada Sdr. E
dengan masalah keperawatan harga diri rendah, Halusinasi, Resiko Prilaku
Kekerasan. Dengan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervansi, implementasi dan evaluasi. Pada kasus yang di kelola
dapat di identifikasi masalah keperawatan yaitu harga diri rendah dan
Halusinasi, Resiko Prilaku Kekerasan, adapun uraian pembahasan masalah
keperawatan tersebut dilakukan dengan terapi individu berupa SP (strategi
pelaksanaan).
Strategi pelaksanaan adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa
terjadwal yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi
masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Berdasarkan standar asuhan
keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan harga diri rendah dilakukan
dalam dua sesi pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien memasukkan
kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalahnya ke dalam jadwal
kegiatan.
Strategi pelaksanaan pada pasien harga diri rendah terdiri dari empat sesi
petemuan yaitu sesi pertemuan pertama (SP1) dilakukan pada sesi pertama
dan sesi pertemuan kedua dilakukan (SP2) hingga sampai SP 4 pada
pertemuan ke empat. Kemampuan penerapan strategi pelaksanaan tidak dapat
di pisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan aktivitas fisik,
mental, di samping itu juga di pengaruhi latar belakang sosial, pengalaman ,
usia, pendidikan dan tujuan yang akan di capai.
1. Harga diri rendah

Berdasarkan pengkajian yang didapatkan berhubungan dengan


masalah keperawatan harga diri rendah, di dukung dengan data subjektif
pasien yang menyatakan klien mengatakan merasa malu karena belum
menikah di usianya yang sekarang, klien mengatakan tidak berguna lagi
karena tidak ada wanita yang tertarik lagi padanya. Dan didukung dengan
data obyektif saat pengkajian klien tampak terus menunduk, kontak mata
klien dengan perawat kurang.
Harga diri rendah adalah semua pikiran, kepercayaan dan
keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubunganya dengan orang lain. Harga diri terbentuk waktu
lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart,
2006).
Tujuan dari asuhan keperawatan pada diagnosa keperawatan harga
diri rendah yaitu tujuan umumnya meningkatkan aktualisasi diri pasien :
dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan, dan menyadari
potensi sambil mencari kompensasi ketidakmampuan. Tujuan khususnya
yaitu pasien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri dan
membantu pasien agar mengerti dirinya secara tepat.
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan dalam
mencapai tujuan khusus, perencanaan keperawatan meliputi tujuan umum,
tujuan khusus, kriteria evaluasi, dan intervensi (Fajariyah, 2012). Untuk
melatih kemampuan pasien untuk mengubah cara pasien menafsirkan dan
memandang segala sesuatu pada saat pasien mengalami kekecewaan,
sehingga pasien merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif
dengan menggunakan terapi kognitif. Pasien Tn. E yang awalnya
menunjukkan sifat perasaan yang tidak berharga, tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri, percaya diri kurang, tidak ada
kontak mata, sering menunduk, bicara lambat dengan nada lemah. Setelah
diberikan tindakan keperawatan SP dan terapi kognitif pasien sudah
mampu merubah pikirannya yang negatif
menjadi pikiran positif, pasien menjadi lebih percaya diri dan kontak mata
bisa dipertahankan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan strategi
pelaksanaan panduan pelaksanaan intervensi keperawatan jiwa yang
digunakan sebagai acuan bagi ners saat berinteraksi atau berkomunikasi secara
terapeutik kepada klien dengan gangguan jiwa.

Pada SP 1 pasien mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien


mengatakan tidak berguna lagi karena tidak ada wanita yang tertarik lagi
padanya. Dan didukung dengan data obyektif saat pengkajian klien tampak
terus menunduk, kontak mata klien dengan perawat kurang. Pasien mampu
memilih kegiatan yang dapat dilakukan selama dirumah sakit yaitu menata
tempat tidur, pasien dapat mendemonstrasikan menata tempat tidur dengan
bantuan perawat, Pasien mau dibuatkan jadwal kegiatan harian dan
memasukan kegiatan yang bisa dilakukan pasien ke dalam jadwal harian. Pada
SP 2 pasien mampu melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan menata
tempat tidur dan memilih kegiatan kedua yaitu menyapu lantai . Pada SP 3
pasien mampu melakukan kegiatan menyapu lantai dan memilih kegitan ke 3
dan yaitu mencuci gelas.

Pada SP 4 pasien mampu melakukan kegiatan mencuci gelas dan memilih


kegiatan ke 4 untuk membersihkan kamar mandi.

Evaluasi dari harga diri rendah dengan pasien yang sudah tercapai adalah
klien dapat menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, pasien
dapat memilih kegiatan yang masih bisa dilakukan selama dirumah sakit dan
pasien mampu memasukan kegiatan yang dipilih kedalam jadwal kegiatan
harian.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Titian (2018) dengan judul


pengaruh penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah terhadap harga diri
klien skizoprenia didapatkan hasil p –value =0,017 yang berarti adanya
pengaruh yang signifikan antara penerapan strategi pelaksanaan harga diri
rendah terhadap harga diri klien skizofrenia. Dan penelitain ini diperkuat
dengan pebelitian lalu yang dlakukan Rosliana Daud (2014), mengatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan strategi
pelaksanaan pada pasien harga diri rendah terhadap kemampuan pasien dalam
meningkatkan harga diri pada klien skozopfenia dengan niai p –value =0,002.

Berdasarkan Definisi harga diri rendah dapat disimpulkan semua nilai-


nilai, keyakinan, dan gagasan yang berkontribusi terhadap pengetahuan
diri seseorang dan mempengaruhi hubungan yang satu dengan yang
lain interaksi dengan orang lain dan lingkungan nilai-nilai yang terkait
dengan pengalaman, tujuan dan cita-cita. Harga diri rendah digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya
diri dan harga diri, dan konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu kecil
tatapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam diri
sendiri dengan orang terdekat,dan dengan realistas dunia.
2. Halusinasi

Berdasarakan pengkajian tn. E mengatakan Klien mengatakan dirinya


mendengar suara-suara. Klien mengatakan suara itu muncul saat klien sedang
sendirian dan Klien tampak melamun klien tampak berbicara sendiri Klien
tampak senyum-senyum sendiri.
Halusinasi juga dinyatakan sebagai persepsi klien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang
nyata tanpa rangsangan dari luar (Direja, 2011).
Tujuan umum asuhan keperawatan halusinasi adalah agar pasein mampu
mengendalikan halusinasi yang dialami. Dan tujuan khususnya pasien mampu
mengontrol, halusinasi dengan menghardik, belajar dengan 6 prinsip benar
obat, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan terjadwal. Pada sp 1 pasien
mampu mengidentifikasi halusinasi, yang dialami dan melakukan kegiatan
menghardik.
Pada sp 2 pasien mampu mengulang menghardik dan belajar dengan 6 prinsip
benar obat ,
Pada sp 3 pasien mampu mengulang kegiatan belajar prinsip 6 benar obat dan
melakukan kegiatan bercakap-cakap.
Pada sp ke 4 pasien mampu mengulang kegiatan bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan yang dipilih yaitu senam. Evaluasi dari halusinasi dengan pasien
yang sudah tercapai adalah klien mampu menghardik,belajar 6 prinsip benar
obat, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan yang dipilih.
Hal ini didukung dengan penelitaian Tiya Meliana dkk (2019), bahwa strategi
pelaksanaan 1 mampu mengurangi tanda dan gejala halusinasi pendengaran.
Hal ini sesuai dengan penelitian Sudirman (2014) tentang Pengaruh Penerapan
Stratergi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi Klien Terhadap
Kemampuan Mengontrol Halusinasi di RSKD Provinsi Sulawesi Selatan yang
menunjukan strategi pelaksanaan 1 pada klien dengan skizofrenia yaitu ada
pengaruh kemampuan klien dalammengontrol halusinasi setelah 3 hari
diajarkan strategi pelaksanaan 1 halusinasi. Berdasarkan kesimpulan diatas
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian strategi pelaksanaan
terhadao halusinasi yang dialami pasien.
3. Resiko perilaku kekerasan

Berdasarakan pengkajian tn. Klien mengatakan suka marah-marah Klien


mengatakan sering bertengkar dengan tetangganya Dan Klien berbicara keras
dan nada bicara tinggi Klien tampak gelisah, kontak mata kurang. Resiko
perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontol (Yosep, 2007).
Tujuan asuhan keperawatan resiko perilaku kekerasan yaitu agar pasien
mampu mengendalikan rasa amarahnya dengan Tarik nafas dalam dan pukul
bantal, dengan belajar 6 prinsip benar obat dan, meminta dan menolak dengan
benar dan dengan spiritual.
Pada sp 1 pasien mampu mengidentifikasi rasa marah mulai dari penyebab,
rpk yang dilakukan dan dan akibatnya serta mampu melakukan kegiatan Tarik
nafas dalam dan pukul bantal.
Pada sp 2 pasien mampu mengulang Tarik nafas dalam dan pukul bantal dan
belajar dengan 6 prinsip benar obat
Pada sp 3 pasien mampu mengulang kegiatan belajar prinsip 6 benar obat dan
melakukan menolak, meminta dan mengngkapkan secara verbal.
Pada sp ke 4 pasien mampu mengulang verbal dan melakukan kegiatan yang
dipilih yaitu dengan latihan spiritual.
Evaluasi dari halusinasi dengan pasien yang sudah tercapai adalah klien
mampu mengontrol prilaku kekerasan dengan Tarik nafas dalam dan pukul
bantal ,belajar 6 prinsip benar obat, menolak, meminta dan mengungkapkan
secara verbal dengan orang lain dan melakukan kegiatan yang dipilih spiritual.
Hal ini didukung dengan penelitian Vevi Suryenti Putri , Resti Mella dan salvita
fitrianti dkk (2018) Dengan Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukan terapi
komunikasi terapeutik diketahui sebagian besar responden mempunyai perilaku yang
kurang baik (maladaptif) dengan mean 40.50, dan diberikan terapi komunikasi
terapeutik diketahuiterjadi peningkatan skor perilaku yang lebih baik (adaptif)
dengan mean 43,90. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan terapi komunikasiterapeutik dalam mengatasi masalah perilaku kekerasan
pada pasien skizofrenia dengan p-value 0,013 (p-value <0,05) .Berdasarkan hasil
asuhan keperawatan ini sejalan dengan teori menurut Afnuhazi (2015), manusia
sebagai mahluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dalam dirinya dan lingkungan
dari luar, baik keluarga,kelompok maupun komunitas.Dalam berhubungan dengan
lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat
beradaptasi. Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif,
suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan ketegangan dan
ketidaknyamanan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data kasus keperawatan pada Sdr.E dengan gangguan harga diri
rendah,maka kelompok dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan,sedangkan hasil pengkajian yang kelompok dapatkan pada Sdr.E
adalah perasaan malu karena belum menikah diusianya yang sekarang , dan
megatakan tidak ada wanita yang mau dengannya, tidak ada kontak mata, selalu
menunduk.
2. Diagnose keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian adalah
harga diri rendah
3. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan pada Sdr.E meliputi tujuan umum
klien dapat memiliki harga diri yang positif . Untuk tujuan yang pertama klien
dapat menunjukan tanda-tanda percaya diri kepada perawat dan mengenali
masalah yang dialami serta mampu mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan
positif pertama yaitu merapikan tempat tidur, tujuan khusus ke dua klien mampu
mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan positif kedua yaitu menyapu lantai,
tujuan khusus yang ke tiga mampu mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan
positif ketiga yaitu mencuci gelas, tujuan khusus yang ke empat klien mampu
mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan positif keempat yaitu
membersihkan kamar mandi, dan tujuan khusus yang kelima klien mampu
mengendalikan HDR yang dialami
4. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah
disusun. Kelompok melakukan implementasi pada Sdr.E selama 5 hari. Pada hari
pertama perawat memberikan strategi pelaksanaan 1 (SP 1) yaitu membantu klien
mengidentifikasi HDR,mendiskusikan pikiran/evaluasi/penilaian diri yang
negative dan positif, memilih kegiatan positif yang pertama yang akan dilakukan,
Pada hari kedua strategi pelaksanaan 2 (SP 2) yaitu mengajarkan kegiatan positif
kedua, Pada hari ketiga strategi pelaksanaan 3 (SP 3) yaitu mengajarkan kegiatan
positif ketiga, Pada hari keempat strategi pelaksanaan 4 (SP 4) yaitu mengajarkan
kegiatan positif keempat, Pada hari kelima strategi pelaksanaan 5 (SP 5) yaitu
mengevaluasi kegiatan 1,2,3,4 dan latihan kegiatan dilanjutkan sampai tak
terhingga
5. Evaluasi tindakan yang dilakuakan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada Sdr.E sampai dengan strategi pelaksanaan 5 .Sdr.E mampu
membina hubungan saling percaya dengan perawat,dan mengenali masalah yang
dialami.

B. Saran

Kelompok memberikan saran gar dapat diterima sebagai pertimbangan guna


meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien dengan Harga diri rendah
berikut:
1. Bagi kelompok diharapkan dapat menggunakan dan memanfaatkan waktu
seefektif mungkin,sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan jiwa dapat tercapai secara optimal serta untuk
menyiapkan strategi pelaksanaan dan membina hubungan saling percaya
dengan klien. Kelompok harus teliti dalam melakukan pengkajian.
2. Bagi perawat untuk selalu mengingatkan kemampuan dalam memberikan
asuhan keperawatan , membina hubungan saling percaya, dan merawat pasien
dengan lebih sabar dalam memberikan pelayanan guna mempercepat proses
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2000). Standar Pedoman Jiwa


Nurjanah, Intisari. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Fik-Ui (2014). Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jiwa. Workshops Ke-
7, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC
Stuart, G.W., And Laraia (2005), Principles And Practice Of Psychiaatric Nursing, (7th Ed.)
St. Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G.W. (2009). Principles And Pratice Of Psichiatric Nursing. ( 9th Ed.) St. Louis : Mosby
Suliswati, Dkk (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
www.peraturan.go.id diakses tanggal 3 Maret 2021.
Nurjihan Amiryyah. Laporan Tugas Akhir Asuhan Keperawatan Jiwa. IR-Perpustakaan
Universitas Airlangga. Diakses tanggal 3 Maret 2021.
InfoDatin-Kesehatan Jiwa, diakses tanggal 3 Maret 2021.
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila L. (2011). Psychiatric Mental Health Nursing.5th edition. Wolters Kluwer
Health. Lippincott Wiliams&Wilk.
LAMPIRAN
PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN HARGA DIRI
RENDAH TERHADAP HARGA DIRI KLIEN SKIZOFRENIA

Sutinah
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Harapan Ibu Jambi, Indonesia (36132)
Email: Ns.titin@gmail.com

ABSTRAK

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti yang berkepanjangan akibat evaluasi
negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Harga diri rendah berhubungan dengan hubungan
interpersonal yang buruk terutama menonjol pada klien skizofrenia. Klien yang mengalami harga diri
rendah akan menunjukkan perilaku menarik diri dan menghindari interakasi dengan orang lain jika tidak
di intervensi. Kemampuan klien melakukan hubungan interpersonal dapat ditingkatkan dengan pemberian
intervensi salah satunya strategi pelaksanaan. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah terhadap harga diri klien skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jambi. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif quasi experimental, pre-test and
post–test one group design. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh klien skizofrenia sebanyak 102
orang dengan jumlah sampel sebanyak 16 orang adapun tehnik pengambilan sampel purposive sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat, dari
hasil uji statistik univariat diketahui sebanyak 100% mengalami harga diri rendah. Hasil uji statistik
bivariat menunjukkan ada pengaruh penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah terhadap harga diri
klien skizofrenia dengan p-value 0.01 (< 0.05). Penelitian ini menunjukkan bahwa klien sebaiknya
melakukan strategi pelaksanaan pada saat mengalami harga diri rendah.

Kata Kunci: Strategi Pelaksanaan, Harga Diri, Skizofrenia.

Low self-esteem is a feeling of worthlessness, does not mean a prolonged due to a negative evaluation of
oneself and self-ability. Low self-esteem associated with poor interpersonal relationships is especially
prominent in schizophrenic clients. The clients who experience low self-esteem will show withdrawal
behavior and avoid interacting with others if not intervened. The ability of clients to carry out
interpersonal relationships can be improved by providing intervention, one of which is the
implementation strategy. The purpose of this study was to determine the effect of implementing a low
self-esteem implementation strategy on the self-esteem of schizophrenic clients at the Jambi Provincial
Mental Hospital. The type of research study used by quasi-experimental quantitative, pre-test and post-
test one group design. The population in this study were all schizophrenic clients as many as 102 peoples
with a total sample of 16 peoples. The sampling technique was used purposive sampling. The data
collection using a questionnaire. The data analysis was done by univariate and bivariate test. The results
of univariate statistical tests it was found that as much as 100% experienced low self-esteem. The results
of the bivariate statistical test found that there was an effect of applying a low self-esteem implementation
strategy to the self-esteem of schizophrenic clients with a p-value of 0.01 (<0.05). This research shows
that clients should carry out an implementation strategy when experiencing low self-esteem.
Keywords: Implementation Strategy, Self-Esteem, Schizophrenia
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk gangguan kesehatan jiwa yang terdapat di dunia yaitu adalah gangguan jiwa
skizofrenia, gangguan jiwa skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan prilaku yang dapat di
terima secara sosial. Harga diri rendah adalah salah satu masalah keperawatan yang dijumpai
pada skizofrenia dan dihubungkan dengan interpersonal yang buruk. Harga diri adalah penilaian
pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal
diri (1) . Harga diri rendah yang berlansung lama tanpa adanya intervensi yang terpeutik dapat
menyebabkan terjadinya kekacauan identitas dan akhirnya akan terjadi dipersonalisasi (2).

Bila kondisi klien dengan harga diri rendah dibiarkan tanpa adanya intervensi lebih lanjut dapat
menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang lain.
Kien akan mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asyik dengan dunia dan pikiranya
sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.(Fitria, 2009). Oleh sebab itu perlu
diberikan intervensi keperawatan berupa strategi pelaksanaan harga diri, sedangkan terapi yang
dapat diberikan yaitu terapi kognitif, terapi psikoreligius, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi
lingkungan dan logoterapi (3).

Strategi pelaksanaan adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa terjadwal yang diterapkan pada
pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (4).
Berdasarkan standar asuhan keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan harga diri rendah
dilakukan dalam dua sesi pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien memasukkan kegiatan yang
telah dilatih untuk mengatasi masalahnya ke dalam jadwal kegiatan. Strategi pelaksanaan pada
pasien harga diri rendah terdiri dari dua sesi petemuan yaitu sesi pertemuan pertama (SP1)
dilakukan pada sesi pertama dan sesi pertemuan kedua dilakukan (SP2). Kemampuan penerapan
strategi pelaksanaan tidak dapat di pisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan
aktivitas fisik, mental, di samping itu juga di pengaruhi latar belakang sosial, pengalaman , usia,
pendidikan dan tujuan yang akan di capai (5).

World Health Organization (WHO) (2012) menyatakan bahwa gangguan mental (jiwa) dapat
mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan jumlah persentase 8,5% dan gangguan
jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan jumlah persentase 11,5%. Selain itu
WHO juga memperkirakan bahwa ± 873.000 orang bunuh diri akibat gangguan jiwa, dengan
demikian pengaruh gangguan jiwa sangat besar, dimana dapat mengakibatkan kematian.
Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1 %. Biasanya timbul pada usia
sekitar 18 tahun sampai 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 tahun sampai 12 tahun
sudah menderita skizofrenia. Penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 200 juta jiwa maka
sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (4). Dirumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi, untuk penyakit
skizofrenia menempati urutan pertama dari 10 besar penyebab utama sakit penderita rawat inap
(6).

Penelitian terdahulu yang dilakukan (7) dengan judul asuhan keperawatan pada klien harga diri
rendah dengan melatih kemampuan positif di ruang belimbing rumah sakit khusus daerah duren
sawit jakarta timur. Hasil penelitian didapatkan 2% dapat melatih kemampuan positif yang
dimiliki. Peneliti melakukan studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi melalui
observasi dan wawancara kepada 20 klien skizofrenia yang diambil secara acak pada setiap
ruangan didapatkan sebanyak 16 orang klien, dimana 10 orang klien mengatakan hal yang negatif
tentang diri sendiri, pada saat berkomunikasi belum ada kontak mata, minder, selalu mengatakan
ketidak mampuan. Hasil wawancara dilakukan dengan beberapa perawat yang ada di ruang rawat
inap, mengenai strategi pelaksanaan, perawat mengatakan bahwa strategi pelaksanaan sudah
diterapkan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi, dan di lakukan secara lengkap di ruangan tertentu
seperti di ruang rawat inap MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional).

Sedangkan di ruangan lain strategi pelaksanaan diterapkan secara lengkap hanya kepada sebagian
pasien. Ini disebabkan oleh ketidakseimbangan jumlah perawat dengan jumlah pasien (jumlah
pasien jauh lebih banyak dari jumlah perawat) sehingga asuhan keperawatan yang diberikan
belum optimal. Perawat ruangan mengatakan, para mahasiswa setiap dinas diruangan selalu
menerapkan strategi pelaksanaan tetapi hanya pada pasien binaan mereka, dengan berbagai jenis
diagnosa keperawatan seperti pada klien skizofrenia yang mengalami berbagai gejala seperti pada
pasien harga diri rendah, kepada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, dan lainya. Dari
permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian: tentang pengaruh
pengaruh penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah terhadap harga diri klien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian kuantitatif pre eksperimental dengan rancangan one group pre test dan post test
design. Populasi pada penelitian ini adalah keseluruhan klien skizofrenia sebanyak 102 orang.
Sampel penelitian ini klien skizofrenia sebanyak 16 orang diambil dengan menggunakan kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini terdiri dari klien yang mengalami harga diri
rendah, bersedia menjadi responden, bisa membaca dan menulis. Tehnik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini purposive sampling. Sebelum melakukan penelitian, peneliti
melakukan pengumpulan data melalui tahap:1) memilih responden sesuai kriteria 2) memberikan
penjelasan tentang tujuan, proses, harapan dari penelitian ini dengan jelas dan memberi
kesempatan bertanya 3) apabila bersedia berpartisipasi lalu menandatangani informed consent 4)
menentukan kelompok intervensi 5) melakukan kontrak. Pada minggu pertama peneliti dan
asisten peneliti melakukan pre test kemudian dilanjutkan dengan intervensi pada 3 kelompok
yaitu kelompok A, B dan C dimana kelompok A terdiri dari 5 orang, kelompok B 5 orang dan
kelompok C 6 orang responden, dengan waktu SP1 dan SP2 kelompok A selama 4 hari, hari
berikutnya dilakukan evaluasi setelah itu klien dibiarkan tanpa diberi perlakuaan selama sehari
lalu dilakukan post-test, kemudian dilanjutkan dengan kelompok B dan C dengan pembagian
waktu yang sama yaitu 20 menit dengan kelompok A.

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner harga diri, menggunakan
skala harga diri Rosenberg Rosenberg dalam (8). Penelitian ini menggunakan analisis univariat
dan bivariat dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil karakteristik responden sebagai berikut:
Tabel 1
Karakteristik Responden (n=16)

Karakteristik n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 62.5
Perampuan 6 37.5
Usia
21-29 tahun 3 18.8
30-45 tahun 12 75.0
≥45 tahun 1 6.2

Jumlah responden sebanyak 16 klien, dengan karakteristik dapat dilihat pada tabel 1. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa karakteristik klien mayoritas berjenis kelamin laki-laki (62.5%),
responden lebih banyak berusia 30-45 tahun (75.0%).

Berdasarkan analisis univariat didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2
Rata-Rata Harga Diri Sebelum Diberikan Strategi Pelaksanaan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi
(n=16)
Variabel Mean SD Min Maks 95%
Cl
Harga Diri 14.38 0.719 13 15 13.99-
14.76

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat rata-rata harga diri klien skizofrenia sebelum diberikan strategi
pelaksanaan yaitu 14.38 dengan standar deviasi (SD) yaitu 0.719. Harga diri klien maksimum
responden 15 dan harga diri minimum responden 13 di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.
Hal ini diketahui dari gambaran diri klien yang mengkritik diri sendiri dan orang lain,
merendahkan diri sendiri, belum ada kontak mata, belum mau berjabat tangan, gangguan dalam
berhubungan dengan orang lain, perasaan tidak mampu, mudah marah, suka menyendiri, menolak
kemampuan diri. Hal ini dapat di sebabkan karena klien merasa tidak ada orang yang
memperhatikan mereka sehingga semua masalah yang ada dalam dirinya hanya ditanggungnya
sendiri dan pikiran-pikiran yang buruk semakin membuatnya menjadi harga diri rendah.
Disamping itu juga klien menutup diri pada orang lain serta mereka malu dan segan untuk
bercerita pada orang lain tentang masalah yang dihadapinya.

Menurut (3) harga diri yang rendah berhubungan dengan interpersonal yang buruk dan terutama
menonjol pada klien skizofrenia. Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri. Menurut (2) penyebab dari harga diri rendah di pengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi, dimana faktor predisposisinya adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, ketergantungan terhadap orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
Sedangkan faktor presipitasinya adalah hilangnya sebagian anggota tubuh dan berubahnya
penampilan atau bentuk tubuh. Bila kondisi klien dibiarkan tanpa adanya intervensi lebih lanjut
dapt menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang
lain. Kien yang mengalami isolasi social dapat membuat klien asyik dengan dunia dan pikiranya
sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.

Tabel 3
Rata-Rata Harga Diri Klien Skizofrenia Setelah Diberikan Strategi Pelaksanaan di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jambi (n=16)
Variabel Mean SD Min Maks 95%
Cl
Harga 15.19 1.22 13 18 14.54-
Diri 15.84

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat rata-rata harga diri klien skizofrenia setelah diberikan strategi
pelaksanaan yaitu 15.19 dengan standar deviasi (SD) yaitu 1.22. Harga diri klien maksimum
responden 18 dan mekanisme koping minimum responden 13 di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jambi.

Strategi pelaksanaan adalah salah satu tindakan keperawatan jiwa terjadwal yang diterapkan pada
pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperwatan jiwa yang ditangani (1).
Berdasarkan standar asuhan keperawatan yang tersedia, asuhan keperawatan harga diri rendah
dilakukan dalam dua sesi pertemuan. Pada setiap pertemuan, pasien memasukkan kegiatan yang
telah dilatih untuk mengatasi masalahnya ke dalam jadwal kegiatan. Strategi pelaksanaan pada
pasien harga diri rendah terdiri dari dua sesi petemuan yaitu sesi pertemuan pertama (SP1)
dilakukan pada sesi pertama dan sesi pertemuan kedua (SP2) (5). Klien yang sudah
memperlihatkan peningkatan harga diri menunujukan tanda-tanda antara lain klien mulai berani
untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain, mulai menunjukkan sikap positif terhadap
dirinya dan tidak merendahkan diri sendiri serta mampu membedakan hal yang salah dan benar.

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4
Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Terhadap Harga Diri Klien Skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jambi (n=16)
Variabel N Mean P-value
Rank
Harga diri klien 0,00
sebelum
penerapan strategi
pelaksanaan
16 0,017
Harga diri klien
setelah penerapan
strategi 4,.00
pelaksanaan

Berdasarkan tabel 4 Dari tabel di atas diketahui rata-rata harga diri klien skizofrenia sebelum
penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah yang mengalami penurunan tingakat harga diri
setelah penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah adalah 0,00, sedangkan rata-rata harga
diri klien skizofrenia yang mengalami peningkatan harga diri setelah penerapan startegi
pelaksanaan harga diri rendah adalah 4,00. Hasil uji statistik diketahui nilai p-value =0,017 (p≤
0,05) yang berarti ada pengaruh penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah terhadap harga
diri klien skizofrenia di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.

Penelitian ini didukung oleh penelitian (9) didapatkan bahwa ada pengaruh terapi kreasi seni
menggambar terhadap kemampuan melakukan kegiatan pada pasien harga diri rendah p value
0.000. Sedangkan menurut penelitian (10) menunjukkan bahwa Hasil asuhan keperawatan
menunjukkan penurunan tanda dan gejala harga diri rendah kronik disertai peningkatan
kemampuan pasien lebih tinggi pada kelompok pasien yang mendapatkan CBT, FPE dan terapi
suportif. (11) mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan Penerapan Strategi
Pelaksanaan Pada Pasien Harga Diri Rendah Terhadap Kemampuan Pasien dalam Meningkatkan
Harga Diri pada klien Skizofrenia dengan nilai p-value 0.002.

Menurut (5) adapun penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah di bagi dalam 2 sesi strategi
pelaksanaan (SP). SP 1 Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif Yang dimiliki pasien,
kemudian dilanjutkan dengtan membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatihdan melatih
kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanan kemampuan yang telah dilatih
dalam rencana harian. Sedangkan pada SP 2, pasien di ajarkan untuk melatih melakukan kegiatan
lain yang sesuai dengan kemampuan pasien. Oleh karena itu diharapkan kepada perawat di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi agar lebih meningkatkan penerapan strategi pelaksanaan harga
diri rendah,

SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh penerapan strategi pelaksanaan harga diri rendah
terhadap harga diri klien skizofrenia. Untuk itu, hendaknya perawat dapat memberikan terapi
pada pasien yang harga diri rendah dengan melakukan strategi pelaksanaan yang bertujuan
mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart, G. W. & Laraia MT. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Fifth Edit. St. Louis:
Mosby Year Book; 1998.
2. Videbeck SL. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Jakarta: EGC; 2015.
3. Yosep Iyus. Keperawatan Jiwa. Cetakan 1. Bandung: PT Refika Aditama; 2015.
4. Polit&Hungler BP. Nursing Research: Principle and Methods. 5thed ed. Philadelpia: J.B Lippincot
Company; 1995.
5. Keliat. B A. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. 1st ed. Jakarta: EGC; 2014.
6. Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi. Laporan Tahunan Rumah Sakit Jiwa Provisni Jambi. 2017.
7. Ns. Ragil Supriyono. Asuhan Keperawatan pada Klien Harga Diri Rendah Dengan Melatih
Kemampuan Positif Di Ruang Belimbing Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit Jakarta Timur.
Kesehat Kel. 2016;8(2):20–31.
8. Michener, H.A and DeLamater JD. Social Psychology. Fourth Edi. Orlando: Harcourt Brace College
Publishers.; 1999.
9. Mulyawan M. Terapi Kreasi Seni Menggambar Terhadap Kemampuan Melakukan Menggambar
Bentuk pada Pasien Harga Diri Rendah. J Ilm Ilmu Keperawatan Indones. 2018;8(1).
10. Pramujiwati D. Pemberdayaan Keluarga dan Kader Kesehatan Jiwa dalam Penanganan Pasien Harga
Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan Model Precede L. Green. J Keperawatan Jiwa. 2013;1(2).
11. Rosliana Daud. Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan pada Pasien Harga Diri Rendah terhadap
Kemampuan Pasien dalam Meningkatkan Harga Diri Klien Skizofrenia. J Ilm Kesehat Diagnosis.
2014;5(4):449–53.

Anda mungkin juga menyukai