Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

HARGA DIRI RENDAH

“Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiiwa 1”


Dosen Pengampu : Ibu Sri Hindriyastuti, S.Kep. Ns, M.N

Disusun Oleh Kelompok 1:


1. Wisnu Aji N
2. Tri Dwi M
3. Elly Setyo
4. Rina Kusuma
5. Sri Mulyantari
6. Sukarmiasih

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
menganugerahkan berkatNya, dalam penyusunan Laporan Asuhan Keperawatan Klien dengan
Masalah Utama Harga Diri Rendah.
Adapun penyusunan makalah ini digunakan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Keperawatan Kesehatan Jiwa 1 Sekolah Tinggi Institut Kesehatan Cendekia Utama Kudus.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk
serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Ilham Setyo Budi, Skp, M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi Institut Kesehatan
Cendekia Utama Kudus yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk bekerjasama
dalam pendidikankeperawatan.
2. Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas serta
kemudahan bagi saya untuk melanjutkan pendidikan keperawatan.
3. Ibu Sri Hindriyastuti, S.Kep.NS,M.N selaku Dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi hingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
4. Teman-teman mahasiswa kelas transfer Rumah Sakit Mardi Rahayu Angkatan 2023 Program
Studi Institut Keperawatan Stikes Cendekia Utama Kudus dan berbagai pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, semangat dan doanya dalam
penyususnan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kemajuan ilmu keperawatan.

Kudus, 20 September 2023


Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa diartikan sebagai keadaan sejahtera, dimana individu memiliki
kemampuan untuk menyadari potensi yang ada dalam dirinya, dapat mengatasi tekanan
kehidupan yang terjadi, bekerja secara produktif dan dapat berkontribusi dalam
komunitasnya. Individu yang sering mengalami tekanan emosional, distress dan
terganggunya fungsi (disfungsi), akan berpotensi cukup besar mengalami gangguan jiwa
yang dikenal dengan istilah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) (Rahayu & Daulima,
2019).
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang ada di indonesia. Menurut
(Videbeck, 2015) Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang ditandai dengan
disorganisasi pola pikir dimanifestasikan dengan masalah komunikasi. Gejala skizofrenia
meliputi gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif mencakup delusi, halusinasi,
sedangkan gejala negatif seperti apatis, afek datar, hilangnya minat atau ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas rutin, kemiskinan isi pembicaraan, gangguan dalam hubungan
sosial, ditemukan pada pasien dengan harga diri rendah (Rahayu & Daulima, 2019).
Berdasarkan data (WHO) sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa,
sebagian besar mengalami skizofrenia. Di Indonesia sebanyak 84,9% pengidap skizofrenia di
Indonesia telah berobat. Data dari 33 Rumah sakit jiwa yang ada di seluruh Indonesia
menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang
(Riskesdas, 2018). Di Sumatera Utara sendiri penderita skizofrenia menduduki peringkat ke
21 dengan nilai privalensi 6,3%, setelah Provinsi Timur (Kemenkes, 2019). Gejala negatif
dari skizofrenia termasuk harga diri rendah (Pardede, Hamid & Putri, 2020).
Harga diri rendah merupakan salah satu respon maladaptif dalam rentang respon
neurobiologi. Proses terjadinya harga diri rendah kronik pada pasien skizofrenia dapat
dijelaskan dengan menganalisa stressor predisposisi dan presipitasi yang bersifat biologis,
psikologis, dan sosial budaya sehingga menghasilkan respon bersifat maladaptif yaitu
perilaku harga diri rendah kronik. Respon terhadap stressor pada pasien harga diri rendah
memunculkan respon secara kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Respon-respon
tersebut akan dianalisis lebih lanjut, sehingga memunculkan rentang respon (Pardede, Keliat,
& Yulia, 2015).
Gangguan Harga Diri Rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri, dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,
(Keliat, 2016).
Gangguan harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep I, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah adalah perasaan negatif
terhadap diri sendiriyang dapat diekpresikan secara langsung dan tidak langsung.

B. Konsep Dasar Harga Diri Rendah


1. Pengertian Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2018)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. ( Towsend,2018)
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat BA,2019)
2. Klasifikasi Harga Diri Rendah
Menurut sari (2015) menemukan bahwa terdapat klasifikasi harga diri rendah
antara lain :
a. Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misal nya yang harus
operasi, kecelakaan, dicerai suami atau istri, perasaan malu karena sesuatu
(korban pemerkosaan).
b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama yaitu
sebelum sakit atau di rawat. Klien mempunyai cara berpikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada
klien gangguan jiwa.
3. Faktor Penyebab Harga Diri Rendah
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga diri
rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.
( Yosep, 2017).
Menurut Stuart & Sundeen (2019), faktor-faktor yang mengakibatkan
harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi
sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Faktor yang
mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orangtua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. (Stuart
& Sundeen, 2016).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk
tubuh,kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara umum,
gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul
secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau
dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga
diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat
bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien
sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,
2019) .
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif,
kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga
serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.(Townsend,2018)
4. Tanda dan gejala Harga Diri Rendah
Menurut Carpenito dalam keliat (2016) perilaku yang berhubungan dengan harga
diri rendah antara lain :
1) Mengkritik diri sendiri.
2) Menarik diri dari hubungan sosial.
3) Pandangan hidup yang pesimis.
4) Perasaan lemah dan takut.
5) Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri.
6) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri.
7) Hidup yang berpolarisasi.
8) Ketidakmampuan menentukan tujuan.
9) Merasionalisasi penolakan.
10) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah.
11) Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart (2016) tanda- tanda klien dengan harga diri renda
yaitu :
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan akibat
tindakan terhadap penyakit.
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri.
3) Merendahkan martabat.
4) Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri.
5) Percaya diri kurang.
6) Menciderai diri.
5. Rentang Respon Harga Diri Rendah

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersona


diri rendah identitas lisasi
1) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
b. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.(Eko P, 2014)
2) Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak
mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain.(Eko P,2014).
6. Proses Terjadinya Masalah Harga Diri Rendah
1) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman
(2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
a. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :
1. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh.
2. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit.
3. Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
4. Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi.
b. Faktor predisposisi harga diri rendah adalah :
1. Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut.
2. Persaingan antar saudara.
3. Kesalahan dan kegagalan berulang.
4. Tidak mampu mencapai standar.
c. Faktor predisposisi gangguan peran adalah :
1. Stereotipik peran seks.
2. Tuntutan peran kerja.
3. Harapan peran kultural.
d. Faktor predisposisi gangguan identitas adalah :
1. Ketidakpercayaan orang tua.
2. Tekanan dari peer gruup.
3. Perubahan struktur sosial ( Herman,2011)
2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian
anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri kronis ini dapat terjadi
secara situasional maupun kronik.
a. Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana situasi
yang membuat individu sulit menyesuaikan diri, khususnya trauma
emosi seperti penganiayaan seksual dan phisikologis pada masa anak-
anak atau merasa terancam atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak
merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan peran ini
sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan peran dan terlalu
banyak peran. Konflik peran terjadi saat individu menghadapi dua
harapan peran yang bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Keraguan
peran terjadi bila individu tidak mengetahui harapan peran yang
spesifik atau bingung tentang peran yang sesuai
1. Trauma peran perkembangan.
2. Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
3. Transisi peran situasi.
4. Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau
berkurang.
5. Transisi peran sehat-sakit.
6. Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan bagian
tubuh, perubahan bentuk , penampilana dan fungsi tubuh, prosedur
medis dan keperawatan. ( Herman,2011)
c. Perilaku
1) Citra tubuh
Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
menolak bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau
cacat tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha
pengobatan ,mandiri yang tidak tepat dan menyangkal cacat tubuh.
2) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang lain,
produkstivitas menurun, gangguan berhubungan ketengangan
peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan fisik, penolakan
kemampuan diri, pandangan hidup bertentangan, distruktif kepada
diri, menarik diri secara sosial, khawatir, merasa diri paling
penting, distruksi pada orang lain, merasa tidak mampu, merasa
bersalah, mudah tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap
tubuh.
3) Keracunan identitas diantaranya tidak ada kode moral, kepribadian
yang bertentangan, hubungan interpersonal yang ekploitatif,
perasaan hampa, perasaan mengambang tentang diri, kehancuran
gender, tingkat ansietas tinggi, tidak mampu empati pada orang
lain, masalah estimasi.
4) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas, perasaan
terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa terisolasi yang kuat,
kurang rasa berkesinambungan, tidak mampu mencari
kesenangan. Perseptual halusinasi dengar dan lihat, bingung
tentang seksualitas diri,sulit membedakan diri dari orang lain,
gangguan citra tubuh, dunia seperti dalam mimpi, kognitif
bingung, disorientasi waktu, gangguan berfikir, gangguan daya
ingat, gangguan penilaian, kepribadian ganda. ( Herman,2011).

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
1. Jangka pendek :
a) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas diri
( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara obsesif) .
b) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara ( misalnya, ikut
serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau geng).
c) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri
yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi
akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas)
2. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
a) Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi diri individu.
b) Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi,
proyeksi, pengalihan ( displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan
amuk ). (Stuart,2016) .

8. Penatalaksanaan Harga Diri Rendah


Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembnagkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1) Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat
yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine
HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol
(mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua
misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk
antipsikotik). (Hawari,2001)
2) Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
3) Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok
bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.( Eko P,2014)
4) Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal
secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 – 5 joule/detik. (Maramis, 2005)

9. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :
10. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh.
2. Kesiapan meningkatkan konsep diri.
3. Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional).
4. Ketidakefektifan performa peran.
5. Gangguan identitas pribadi.
BAB II
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI
RENDAH
A. Strategi Pelaksanaan (SP) 1 :
1. Kondisi Pasien :
a) Data Subyektif :
1. Pasien mengatakan malu karna tidak punya pekerjaan.
2. Pasien mengatakan di usianya sekarang harusnya sudah punya kerjaan dan
menikah.
3. Pasien mengatakan malu karena kondisinya saat ini dan hanya bisa
bergantung kepada kakaknya
b) Data Obyektif
1. Selama wawancara kontak mata kurang.
2. Pasien lebih sering menunduk saat berbicara.
3. Pasien berbicara kurang jelas dan intonasi yang lambat.
2. Diagnose Keperawatan: Harga Diri Rendah
3. Tujuan Khusus :
a.Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat
dafatr kegiatan).
b. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
c.Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk
dilatih.
d. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
e.Bimbing pasien untuk masukan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per
hari.
4. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif.
b. Menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (buat daftar kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini).
c. Membimbing klien dalam memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih.
d. Menjelaskan kepada klien manfaat dari kegiatan yang sudah dipilih oleh klien.
e. Memberi kesempatan klien untuk menjelaskan kembali apa manfaat kegiatan
yang dipilih.
f. Memberi reinforcement positif.
g. Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan.
h. Menjelaskan cara melakukan kegiatan tersebut.
i. Mendemonstrasikan cara melakukan kegiatan (dilakukan oleh perawat terlebih
dahulu).
j. Mendemonstrasikan bersama-sama dengan klien cara melakukan kegiatan.
k. Memberi kesempatan klien untuk demonstrasi secara mandiri.
l. Memberi reinforcement positif pada klien.
m.Membimbing klien untuk memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.

5. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan


a. Fase Orientasi
1) Salam Terapeutik
“Selamat pagi mbak?. Perkenalkan saya Junivka Jelita, senang di panggil
nivka, saya mahasiswa dari STIKES Bethesda YAKKUM Yogyakarta, saya
bertugas dari 12.00 – 19.30 WIB. Sebelumnya bisa saya tahu nama bapaknya
siapa? Senang di panggil siapa bapak?”
2) Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa yang bapak rasakan saat ini?
Apakah semalam bisa tidur?. Apakah saat ini bapak D masih merasa malu saat
bergaul dengan teman-taman?, apakah mbak D masih merasa tidak berguna
dan malu dengan kondisi bapak D saat ini?.
3) Kontrak
a) Topik
“Baik bapak, hari ini pertemuan pertama kita akan melakukan kegiatan
aktivitas positif dengan cara pembuatan daftar kegiatan, memilih kegiatan
dan melaksanaan kegiatan dengan cara kegiatan yang dilakukan, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan harga diri pak D supaya tidak malu lagi
bergaul dengan teman-temannya, apakah bapak bersedia?”
b) Tempat
“Baik jika bapak bersedia, bapak mau melakukan kegiatan aktivitas yang
positif? Bagaimana kalau diteras dekat dengan taman bunga?”
c) Waktu
“Mau berapa lama bapak? bagaimana kalau 20 menit?”
b. Fase Kerja
1) Mengidentifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
“Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah bapak D suka melakukan kegiatan
harian?”
2) Menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (buat daftar kegiatan yang
dapat dilakukan saat ini)
a) Bimbing klien dalam menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
“Kegiatan harian yang dilakukan dapat membantu mengisi waktu luang
bapak”
b) Berikan contoh kegiatan positif yang dapat dilakukan
“Misalkan saya beri contoh kegiatan tentang membaca, menyiapkan
makanan, dan membersihkan rumah”.
3) Bimbing klien membuat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
“Baik jika bapak suka melakukan kegiatan harian, apakah saya boleh tahu
kegiatan apa saja yang disukai dan sering dilakukan oleh bapak D? supaya
kita bisa membuat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini”
4) Membimbing klien dalam memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini untuk dilatih
“Wah banyak juga ya kegiatan yang bapak lakukan, saya bacakan lagi ya
daftar kegiatan yang sudah bapak D buat ya. Yang pertama ada berkebun,
menyapu lantai, mengepel lantai, mencuci piring, melipat pakaian, merapikan
tempat tidur apakah benar bapak?. Karena hanya satu kegiatan saja yang bisa
kita lakukan hari ini, apakah bapak D bersedia memilih salah satu kegiatan
yang paling bapak senangi?”.
5) Menjelaskan kepada klien manfaat dari kegiatan yang sudah dipilih oleh
klien
“Baik berarti untuk kegiatan hari ini bapak D memilih jenis kegiatan untuk
hari ini bercocok tanam, bercocok tanam memiliki manfaat untuk
mengurangi rasa tertekan karena membuat tubuh menjadi rileks, sehingga
pikiran menjadi lebih tenang dan terhindar dari stres”.
6) Memberi kesempatan klien untuk menjelaskan kembali apa manfaat kegiatan
yang dipilih
“Apakah bapak sudah paham tentang manfaat dari bercocok tanam yang
telah saya sampaikan?. Jika bapak D sudah paham, maukah bapak Z
menjelaskan kembali manfaat dari bercocok tanam?”
7) Memberi reinforcement positif
“Iya betul sekali bapak, bapak sudah bisa menjelaskan kembali manfaat
bercocok tanam”
8) Jelaskan definisi kegiatan yang akan dilakukan
“Nah pengertian bercocok tanam adalah upaya untuk menanam tumbuhan
yang hasilnya dapat dinikmati”
9) Menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilakukan
“Baik bapak hari ini kita akan melakukan kegiatan bercocok tanam yang
bertujuan untuk mengisi waktu luang bapak D untuk melakukan kegiatan”.
10) Menjelaskan cara melakukan kegiatan tersebut
“Pada saat melakukan kegiaan harian bercocok tanam, kita akan menanam
tanaman bunga ke dalam pot yang berisi tanah, kemudian kita siram dengan
air supaya tanaman bungan yang kita tanam hidup”
11) Mendemonstrasikan cara melakukan kegiatan (dilakukan oleh perawat
terlebih dahulu)
“Baik bapak, sekarang saya akan mencontohkan cara bercocok tanam ya”.
12) Mendemonstrasikan bersama-sama dengan klien cara melakukan kegiatan
“Baik sekarang kita bersama-sama melakukan bercocok tanam ya bapak”.
13) Memberi kesempatan klien untuk demonstrasi secara mandiri
“Nah, sekarang coba mbak melakukan kegiatan bercocok taman secara
mandiri”.
14) Memberi reinforcement positif pada klien
15) “Wahhh bagus, ternyata v bisa melakukan urutan menanam tumbuhan
dengan tepat”.
16) Membimbing klien untuk memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan
harian
“bapak sekarang kita tuliskan dalam jadwal kegiatan harian ya tentang
kegiatan yang sudah kita lakukan saat ini, saya bantu ya bapak”
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah selesai melakukan kegiatan bercocok
tanam? Apakah bapak senang dengan kegiatan kita hari ini?”
2) Evaluasi Obyektif, Kognitif, Psikomotor
“Tadi kita sudah berdiskusi dan melakukan kegiatan bercocok taman. Coba
bapak sebutkan apa pengertian, manfaat, dan tujuan dari melakukan kegiatan
bercocok tanam”. Kemudian coba bapak D ulangi bagaimana langkah-
langkah menanam tumbuhan yang sudah kita lakukan tadi”.
3) Rencana Tindak Lanjut
“Untuk selanjutnya bapak D bisa menyiram tanaman yang sudah kita tanam
hari ini dan bapak D juga bisa menanam lagi tanaman untuk mengisi waktu
luang, bapak bisa melakukan kegiatan sesuai dengan yang sudah kita buat di
daftar kegiatan”
4) Kontrak Yang Akan Datang
a) Topik
“Untuk pertemuan selanjutnya kita melakukan kegiatan bercocok tanam
lagi ya bapak, supaya bapak D bisa melakukan bercocok tanam dan bisa
memasukan jadwal kegiatan sesuai latihan yang kita lakukan, apakah
bapak D bersedia?”
b) Tempat
“Pertemuannya kita lakukan dimana bapak? Gimana kalau disini lagi?”
c) Waktu
“Kira-kira bapak mau jam berapa? Kalau besok pagi jam 10.00 WIB
setelah senam pagi bagaimana?. “Baik, sampai bertemu besok pagi ya
bapak”

B. Strategi Pelaksanaan (SP) 2 :


1. Kondisi Pasien :
a. Data Subyektif
1. Pasien mengatakan malu karna tidak punya pekerjaan
2. Pasien mengatakan di usianya sekarang harusnya sudah punya kerjaan dan
menikah
3. Pasien mengatakan malu karena kondisinya saat ini dan hanya bisa bergantung
kepada kakaknya
b. Data Obyektif
1. Selama wawancara kontak mata kurang
2. Pasien lebih sering menunduk saat berbicara
3. Pasien berbicara kurang jelas dan intonasi yang lambat
2. Diagnosa : Harga Diri Rendah
3. Tujuan Khusus :
a. Evaluasi kegiatan yang telah dilatih sebelumnya dan beri pujian.
b. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih.
c. Latih kegiatan kedua (alat dan cara).
d. Bimbing pasien untuk memasukan pada jadwal kegiatan untuk latihan: dua kegiatan
masing-masing dua kali perhari.

4. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Mengevaluasi klien cara melakukan kegiatan bercocok tanam.
b. Memberi pujian postif pada klien.
c. Menjelaskan kepada klien manfaat dari kegiatan yang sudah dipilih yaitu menyapu
lantai.
d. Memberi kesempatan klien untuk menjelaskan kembali apa manfaat kegiatan menyapu
lantai.
e. Memberi reinforcement positif.
f. Menjelaskan definisi kegiatan yang akan dilakukan yaitu menyapu lantai.
g. Menjelaskan tujuan kegiatan menyapu lantai.
h. Menjelaskan cara melakukan kegiatan menyapu lantai.
i. Mendemonstrasikan cara melakukan kegiatan menyapu lantai (dilakukan oleh perawat
terlebih dahulu).
j. Mendemonstrasikan bersama-sama dengan klien cara melakukan kegiatan menyapu
lantai.
k. Memberi kesempatan klien untuk demontrasi secara mandiri cara menyapu lantai.
l. Memberi reinforcement positif pada klien.
m. Membimbing klien untuk memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian latihan
bercocok tanam dan menyapu lantai.
5. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1) Fase orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi bapak D , masih ingat dengan saya?, iya betul”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana kabar bapak D saat ini, apakah masih merasa malu?”
c. Kontrak
1. Topik
“Baiklah, sesuai kontrak kita kemarin hari ini kita akan latihan cara
menyapu lantai ya”
2. Waktu
“Mbak D mau berapa lama kita akan bercakap-cakap? Bagaimana
kalau 20 menit?” baiklah.
3. Tempat
“Mau dimana kita bercakap-cakap pak? Bagagaimana kalau disini
saja? Atau mau ditempat lain.”

2) Fase kerja
a. Mengevaluasi kegiatan yang telah dilatih sebelumnya dan beri pujian
1. Minta klien menjelaskan manfaat dan bercocok tanam
“Kemarin kita sudah belajar tentang bagaimana cara bercocok tanam,
apakah Pak masih ingat caranya? iya benar sekali bapak”
2. Minta klien memperagakan cara bercocok tanam
“Baik sekarang bapak coba peragakan cara bercocok tanam?” iya bagus
sekali bapak, mbak hebat”
“Tetap dilakukakan setiap hari ya mbak untuk merapikan bercocok tanam”
3. Observasi jadwal kegiatan
“Sekarang kita lihat lembar jadwal kegiatan harian mbak, berapa kali mbak
melakukan kegiatan bercocok tanam”
4. Memberi pujian
“Waah bagus sekali bapak, bapak D sudah melakukan kegiatan bercocok
tanam”
b. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih yaitu menyapu lantai
1. Menjelaskan kepada pasien manfaat dari kegiatan yang sudah dipilih
oleh pasien
“bapak D, kemarin kita telah menyusun kegiatan yang bisa dilakukan
saat ini, kemarin mbak sudah bercocok tanam. Nah sekarang kita akan
menyapu lantai, baiklah ”
“bapak sebelumya saya akan menjelaskan alat-alatnya menyapu lantai
ya? Disini kita perlukan sapu dan serok sampah dan tempat sampah”
2. Memberikan kesempatan pasien menjelaskan kembali manfaat menyapu
“Sekarang coba mbak jelaskan kembali alat-alat menyapu?” iya betul
bapak”
3. Memberi pujian pasa pasien
“Bagus sekali bapak”
c. Melatih kegiatan kedua (alat dan cara)
1. Menjelaskan tujuan dan cara menyapu yang baik
“Mbak, alat yang kita gunakan adalah sapu dan serok ya, cara menyapu
kita kumpulkan sampah dan debu mengunakan sapu, Nah jika debu sudah
terkumpul lalu kita dekatkan serok ke sampah kemudian dorong sampah
mengunakan sapu kedalam serok, lalu kita buang ke tempat sampah dan
kembalikan sapu dan serok ditempat penyimpanan”
2. Mendemonstrasikan cara menyapu yang baik
“Caranya seperti ini bapak “(Perawat Mendemonstrasikan)”
3. Memberi kesempatan pasien mendemonstrasikan kegiatan (menyapu)
secara mandiri
“Bagaimana kalau bapak D melakukanya sendiri? baiklah” “(pasien
melakukan kegiatan)”
4. Memerikan pujian pada pasien
“Iya bagus sekali bapak, bapak sudah bisa menyapu dengan benar”

d. Membimbing pasien untuk memasukan latihan kegiatan melipat pakaian dan


menyapu pada jadwal kegiatan untuk latihan masing-masing dua kali
perhari
“Baik bapak tadi bapak sudah dapat melakukan kegiatan menyapu dengan
baik, bagaimana jika kita masukan kedalam jadwal kegiatan harian bapak?
Baiklah karena bapak setuju kita masukan kejadwal harian ya, kita
jadwalkan 2 kali sehari jadi mbak jadwal kegiatan harian mbak yaitu
melakukan kegiatan merapikan tempat tidur 2 kali sehari dan kegiatan
menyapu juga 2 kali sehari ya bapak?”

3) Fase Terminal
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan menyapu?”
b. Evaluasi objektif, kognitif, afektif, psikomotor
“Baik mbak, coba sekarang bapak jelaskan tujuan dan cara menyapu yang baik?”
iya benar sekali bapak”
c. Rencana tindak lanjut
“Baik bapak untuk kegatan menyapu sudah dimasukan kedalam jadwal kegiatan
harian mbak, jadi bapak dapat melakukan sesuai dengan jadwal dan mencentang
jika sudah melakukan kegiatannya ya bapak?”
4) Kontrak yang akan dating
a. Topik
“Baiklah bapak D, pertemuan hari ini kita akhiri dulu, untuk pertemuan selajutnya
kita melakukan kegiatan yang ketiga yaitu mengepel lantai ya bapak?” apakah
bapak bersedia?”
b. Waktu
“Untuk pertemuan selanjtunya bapak mau kapan?,baik jika besok pagi mau jam
berapa bapak? Baiklah jika begitu brti kita bertemu jam 09.00 WIB kita bertemu
lagi ya”
c. Tempat
“Untuk besok bapak mau latihan dimana? Maunya diruangan apa?. Baiklah, di
ruang TAK ya pak, baiklah, sampai bertemu lagi besok pagi ya bapak”

Anda mungkin juga menyukai