Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
Di susun oleh :
Nama : Fenti Yuslia Dilianawati
NIM : P1337420119159
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep diri adalah konseptualisasi individu terhadap dirinya sendiri.
Konsep diri secara langsung mempengaruhi harga diri dan perasaan seseorang
tentang dirinya sendiri. Konsep diri di bangun pada saat seseorang dapat berpikir
dan mengenali hal-hal yang dapat mempengaruhinya, di mulai pada saat remaja
hingga usia tua. Data menunjukkan bahwa cara berpikir secara negative sangat
mempengaruhi pada masa usia lanjut karena intensitas emosional dan perubahan
fisik berhubungan dengan penuaan. (Potter & Perry, 2010)
Konsep diri adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya, perasaan
sadar atau perasaan tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran, dan tubuh
(Kusumawati, 2011). Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2013).
Di dalam konteks kesehatan jiwa, harga diri memiliki peran yang penting
sebab individu yang memiliki harga diri tinggi berarti memandang dirinya secara
positif. Individu dengan harga diri yang tinggi sadar akan kelebihan yang
dimilikinya dan memandang kelebihan tersebut lebih penting dari pada
kelemahannya. Sebaliknya, individu dengan harga diri rendah cenderung
memandang dirinya secara negatif dan terfokus pada kelemahan dirinya. Dalam
hal ini seseorang yang memiliki harga diri tinggi akan lebih tepat dalam
melakukan pemaknaan apabila dihadapkan pada pengalaman pahit, seperti
kegagalan (Pelham, B. W & Swann, W. B., 1989).
Sekretaris Pelayanan RSIA Permata Hati Kudus, Sri Waturiyanti
mengatakan jumlah pasien Curretage dengan Harga diri rendah di bulan Oktober
2019 sebanyak 23 pasien, kemudian pada bulan November meningkat sebanyak
28 pasien. Jumlah ini meningkat sekitar 21,7% pada bulan November 2019. Pada
bulan Desember menurun menjadi 21 pasien.
Harga diri rendah dapat menyebabkan produktifitas individu menurun
sehubungan dengan kondisi tersebut karena anggapan negatif yang dimiliki pada
semua aspek dan menganggap dirinya tidak mampu dan akhirnya mempengaruhi
kehidupan sehari-hari dalam berhubungan dengan orang lain. Ketika seseorang
mengalami harga diri rendah, maka akan berdampak pada orang tersebut
cenderung menyendiri, menarik diri dan mengisolasi diri dari kelompoknya
(Prabowo, 2014).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Gangguan
harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku orang lain
yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri
seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki
harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi
secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu yang
memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan
menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011). Contoh dari dampak harga diri
rendah yaitu seorang remaja ditemukan tewas bunuh diri setelah menunjukkan
tanda-tanda masalah perilaku dan harga diri yang rendah (Rakyatku.Com, 2019).
Masalah harga diri rendah ini perlu mendapat perhatian agar tidak berkembang
menjadi gangguan jiwa lain yang lebih serius, misal isolasi sosial, halusinasi,
perilaku kekerasan, bunuh diri dan yang lainnya.
Tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk meningkatkan harga diri
dan kemampuan untuk melakukan kegiatan pada pasien yang mengalami harga
diri rendah adalah dengan melalui penerapan strategi paleksanaan tindakan
dengan menggunakan komunikasi terapeutik kepada klien , oleh karena itu
perawat dituntut mampu memberikan asuhan keperawatan yang
profesional dan dapat mempertanggung jawabkan asuhan yang diberikan
secara ilmiah.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah
ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa
pada pasien perubahan konsep diri : harga diri rendah di RSIA Permata Hati
Kudus.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran asuhan keperawatan Ny. A dengan gangguan konsep
diri : Harga Diri Rendah dalam peningkatan harga diri yang positif.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan dengan memberikan aspek positif
yang dimiliki pasien dalam meningkatkan kepercayaan diri pasien.
2. Tujuan Khusus
1. Bagi masyarakat
A. Konsep Diri
1. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan,
serta pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan
memengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Komponen konsep diri terdiri dari gambaran diri, identitas, peran,
ideal diri dan harga diri (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015). Seseorang
yang meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak
dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak
disukai, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup adalah konsep diri
negatif (Muhith, 2015).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang
kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009)
2. Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Konsep Diri
a. The significant others, yaitu orang lain yang kita anggap penting
atau biasa, dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan
pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin
orang lain dengan cara pandangan diri merupakan interpretasi diri
pandangan orang lain terhadap diri sendiri (Stuart & Sundeen,
1995).
b. Reference Group, yaitu kelompok yang dipakai sebagai acuan.
Kelompok tersebut memberi arahan dan pedoman agar kita
mengikuti perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam
kelompok tersebut. Kelompok tersebut kita ikuti secara sukarela.
Kelompok acuan itu mempengaruhi pembentukan konsep diri kita
(Stuart & Sundeen, 1995).
c. Teori Perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara
bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan
dirinya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1995).
d. Self Perception (Persepsi diri sendiri), yaitu persepsi individu
terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu
terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif
sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari
perilaku individu (Stuart & Sundeen, 1995).
3. Ciri Kepribadian Yang Sehat
e. Gambaran diri yang positif dan akurat
f. Ideal diri realistis
g. Konsep diri positif
h. Harga diri tinggi
i. Kepuasan penampilan peran
j. Identitas jelas (Stuart & Sundeen, 1995).
4. Komponen Konsep Diri
a. Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan kumpulan sikap individu baik yang
disadari maupun tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk
persepsi masa lalu ataupun sekarang mengenai ukuran, fungsi,
keterbatasan, makna, dan objek yang kontak secara terus-menerus
(anting, make up, pakaian, kursi roda, dan sebagainya) baik masa
lalu maupun sekarang. Citra tubuh merupakan hal pokok dalam
konsep diri. Citra tubuh harus realistis karena semakin seseorang
dapat menerima dan menyukai tubuhnya ia akan lebih bebas dan
merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya akan
meningkat. Sikap individu terhadap tubuhnya mencerminkan aspek
penting dalam dirinya misalnya perasaan menarik atau tidak,
gemuk atau tidak, dan sebagainya (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
Gangguan pada gambaran diri dapat menunjukkan tanda dan
gejala (respon maladaptif) seperti berikut:
i. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
ii. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
iii. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi penarikan diri.
iv. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
v. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang
hilang.
vi. Mengungkapkan keputusasaan.
vii. Mengungkapkan ketakutan ditolak.
viii. Depersonalisasi.
ix. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh (Keliat, 1994).
b. Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya,
serta menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.
Pengertian identitas adalah organisasi, sintesis dari semua
gambaran utuh dirinya, serta tidak dipengaruhi oleh pencapaian
tujuan, atribut/jabatan, dan peran. Dalam identitas diri ada otonomi
yaitu mengerti dan percaya diri, hormat terhadap diri, mampu
menguasai diri, mengatur diri, dan menerima diri. Ciri individu
dengan identitas diri yang positif adalah sebagai berikut.
1. Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang
lain.
2. Mengakui jenis kelamin sendiri.
3. Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan.
4. Menilai diri sesuai penilaian masyarakat.
5. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan
datang.
6. Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari (Yusuf, PK, &
Nihayati, 2015).
c. Peran
Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat sesuai posisinya di masyarakat/
kelompok sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan
serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji
identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Hal-hal
yang memengaruhi penyesuaian individu terhadap peran antara
lain sebagai berikut.
1. Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan
pengetahuannya tentang peran yang diharapkan.
2. Respons/tanggapan yang konsisten dari orang yang berarti
terhadap perannya.
3. Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan perannya.
4. Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran
yang tidak sesuai (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
Gangguan peran yang terjadi dapat ditandai dengan tanda dan
gejala sebagai berikut:
1. Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan
menampilkan peran.
2. Mengingkari atau menghindari peran.
3. Kegagalan transisi peran.
4. Ketegangan peran.
5. Kemunduran pola tanggung jawab yang biasa dalam peran.
6. Proses berkabung yang tidak berfungsi.
7. Kejenuhan pekerjaan (Stuart & Sundeen, 1995).
d. Ideal Diri
Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan
standar, aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan
ideal diri dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga, ambisi,
keinginan, dan kemampuan individu dalam menyesuaikan diri
dengan norma serta prestasi masyarakat setempat. Individu
cenderung menyusun tujuan yang sesuai dengan kemampuannya,
kultur, realita, menghindari kegagalan dan rasa cemas, serta
inferiority. Ideal diri harus cukup tinggi supaya mendukung respek
terhadap diri tetapi tidak terlalu tinggi, terlalu menuntut, serta
samar-samar atau kabur. Ideal diri akan melahirkan harapan
individu terhadap dirinya saat berada di tengah masyarakat dengan
norma tertentu. Ideal diri berperan sebagai pengatur internal dan
membantu individu mempertahankan kemampuannya menghadapi
konflik atau kondisi yang membuat bingung. Ideal diri penting
untuk mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental
(Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
e. Harga Diri
Harga diri adalah gagasan mengenai diri secara global yang
mengacu pada keseluruhan evaluasi diri sebagai individu, atau
bagaimana orang merasakan mengenai diri mereka sendiri dalam
arti yang komprehensif (Verkuyten, 2003). Harga diri adalah
evaluasi yang dibuat dan biasanya dipegang oleh individu
mengenai dirinya sendiri (Coopersmith, 2007). Evaluasi ini
menyatakan kesetujuan maupun ketidaksetujuan, serta
menunjukkan sejauh mana individu percaya bahwa dirinya mampu,
berarti, berhasil dan berharga. Evaluasi diri yang dibuat oleh setiap
individu terhadap dirinya sendiri dimulai dari sangat negatif
sampai sangat positif (Baron & Byrne, 2012).
Harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap
interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap
individu. Harga diri merupakan kunci terpenting dalam
pembentukan perilaku seseorang karena harga diri ini dapat
berpengaruh pada proses berfikir, keputusan-keputusan yang
diambil, dan nilai-nilai tujuan individu (Chaplin, 2001).
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh
dari diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya
tinggi bila sering mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu
akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami
kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan. Harga
diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian.
Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia dan sangat
terancam pada masa pubertas (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).
Faktor yang dapat mempengaruhi gangguan harga diri sebagai
berikut:
1. Perkembangan Individu
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti
penolakan orangtua menyebabkan anak merasa tidak dicintai
dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan
gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang
lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian
dari orangtua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia
merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk
mandiri dan memutuskan sendiri akan bertangguang jawab
terhadap perilakunya.
2. Sikap Orangtua yang Terlalu Mengatur
Sikap orangtua yang terlalu mengatur dan mengontrol
membuat anak merasa tidak berguna.
3. Ideal diri tidak realistis
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak
punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat
standar yang tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu
tinggi dan tidak realistis yang pada kenyataan tidak dapat
dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan
akhirnya percaya diri akan hilang (Muhith, 2015).
B. Harga Diri Rendah
1. Definisi Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku
seseorang sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri rendah
merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui
tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh
evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara
langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 2009). Harga
diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima
dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Patricia
D. Barry, 2003).
2. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif,
kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga
serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, 2009).
a. Faktor Predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah
meliputi:
1) Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu adanya
riwayat penyakit kronis atau trauma kepala merupakan
merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa.
2) Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya
harga diri rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan, penolakan dari lingkungan dan orang terdekat
serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal dan memiliki
ketergantungan yang tinggi pada orang lain merupakan faktor
lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu klien dengan
harga diri rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap
gambaran dirinya, mengalami krisis identitas, peran yang
terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
3) Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri
rendah adalah adanya penilaian negatif dari lingkungan
terhadap klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang rendah
serta adanya riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh
kembang anak.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah
antara lain:
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan
pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan,
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan, menjadi
pelaku, korban maupun saksi dari perilaku kekerasan.
2) Ketegangan peran
Ketegangan peran dapat disebabkan oleh:
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa
kanak-kanak ke remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran
dari kondisi sehat ke sakit. Transisi ini dapat dicetuskan
antara lain karena kehilangan sebahagian anggota tuhuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
Atau perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
3. Pohon Masalah
7. Rentang Respon
(
Gambar 2.2. Rentang respon (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015)
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
2) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses
dan dapat diterima.
3) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya
(Prabowo, 2014).
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika
dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk
menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari
orang lain.
2) Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Prabowo, 2014).
8. Dampak
Harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial: menarik
diri, yaitu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku
yang maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Kartika, 2015).
Harga diri rendah sering ditunjukan dengan perilaku antara lain :
Data subyektif
1) Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau
pembicaraan.
2) Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang
lain.
3) Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.
Data obyektif
1) Kurang spontan ketika diajak bicara.
2) Apatis.
3) Ekspresi wajah kosong.
4) Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
5) Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara
(Kartika, 2015).
9. Penatalaksanaan
1) Psikofarmako
Berbagai obat psikofarmako yang hanya diperoleh dengan resep
dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan generasi
pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang
termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine
HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperridol. Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya: Risperidone, Olozapine, Quentiapine,
Glanzapine, Zotatine, dan Ariprprazole (Prabowo, 2014).
2) Psikoterapi
Psikoterapi adalah penerapan teknik khusus pada penyembuhan
penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri
setiap hari. Psikoterapi merupakan perawatan dengan
menggunakan alat-alat psikoligis terhadap permasalahan yang
berasal dari kehidupan emosional di mana seorang ahli secara
sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien, yang
bertujuan menghilangkan, mengubah atau menurukan gejala -gejala
yang ada, memperantarai (memperbaiki) tingkah laku yang rusak,
dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadin
yang positif (Chaplin, 2001).
3) ECT (Elektro Convulsive therapy)
Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy) adalah
pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artifical
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang
satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi listrik 5-5 joule/ detik (Prabowo, 2014).
4) Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan suatu teknik terapi dengan
menggunakan pendekatan tertentu/spesifik sesuai teori dan kiat
terapis dengan menjadikan kekuatan klien sebagai modal utama
untuk berubah (Susana & Hendarsih, 2009).
5) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok dibagi 4 yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi
aktivitas kelompok sosialisasi (Prabowo, 2014).
6) Terapi Kognitif
Terapi Kognitif dapat membantu individu mengatasi respons
ansietas akibat yang ditimbulkan oleh distorsi pikiran negatif
sehingga meningkatkan kemampuan positif pasien (Townsend,
2009). Prinsip terapi ini adalah memodifikasi baik isi dan/atau
proses pikir klien dan hal terpenting dalam terapi ini adalah klien
harus terlebih dahulu menyadari isi atau proses pikirnya yang perlu
diperbaiki dan memiliki kemampuan untuk berubah (Susana &
Hendarsih, 2009).
7) Logoterapi
Logoterapi membantu individu untuk menemukan makna hidup
meskipun dalam kondisi terburuk (Videbeck, 2008).
8) Terapi Lingkungan (Milieu Therapy)
Terapi Lingkungan (Milieu Therapy) adalah jenis terapi yang
dilakukan dengan melakukan modifikasi lingkungan sosial klien
atau kelompok untuk meningkatkan pengalaman kehidupan yang
lebih positif dan adaptif (Susana & Hendarsih, 2009).
9) Terapi Kerja (Terapi Okupasi)
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang
telah ditemukan, dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan
keahlian yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan
lingkungan. Hal yang perlu ditekankan dalam terapi okupasi adalah
bahwa pekerjaan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan
sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan tetapi kegiatan
atau pekerjaan yang dilakukan dapat menyalurkan bakat dan emosi
klien, mengarahkan ke suatu pekerjaan yang berguna sesuai
kemampuan dan bakat, serta meningkatkan prokdutivitas
(Kusumawati & Hartono, 2010).
10) Terapi Seni
Terapi seni bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
penyembuhan pada individu dengan menggunakan peralatan seni
yang dapat diberikan pada semua usia, keluarga, dan kelompok
(Malchiodi, 2005).
Terapi Seni menghantarkan klien untuk:
1. Meminimalisasi interaksi klien dengan dunianya sendiri.
2. Mengeluarkan pikiran, perasaan, atau emosi yang selama ini
memengaruhi perilaku yang tidak disadarinya (emotional
chatarsis).
3. Membantu proses diagnosis baik medis maupun keperawatan.
4. Membantu dalam proses penentuan intervensi yang lebih sesuai
bagi diri klien dan sesuai pula dengan sarana dan prasarana yang
ada.
5. Menajdi media perawat untuk menentukan tindakan psiko-
terapeutik maupun psikoterapi (komunikasi terapeutik).
6. Menemukan sendiri kemampuan vokasional yang dibutuhkan
untuk masa depannya (Susana & Hendarsih, 2009).
Macam terapi seni:
a. Terapi Seni Menggambar
1. Definisi Terapi Seni Menggambar
Menggambar adalah membuat gambar yang dilakukan
dengan cara mencoret, menggores, menorehkan benda
tajam ke benda lain dan memberi warna sehingga
menimbulkan gambar. Tujuan menggambar adalah untuk
meningkatkan kreativitas, kepekaan rasa serta kemampuan
mengutarakan pendapat melalui karya seni. Melalui gambar
yang dibuatnya dapat terlihat apa yang sedang dirasakannya
apakah itu perasaan gembira atau malah perasaan sedih
(Pamadhi & Sukardi., 2008).
Menggambar dirancang untuk membantu individu
mengenali suara di alam bawah sadar, mendorong untuk
menyembuhkan jiwa melalui terapi menggambar,
mengurangi pikiran dan perasaan negatif (Djiwandono,
2005). Menggambar tidak harus selalu mengambil ide dan
meniru dari alam nyata, tetapi juga menggambar dapat
muncul dari ide liar dari pikiran sehingga muncul suatu
gambar bahkan solusi yang tidak ada sebelumnya
(Gumelar, 2015).
Perbedaan menggambar, mewarna dan melukis dalam
penerapannya adalah menggambar cenderung membuat
goresan (stroke), membuat coretan (outline), menggunakan
satu alat untuk menggambar, satu alat untuk menghapus
yang terkadang tidak diperlukan, kemudian cenderung satu
warna yang dituangkan ke dalam suatu media. Sedangkan
mewarna adalah memberi warna pada coretan (outline)
hasil gambar. Melukis adalah menggabungkan warna
cenderung halus (blending) dan atau kasar (broken colour)
untuk membentuk suatu objek nyata maupun imajinasi
sesuai keperluan pembuatnya dalam suatu media (Gumelar,
2015).
Terapi menggambar adalah bentuk dari terapi seni,
yang dapat digunakan sebagai sarana curahan ekpresi
seseorang. Istilah yang disebut dalam terapi ini adalah
terapi seni atau ekpresif (Jarboe, 2004). Dengan
menggambar akan memberikan kesempatan kepada klien
untuk mengekspresikan tentang apa yang sedang terjadi
dengan dirinya serta dapat menurunkan ketegangan dan
dapat memusatkan pikiran. Kegiatan ini dapat dilakukan
secara individu atau berkelompok (Yosep & Sutini, 2016).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa terapi seni
melalui gambar dapat meningkatkan kesadaran diri,
menyelesaikan konflik emosional dan mampu
menyelesaikan permasalahan serta efektif meningkatkan
harga diri (The American Art Therapy Association, 2013).
2. Tujuan Terapi Seni Menggambar
Ada beberapa alasan menggunakan terapi seni dengan
menggambar:
a. Menggambar meningkatkan perkembangan jasmani dan
motorik klien.
b. Menggambar meningkatkan perkembangan emosional
dan sosial.
c. Menggambar merupakan kegiatan yang santai sehingga
dapat dikerjakan dalam suasana dan tempat yang lebih
fleksibel.
d. Menggambar membuat klien belajar untuk kreatif.
e. Menggambar memberi kemungkinan untuk membuat
ekspresi dari batin perasaan klien lewat gambar (Susana
& Hendarsih, 2009).
Tujuan terapi seni menggambar:
a. Memberi kebebasan dari daya khayal dan membuat
klien bersikap spontan dengan sarana gambar.
b. Ekspresi yang terbentuk di batin (dunia klien)
terungkap lewat menggambar.
c. Mengembangkan daya kreatif klien (Susana &
Hendarsih, 2009).
3. Media dan Alat Menggambar
Diperlukan berbagai media seperti media kertas, kayu,
batu, dinding, kaca, tanah liat, pasir tepung, plastik, film,
silicon, dan berbagai media tradisional dan baru lainnya.
Dengan adanya media, maka akan muncul banyak variasi
alat dan uga akan menghasilkan teknik yang berbeda
(Gumelar, 2015). Diperlukan media dan alat untuk
menggambar, seperti media kertas memerlukan alat berupa
pensil, pena ballpoint, spidol dan lainnya (Gumelar, 2015).
4. Terapi menggambar merupakan suatu proses terapeutik
verbal-nonverbal yang terdiri dari dua kegiatan:
a. Kegiatan menggambar
Kegiatan menggambar akan dilakukan pada sesi kedua
sampai sesi keenam. Setiap sesi menggambar akan
dilakukan berdasarkan instruksi dan tujuan masing-
masing sesi. Sarana-prasarana yang digunakan masing-
masing sesi akan berbeda antara satu sesi dengan sesi
lainnya. Peneliti/terapis berperan sebagai fasilitator
yang memandu subjek selama proses terapi.
b. Konseling
Pada bagian ini, terapis memberikan kesempatan
kepada subjek untuk mengekspresikan kondisi
psikisnya melalui tulisan dan memberi konseling
terhadap gambar dengan menggunakan skill konseling,
antara lain probing, reflecting, paraphrasing, focusing,
clarifying, summarizing, dan supporting. Kegiatan ini
memberi efek terapi seperti proyeksi, katarsis, refleksi,
dan juga introspeksi. Wadeson (1987) menyampaikan
bahwa tugas terapis adalah memfasilitasi subjek untuk
mengeksplorasi dan menginterpretasi produk
gambarnya. Sebisa mungkin terapis tidak
menyampaikan asumsi dan interpretasinya sebelum
subjek melakukannya. Terapis selanjutnya dapat
meminta keterangan mengenai hambatan yang dialami
subjek saat menggambar, misalnya hambatan dalam
menggunakan alat atau media, hambatan dalam
membuat gambar sesuai harapan, dan seterusnya.
Konseling ini dilaksanakan setiap sesi art
psychotherapy gambar, yakni sebelum dan sesudah
kegiatan menggambar.
c) Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
Tujuan umum : Pasien memiliki konsep diri yang positif
Tujuan khusus :
1. TUK 1:
Pasian dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Kriteria hasil:
Pasien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa
senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut
nama, mau menjawab salam, pasien mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komumikasi terapeutik
2. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
3. Perkenalkan diri dengan sopan
4. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang
disukai pasien
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Jujur dan menepati janji
7. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya
8. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar
pasien
2. TUK 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Kriteria hasil:
Pasien dapat menyebutkan:
a. Kemampuan yang dimiliki pasien
b. Aspek positif keluarga
c. Aspek positif lingkungan
Intervensi :
1. Diskusikan kemampuan aspek positif yang dimiliki pasien
seperti kegiatan pasien dirumah sakit dan dirumah, keluarga
dan lingkungan
2. Bersama pasien membuat daftar tentang :
a. Aspek positif pasien, keluarga, dan lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki pasien
3. Utamakan memberi pujian yang realistik dan hindarkan
penilaian negatif
3. TUK 3 :
Pasien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk digunakan.
Kriteria hasil:
Pasien dapat menyebutkan kemampuan yang dapat digunakan.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
dilaksanakan dan digunakan selama saat ini
2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
4. TUK 4 :
Pasien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Kriteria hasil:
Pasien mampu membuat rencana kegiatan harian.
Intervensi :
1. Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien
lakukan
5. TUK 5 :
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
dibuat.
Kriteria hasil:
Pasien dapat melakukan kegiatan jadwal yang telah dibuat.
Intervensi :
1. Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan
2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan pasien
3. Beri pujian atas keberhasilan pasien
4. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah pasien
pulang
6. TUK 6 :
Pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Kriteria hasil:
Pasien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
Intervensi :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
pasien dengan harga diri rendah
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama pasien dirawat
3. Bantu keluaga menyiapkan lingkungan rumah
(Prabowo, 2014)
Orientasi
“Selamat pagi! Bagaimana keadaan T hari ini? T terlihat segar.”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah T lakukan? Setelah itu kita akan nilai
kegiatan mana yang masih dapat T lakukan di rumah sakit. Setelah
kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
“Di mana kita duduk? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Kerja
“T, apa saja kemampuan yang T miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa T
lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu?
Mencuci piring dan seterusnya. Wah, bagus sekali ada lima
kemampuan dan kegiatan yang T miliki!”
“T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit? (misal ada tiga yang masih dapat
dilakukan). Bagus sekali ada tiga kegiatan yang masih bisa
dikerjakan di rumah sakit ini!”
“Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan
di rumah sakit ini. Baik, yang nomor satu, merapikan tempat tidur?
Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapiakan
tempat tidur T. Mari kita lihat tempat tidur T! Coba lihat, sudah
rapikah tempat tidurnya?”
“Nah, kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat
sepreinya, dan kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi
sepreinya, kita mulai dari atas, ya bagus! Sekarang sebelah kaki,
tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang
ambil bantal, rapikan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari
kita lipat selimut! Bagus!”
“T sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakan dengan sebelum dirapikan! Bagus!”
“Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda dikertas daftar
kegiatan, tulis M (mandiri) kalau T lakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) kalau T melakukan dengan dibantu, dan ditulis T (tidak)
kalau T tidak melakukan (perawat memberi kertas berisi daftar
kegiatan harian).”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur? Ya, T ternyata banyak memiliki
kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah
satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah T praktikkan dengan
baik sekali. Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga dirumah
setelah pulang. Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian.
T mau berapa kali sehari merapikan tempat tidur? Bagus, dua kali,
yaitu pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 4 sore.”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih
ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit
selain merapikan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring… kalau
begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa ya!”
d) Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan.
e) Evaluasi
a. Keberhasilan pemberian asuhan keperawatan klien :
1. Apakah pasien dapat menunjukkan ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebut nama, mau menjawab salam, pasien
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi ?
2. Apakah pasien dapat menyebutkan kemampuan yang dimiliki
pasien, aspek positif keluarga, aspek positif lingkungan ?
3. Apakah pasien dapat menyebutkan kemampuan yang dapat
digunakan ?
4. Apakah pasien mampu membuat rencana kegiatan harian ?
5. Apakah pasien dapat melakukan kegiatan jadwal yang telah
dibuat ?
6. Apakah pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang
ada di keluarga ?
BAB III
METODA KARYA TULIS ILMIAH
f. Hari Kedua
Melakukan pengkajian (pengumpulan data) melalui metode
wawancara, observasi dan dokumentasi. Merencanakan pertemuan
selanjutnya dengan klien. Melakukan dokumentasi asuhan
keperawatan yang dilakukan.
g. Hari Ketiga
Melaksanakan SP 1 pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan
yang masih dapat digunakan, membantu memilih/menetapkan
kemampuan yang akan dilatih dengan intervensi terapi
menggambar. Menjelaskan definisi, tujuan dan manfaat terapi
menggambar. Merencanakan pertemuan selanjutnya dengan klien.
Mempersiapkan media dan alat untuk terapi menggambar.
Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan.
h. Hari Keempat
Melaksanakan intervensi terapi seni menggambar dan menyusun
jadwal pelaksanaan dalam rencana harian. Merencanakan
pertemuan selanjutnya dengan klien. Melakukan dokumentasi
asuhan keperawatan yang dilakukan.
i. Hari Kelima
Melaksanakan intervensi terapi seni menggambar dan menyusun
jadwal pelaksanaan dalam rencana harian. Merencanakan
pertemuan selanjutnya dengan klien. Melakukan dokumentasi
asuhan keperawatan yang dilakukan.
j. Hari Keenam
Melakukan evaluasi apakah terapi seni menggambar dapat
memberikan manfaat kepada klien. Melakukan dokumentasi
asuhan keperawatan yang dilakukan.