Anda di halaman 1dari 185

KUMPULAN TUGAS LAPORAN PENDAHULUAN, ASUHAN

KEPERAWATAN, STRATEGI PELAKSANAAN


TINDAKAN KEPERAWATAN DAN SATUAN
ACARA PENYULUHAN

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN JIWA
HARGA DIRI RENDAH

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Harga diri rendah menurut Keliat (2016) digambarkan sebagai
perasaan yang negatif terhadap diri sendiri dan harga diri merasa gagal
mencapai keinginan. Selain itu juga harga diri rendah adalah evaluasi dari
kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama
(Direja, 2015).
Menurut Keliat (2017), harga diri rendah adalah kondisi sesorang
yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain dan
berpikir hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu,
dan tidak berprestasi. Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa
dirinya tidak diterima dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif
tentang dirinya (Barry, dalam Fitria 2015).
Berdasarkan tiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
gangguan harga diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri
merasa gagal mencapai keinginan, perasaan tentang diri yang negatif dan
merasa dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain. Menurut Fitria
(2016) harga diri dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Harga diri rendah situsional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan)
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama
2. Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito, L.J (2015) tanda dan gejala harga diri rendah
yaitu :
a. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan
mengkritik diri sendiri.
b. Merendahkan martabat. Misalnya: saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
c. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
d. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan.
e. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

3. Rentang Respons Konsep Diri


Konsep diri seseorang terletak pada suatu rentang respons antara
ujung adaptif dan ujung maladaptif, yaitu aktualisasi diri, konsep diri
positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi.

Sumber: (Fajariyah, 2017)

Rentang respons konsep diri yang paling adaptif adalah aktualisasi


diri. Menurut Maslow karakteristik aktualisasi diri meliputi:
a. Realistik
b. Cepat menyesuaikan diri dengan orang lain
c. Persepsi yang akurat dan tegas
d. Dugaan yang benar terhadap kebenaran/kesalahan
e. Akurat dalam memperbaiki masa yang akan dating
f. Mengerti seni, musik, politik, filosofi
g. Rendah hati
h. Mempunyai dedikasi untuk bekerja
i. Kreatif, fleksibel, spontan, dan mengakui kesalahan
j. Terbuka dengan ide-ide baru
k. Percaya diri dan menghargai diri
l. Kepribadian yang dewasa
m. Dapat mengambil keputusan
n. Berfokus pada masalah
o. Menerima diri seperti apa adanya
p. Memiliki etika yang kuat
q. Mampu memperbaiki kegagalan.

Komponen Konsep Diri dibagi menjadi lima, yaitu:


a. Citra tubuh
Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu baik yang disadari
maupun tidak terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu atau
sekarang mengenai ukuran, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek
yang kontak secara terus-menerus (anting, make up, pakaian, kursi
roda, dan sebagainya) baik masa lalu maupun sekarang. Citra tubuh
merupakan hal pokok dalam konsep diri. Citra tubuh harus realistis
karena semakin seseorang dapat menerima dan menyukai tubuhnya ia
akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga
dirinya akan meningkat. Sikap individu terhadap tubuhnya
mencerminkan aspek penting dalam dirinya misalnya perasaan
menarik atau tidak, gemuk atau tidak, dan sebagainya.

b. Ideal diri
Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan
standar, aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal
diri dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga, ambisi, keinginan, dan
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan norma serta
prestasi masyarakat setempat. Individu cenderung menyusun tujuan
yang sesuai dengan kemampuannya, kultur, realita, menghindari
kegagalan dan rasa cemas, serta inferiority. Ideal diri harus cukup
tinggi supaya mendukung respek terhadap diri tetapi tidak terlalu
tinggi, terlalu menuntut, serta samar-samar atau kabur. Ideal diri akan
melahirkan harapan individu terhadap dirinya saat berada di tengah
masyarakat dengan norma tertentu. Ideal diri berperan sebagai
pengatur internal dan membantu individu mempertahankan
kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat
bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.

c. Harga diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya tinggi
bila sering mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu akan merasa
harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai,
atau tidak diterima lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari
adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai
meningkatnya usia dan sangat terancam pada masa pubertas.
Coopersmith dalam buku Stuart dan Sundeen (2017) menyatakan
bahwa ada empat hal yang dapat meningkatkan harga diri, yaitu:
1) Memberi kesempatan untuk berhasil
2) Menanamkan idealisme
3) Mendukung aspirasi/ide
4) Membantu membentuk koping
d. Peran
Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat sesuai posisinya di masyarakat/kelompok sosialnya.
Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan
sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang yang berarti. Hal-hal yang memengaruhi
penyesuaian individu terhadap peran antara lain sebagai berikut.
1) Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan pengetahuannya
tentang peran yang diharapkan.
2) Respons/tanggapan yang konsisten dari orang yang berarti terhadap
perannya.
3) Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan perannya.
4) Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran yang
tidak sesuai.

e. Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran tentang “diri sendiri” yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, serta
menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.
Pengertian identitas adalah organisasi, sintesis dari semua gambaran
utuh dirinya, serta tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan,
atribut/jabatan, dan peran. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu
mengerti dan percaya diri, hormat terhadap diri, mampu menguasai
diri, mengatur diri, dan menerima diri. Ciri individu dengan identitas
diri yang positif adalah sebagai berikut:
1) Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
2) Mengakui jenis kelamin sendiri.
3) Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan
4) Menilai diri sesuai penilaian masyarakat
5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan dating
6) Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari.
Ciri individu yang berkepribadian sehat antara lain sebagai berikut:
1) Citra tubuh positif dan sesuai.
2) Ideal diri realistis.
3) Harga diri tinggi.
4) Penampilan peran memuaskan.
5) Identitas jelas.

4. Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Citra tubuh
1) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
2) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat
tumbuh kembang atau penyakit).
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi
tubuh.
4) Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.

b. Ideal diri
1) Cita-cita yang terlalu tinggi.
2) Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Ideal diri samar atau tidak jelas.

c. Harga diri
1) Penolakan
2) Kurang penghargaan
3) Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti,
terlalu dituntut.
4) Persaingan antara keluarga
5) Kesalahan dan kegagalan berulang
6) Tidak mampu mencapai standar.
d. Peran
1) Stereotipe peran seks.
2) Tuntutan peran kerja.
3) Harapan peran kultural.

e. Identitas diri
1) Ketidakpercayaan orang tua.
2) Tekanan dari teman sebaya.
3) Perubahan struktur sosial.

Faktor Presipitasi
a. Trauma
Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupan.

b. Ketegangan peran
Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami
individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.

c. Transisi peran perkembangan


Perubahan normative yang berkaitan dengan pertumbuhan.
Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan
tekanan untuk penyesuaian diri. Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus
dilalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang
berbeda-beda. Hal ini merupakan stressor bagi konsep diri.

d. Transisi peran situasi


Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah
atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu
melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan

e. Transisi peran sehat-sakit.


Pergeseran dari keadaaan sehat ke keadaan sakit. Stressor pada
tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat
perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua
komponen konsep diri.

5. Sumber Koping
a. Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekspresif
d. Kesehatan dan perawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan

6. Mekanisme Koping
a. Pertahanan jangka pendek
1) Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis,
seperti kerja keras, nonton, dan lain-lain.
2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
seperti ikut kegiatan sosial, politik, agama, dan lain-lain.
3) Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri,
seperti kompetisi pencapaian akademik.
4) Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan,
seperti penyalahgunaan obat.

b. Pertahanan jangka panjang


1) Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang
penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi,
dan potensi diri individu.

2) Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima
oleh nilai-nilai harapan masyarakat.

3) Mekanisme pertahanan ego


a) Fantasi
b) Disosiasi
c) Isolasi
d) Proyeksi
e) Displacement
f) Marah/amuk pada diri sendiri

C. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2017) :

D. Data yang perlu dikaji


1. Isolasi sosial: menarik diri
Data yang perlu dikaji :
Data Obyektif :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar,
banyak diam.

Data Subyektif:
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.

2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Data yang perlu dikaji:
Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri

Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

3. Gangguan konsep diri: citra tubuh


Data yang perlu dikaji :
Data subyektif
Mengungkapkan tidak ingin hidup lagi, mengungkapkan sedih karena
keadaan tubuhnya, klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang
lain, karena keadaan tubuhnya yang cacat.

Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, suara
pelan dan tidak jelas, tampak menangis.
E. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh

F. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: Isolasi Sosial: Menarik Diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi

Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
h. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

2. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya


a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain-lain)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
c. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
d. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
e. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
f. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
g. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
h. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
i. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan social


a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
1) Klien-Perawat
2) Klien-Perawat-Perawat lain
3) Klien-Perawat-Perawat lain-Klien lain
4) Klien-Keluarga atau kelompok masyarakat
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruanganBeri reinforcement
positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain.
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
5) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
7) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga
Diagnosa II : Harga Diri Rendah
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.

Tujuan khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klie
d. Jelaskan tujuan pertemua
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c. Utamakan memberi pujian yang realistik.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


a. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang


dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.


a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
b. Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien
dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

Diagnosa III: Gangguan Konsep Diri: Citra Tubuh


Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.

Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang
jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
a. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
b. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
c. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
c. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah

4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


a. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Strategi Pelaksanaan Harga Diri Rendah

Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)


A. Kondisi Klien
DO :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ mengahiri kehidupan, poduktifitas menurun,
cemas dan takut

DS :
Klien mengatakan: saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh/ tidak tahu apa-apa,
mengkritik diri sendiri., klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri, klien mengungkapkan rasa bersalah terhadap sesuatu/ seseorang

B. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah

C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dengan aspek positif yang
dimiliki
2. Pasien dapat menilai kemampan yang dapat digunakan
3. Pasien dapat menetapkan kegiatan yang sesuai kemampuan
4. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih

D. Tindakan Keperawatan
1. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4. Melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum…………Boleh Saya kenalan dengan
mas? Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya
mahasiswa ners wiyata husada samarinda, Saya sedang praktik di sini
dari pukul 08.00 wita sampai dengan pukul 13.00 wita siang nanti.
Kalau boleh saya tahu nama mas siapa dan senang dipanggil dengan
sebutan apa?”

b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan tidak?”

c. Kontrak
“Bagaimana.. kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah mas lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan
mana yang masih dapat mas lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,
kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih “
“Dimana kita duduk untuk bincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit saja?

2. Kerja
“Mas ,apa saja kemampuan yang mas miliki? Bagus ,apa lagi?
Saya buat daftarnya ya! Apa saja kegiatan rumah tangga yang biasa mas
lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapa? Mencuci piring
……….dst”.
“Wah ,bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang Mas miliki”.
“Mas dari lima kegiatan kemampuan ini ,yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ?
Coba kita lihat ,yang pertama bisakah ,yang kedua………sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan).
Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa kerjakan di rumah sakit ini.
“Sekarang, coba mas pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”. “O yang nomor satu, merapikan tempat tidur?
Kalau begitu,bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat
tidur Mas”.
Mari kita lihat tempat tidur mas ya.
Coba lihat sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus!
Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita balik.
”Nah,sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari atas ya bagus!
Sekarang sebelah kaki ,tarik dan masukkan ,lalu sebelah pinggir
masukkan .Sekarang ambil bantal,rapikan dan letakkan di sebelah atas
kepala. Mari kita lipat selimut ,nah letakkan sebelah bawah kaki, bagus!”
“Mas sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali .Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus”
“Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau
Mas lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan ,dan T (tidak) melakukan .

3. Terminasi
“Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur? yah?, Mas ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah mas praktekkan dengan
baik sekali. Coba ulangi bagaimana cara merapikan tempat tidur tadi.
Bagus sekali..
“Sekarang,mari kita masukkan pada jadual harian. Mas, mau berapa kali
sehari merapikan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa?
Lalu sehabis istirahat ,jam 16.00”
“Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau
Mas lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan, dan T (tidak) melakukan .
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Mas masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapikan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring …. Kalau begitu kita akan latihan
mencuci piring besok ya jam 08.00 pagi di dapur sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya…Assalamu‟alaikum
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)
A. Kondisi
DO : Klien tampak tenang, sudeh mau menghargai dirinya sendiri.
DS : Klien menyatakan sudah mau berinteraksi dengan lingkungannya.

B. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah

C. Tujuan
Klien dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki yang lain (yang belum dilakukan)

D. Tindakan Keperawatan
Klien dapat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
2. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan
3. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan dirumah
sakit
4. Bantu klien melakukannya, kalau perlu beri contoh
5. Beri pujian atas kegiatan dan keberhasilan klien
6. Diskusikan jadwal kegiatan harian atau kegiatan yang telah dilatih

E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Assalammua„laikum, mas… masih ingat saya??? baguss
Bagaimana perasaan Mas pagi ini ? Wah tampak gembira”
“Bagaimana Mas, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin tadi
pagi ? Bagus ( kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi),
Sekarang kita akan latihan kemampuan kedua, masih ingat apa kegiatan itu
Mas “Ya benar kita akan latihan memcuci piring didapur ruangan ini”
“Waktunya 10 menit, mari kita ke dapur”

2. Kerja
“Mas, sebelum kita memcuci piring kita perlu siapkan dulu
perlengkapanya, yaitu serabut tepes untuk membersikan piring, sabun
khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas, Mas bisa
mneggunakan air yang mengalir dari kran ini, oh ya jangan lupa sediakan
tempat sampah untuk membuang sisa – makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Mas ambil satu piring koto, lalu
buang dulu sisa makanan yang ada dipiring tersebut ketemapat sampah,
kemudian Mas bersikan piring tersebut dengan menggunakan sabut tepes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring, setelah selesai disabuni bilas
dengan menggunakan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di
piring tersebut, setelah itu Mas bisa mengkeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia didapur, nah selesai..
“Sekarang coba Mas yang melakukan”
“Bagus sekali, Mas dapat mempraktekkan cuci piring dengan baik,
sekarang dilap tanganya

3. Terminasi
“Bagaimana perasaan mas setelah latihan cuci piring”
Coba ulangi cara mencuci piring…baguss
“Bagaimana kalau kegiatan cuci piring ini dimasukan menjadi kegiatan
sehari-hari Mas. mau berapa kali Mas mencuci piring ? bagus sekali Mas
mencuci piring tiga kali setelah makan”
“Besok kita akan latihan untuk kemampuan ke tiga, setelah merapikan
tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu ? ya benar
kita akan latihan mengepel”
“Mau jam berapa? Sama dengan sekarang ?
Sampai jumpa…Assalamu‟alaikum
CATATAN:
Strategi pelaksanaan selanjutnya, sama dengan SP 2 dengan kegiatan
yang dimiliki sesuai kemampuan pasien lainnya (yang belum dilatih)
DAFTAR PUSTAKA

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika Press.

Yusuf, Ah Fitryasari Rizky. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa.Salemba Medika


LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN ISOLASI SOSIAL
KEPERAWATAN JIWA

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2018).
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan
hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2015).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam (Farida, 2012).

2. Tanda dan Gejala


Menurut Budi Anna Kelia (2015), tanda dan gejala ditemui seperti:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri).
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
3. Rentang Respons Sosial
Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons adaptif
dan maladaptif seperti tergambar di bawah ini.

4. Penyebab
Faktor Predisposisi
Terjadinya perilaku menarik diri karena kegagalan perkembangan
yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang
lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan
meresa tertekan. (Stuart and Sundeen, 2015).
a. Faktor tumbang :
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia
bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan
social yang positif, diharapkan setiap tahap perkembangan dilalui
dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon sosial maladaptif.

b. Faktor komunikasi dalam Keluarga


Komunikasi yang tidak jelas (suatu keadaan dimana
seorang menerima pesan yang saling bertentangan dlm waktu yg
bersamaan), ekpresi emosi yang tinggi dalam keluarga yg menghambat
untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

c. Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial,
disebabkan norma -norma yang salah dianut keluarga, seperti: anggota
keluarga tidak produktif (lansia, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat) diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d. Faktor biologis.
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan isolasi sosial. Organ tubuh yang
dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan adalah otak,
misalnya pada pasien Skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan
daerah kortikal. Faktor genetik dapat berperan dalam respon social
maladaptif
.
Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi berhubungan dengan faktor sosio-cultural karena
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto
psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari
lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
a. Faktor eksternal
Stressor sosial budaya: stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial
budaya (keluarga).
b. Faktor Internal
Stresor psikologik: stres terjadi akibat ansietas berkepanjangan
disertai keterbatasan kemampuan mengatasi banyak keterbatasan

5. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif
adalah sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan
perhatian pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)

Menurut Stuart & Laraia (2005) terkadang ada beberapa orang yang
ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman
yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian
orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri
dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan
temannya.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan
yang spesifik yaitu sebagai berikut :
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
1) Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2) Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.

b. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian


1) Proyeksi
2) Perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan
orang lain.
3) Idealisasi orang lain
4) Merendahkan orang lain
5) Identifikasi proyeksi

C. Pohon masalah:

Gangguan Persepsi Sensori: halusinasi Effect

Isolasi sosial: menarik diri Core


Problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah causa

D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial: menarik diri
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

E. Data yang perlu dikaji


Gangguan persepsi sensori: halusinasi
Data Subjektif:
1. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata.
2. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
4. Klien merasa makan sesuatu.
5. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
6. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
7. Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
Data Objektif:
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri.
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
3. Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
4. Disorientasi

Isolasi Sosial: menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.

F. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : gangguan persepsi sensori halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan

Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar


untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya

Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara

3. Bantu klien mengenal halusinasinya


a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya

5. Klien dapat mengontrol halusinasinya


a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
1) Katakan “saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
6. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
7. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
8. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
9. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
10. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan: halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain

c. Klien memanfaatkan obat dengan baik


1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi
dan manfaat minum obat
2) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya
3) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
4) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II : Isolasi sosial: menarik diri


Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi

Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain

c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan


dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan social


a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
melalui tahap :
1) Klien – Perawat
2) Klien – Perawat – Perawat lain
3) Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
4) Klien – Keluarga atau kelompok masyarakat

5. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.


a. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
b. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
c. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
d. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan

6. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

7. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
5) Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
6) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
7) Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai
oleh keluarga

Diagnosa III: Harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
c. Utamakan memberikan pujian yang realistic

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
1) Kegiatan mandiri
2) Kegiatan dengan bantuan sebagian
3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Isolasi Sosial


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
b. Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
c. Klien merasa orang lain tidak selevel.

Data objektif :
a. Klien tampak menyendiri.
b. Klien terlihat mengurung diri.
c. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial

3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan
orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang
lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu…… perkenalkan nama saya
Khairil Anwar, biasa dipanggil Anwar. Saya mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal yang akan dinas di ruangan Dewa Ruci ini
selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 sampai jam
14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama
ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?

b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu…… hari ini? O.. jadi Bu merasa bosan dan
tidak berguna.
Apakah Ibu masih suka menyendiri ??

c. Kontrak.
Topik:
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perasaan Bu dan kemampuan yang Bu miliki? Apakah bersedia?
Tujuananya Agar ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus
ibu dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Waktu : Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau
10 menit saja ya?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di
ruang tamu?.

2. Fase kerja.
Dengan siapa ibu tinggal serumah?
Siapa yang paling dekat dengan ibu?
apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?
Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain? A
pa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga?
Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan
orang lain? Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-
cakap dengan orang lain?
Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman?
Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap.
Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi?
(sampai menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya
teman ya.
Kalau begitu ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekrang ibu latihan berkenalan dengan saya
terlebih dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain dengan
orang lain kita sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita
sukai.
Contohnya: nama saya Khairil Anwar, senang sipanggil Anwar.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya nama Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. coba
ibu berkenalan dengan saya.
Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-
hal yang menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi,
pekerjaan dan sebagainya,
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman
ibu. (dampingi pasien bercakap-cakap).

3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan
dengan orang lain!
b. RTL
Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-
cakap dengan teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan
latihan? Ini ada jadwal kegiatan, kita isi pasa jam 11:00 dan 15:00
kegiatan ibu adalah bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika
ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman
maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T.
apakah ibu mengerti?
Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru
dan latihan bercakap-cakap dengan topik tertentu. apakah ibu
bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr,Wb.
Strategi Pelaksanaan 2 (Sp 2)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
a. Klien menyendiri di kamar.
b. Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
c. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.


3. Tujuan.
a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain.
b. Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain.

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang.
c. Membenatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan
7. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik
Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?

b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan
teman? Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai
mana perasaan ibu setelah mulai berkenalan?

c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagai mana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar
ibu semakin banyak teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?

H. Fase Kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga
dinas di ruangan Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu
masih ingat bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih
ingat, jika pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan)
nah silahkan ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat
lain) wah bagus sekali ibu, selain nama,alamat, hobby apakah ada yang
ingin ibu ketahui tetang perawat C dan D? (bantu pasien
mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa
kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Bagai mana kalau kita
menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di ruang
makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman
yang lain. Mari bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu
bincangkan dengan teman ibu. ooh tentang cara menyusun piring diatas
meja silahkan ibu( jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat) coba ibu
tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada teman ibu?
apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu
bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman
ibu melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-
cakap ibu.
I. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan
C dan bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan
siang di ruang makan? Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya
berkenalan?
b. RTL
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal
kegiatan bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan
makan siang. Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan
makan siang.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu
berkenalan dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saat
melakukan kegiatan harian lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ? Baiklah ibu besok
saya akan kesini jam 10:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu?
Strategi Pelaksanaan 3 (Sp 3) Isolasi Sosial
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain
b. Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan orang
lain.

Data objektif :
a. Klien tampak sudah mau keluar kamar.
b. Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.

2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.


3. Tujuan
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap
dengan otrang lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-
cakap? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap,
apakah sudah dilakukan? Bagus ibu.
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi bu berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang
masak, serta bercakap-cakap dengan teman sekamar saat melakukan
kegiatan harian. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?

2. Fase Kerja.
Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru
masak sedang memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang
disana. Bagaimana jika kita berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap
bergabubg dengan banyak orang? Nah ibu sesampainya disana ibu
langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang sudah kita
pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana
senang dengan kedatangan ibu. baik lah bu kita berangkat sekarang ya
bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai
dengan kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat
melakukan kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh
merapikan kamar baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan
Nn. E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat tidur dan menyapu
kamar tidur ya bu( perawat mengaja pasien E untuk menemani pasien
merapikan tempat tidur dan menyapu kamar, kemudian memotivasi
pasien dan teman sekamar bercakap-cakap.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :Bagaimana perasaan ibu setelah kita
berkenalan dengan juru masak di dapur ? kalau setelah merapikan
kamar bagaimana ibu? apa pengalaman ibu yang menyenangkan
berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya kita bergabung dengan
orang banyak?

b. RTL : Baiklah ibu selanjutnya ibu bisa menambah orang yang ibu
kenal. Atau ibu bisa ikut kegiatan menolong membawakan nasi
untuk dimakan oleh teman-teman ibu. jadwal bercakap-cakap setiap
pagi saat merapikan tempat tidur kita cantumkan dalam jadwal ya
ibu. setiap jam berapa ibu akan berlatih? Baiklah pada pagi jam
08:00 dan sore jam 16:00.

c. Kontrak yang akan datang :


Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu
dalam melakukan berbincang-bincang saat menjemput pakaian ke
laundry. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok B. saya permisi Assalamualaikum
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT


Refika Aditama.

Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HALUSINASI
KEPERAWATAN JIWA

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah utama
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Individu
menginterpretasikan stresor yang tidak ada stimulus dari lingkungan
(Depkes RI, 2015).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indra
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan
baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya
dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2016).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penyerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2015).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan
persepsi sensori (halusinasi) bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori
tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa
adanya rangsang dari luar meliputi semua sistem pengindraan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan) (Cook
& Fontaine dalam Fitria, 2016)
2. Tanda dan gejala
a. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan
merasa sesuatu yang tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak
mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat
gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.
e. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan,
ketakutan, mudah.
f. Tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang,
pembicaraan kacau dan tidakmasuk akal, banyak keringat.

3. Rentang Respons Neurobiologi


Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham
merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan
dari respons neorobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang
respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi.
Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran
logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons
yang paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi
sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang respons
neorobiologi.
4. Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan
b. Faktor sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang
merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di
lingkungan yang membesarkannya. Misalnya terdapat konflik yang
berhubungan dengan RAS dalam lingkungan tempat tinggal seseorang
c. Faktor biokimia
Faktor biokimia memiliki pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrasnferase (DMP)
d. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realita.
e. Faktor genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai ancaman, tantangan atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi
objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.

5. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan
Effect

Cor Problem
Perubahan sensori persepsi

Cause
Isolasi sosial : menarik diri

6. Jenis-Jenis Halusinasi
a. Pendengaran (auditorik)
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap
antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.
1) Akoasma : suara-suara kacau balau yang tidak dapat dibedakan
dengan jelas
2) Phonema : suara-suara yang berbentuk suara jelas seperti berasal
dari manusia, sehingga mendengar kata atau kalimat tertentu
b. Penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidung (olfactory)
Membaui bau-bauan tertenru seperti bau darah, urine atau feces.
Umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
d. Pengecapan (gaustatory)
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feces.
e. Perabaan (tactile)
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas,
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine

g. Kinesthetic
Klien merasakan pergerakan sementara klien hanya berdiri tanpa
bergerak. Penderita merasa bahwa anggota tubuhnya terlepas dari
tubuhnya, mengalami perubahan bentuk dan bergerak sendiri. Hal ini
sering terjadi pada penderita Schizopphrenia dan pencandu narkoba

h. Halusinasi Autoskopi
Penderita seolah-olahmelihat dirinya sendiri berdiri di hadapannya.

i. Halusinasi Haptik
Halusinasi ini merupakan suatu persepsi di mana seolah-olah tubuh
penderita bersentuhan secara fisik dengan manusia lain atau benda
lain. Seringkali halusinasi haptik bercorak seksual dan sangat sering
dijumpai pada pecandu narkoba.

j. Halusinasi Hipnogogik
Halusinasi yang terjadi pada orang normal, yaitu halusinasi yang
terjadi saat peergantian antara waktu tidur dan waktu bangun
7. Fase-Fase Halusinasi
a. Tahap I (Non-Psikotik)
Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih adalah dalam kontrol
kesadaran

Perilaku yang muncul :


1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal lambat, diam dan berkonsentrasi

b. Tahap II (Non-Psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan
mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang
ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menarik diri dari orang lain

Perilaku yang muncul


1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
2) Perhatian terhadap lingkungan menurun
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan
realita

c. Tahap III (Psikotik)


Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori (halusinasi)
berakhir

Perilaku yang muncul


1) Klien menuruti perintah halusinasi
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4) Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
5) Klien tampak tremor dan berkeringat

d. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik
Perilaku yang muncul
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi/kataton
3) Tidak mampu merespon rangsangan yang ada

8. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3) Isolasisosial : menarikdiri
b. Data yang perlu dikaji
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandang antar jam.
d) Merusak dan melempar barang-barang.

2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan
didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif :
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientas
3) Isolasisosial : menarik diri

Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal
kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasisosial : menarik diri

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I :Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran
hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
b. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
c. Perkenalkan diri dengan sopan
d. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
e. Jelaskan tujuan pertemuan
f. Jujur dan menepati janji
g. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
h. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2) Apa yang dikatakan halusinasinya
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diridll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
berpujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
 Katakan “ saya tidak mau dengar”
 Menemui orang lain
 Membuat jadwal kegiatansehari-hari
 Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
e. Berikesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialamiklien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawatanggotakeluarga yang halusinasidirumah,
diberikegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri
atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri


Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuankhusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

Pertemuan 1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
a. Pasien tampak bicara dan tertawa sendiri
b. Pasien mondar mandir
c. Pasien merasa mendengarkam suara laki-laki yang menyuruh
memukul.

2. Diagnosa keperawatan
Resiko mencedarai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perubahan persepsi sensori yaitu halusinasi
pendengaran.

3. Tujuan khusus
a. Pasien dapatt membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
b. Pasien dapat mengenal halusinasi yang di alaminya.

4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi
halusinasi

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mas, sedang apa?”.” Kenalkan nama saya Bapak
budi sisroyo, mas bisa panggil saya Bapak atau mas budi saja.
Mas namanya siapa?.........oooooo Joko prisanto, senang di
panggil siapa?”.” Mas joko atau mas yanto.”oooo begitu
baiklah mas yanto, saya akan menemani mas kurang

lebih dua minggu ke depan, nanti bisa cerita masalah yang di


alami mas joko.

b. Evaluasi/validasi

Bagaimana perasaan mas joko saat ini?....ooooo kalau saya


lihat mas joko tampak bicara, berbicara sama siapa?

c. Kontrak

1) Topik

Bagaimana kalau kita bercakap-cakap suara yang mas


joko dengar dan orang yang mengajak bicara?

2) Tempat

Dimana kita akan berbincang-bincang mas?oooooo di


ruang makan, baiklah.

3) Waktu

Kita akan bercakap-cakap berapa menit?”.” 15 menit, ya


baiklah.

2. Kerja

Yeah sekarang jika sudah duduk santai, tolong ceritakan suara yang
mas joko dengar tadi tentang apa isi suara tersebut ?. Saat kapan
mas joko mendengar suara tersebut ?. berapa kali mas joko
mendengar suara tersebut.? Maukah Mas Joko saya ajarkan cara
untuk mengontrol halusinasi ?caranya seperti menghardik, ,
misalkan ada suara-suara yang mas joko dengar menghardiknya
dengan cara berteriak “pergi. ” apakah mas joko sudah minum
obat secara langsung. ooooooo begitu, lalu! Jadi mas mendengar
suara orang yang mengajak berbicara dan menyuruh memukul
orang”.” Menurut mas suara tersebut suara siapa, apakah
mengenalnya?ooooooo seperti suara laki-laki.

3. Terminasi

a. Evaluasi Subjektif

Bagaimana perasaan mas joko setelah berbincang-bincang


tentang suara yang mas dengar?
b. Evaluasi Objektif

Jadi suara yang mas dengar adalah……muncul saat…….dan


yang mas lakukan saat suara-suara tersebut muncul…….

c. Kontrak

1) Topik

Bagaimana kalau begitu, dimana kita akan bercakap- cakap,


tentang cara mengendalikan suara-suara tersebut? Setuju!

2) Tempat

Baiklah kalau begitu, di mana kita akan bercakap-cakap,


mungkin mas joko punya tempat yang teduh dan santai untuk
ngobrol?

3) Waktu

Berapa lama kita akan bercakap-cakap?”.” 10 menit atau 15


menit”.” Sampai jumpa besok ya mas!.

d. Rencana tindak lanjut

Baiklah mas, nanti di ingat-ingat lagi yang suara lain yang di


dengar. Jangan lupa kalau suara-suara itu muncul lagi
beritahu perawat biar di bantu ya!.(Wijayaningsih,2015)
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, R, dkk. 2015. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang. RSJD Dr. Amino
Gonohutomo

Fitria, Nita. 2015. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Ana. Panjaitan, Ria Utami. Helena, Novy. 2016. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jokjakarta: Nuha
Medika Press.

Stuart, G. W. dan Loraina, M. T. 2016. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.


Ed. 6. St Louis: Mosby

Suliswati, dkk.2015. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Tim Direktorat Keswa. 2015. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi I. Bandung:
RSJP Bandung

Videbeck, Sheila L. 2018. Buku Ajae Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN WAHAM
KEPERAWATAN JIWA

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien.
Gangguan isi pikir dapat diidentifikasi dengan adanya waham.
Waham atau delusi adalah ide yang salah dan bertentangan atau
berlawanan dengan semua kenyataan dan tidak ada kaitannya degan latar
belakang budaya (Keliat, 2015)

2. Tanda dan gejala :


a. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
c. Takut, kadang panik
d. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
e. Ekspresi tegang, mudah tersinggung

3. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri :
harga diri rendah. Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor
pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan,
tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham
dapat dicetuskan oleh tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya. Tanda dan gejala :
a. Perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri.
b. Merasa gagal mencapai keinginan
c. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
d. Merendahkan martabat
e. Gangguan hubungan sosial
f. Percaya diri kurang
g. Mencederai diri
.
4. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala:
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
d. Mata merah, wajah agak merah.
e. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
f. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
g. Merusak dan melempar barang-barang.

C. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri,


Kerusakan komunikasi orang lain dan lingkungan
verbal

Perubahan isi
pikir: waham
Core problem

Gangguan konsep
diri: harga diri

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham
d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

2. Data yang perlu dikaji :


a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal
pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai / merusak
barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.

Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan
melempar barang-barang.

b. Kerusakan komunikasi : verbal


Data subjektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistik

Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang

c. Perubahan isi pikir : waham ( ………….)


Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.

Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.

d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

E. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal
2. Perubahan isi pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

F. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Diagnosa I : Perubahan isi pikir : waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
1) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan
anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
2) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di
tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan
tinggalkan klien sendirian.
3) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari
dan perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.

c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama
di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.

d. Klien dapat berhubungan dengan realitas


1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang
lain, tempat dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat.
2) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar
(nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f. Klien dapat dukungan dari keluarga


1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
2. Diagnosa II : gangguan konsep diri : harga diri rendah
Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan waham.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien

c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik

d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.
e. Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
f. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah

g. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harag diri rendah.
2) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.

3. Diagnosa III : harga diri rendah


Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
optimal.
Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip
komunikasi terapeutik :
1) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien.
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
3) Utamakan memberi pujian yang realistik.

c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


1) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.

d. Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan


yang dimiliki.
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.


1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
2) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
3) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
4) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
mearwat klien dengan harag diri rendah.
5) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien
dirawat.
6) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
STRATEGI PELAKSANAAN WAHAM

Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan bahwa orang-orang disekitarnya akan
mencederai dirinya dan dikatakan berulang-ulang. Klien mengatakan
tidak mau kontak dengan orang lain. Klien tampak mondar-mandir tak
menentu.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Proses Pikir : Waham Curiga.

3. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya.

4. Tindakan Keperawatan
a. Membina Hubungan Saling Percaya Dengan Klien:
1) Beri salam terapeutik
2) Perkenalkan diri
3) Jelaskan tujuan Interaksi
4) Ciptakan lingkungan yang tenang
5) Buat kontrak ygJelas [topik, waktu, tempat]

B. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya Lia saya mahasiswa
dari stikes Abdi Nusantaa Jakarta. Hari ini saya bertugas merawat
ibu saya bertugas dari jam 07.00 -14.00. Nama Ibu siapa ? Ibu
lebih senang di panggil, apa bu ?”
b. Evaluasi /Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Ada keluhan yang ibu
rasakan? tampaknya ibu terlihat segar, tetapi apa yang membuat
ibu terlihat begitu curiga terhadap saya? Jika ibu tidak keberatan
ibu bisa Ceritakan apa yang ibu rasakan ?”

c. Kontrak
1) Tujuan Interaksi
“Baik ibu tujuan saya menemui ibu saat ini adalah ingin
berbincang-bincang dan mengenal lebih dekat tentang ibu
sehingga kita bisa saling kenal, dan dapat meningkatkan
hubungan saling percaya antara ibu dan saya.”
2) Topik
“Baiklah bu topik yang akan kita bicarakan tentang membina
hubungan saling percaya antara ibu dengan perawat.”
3) Tempat
“Tempatnya di bangku taman ya Bu”
4) Waktu
“Ibu mau bertemu jam berapa ? Bagaimana jika jam 10.00,
tidak lama bu sekitar 20 menit. Bagaimana bu, apakah ibu
setuju ?

2. Kerja
“Baiklah mari kita mulai bu. “Ibu tidak usah meras khawatir
karena kita berada ditempat yang aman bu, saya ingin bertanya, ibu
sudah berapa lama disini?, ibu masih ingat tidak apa yang
menyebabkan ibu di bawa ke sini? Ibu bisa ceritakan apa yang ibu
rasakan saat ini ? sekarang coba ibu ceritakan pengalaman yang
pernah ibu alami misalnya bagaimana hubungan ibu dan keluarga atau
dengan teman-teman ibu seperti apa? Oh jadi ibu selalu merasa
bahwa orang-orang disekitar ibu akan mencederai ibu.
Lalu apa yang sudah ibu lakukan untuk mengatasi pikiran
tersebut yang datang sewaktu-waktu itu?” Apakah ibu merasa takut di
cederai kepada semua orang atau orang tertentu saja? Saya memahami
apa yang ibu rasakan dan saya mengerti dengan kondisi ibu saat ini,
tapi jika saya boleh menyarankan jika perasaan takut dicederai itu
datang ibu bisa katakan kepada diri ibu sendiri bahwa perasaan
tersebut bohong dan tidak benar karna semua orang disi menyayangi
ibu”.

3. Terminasi
a. Evaluasi Respons Klien Berharap Tindakkan Keperawatan
Subyektif :
”Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan
saya?”

Obyektif :
“Apakah ibu masih ingat dengan nama ibu sendiri, lalu apakah
ibu masih ingat dengan nama saya?. Sekarang coba ibu ceritakan
lagi apa yang sudah kita diskusikan tadi. Ya Bagus Bu, rasa
berharap ibu lebih bisa mengungkapkan perasaan ibu dan lebih
terbuka ya bu”.
1) Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien
sesuai hasil tindakan yang telah dilakukan).
“Baik dari hasil kegiatan kita hari ini kita telah mengetahui
bahwa ibu dapat menyebutkan nama ibu dan ibu juga sudah
bisa menceritakan perasaan curiga yang ibu alami. Saya
berharap setiap ibu bertemu dengan saya dan saat memerlukan
bantuan saya, ibu mau memanggil saya, sehingga selama ibu
di sini dapat bekerjasama dengan saya dan perawat lainnya,
sehingga mempercepat proses kesembuhan ibu”.
b. Kontrak Topik Yang Akan Datang :
Topik : “Besok kita akan berdiskusi membahas apakah perasaan
curiga yang ibu miliki mengganggu aktivitas ibu sehari-hari.?
Apa kah ibu bersedia?

Waktu : “Untuk waktunya, ibu mau bertemu jam berapa,


bagaimana jika jam 10.00, tidak lama bu hanya 20 menit”.

Tempat : “Tempatnya di bangku taman., Bagaimana bu apakah


ibu setuju?. Baiklah bu saya permisi dulu.”
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta

Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
KEPERAWATAN JIWA

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah Utama
Resiko bunuh diri

Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman,
Silverman, dan Bongar (2015), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara
lain :
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.

2. Tanda dan gejala


a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

3. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi :
a. Faktor Genetik
b. Faktor Biologis lain
c. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.

Faktor Biologis lain:


Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya:
a. Stroke
b. Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c. DiabetesPenyakit arteri koronaria
d. Kanker
e. HIV / AIDS

Faktor Psikososial & Lingkungan:


a. Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan, perasaan
negatif thd diri, dan terakhir depresi.
b. Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
c. Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung social

4. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan social
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
j. Percobaan atau ancaman verbal

Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


5. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri
a. Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
b. Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
c. Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
d. Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat.
e. Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang
yang dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
f. Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup
diri.
g. Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.

2. Masalah keperawatan
a. Resiko Perilaku bunuh diri
Data Subjektif : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada gunanya hidup.
Data Objektif : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuhdiri.

b. Koping maladaptive
Data Subjektif : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak
bahagia, tak ada harapan.

Data Objektif : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat


mengontrol impuls.

Diagnosa Keperawatan
3. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

b. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri


Tindakan :
1) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan
(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3) Awasi klien secara ketat setiap saat.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
ketakutan dan keputusasaan.
3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.

d. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

e. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:
1) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)
2) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang,
dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
3) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
4. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki.
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3) Utamakan pemberian pujian yang realitas

c. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri


sendiri dan keluarga
Tindakan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah

d. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai


kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
2) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

5. Diagnosa : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
Tujuan khusus :
a. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
1) Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
2) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
a) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan
perasaannya
b) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan
yang positif
c) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
e) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik

Rencana Tindakan Kperawatan


1. Ancaman atau percobaan bunuh diri
Intervensi pada pasien
a. Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b. Tindakan keperawatan
Melindungi pasien dengan cara:
1) Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet,
gelas, dan tali pinggang)
3) Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika
pasien mendapatkan obatnya.
4) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

Strategi Pelaksanaan I (SP 1)


A. Kondisi Klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun
non verbal.

B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

C. Tujuan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

D. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.

b. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:


1. Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2. Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
3. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
5. Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan

c. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:


1. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
3. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik

E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
1. Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil
Agung, saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2
siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”

2. Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini
A paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”

3. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien).
DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN KEPERAWATAN JIWA

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Resiko Perilaku Kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah sesuatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri, maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau
amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motoric yang tidak terkontrol (Yosep, 2016).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart
& Sundeen, 2015).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Fitria, 2015).

2. Etiologi
a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory : teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation aggression theory : teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai sesuatu tujuan mengalamihambatan maka akan
timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hamper semua orang yang melakukan
tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologis lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dan perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak
beberapa contoh dan pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa anak-anak atau seduction parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping.

b. Faktor Sosial Budaya


Social learning theory : teori yang dikembangkan oleh Yosep
(2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon –respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi dan semakin sering mendapatkan penguatan maka
semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya.pelajaran ini bisa eksternal atau
internal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
tepat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus
didorong ternyata menimbulkan perilaku agresif . rangsangan yang
diberikan terutama pada nucleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, menangkat
ekornya, mendesis dan lain-lain. Jika kerusakan system limbic
(untuk emosi dan perilaku ), lobus frontal(untuk pemikiran rasional)
dan lobus temporal.
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif
: serotonin, dopamine, noreprineprine, acetilkolin, dan asam amino
GABA. Faktor-faktor yang mendukung :
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat )

d. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali sering kali berkaitan dengan (Yosep 2016) :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masssa dan sebagainya.
2) Ekspresi dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
social ekonomi.
3) Kesulitan dalammengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seseorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alcohol dan tidak dapat mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap.

3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai
diri orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.

4. Manifestasi klinis
Yosep (2016) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahag mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus

c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri atau orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif

d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menutut.

e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.

f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
i. Rentang respon
Menurut (Yosep 2009) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrim dari marah atau ketakuatan (panik).

C. Pohon masalah

Resiko menciderai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Perilaku
kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
d. Koping Individu Tidak Efektif

2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan


a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perilaku kekerasan / amuk


Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Obyektif ;
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.

c. Gangguan harga diri : harga diri rendah


Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

E. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
F. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah

4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan


yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang laain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan

c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :


1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

Strategi Pelaksanaan 1 (Sp 1) Resiko Perilaku Kekerasan


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien :
Pandangan pasien tampak tajam dengan mata merah dan nada suara
pasien tinggi
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
4. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual

d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan


pada saat marah secara :
1) Verbal
2) terhadap orang lain
3) terhadap diri sendiri
4) terhadap lingkungan

e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya


f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
1) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :


1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal

h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :


1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :


1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa

j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :


1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
k. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik I
Orientasi:
“Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Agung Nugroho, panggil saya
Agung saya mahasiswa Keperawatan dari Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang akan praktek disini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari
pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak selama Bapak di rumah sakit
ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah
bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10
menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau
di ruang tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri
belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang
bapak rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi,
tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.
Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya .........
(sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,
apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa
latihan napas dalamnya ya pak. „Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak,
berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


1. Evaluasi latihan nafas dalam
2. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
3. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak
marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Kerja :

“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul
kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi
kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak
lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur
bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam
05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak,
mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas
dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai
jumpa”

SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
2. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
3. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang
sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah.
Ada tiga caranya pak: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang
penyebab marahnya karena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta
uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba
di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan.
Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: „Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada
kerjaan‟. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:‟ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu‟.
Coba praktekkan. Bagus”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang,
dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai
nanti

SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual


1. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
2. Latihan sholat/berdoa
3. Buat jadual latihan sholat/berdoa
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

Kerja :

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”

Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa
kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan
pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti
sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”

SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
2. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum
obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti
minum obat.
3. Susun jadual minum obat secara teratur
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”

Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan
tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan
lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”
DAFTAR PUSTAKA

Farida Kusumawati,dkk.2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC

Stuart & Sundeen, (2009). Buku Keperawatan Jiwa Pada Klien RPK, Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesiappni

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Yosep (2009). Keperawatan Jiwa klien RPK. Jakarta, EGC


LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI KEPERAWATAN JIWA

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

G. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

H. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2015). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,
makan, toileting) (Nurjannah, 2014).
Menurut Potter. Perry (2015), Personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2014).

2. Tanda dan Gejala :


a. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor
b. Ketidakmampuan berhias/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakain kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada
pasien laki-laki bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makana tidak pada tempatnya
d. Ketidakmampuan eliminasi sevara mandiri, ditandai dengan buang
air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihakan diri dengan baik setelah BAB/BAK
3. Penyebab
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2015) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut : kelelahan fisik dan penurunan
kesadaran. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2015) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi

b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat
I. Pohon Masalah

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum


dan berdandan)

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

J. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-
apa,

Data obyektif
Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan
bau, kulit kotor

2. Isolasi Sosial
Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.

Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada
saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan

3. Defisit Perawatan Diri


Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.

Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat

K. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK

L. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Tindakan
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.


Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara
menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan
klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan
memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti
kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2
kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan
dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika
panjang.

3. Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.


Tindakan
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan
e. klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
f. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas
perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar
mandi.
g. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas
kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti,
handuk dan sandal.

4. Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.


Tindakan :
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur,
ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan
pakai sandal.

5. Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.


Tindakan :
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
6. Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Tindakan :
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien
menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan
klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang
telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap
kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam
menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga
kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga
kebersihan diri.
1. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan
misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi,
keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2 : Isolasi sosial


Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain

4. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan


orang lain
Tindakan :
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

5. Klien dapat melaksanakan hubungan social


Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
6. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,


BAB/BAK
Tujuan Umum :
Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Tindakan :
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2. Melatih pasien berdandan/berhias


Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias

3. Melatih pasien makan secara mandiri


a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
STRATEGI PELAKSANAAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Kondisi Klien
Klien terlihat kotor, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku
panjang dan hitam. Pakaian kotor, tidak bercukur, bab/bak disembarang tepat.

B. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri

C. Tujuan
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

D. Tindakan
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias

3. Melatih pasien makan secara mandiri


a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan
melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.

Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya Agung”

”Namanya anda siapa, senang dipanggil siapa?”

”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya
yang akan merawat T?”

“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”

” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”

” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”

Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T
apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri?
Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-
tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal,
mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah
apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.

“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan
berdandan?”

(Contoh untuk pasien laki-laki)

“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa


gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x
perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya
“Berapa kali T makan sehari?

”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.

“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya...


kita kencing dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan
lupa membersihkan pakai air dan sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang
perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk,
sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.

”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T


melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil
shampoo gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai bersih..
bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara
merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol..
giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari
depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir
siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T
bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir rambutnya
dengan baik.”

Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T

sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.
”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan
rapi”

”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore,
Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan
beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa
disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak
melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-pagi sehabis
makan.

SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:


1. Berpakaian
2. Menyisir rambut
3. Bercukur

ORIENTASI

“Selamat pagi Pak Tono?


“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan?
Sudah ditandai di jadual hariannya?
“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di
ruang tamu ? lebih kurang setengah jam”.

KERJA

“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian
yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan,
lihat ke cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya,
Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.


“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti
tadi ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore
jam berap ?
“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan
pasien yang lain.

SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita


1. Berpakaian
2. Menyisir rambut
3. Berhias

ORIENTASI

“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di


tandai dijadual harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T
kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )

KERJA

“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir


rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin
mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.” “ T, punya lipstik mari dioles
tipis. Nach…coba lihat dikaca!

TERMINASI

“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”


“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan
harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di
ruang makan bersama pasien yang lain”.
SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri
1. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2. Menjelaskan cara makan yang tertib
3. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
4. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

ORIENTASI
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan
langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“

KERJA
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap
kita berdoa dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan
pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan
piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya
bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta sendiri obatnya.”

TERMINASI

“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.


”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang
baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci
tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman
kalau jam 10.00 disini saja ya...!”
SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara
mandiri
1. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan
jadual kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!

Kerja

Untuk pasien pria:


“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?” “Benar Tono, berak atau kencing
yang baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada
saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang
tempat ya.....”
“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”
“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono
membersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada
tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh Tono”. “Setelah Tono selesai cebok,
jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC dibersihkan. Caranya siram
tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak
tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air kencing seperti ini,
berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada
kotoran/ air kencing”
“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali
pakaian sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana
telah tertutup rapi , lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”
Untuk pasien wanita:
“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah
depan ke belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk
mencegah masuknya kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”
“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya
sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan
tinja/air kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman
yang berbahaya yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci
tangan dengan menggunakan sabun.”

Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing
yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.

“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauhmana T bisa


melakukan jadual kegiatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta
: EGC.

Depkes. 2014. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis


Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2016. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

Keliat. B.A. 2016. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari S.Kep. 2015. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.


Yogyakarta : Momedia

Perry, Potter. 2015 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2014. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Stuart, Sudden, 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2014 – 2016.


Jakarta : Prima Medika.

Stuart, GW. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.

Townsend, Marry C. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan


Psikiatri. Edisi 3. Jakarta. EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN An. A
DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAAN

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
FORMULIR PENGKAJIAN
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
STIKES WIYATA HUSADA SAMARINDA

Ruang rawat :_____________________ Tanggal dirawat :_________________

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : An. A (L/P) Tanggal Pengkajian : 21 Juli 2020
Umur : 16 Tahun No. Rekam Medik : -
Informan : Orang Tua An. A

II. ALASAN MASUK


Orang tua An. A mengatakan An. A mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sejak kecil, An. A berbeda dengan An.A biasanya, tetapi keadaan An.
A semakin memburuk pada saat ia disekolahkan, waktu itu An.A kelas 1 SD, An.A
sering menjadi korban bullying dari teman teman nya, pada suatu hari An. A menjadi
korban bullying pada saat itu keadaan mental An. A terganggu lagi yang
mengakibatkan An.A mendorong temannya sampai jatuh dari tangga, dan temannya
tersebut mengalami luka pada bagian wajah, dan terdapat luka dikepala. Pada saat itu
juga An.A di keluarkan dari sekolah dan membuat kondisi An.A semakin
memburuk, ia tidak terima dengan keputusan pihak sekolah dan selalu mengamuk-
ngamuk dirumah, yang mengakibatkan saya mengambil keputusan untuk mengurung
An. A di dalam rumah selama 6 tahun. Saya tidak mau anak saya masuk rumah
sakitjiwa, jadi saya memutuskan sendiri untuk mengurungnya dirumah.
Sekarang kondisi mental An.A sudah mulai membaik, dan saya memutuskan
untuk membebaskan An.A keluar rumah selama 2 tahun terakhir ini, untuk dapat
bersosialisasi dengan teman-temannya, tetapi saya tetap memantau kondisi anak
saya, karna prilaku kekerasan yang dilakukan An.A bisa kambuh kembali tergantung
kondisi yang dihadapinya.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? √ Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya :
√ Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil
3. Pelaku / Usia Korban /Usia Saksi
/ Usia
Aniaya fisik √
Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga √
Tindak kriminal
Jelaskan No 1, 2, 3 : An.A dulu pernah melakukan kekerasaan secara fisik
pada teman – temannya disekolah dan An.A juga pernah menjadi korban
kekerasaan oleh bapak nya sendiri, dikarenakan bapaknya marah dengan
kelakuakan An.A.

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan proses keluarga.
3. Respons pascatrauma.
4. Risiko tinggi kekerasan.

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?


Ya √ Tidak
Hubungan keluarga Gejala Riwayat Pengobatan/Perawatan
_____________ ________ ___________________________
_____________ ________ ___________________________

Masalah Keperawatan:
1. Koping keluarga inefektif: ketidakmampuan koping.
2. Koping keluarga inefektif: gangguan koping.
3. Potensial untuk pertumbuhan koping keluarga.

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan proses keluarga.
3. Respons pascatrauma.
Tidak ada pengalaman di masa lalu.
IV. FISIK
1. Tanda Vital TD : 120/70 mmHg N : 92 kali/menit S : 36,70C
P : 22 kali/ menit.
2. Ukuran TB : 160cm BB : 65 kg
3. Keluhan Fisik : Tidak ada keluhan
Jelaskan :
_________________________________________________________________
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh. 7. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan
2. Hipotermia. tubuh.
3. Hipertermia. 8. Perubahan nutrisi: potensial lebih dari
4. Defisit volume cairan. kebutuhan tubuh.
5. Kelebihan volume cairan. 9. Kerusakan menelan.
6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan 10. Perubahan eliminasi feses.
tubuh. 11. Perubahan pola eliminasi urine.

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram (lihat petunjuk)

32 32

Keterangan : : Perempuan : Laki-laki

: Meninggal
: Tinggal serumah

Jelaskan : ibu An.A mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit gangguan jiwa selain An. A saja, An. A merupakan anak kedua dari 3
bersaudara.
Masalah Keperawatan:
1. Koping keluarga inefektif: ketidakmampuan koping.
2. Koping keluarga inefektif: gangguan koping.
3. Potensial untuk pertumbuhan koping keluarga.

2. Konsep diri
a. Citra tubuh : tidak ada bagian tubuh yang klien tidak suka
b. Identitas : An.A berkerja mengambil jasa pengupasan bawang.
c. Peran : An. A merupakan anak ketida dari Tn. S dan Ny. Y
d. Ideal diri : klien berharap ketika sembuh bisa membahagiakan orang
tua
e. Harga diri : klien merasa malu dengan kondisi nya yang mengalami
gangguan mental, sehingga banyak orang yang tidak mau berteman dan
membully

3. Hubungan sosial
a. Orang terdekat :
orang terdekat klien adalah keluarga
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Klien tidak memiliki peran atau kegiatan kelompok karena kondisinya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien kooperatif dalam menjawab pertanyaan perawat, tetapi banyak
jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan.

Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi.
2. Perubahan kinerja peran.
3. Kerusakan interaksi sosial.

4. Spritual
a. Nilai dan keyakinan : klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : klien tidak menjalankan kegiatan ibadah dikarenakan
kondisinya.

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan
√ Tidak Rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian
tidak sesuai tidak seperti biasa
Jelaskan : klien berpakaian tidak rapi, tidak seperti anak pada umumnya.

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi perubahan fungsi pernapasan.

2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap √ Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan

Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi

Jelaskan : pembicaraan berpindah-pindah, dari kalimat satu ke kalimat yang


lain dan tidak ada kaitannya

3. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah √ Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Intoleransi aktivitas.
3. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

Jelaskan : saat diajak bicara klien mondar mandir, dan tatapan klien tidak fokus
ke perawat.

4. Alam perasaan
Sedih Ketakutan Putus Asa
Khawatir √ Gembira Berlebihan
Jelaskan : klien merasa tidak ada permasalahan yang menimpanya.

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera. 4. Ketidakberdayaan.
2. Ansietas. 5. Ketidakmampuan.
3. Ketakutan 6. Risiko tinggi membahayakan diri.

5. Afek
Datar Tumpul Labil √ Tidak sesuai
Jelaskan : tidak sesuai dengan stimulus yang diberikan

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Kerusakan komunikasi.
3. Perubahan peran.
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan √ Tidak Kooperatif Mudah Tersinggung
Jelaskan : klien selalu mengalihkan topik pembicaraan, dan terkadang
jawabannya tidak nyambung dan tidak sesuai.

Masalah Keperawatan: 3. Kerusakan interaksi sosial.


1. Kerusakan komunikasi. 4. Risiko tinggi membahayakan diri.
2. Perubahan peran. 5. Risiko tinggi kekerasan.

7. Persepsi Halusianasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien tidak ada persepsi halusinasi.

Masalah Keperawatan:
1. PSP: pengelihatan/pendengaran/kinetik/pengecap/perabaan/penciumanMasalah

8. Proses pikir
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan
asosiasi
√ Flight of ideas Blocking Pengulangan
pembicaraan/
persevarasi
Jelaskan : klien selalu mengalihkan pembicaraan dan jawaban tidak sesuai.
Masalah Keperawatan
1. Perubahan proses fikir

9. Isi pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis

Waham
Agama Somatik Kebesaran
Curiga
Nihilistik Sisip pikir Siap pikir
Kontrol pikir
Jelaskan : klien beranggpan bahwa dirinya bebas.
Masalah Keperawatan
1. Perubahan proses fikir
10. Tingkat kesadaran
√ Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi : Waktu Tempat Orang
Jelaskan : saat ditanya baju yang dipakai warna apa, klien menjawab warna
biru, padahal yang dipakai warna merah.

Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Perubahan proses pikir.

11. Memori
√ Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi
Jelaskan : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan, saat ditanya umur
berapa, klien menjawab umur 11 tahun, padahal klien sudah berumur 16 tzhun.

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih Tidak mampu √ Tidak mampu
Berkonsentrasi berhitung sederhana
Jelaskan : klien tidak mampu berhitung dengan benar
____________________________________________
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.
2. Kerusakan interaksi sosial.

13. Kemampuan penilaian


Gangguan ringan √ Gangguan bermakna
Jelaskan : klien tidak bisa menilai sesuatu yang buruk dan yang baik.

Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.

14. Daya tilik diri


√ Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal di luar
dirinya
Jelaskan : klien tidak menyadari gejala penyakit yang dideritanya.
Masalah Keperawatan:
1. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
2. Risiko tinggi ketidakpatuhan.
3. Perubahan proses pikir.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Kemampuan pasien memenuhi/menyediakan kebutuhannya:
a. Makan √ Bantuan minimal Bantuan
total
b. Keamanan √ Bantuan minimal Bantuan
total
c. Tempat tinggal √ Bantuan minimal Bantuan
total
d. Perawatan kesehatan √ Bantuan minimal Bantuan
total
e. Pakaian √ Bantuan minimal Bantuan
total
f. Transportasi √ Bantuan minimal Bantuan
total
g. Uang √ Bantuan minimal Bantuan
total
2. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri : Bantuan minimal Bantuan total
Mandi √
BAB/BAK √
Kebersihan √
Ganti pakaian √
Makan √

b. Nutrisi
• Apakah Anda puas dengan pola makan Anda? Ya √ Tidak____
• Apakah Anda memisahkan diri?
Jika ya, jelaskan alasannya: tidak ada
• Frekuensi makan per hari : 3 kali
• Frekuensi kudapan per hari: 3 kali
• Nafsu makan Ya √ Tidak____
• Diet Khusus Ya √ Tidak____

c. Istirahat dan tidur


• Apakah ada masalah? Ya____Tidak √
• Apakah Anda merasa segar setelah bangun tidur? Ya √ Tidak____
• Apakah ada kebiasaan tidur siang? Ya √ Tidak____
• Apa yang menolong anda untuk tidur
…………………………………...
• Waktu tidur malam, jam: 22.00 , Waktu bangun, jam: 06.00
• Beri tanda “✓” sesuai dengan keadaan pasien:
 Sulit untuk tidur
√ Bangun terlalu pagi
 Somnabulisme
√ Terbangun saat tidur
√ Gelisah saat tidur
 Berbicara dalam tidur
3. Kemampuan pasien dalam:
 Mengantisipasi kebutuhan sendiri Ya √ Tidak____
 Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri Ya √ Tidak____
 Mengatur penggunaan obat Ya____Tidak √
 Melakukan pemeriksaan kesehatan (follow up) Ya____Tidak √

4. Pasien memiliki sistem pendukung :


Keluarga Ya √ Tidak____
Profesional/terapis Ya √ Tidak____
Teman sejawat Ya √ Tidak____
Kelompok sosial Ya____Tidak √

5. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau hobi
Ya √ Tidak____

VIII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
√ Bicara dengan orang lain  Minum alkohol
 Mampu menyelesaikan masalah √ Reaksi lambat/berlebihan
 Teknik relaksasi  Bekerja berlebihan
 Aktivitas konstruktif  Menghindar
 Olah raga  Mencederai diri
 Lainnya  Lainnya

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


 Masalah dengan dukungan kelompok, uraikan
Klien mengatakan tidak pernah berhubungan dengan kelompok- kelompok
tertentu.

 Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraiakan :


Klien mengatakan tidak ada masalah berhubungan dengan lingkungan.

 Masalah dengan pendidikan, uraiakan :


Klien mengatakan tidak lulus SD karena kelas 2 dikeluarkan dari sekolah,
karena mencelakai teman.

 Masalah dengan pekerjaaan, uraikan :


Klien tidak pernah memiliki masalah pada perkerjaan

 Masalah dengan perumahan, uraikan :


Klien tidak pernah memiliki masalah pada perumahan

 Masalah dengan ekonomi, uraikan :


Klien tidak pernah memiliki masalah pada ekonomi.

 Masalah dengan pelayanan kesehatan, uraikan


Klien tidak pernah memiliki masalah pada pelayanan kesehataan.

 Masalah lainnya, uraikan


Tidak ada masalah lainnya.

Masalah Keperawatan: 5. Ketidakmampuan.


1.Perubahan pertumbuhan dan 6. Gangguan konsep diri.
perkembangan. 7. Konflik peran orang tua
2. Perilaku mencari bantuan 8. Sindroma stres relokasi.
kesehatan.
3. Perubahan pola eliminasi urine.
4. Ketidakberdayaan.

X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG :


√ Penyakit jiwa Sistem pendukung
Faktor presipitasi Penyakit fisik
Koping Obat - obatan
Lainnya :
Masalah Keperawatan :

XI. ASPEK MEDIK


Diagnosis medik : Resiko perilaku kekerasaan.
Terapi medik :

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


Pohon masalah
Resiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

XIII. DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
3. Gangguan komunikasi verbal
Samarinda, Selasa, 21 juli 2020
Mahasiswa

Norlinda
ANALISA DATA

NO Data Subyektif & Data Obyektif Kemungkinan penyebab Masalah

1 DS : Gangguan konsep diri, Risiko prilaku


Orang tua An.A mengatakan ia Harga diri rendah kekerasan
tidak bisa mengendalikan diri
melakukan prilaku kekerasan, jika Perilaku kekerasan
ada yang menganggu dan
menghina dirinya. Risiko menciderain diri
sendiri dan orang lain
DO :
- Jika kambuh dapat menyerang
orang lain
- Jika kambuh dapat melukai diri
sendiri dan orang lain
- Jika kambuh prilaku agresif /
amuk

2 DS : lingkungan Gangguan konsep diri


Orangtua An.A mengatakan : Harga diri rendah
kurangnya pengakuan dari orang Pandangan ekstrem
lain,membuat anak saya merasa masyarakat
malu dan merasa tidak berguna.
Ketidakmampuan
DO : menghadapi stresor
- Kontak mata kurang
- Perilaku tidak asertif Koping individu tidak
- Mencari penguatan secara efektif
berlebihan
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah

3 DS : Motorik wicara terganggu Gangguan


Orang tua mengatakan An. A komunikasi verbal
mengalami gangguan dalam Gangguan komunikasi
berkomunikasi, kadang apa yang di verbal
bi jawab tidak sesuai dengan
pertanyaan.

DO :
- Sulit memahami komunikasi
- Sulit mempertahankan
komunikasi
- Tidak ada kontak mata
- Verbalisasi tidak tepat
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : An.A *(L/ P) Ruang : ............................
Alamat : Jl.P suryanata gg tinggiran 1 Umur : 16 Th No. RM : ............................

No DX Rencana Tindakan Keperawatan Rasional


Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan
1 Kontrol Diri (L.09076) Pencegahaan Perilaku Kekerasan (I.14544) 1.1 Agar pasien merasa aman dan
Definisi : Definisi : nyaman
Kemampuan untuk mengendalikan atau Meminimalkan kemarahan yang diekspresikan secara 1.2 Menjauhkan benda tajam untuk
mengatur emosi, pikiran, dan perilaku dalam berlebihan dan tidak terkendali secara verbal samapai menghindari hal yang tidak di
menghadapi masalah. dengan menciderai orang lain dan/atau merusak inginkan.
lingkungan. 1.3 Lingkungan harus diperhatikan,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di jangan sampai lingkungan
harapkan risiko prilaku kekerasaan teratasi Intervensi yang dilakukan : memperburuk keadaan
dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1.1 Melakukan pendekatan BHSP 1.4 Keluarga sangat berperan dalam
a. Perilaku menyerang (3) 1.2 monitor adanya benda yang berpotensi pengendalian diri klien
b. Perilaku menciderai diri sendiri dan membehayakan (Mis benda tajam, dll) 1.5 Ungkapan perasaan dapat
orang lain (3) 1.3 pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara membuat perawat mengetahui
c. Perilaku agresif/ amuk (3) rutin apa hal yang sedang ada di
1.4 libatkan keluarga dalam perawatan pikiran klien, dan apa yang
Keterangan : 1.5 latih cara mengungkapkan perasaan secara aserif menjadi penyebab prilaku
1 = meningkat 1.6 latih mengurangi kemarahan secara verbal dan kekerasaan
2 = cukup meningkat non verbal (Mis, relaksasi, bercerita). 1.6 Latih relaksasi dapat dijadikan
3 = sedang alternatif pengendalian diri yang
4 = cukup menurun baik.
5 = menurun

2 Harga Diri (L.09069) Manajemen Perilaku (I.02044) 2.1 indentifikasi harapan


Definisi : Definisi : merupakan hal yang sangat
Perasaan positif terhadap diri sendiri atau Mengidentifikasi dan mengelola perilaku. penting agar perawat dapat
kemampuan sebagai respon terhadap situasi mengetahui apa hal yang di
saat ini. Intervensi yang dilakukan : inginkan klien sehingga dapat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2.1 identifikasi harapan untuk mengendalikan menjadikan cara pengendalian
diharapkan gangguan konsep diri : harga diri perilaku diri pasien
rendah teratasi dengan kriteria hasil sebagai 2.2 Tingkatkan aktivitas fisik sesuai kemampuan 2.2 aktivitas dapa menjadikan
berikut : 2.3 Bicara dengan nada rendah dan tenang pengalihan yang menyenangkan
a. Penilaian diri positif (3) 2.4 Beri penguatan positif terhadap mengendalikan 2.3 bicara dengan nada rendah
b. Penerimaan penilaian positif terhadap perilaku dapat membuat klien lebih
diri sendiri 2.5 Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai tenang dan nyaman
c. Kontak mata (3) dasar pembentukan kognitif 2.4 memberikan penguatan secara
d. Perasaan malu (3) positif untuk memperbaiki
kondisi klien
Keterangan : 2.5 keluarga memiliki peranan
1 = meningkat penting dalam memperbaiki
5 = cukup meningkat kondisi pasien
5 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun

3 Status Kognitif (L.09086) Promosi Komunikasi : Defisit Bicara (I.13493). 3.1 Monitoring proses kognifif
Definisi : Definisi : sangat penting untuk
Kemampuan melakukan proses mental yang Menggunakan teknik komunikasi tambahan pada mengetahui bagian mana yang
kompleks . individu dengan gangguan bicara. mengalami permasalahan
3.2 Gaya komunikasi harus di
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di Intervensi yang dilakukan : sesuaikan dengan pasien untuk
harapkan gangguan komunikasi verbal 3.1 Monitor proses kognitif yang berkaitan dengan mencegah hal yang
teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut : bicara (Mis, memori, pendengaran dan bahasa). memperburuk
a. Komunikasi jelas sesuai usia (3) 3.2 Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan 3.3 Lingkungan sangat penting
b. Pemahaman makna situasi (3) (Mis berdiri di depan pasien, dengarkan untuk meminimalkan keadaan
c. Perhatian(3) seksama,bicaralah dengan perlahan untuk 3.4 Dukungan psikologis sangat
d. Konsentrasi (3) menghindari teriakan. penting untuk memperbaiki
e. Kemampuan berhitung (3) 3.3 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan kondisi klien.
bantuan
Keterangan : 3.4 Berikan dukungan psikologis.
1 = meningkat
2 = cukup meningkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA AN. A
DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAAN

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA AN. A
DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Masalah keperawatan : Risiko perilaku kekerasan


Hari/tanggal : Kamis, 23 Juli 2020
Insial Klien : An. A
B. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien :
Data Subjektif :
Orang tua An. A mengatakan bahwa An. A sekarang dalam kondisi yang
lebih baik, tetapi jika ada yang menghina, mencela dan membully,
lingkungan masyarakat yang tidak mendukung dapat menimbulkan
kekambuhan, An.A tidak segan-segan untuk menyerang orang yang
menganggu dirinya.

Data Objektif :
a. Jika kambuh dapat menyerang orang lain
b. Jika kambuh dapat melukai diri sendiri dan orang lain
c. Jika kambuh prilaku agresif / amuk

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

4. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara :
1) Verbal
2) terhadap orang lain
3) terhadap diri sendiri
4) terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
1) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
3) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik I
Orientasi:
“Selamat Pagi dik, perkenalkan nama saya Norlinda, panggil saya linda saya mahasiswa
Keperawatan dari ITKES Wiyata Husada Samarinda, yang akan praktek disini selama 1
minggu. Saya yang akan merawat adik selama beberapa hari. Nama adik siapa siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan adik saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah adik”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, dik ? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”

Kerja :
“Apa yang menyebabkan adik marah?, Apakah sebelumnya adik pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti adik pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang adik rasakan?”
“Apakah adik merasakan kesal kemudian dada adik berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang adik lakukan?. Apa kerugian cara yang adik lakukan? Maukah bapak
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, adik. Salah satunya adalah dengan cara fisik.
Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini dik, kalau tanda-tanda marah tadi sudah adik rasakan maka adik berdiri, lalu tarik napas
dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, adik sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini adik lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul adik sudah terbiasa melakukannya”

Terminasi :
“Oya dik, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan adik setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab adik marah ........ (sebutkan) dan yang adik rasakan ........ (sebutkan)
dan yang adik lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah adik yang lalu, apa yang adik
lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya dik .
„Sekarang kita buat jadual latihannya ya dik , berapa kali sehari adik mau latihan napas dalam?,
jam berapa saja dik?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya dik ”

SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


Jumat, 24 Juli 2020
1. Evaluasi latihan nafas dalam
2. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
3. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

Orientasi :
“Selamat Pagi dik , sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan adik saat ini, adakah hal yang menyebabkan adik marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”

Kerja :

“Kalau ada yang menyebabkan adik marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam adik dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar adik? Jadi kalau nanti adik
kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul
kasur dan bantal. Nah, coba adik lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali adik
melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan adik setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba adik sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari adik. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya dik. Sekarang
kita buat jadwalnya ya dik , mau berapa kali sehari adik latihan memukul kasur dan bantal serta
tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa dik ? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”

SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :


Sabtu. 25 Juli 2020
1. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
2. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
3. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

Orientasi :
“Selamat Pagi dik, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana dik, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama adik mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu
bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak: Meminta dengan baik
tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin
adik bilang penyebab marahnya karena minta uang sama ibu tidak diberi. Coba adik minta uang
dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli mainan.” Nanti bisa dicoba di sini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba adik praktekkan. Bagus dik.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan adik tidak ingin melakukannya, katakan:
„Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan‟. Coba bapak praktekkan. Bagus
dik”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal adik dapat
mengatakan:‟ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu‟. Coba praktekkan. Bagus”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan adik setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau latihan
bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti
dicoba ya dik!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara
ibadah, adik setuju? Mau di mana dik? Di sini lagi? Baik sampai nanti
SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAN KELUARGA DALAM
MERAWAT PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN
MASALAH PERILAKU KEKERASAAN

Stase Keperawatan Jiwa


Dosen Kordinator : Ns. Siti Kholifah,S.Kep.,M.Kep
Dosen Pembimbing : Ns.Rusdi,S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :

NORLINDA
P1908112

PROGRAM PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang studi : Keperawatan Jiwa


Topik : Peran keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa dengan
masalah perilaku kekerasan
Sasaran : Pasien dan keluarga di Ruang Rawat Jalan RS Jiwa Provinsi Jabar
Tempat : Di jln.P.Suryanata Gg. Tinggiran I
Hari/Tanggal : Sabtu, 25 Juli 2020 Waktu : 12.00-12.30

1. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga di Ruang
Rawat Jalan RS Jiwa Provinsi Jabar mengetahui tindakan yang dilakukan
dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan.

2. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan penyuluhan diharapakan pasien dan keluarga dapat:
a. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan
b. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
c. Menyebutkan kembali rentang respons marah
d. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
e. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita dengan
masalah perilaku kekerasan

3. Materi
Materi penyuluhan terlampir :
a. Definisi pengertian perilaku kekerasan
b. Penyebab pengertian perilaku kekerasan
c. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pengertian perilaku kekerasan
e. Peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku
kekerasan
4. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab

5. Media
Leaflet

6. Kegiatan penyuluhan
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN PESERTA
1 5 Menit Pembukaan: a. Menyambut salam dan
a. Memberi salam dan mendengarkan
memperkenalkan diri b. Mendengarkan
b. Menjelaskan tujuan dari c. Mendengarkan
penyuluhan. d. Mendengarkan
c. Melakukan kontrak waktu.
d. Menyebutkan materi penyuluhan
yang akan diberikan

2 10 Menit Pelaksanaan : a. Menyampaikan informasi


a. Menggali informasi yang telah yang telah diketahui
diketahui peserta tentang perilaku b. Mendengarkan dan
kekerasan. memperhatikan
b. Memberikan penjelasan tentang :
1) Definisi perilaku kekerasan
2) Penyebab perilaku kekerasan
3) Rentang respons marah
pengertian perilaku
kekerasan
4) Tanda dan Gejala Perilaku
Kekerasan.
5) Peran keluarga merawat
penderita dengan perilaku
kekerasan

3 10 Menit Tanya Jawab a. Memberikan pertanyaan


a. Memberi kesempatan bertanya b. Menjawab pertanyaan
kepada peserta
b. Menjawab pertanyaan dari
peserta

4 5 Menit Penutup a. Menyebutkan materi


a. Feedback materi sesuai yang disebuktkan
b. Menyimpulkan materi yang b. Mendengarkan
sudah diberikan c. Menerima lefleat
c. Membagikan lefleat d. Membalas salam
d. Mengucapkan terimakasih dan
salam penutup

7. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) Peserta hadir ditempat yang sudah ditentukan untuk penyuluhan
kesehatan
2) Penyuluhan kesehatan dilaksanakan di rumah klien
3) Sarana dan prasarana memadai.

b. Evaluasi proses
1) Moderator memberi salam dan memperkenalkan diri.
2) Moderator menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
3) Moderator melakukan kontrak waktu dan menjelaskan mekanisme
penyuluhan.
4) Moderator menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan.
5) Penyaji menggali informasi dan pengalaman yang telah diketahui
peserta tentang penanganan perilaku kekerasaan
6) Penyaji menjelaskan tentang hal yang dapat dilakukan untuk proses
penanganan perilaku kekerasaan dirumah
7) Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan kesehatan.
8) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sampai
selesai.
9) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan
benar.

c. Evaluasi Hasil
1) Peserta memahami tentang cara membatu sosialisasi (interaksi sosial)
pasien gangguan jiwa setelah perawatan di rumah sakit.
2) Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan kesehatan sesuai yang
3) diharapkan.
4) Kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang dicapai
8. Pengorganisasian :
Pembicara : Norlinda
Lampiran Materi

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 2015).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda,
2015). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk meluka seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2016).

B. Penyebab
Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau
saksi penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang yang mengalami
hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain
tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya maka dia
menghadapinya dengan kekerasan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Sehingga Kebutuhan akan status dan prestise juga mempengaruhi
perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan.

c. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).

d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.

3. Rentang respons marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari
yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan
kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan
terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga
cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain
adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus,
maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan
dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan
ngamuk.
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
(Keliat, 2017).
a. Assertif
Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan yang tidak realistis. Frustasi dapat dialami sebagai
suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut
dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.

d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung
untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif terhadap
lingkungan yang masih terkontrol.

e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain. Tindakan destruktif dan bermusuhan
yang kuat dan tidak terkontrol.

C. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Yosep (2018) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir

2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus

3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda /orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri / orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk / agresif

4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

E. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan
1. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan
minat bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan
sehingga diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
2. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak
terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu
menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
3. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat
membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang
mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara
pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.

F. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan


1. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
a. Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota
keluarga
b. Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga
yang berada dalam kesulitan
c. Saling menghargai pendapat dan pola pikir
d. Menjalin keterbukaan
e. Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
f. Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut
g. Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada
anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu
kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
h. Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat
anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang
pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
i. Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan
yang telah dilatih di rumah sakit.
j. Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan
marah.
k. Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota
keluarga risiko pelaku kekerasan.
l. keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir
kesempatan melakukan perilaku kekerasan.

2. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :


a. Menarik nafas dalam
b. Memukul-mukul bantal
c. Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa
yang tidak disukai klien
d. Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu‟ dan shalat
e. Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.

3. Bila Klien dalam PK


Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu
membawa klien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahan
utamakan keselamatan diri klien dan penolong.
DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2015, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia,


FKUI; Jakarta.

WF Maramis, 2018, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran


EGC ; Jakarta.

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).


St.Louis Mosby Year Book, 2015

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa , Edisi I, Jakarta : EGC,
2016 Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri , Edisi I, Jakarta : EGC.

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2015.

Anonim. 2016. Cegah dan hindari kekerasan, diakses tanggal 22 Mei 2016. Jam
14.30 dari http://www.orangtua.org/cegahdanhidarikekerasan=804
DOKUMENTASI

KEGIATAN SPTK DAN PENDIDIKAN KESEHATAAN


Kamis, 23 Juli 2020
Kegiatan SP1
Membina Hubungan Saling
Percaya dengan Klien dan
keluarga

Sabtu, 25 juli 2020


Kegiatan SP3
1. Melakukan SP3 dan
terminasi dengan klien
2. Melakukan pendidikan
kesehataan dengan
keluarga klien dengan
judul “ peran keluarga
dalam merawat anak
gangguan jiwa dengan
risiko perilaku kekerasaan

Catatan :
Kegiatan SP2 pada hari jumat, 24 Juli 2020 tidak terdokumentasi, dikarenakan
keluarga sedang berkerja di pasar sehingga tidak bisa mendokumentasikan hal
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai