Anda di halaman 1dari 9

KONSEP DASAR KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL

Psikososial

Psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh


timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam
masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes, 2011).
Psikososial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara
kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental/emosionalnya. Dari katanya, istilah
psikososial melibatkan aspek psikologis dan sosial. Contohnya, hubungan antara ketakutan yang
dimiliki seseorang (psikologis) terhadap bagaimana cara ia berinteraksi dengan orang lain di
lingkungan sosialnya.
Teori psikososial menjelaskan tentang dorongan dan motivasi internal yang berada dalam
alam bawah sadar dan memengaruhi setiap aspek cara berfikir dan bertingkah laku individu.
Contoh masalah psikososial antara lain: psikotik gelandangan dan pemasungan, penderita
gangguan jiwa, masalah anak: anak jalanan dan penganiayaan anak, masalah anak remaja:
tawuran dan kenakalan, penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, masalah seksual:
penyimpangan seksual, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual, tindak kekerasan sosial, stress
pasca trauma, pengungsi/ migrasi, masalah usia lanjut yang terisolir, masalah kesehatan kerja:
kesehatan jiwa di tempat kerja, penurunan produktifitas dan stres di tempat kerja, dan lain-lain:
HIV/AIDS (Depkes, 2011).
Melalui kemampuan psikososial, anak diharapkan mampu berpikir kritis, tahu cara
menghadapi stress, mampu menata emosi/mengontrol diri, kreatif, mampu menyesuaikan diri,
saling berinteraksi secara positif, mampu mengembangkan sikap empati terhadap teman, serta
mampu menghargai orang lain.Selain itu, kemampuan psikososial juga dapat mencegah anak
dari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan lingkungan.

Status Emosi

Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta,
kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966)
Merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan
afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akibatnya dapat berupa perasaan atau prilaku
yang tidak diharapkan, seperti ansietas, kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.
Dengan berinteraksi bersama klien, anda dapat banyak mengetahui status mental dan
emosionalnya. Kumpulkan data melalui anamnesis dan lihat ketepatan emosi. Terdapat alat
pengkajian khusus untuk mengkaji status mental klien. The Mental Status Questionnaire (MSQ)
yang disusun Kahn et al.(1960) terdiri atas 10 poin. The Mini-Mental State Examination
(MMSE) merupakan instrumen yang disusun oleh Folstain, dan MCHUGH (1975) yang
mengukur orientasi dan kognitif. Skor maksimal pada MMSE adalah 30. Klien dengan skor 21
atau kurang memperlihatkan gangguan kognitif yang perlu diteliti lebih lanjut.
Untuk mendapatkan pengkajian objektif, pertimbangkan latar budaya dan pendidikan,
nilai, kepercayaan, dan pengalaman klien sebelumnya. Faktor ini akan memengaruhi respons
pertanyaan. Perubahan statusmental atau emosional menggambarkan gangguan otak. Korteks
serebral mengendalikan dan mengintegrasikan intelektualitas dan emosi. Kelainan otak primer,
pengobatan dan perubahan metabolik merupakan contoh faktor yang mengubah fungsi otak.
Delirium merupakan kelainan mental yang umum ditemukan pada lansia. Ini merupakan
kelainan mental akut yang ditandai kebingungan, disorientasi, dan kegelisahan. Kondisi ini
sering salah didiagnosis sebagai dimensia, yaitu kelainan organik yang lebih progesif seperti
penyakit Alzheimer. Oleh karena itu, banyak penyelenggara kesehatan yang gagal mendiagnosis
penyakit ini. Banyak yang mengira ini merupakan penyakit umum pada lansia. Delirium sering
terabaikan karena kegagalan mengkaji status mental. Untungnya, kondisi ini bersifat revensibel
jika dikaji dengan benar dan penyebabnya ditangani (kelainan saraf pusat metabolik, dan
kardiopulmonal, penyakit sistemik, deprivasi sensorik) (Stuart dan Laraia, 2005). Klien dengan
delirium di katakan menderita sindrom malam karena delirium memburuk pada malam hari.
Ingatlah bahwa delirium terjadi pada anak pascaoperasi (205) dan anak yang dirawat di rumah
sakit (8%) (Gray-Vickrey, 2005). Kumpulkan data perilaku klien sebelum mengalami delirium
sehingga kondisi ini dapat cepat dideteksi. Anggota keluarga merupakan sumber informasi yang
baik.

Konsep Diri
Kosep diri adalah bagian dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak didapat sejak
lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalamanan seseorang terhadap dirinya
sendiri. Secara umum, konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan
suatu pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan
orang lain, termasuk karakter kemampuan, nilai, ide, dan tujuan. Ini merupakan perasaan
subjektif individu dan kombinasi yang kompleks dari pemikiran yang disadari atau tidak
disadari, sikap, dan persepsi. Konsep diri secara langsung memengaruhi harga diri dan perasaan
seseorang tentang dirinya sendiri. Meskipun dua istilah ini sering digunakan secara bersamaan,
tetapi perawat harus membedakan keduanya agar dapat menggaji klien dengan benar dan
lengkap, serta membangun rencana perawatan berdasarkan kebutuhan klien.
Perawatan yang merawat klien menghadapi berbagai masalah kesehatan yang
mengancam konsep diri dan harga diri mereka. Kehilangan fungsi tubuh, penurunan toleransi
aktifitas, dan kesulitan dalam menangani penyakit kronis adalah contoh dari situasi yang
mengubah konsep diri klien. Perawat harus membantu klien untuk menilai perubahan dalam
konsep diri dan mendukung komponen-komponen konsep diri mereka guna meningatkan
keberhasilan adaptasi.
Perkembangan dan pengolahan konsep diri dan harga diri dimulai pada usia muda dan
terus berlangsung sepanjang masa kehidupan. Dilaporkan ada kecenderungan bahwa pria
memiliki harga diri yang lebih tinggi dibanding wanita (birndorf et al;2005). Namun tingkat
perbedaan antara kedua gender dan variasinya disepanjang masa kehidupannya masih belum
jelas. Orang tua dan pemberi layanan primer memengaruhi perkembangan konsep diri dan harga
diri anak. Selain itu, individu belajar dan menginternalisasikan pengaruh budaya pada konsep
diri dan harga diri pada masa kanak-kanak dan remaja. Ada sejumlah penekanan yang signifikan
pada pengembangan konsep diri anak usia sekolah.

4 Komponen konsep diri


1) Citra diri
adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup presepsi dari pasangan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh saat ini
dan masa lalu.
2) Ideal diri
Presepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku.
Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
3) Harga diri
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana
perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan
tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga diri menjadi rendah. Harga diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain.
4) Peran diri
Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan
posisinya di masyarakat.
5) Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang
utuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri


1) Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti perkembangan menta, perlakuan, dan pertumbuhan anak
akan mempengaruhi konsep dirinya.
2) Budaya
Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya, dan
lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada
lingkungannya.
3) Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri.
Pada sumber internal misalnya, orang yang humoris koping individunya lebih efektif.
Sumber eksternal misalnya adanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat.
4) Pengamatan sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian
pula sebaliknya.
5) Sensor
Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan kekuatan.
Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan
kecemasan.
6) Usia, keadaaan sakit, dan trauma
Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.

Kriteria kepribadian yang sehat


1) Citra tubuh positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan
kesehatan diri. Termasuk presepsi saat ini dan masa lalu.
2) Ideal dan realitas
Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup yang dapat
dicapai.
3) Konsep diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam hidupnya.
4) Harga diri tinggi
Seseorang yang akan mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai
seorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia
inginkan.
5) Kepuasan penampilan peran
Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain
secara intim dan mendapat kepuasan, dapat memercayai dan terbuka pada orang lain serta
membina hubungan interdependen.
6) Identitas jelas
individu merasakan keunikan dirinya yang memberiarahkehidupan dalam mencapai
tujuan

Karakteristik konsep diri rendah


 Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu
 Tidak mau berkaca
 Menghindari diskusi tentang topik dirinya
 Menolak usaha rehabilitasi
 Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat
 Mengingkari perubahan pada dirinya
 Peningkatan ketergantungan pada yang lain
 Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan, dan menangis
 Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya

Faktor risiko gangguan konsep diri


1. Gangguan identitas diri
a) Perubahan perkembangan.
b) Trauma
c) Jenis kelamin yang tidak sesuai
d) Budaya yang tidak sesuai

2. Gangguan citra tubuh (body image)


a) Hilangnya bagian tubuh
b) Perubahan perkembangan
c) Kecacatan

3. Gangguan harga diri


a) Hubungan interpersonal yang tidak harmonis
b) Kegagalan perkembangan
c) Kegagalan mencapai tujuan hidup
d) Kegagalan dalam mengikuti aturan normal

4. Gangguan peran
a) Kehilangan peran
b) Peran ganda
c) Konflik peran
d) Ketidakmampuan menampilkan peran
Stress dan Adaptasi
Stress merupakan bagian dari kehidupan yang mempunyai efek positif dan negatif yang
disebabkan karena perubahan lingkungan. Secara sederhana stress adalah kondisi dimana adanya
respons tubuh terhadap perubahan untuk mencapai normal. Sedangkan stressor adalah sesuatu
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stress. Stressor dapat berasal dari internal
misalnya, perubahan hormon, sakit maupun eksternal misalnya, temperatur dan pencemaran.
Seseorang mengalami situasi bahaya, maka respons akan muncul. Respons yang tidak
disadari pada saat tertentu disebut respons koping. Perubahan dari suatu keadaan dari respons
akibat stressor disebut adaptasi. Adaptasi sesungguhnya terjadi apabila adanya keseimbangan
antara lingkungan internal dan eksternal. Contoh adaptasi misalnya: optimalnya semua fungsi
tubuh, pertumbuhan normal, normalnya reaksi antara fisik dan emosi, kemampuan menolerir
perubahan situasi.
a. Fisiologi Stress dan Adaptasi
Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan lingkungan, baik
lingkungan internal seperti pengaturan peredaran darah, pernapasan. Maupun lingkungan
eksternal seperti cuaca dan suhu yang kemudian menimbulkan respons normal atau tidak normal.
Keadaan diman terjadi mekanisme relatif untuk mempertahankan fungsi normal disebut
homeostatis. Homeostatis dibagi menjadi dua yaitu homeostatis fisiologis misalnya, respons
adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga dan homeostatis psikologis misalnya, perasaan
mencintai dan dicintai, perasaan aman dan nyaman.
b. Respons fisiologi terhadap stress
Respons fisiologi terhadap stress dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu local adaptation
syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap stressor misalnya kalau kita menginjak
paku maka secara refleks kaki akan diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi
lokalnya dengan menambahkan sel darah putih pada lokasi peradangan dan general adaptation
syndrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stressor yang ada.
Dalam proses GAS terdapat tiga fase:
1) pertama, reaksi peringatan ditandai oleh peningkatan aktifitas neuroendokrin yang berupa
peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolisme, glukosa dan dilatasi pupil.
2) kedua, fase resisten dimana fungsi kembali normal, adanya LAS, adanya koping dan
mekanisme pertahan.
3) ketiga, fase kelelahan ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah,
panik, krisis.
Dapat berupa depresi, marah, dan kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap
penilaian, misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk. Ada empat tingkatan
kecemasan, yaitu :
1) Cemas ringan
Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari–hari. Pada
tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati–hati dan waspada. Respons cemas
ringan seperti sesekali bernapas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada
lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah,
menyelesaikan masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada
tangan.
2) Cemas sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap masalah menurun. Respons cemas sedang seperti sering
napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang
menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur
dan perasaan tidak enak.
3) Cemas berat
Pada cemas berat lahan persepsi sangat sempit. Respons kecemasan berat seperti napas pendek,
nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dab sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan,
lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi cepat
dan perasaan ancaman meningkat.
4) Panik
Pada tahap ini lahan persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri
sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat mengendalikan diri lagi
dan tidak dapat melakukan apa–apa walaupun telah diberi pengarahan. Respons panik seperti
napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat
sempit, tidak dapat berpikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak–teriak,
blocking, kehilangan kendali dan persepsi kacau.
Faktor – faktor yang Dapat Menimbulkan Stres
 Lingkungan yang asing
 Kehilangan kemandirian sehingga mengalami ketergantungan dan memerlukan
bantuan orang lain
 Berpisah dengan pasangan dan keluarga
 Masalah biaya
 Kurang informasi
 Ancaman akan penyakit yang lebih parah
 Masalah pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun. 2004. Stres, Koping, dan Adaptasi. Jakarta: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai