Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
A. Masalah Utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang seharusnya berperilaku berdasarkan
standar, aspirasi, tujuan, atau nilai yang diyakininya. Penetapan ideal
diri dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga, ambisi, keinginan, dan
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan norma serta
prestasi masyarakat setempat. Individu cenderung menyusun tujuan
yang sesuai dengan kemampuannya, kultur, realita, menghindari
kegagalan dan rasa cemas, serta inferiority. Ideal diri harus cukup
tinggi supaya mendukung respek terhadap diri tetapi tidak terlalu
tinggi, terlalu menuntut, serta samar-samar atau kabur. Ideal diri akan
melahirkan harapan individu terhadap dirinya saat berada di tengah
masyarakat dengan norma tertentu. Ideal diri berperan sebagai
pengatur internal dan membantu individu mempertahankan
kemampuannya menghadapi konflik atau kondisi yang membuat
bingung. Ideal diri penting untuk mempertahankan kesehatan dan
keseimbangan mental.
c. Harga diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dan menganalisis
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari
diri sendiri dan orang lain. Individu akan merasa harga dirinya tinggi
bila sering mengalami keberhasilan. Sebaliknya, individu akan merasa
harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai,
atau tidak diterima lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari
adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai
meningkatnya usia dan sangat terancam pada masa pubertas.
Coopersmith dalam buku Stuart dan Sundeen (2017) menyatakan
bahwa ada empat hal yang dapat meningkatkan harga diri, yaitu:
1) Memberi kesempatan untuk berhasil
2) Menanamkan idealisme
3) Mendukung aspirasi/ide
4) Membantu membentuk koping
d. Peran
Serangkaian pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat sesuai posisinya di masyarakat/kelompok sosialnya.
Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan
sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan
memvalidasi pada orang yang berarti. Hal-hal yang memengaruhi
penyesuaian individu terhadap peran antara lain sebagai berikut.
1) Kejelasan perilaku yang sesuai dengan peran dan pengetahuannya
tentang peran yang diharapkan.
2) Respons/tanggapan yang konsisten dari orang yang berarti terhadap
perannya.
3) Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan perannya.
4) Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan penampilan peran yang
tidak sesuai.
e. Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran tentang “diri sendiri” yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, serta
menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.
Pengertian identitas adalah organisasi, sintesis dari semua gambaran
utuh dirinya, serta tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan,
atribut/jabatan, dan peran. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu
mengerti dan percaya diri, hormat terhadap diri, mampu menguasai
diri, mengatur diri, dan menerima diri. Ciri individu dengan identitas
diri yang positif adalah sebagai berikut:
1) Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
2) Mengakui jenis kelamin sendiri.
3) Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan
4) Menilai diri sesuai penilaian masyarakat
5) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan dating
6) Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari.
Ciri individu yang berkepribadian sehat antara lain sebagai berikut:
1) Citra tubuh positif dan sesuai.
2) Ideal diri realistis.
3) Harga diri tinggi.
4) Penampilan peran memuaskan.
5) Identitas jelas.
4. Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Citra tubuh
1) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
2) Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat
tumbuh kembang atau penyakit).
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi
tubuh.
4) Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
b. Ideal diri
1) Cita-cita yang terlalu tinggi.
2) Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Ideal diri samar atau tidak jelas.
c. Harga diri
1) Penolakan
2) Kurang penghargaan
3) Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti,
terlalu dituntut.
4) Persaingan antara keluarga
5) Kesalahan dan kegagalan berulang
6) Tidak mampu mencapai standar.
d. Peran
1) Stereotipe peran seks.
2) Tuntutan peran kerja.
3) Harapan peran kultural.
e. Identitas diri
1) Ketidakpercayaan orang tua.
2) Tekanan dari teman sebaya.
3) Perubahan struktur sosial.
Faktor Presipitasi
a. Trauma
Penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran
Adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami
individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.
5. Sumber Koping
a. Aktivitas olah raga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekspresif
d. Kesehatan dan perawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
6. Mekanisme Koping
a. Pertahanan jangka pendek
1) Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis,
seperti kerja keras, nonton, dan lain-lain.
2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
seperti ikut kegiatan sosial, politik, agama, dan lain-lain.
3) Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri,
seperti kompetisi pencapaian akademik.
4) Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan,
seperti penyalahgunaan obat.
2) Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima
oleh nilai-nilai harapan masyarakat.
C. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2017) :
Data Subyektif:
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
jelas.
Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Data obyektif
Ekspresi wajah sedih, tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, suara
pelan dan tidak jelas, tampak menangis.
E. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
Tujuan Khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
h. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tujuan khusus:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klie
d. Jelaskan tujuan pertemua
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang
jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
a. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
b. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
c. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
DS :
Klien mengatakan: saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh/ tidak tahu apa-apa,
mengkritik diri sendiri., klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri, klien mengungkapkan rasa bersalah terhadap sesuatu/ seseorang
B. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah
C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dengan aspek positif yang
dimiliki
2. Pasien dapat menilai kemampan yang dapat digunakan
3. Pasien dapat menetapkan kegiatan yang sesuai kemampuan
4. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih
D. Tindakan Keperawatan
1. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4. Melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum…………Boleh Saya kenalan dengan
mas? Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya
mahasiswa ners wiyata husada samarinda, Saya sedang praktik di sini
dari pukul 08.00 wita sampai dengan pukul 13.00 wita siang nanti.
Kalau boleh saya tahu nama mas siapa dan senang dipanggil dengan
sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mas hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam?
Ada keluhan tidak?”
c. Kontrak
“Bagaimana.. kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah mas lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan
mana yang masih dapat mas lakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai,
kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih “
“Dimana kita duduk untuk bincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit saja?
2. Kerja
“Mas ,apa saja kemampuan yang mas miliki? Bagus ,apa lagi?
Saya buat daftarnya ya! Apa saja kegiatan rumah tangga yang biasa mas
lakukan? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapa? Mencuci piring
……….dst”.
“Wah ,bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang Mas miliki”.
“Mas dari lima kegiatan kemampuan ini ,yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ?
Coba kita lihat ,yang pertama bisakah ,yang kedua………sampai 5
(misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan).
Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa kerjakan di rumah sakit ini.
“Sekarang, coba mas pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”. “O yang nomor satu, merapikan tempat tidur?
Kalau begitu,bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat
tidur Mas”.
Mari kita lihat tempat tidur mas ya.
Coba lihat sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus!
Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita balik.
”Nah,sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari atas ya bagus!
Sekarang sebelah kaki ,tarik dan masukkan ,lalu sebelah pinggir
masukkan .Sekarang ambil bantal,rapikan dan letakkan di sebelah atas
kepala. Mari kita lipat selimut ,nah letakkan sebelah bawah kaki, bagus!”
“Mas sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali .Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus”
“Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau
Mas lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan ,dan T (tidak) melakukan .
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur? yah?, Mas ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapikan tempat tidur, yang sudah mas praktekkan dengan
baik sekali. Coba ulangi bagaimana cara merapikan tempat tidur tadi.
Bagus sekali..
“Sekarang,mari kita masukkan pada jadual harian. Mas, mau berapa kali
sehari merapikan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa?
Lalu sehabis istirahat ,jam 16.00”
“Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau
Mas lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan, dan T (tidak) melakukan .
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Mas masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapikan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring …. Kalau begitu kita akan latihan
mencuci piring besok ya jam 08.00 pagi di dapur sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya…Assalamu‟alaikum
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)
A. Kondisi
DO : Klien tampak tenang, sudeh mau menghargai dirinya sendiri.
DS : Klien menyatakan sudah mau berinteraksi dengan lingkungannya.
B. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah
C. Tujuan
Klien dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki yang lain (yang belum dilakukan)
D. Tindakan Keperawatan
Klien dapat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
2. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan
3. Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan dirumah
sakit
4. Bantu klien melakukannya, kalau perlu beri contoh
5. Beri pujian atas kegiatan dan keberhasilan klien
6. Diskusikan jadwal kegiatan harian atau kegiatan yang telah dilatih
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
“Assalammua„laikum, mas… masih ingat saya??? baguss
Bagaimana perasaan Mas pagi ini ? Wah tampak gembira”
“Bagaimana Mas, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin tadi
pagi ? Bagus ( kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi),
Sekarang kita akan latihan kemampuan kedua, masih ingat apa kegiatan itu
Mas “Ya benar kita akan latihan memcuci piring didapur ruangan ini”
“Waktunya 10 menit, mari kita ke dapur”
2. Kerja
“Mas, sebelum kita memcuci piring kita perlu siapkan dulu
perlengkapanya, yaitu serabut tepes untuk membersikan piring, sabun
khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas, Mas bisa
mneggunakan air yang mengalir dari kran ini, oh ya jangan lupa sediakan
tempat sampah untuk membuang sisa – makanan.
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Mas ambil satu piring koto, lalu
buang dulu sisa makanan yang ada dipiring tersebut ketemapat sampah,
kemudian Mas bersikan piring tersebut dengan menggunakan sabut tepes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring, setelah selesai disabuni bilas
dengan menggunakan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di
piring tersebut, setelah itu Mas bisa mengkeringkan piring yang sudah
bersih tadi di rak yang sudah tersedia didapur, nah selesai..
“Sekarang coba Mas yang melakukan”
“Bagus sekali, Mas dapat mempraktekkan cuci piring dengan baik,
sekarang dilap tanganya
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan mas setelah latihan cuci piring”
Coba ulangi cara mencuci piring…baguss
“Bagaimana kalau kegiatan cuci piring ini dimasukan menjadi kegiatan
sehari-hari Mas. mau berapa kali Mas mencuci piring ? bagus sekali Mas
mencuci piring tiga kali setelah makan”
“Besok kita akan latihan untuk kemampuan ke tiga, setelah merapikan
tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu ? ya benar
kita akan latihan mengepel”
“Mau jam berapa? Sama dengan sekarang ?
Sampai jumpa…Assalamu‟alaikum
CATATAN:
Strategi pelaksanaan selanjutnya, sama dengan SP 2 dengan kegiatan
yang dimiliki sesuai kemampuan pasien lainnya (yang belum dilatih)
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
A. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri
4. Penyebab
Faktor Predisposisi
Terjadinya perilaku menarik diri karena kegagalan perkembangan
yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang
lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan
meresa tertekan. (Stuart and Sundeen, 2015).
a. Faktor tumbang :
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia
bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan
social yang positif, diharapkan setiap tahap perkembangan dilalui
dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon sosial maladaptif.
d. Faktor biologis.
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan isolasi sosial. Organ tubuh yang
dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan adalah otak,
misalnya pada pasien Skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan
daerah kortikal. Faktor genetik dapat berperan dalam respon social
maladaptif
.
Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi berhubungan dengan faktor sosio-cultural karena
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto
psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari
lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
a. Faktor eksternal
Stressor sosial budaya: stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial
budaya (keluarga).
b. Faktor Internal
Stresor psikologik: stres terjadi akibat ansietas berkepanjangan
disertai keterbatasan kemampuan mengatasi banyak keterbatasan
5. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif
adalah sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan
perhatian pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005) terkadang ada beberapa orang yang
ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman
yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian
orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri
dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan
temannya.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan
yang spesifik yaitu sebagai berikut :
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
1) Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
2) Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.
C. Pohon masalah:
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
Data objektif :
a. Klien tampak menyendiri.
b. Klien terlihat mengurung diri.
c. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan
orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang
lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang
lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu…… perkenalkan nama saya
Khairil Anwar, biasa dipanggil Anwar. Saya mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal yang akan dinas di ruangan Dewa Ruci ini
selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 sampai jam
14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama
ibu siapa? Senangnya ibu di panggil apa?
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu…… hari ini? O.. jadi Bu merasa bosan dan
tidak berguna.
Apakah Ibu masih suka menyendiri ??
c. Kontrak.
Topik:
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
perasaan Bu dan kemampuan yang Bu miliki? Apakah bersedia?
Tujuananya Agar ibu dengan saya dapat saling mengenal sekaligus
ibu dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan
kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
Waktu : Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau
10 menit saja ya?
Tempat : Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di
ruang tamu?.
2. Fase kerja.
Dengan siapa ibu tinggal serumah?
Siapa yang paling dekat dengan ibu?
apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?
Siapa anggota keluarga dan teman ibu yang tidak dekat dengan ibu?
apa yang membuat ibu tidak dekat dengan orang lain? A
pa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan saat bersama keluarga?
Bagaimana dengan teman-teman yang lain?
Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan
orang lain? Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-
cakap dengan orang lain?
Menurut ibu apa keuntungan kita kalau mempunyai teman?
Wah benar, kita mempunyai teman untuk bercakap-bercakap.
Apa lagi ibu? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ibu? ya apa lagi?
(sampai menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak punya
teman ya.
Kalau begitu ingin ibu belajar berteman dengan orang lain?
Nah untuk memulainya sekrang ibu latihan berkenalan dengan saya
terlebih dahulu. Begini ibu, untuk berkenalan dengan orang lain dengan
orang lain kita sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan yang kita
sukai.
Contohnya: nama saya Khairil Anwar, senang sipanggil Anwar.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya nama Bapak siapa ? senangnya dipanggil apa?
Ayo bu coba dipraktekkan! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. coba
ibu berkenalan dengan saya.
Ya bagus sekali ibu!! coba sekali lagi ibu..!!! bagus sekali ibu!!
Setelah berkenalan dengan ibu, orang tersebut diajak ngobrol tentang hal-
hal yang menyenangkan. Misalnya tentang keluarga, tentang hobi,
pekerjaan dan sebagainya,
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman
ibu. (dampingi pasien bercakap-cakap).
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
Nah sekarang coba ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan
dengan orang lain!
b. RTL
Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-
cakap dengan teman? Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan
latihan? Ini ada jadwal kegiatan, kita isi pasa jam 11:00 dan 15:00
kegiatan ibu adalah bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika
ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu
melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman
maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T.
apakah ibu mengerti?
Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru
dan latihan bercakap-cakap dengan topik tertentu. apakah ibu
bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai
jumpa besok ibu. saya permisi Assalamualaikum Wr,Wb.
Strategi Pelaksanaan 2 (Sp 2)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
a. Klien menyendiri di kamar.
b. Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
c. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang.
c. Membenatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
7. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik
Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan
teman? Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai
mana perasaan ibu setelah mulai berkenalan?
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagai mana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar
ibu semakin banyak teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?
H. Fase Kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga
dinas di ruangan Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu
masih ingat bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih
ingat, jika pasien lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan)
nah silahkan ibu mulai (fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat
lain) wah bagus sekali ibu, selain nama,alamat, hobby apakah ada yang
ingin ibu ketahui tetang perawat C dan D? (bantu pasien
mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus sekali, Nah ibu apa
kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Bagai mana kalau kita
menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di ruang
makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman
yang lain. Mari bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu
bincangkan dengan teman ibu. ooh tentang cara menyusun piring diatas
meja silahkan ibu( jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat) coba ibu
tanyakan bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada teman ibu?
apakah harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu
bincangkan.. silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman
ibu melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-
cakap ibu.
I. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan
C dan bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan
siang di ruang makan? Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya
berkenalan?
b. RTL
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal
kegiatan bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan
makan siang. Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan
makan siang.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu
berkenalan dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saat
melakukan kegiatan harian lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ? Baiklah ibu besok
saya akan kesini jam 10:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di
ruang tamu?
Strategi Pelaksanaan 3 (Sp 3) Isolasi Sosial
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data subjektif :
a. Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain
b. Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan orang
lain.
Data objektif :
a. Klien tampak sudah mau keluar kamar.
b. Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada
perasaan kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap
dengan otrang lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-
cakap? Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap,
apakah sudah dilakukan? Bagus ibu.
c. Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi bu berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang
masak, serta bercakap-cakap dengan teman sekamar saat melakukan
kegiatan harian. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?
2. Fase Kerja.
Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru
masak sedang memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang
disana. Bagaimana jika kita berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap
bergabubg dengan banyak orang? Nah ibu sesampainya disana ibu
langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang sudah kita
pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana
senang dengan kedatangan ibu. baik lah bu kita berangkat sekarang ya
bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai
dengan kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat
melakukan kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh
merapikan kamar baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan
Nn. E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat tidur dan menyapu
kamar tidur ya bu( perawat mengaja pasien E untuk menemani pasien
merapikan tempat tidur dan menyapu kamar, kemudian memotivasi
pasien dan teman sekamar bercakap-cakap.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :Bagaimana perasaan ibu setelah kita
berkenalan dengan juru masak di dapur ? kalau setelah merapikan
kamar bagaimana ibu? apa pengalaman ibu yang menyenangkan
berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya kita bergabung dengan
orang banyak?
b. RTL : Baiklah ibu selanjutnya ibu bisa menambah orang yang ibu
kenal. Atau ibu bisa ikut kegiatan menolong membawakan nasi
untuk dimakan oleh teman-teman ibu. jadwal bercakap-cakap setiap
pagi saat merapikan tempat tidur kita cantumkan dalam jadwal ya
ibu. setiap jam berapa ibu akan berlatih? Baiklah pada pagi jam
08:00 dan sore jam 16:00.
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN HALUSINASI
KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
A. Masalah utama
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai ancaman, tantangan atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi
objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
5. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan
Effect
Cor Problem
Perubahan sensori persepsi
Cause
Isolasi sosial : menarik diri
6. Jenis-Jenis Halusinasi
a. Pendengaran (auditorik)
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap
antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.
1) Akoasma : suara-suara kacau balau yang tidak dapat dibedakan
dengan jelas
2) Phonema : suara-suara yang berbentuk suara jelas seperti berasal
dari manusia, sehingga mendengar kata atau kalimat tertentu
b. Penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidung (olfactory)
Membaui bau-bauan tertenru seperti bau darah, urine atau feces.
Umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
d. Pengecapan (gaustatory)
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feces.
e. Perabaan (tactile)
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas,
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine
g. Kinesthetic
Klien merasakan pergerakan sementara klien hanya berdiri tanpa
bergerak. Penderita merasa bahwa anggota tubuhnya terlepas dari
tubuhnya, mengalami perubahan bentuk dan bergerak sendiri. Hal ini
sering terjadi pada penderita Schizopphrenia dan pencandu narkoba
h. Halusinasi Autoskopi
Penderita seolah-olahmelihat dirinya sendiri berdiri di hadapannya.
i. Halusinasi Haptik
Halusinasi ini merupakan suatu persepsi di mana seolah-olah tubuh
penderita bersentuhan secara fisik dengan manusia lain atau benda
lain. Seringkali halusinasi haptik bercorak seksual dan sangat sering
dijumpai pada pecandu narkoba.
j. Halusinasi Hipnogogik
Halusinasi yang terjadi pada orang normal, yaitu halusinasi yang
terjadi saat peergantian antara waktu tidur dan waktu bangun
7. Fase-Fase Halusinasi
a. Tahap I (Non-Psikotik)
Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih adalah dalam kontrol
kesadaran
b. Tahap II (Non-Psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan
mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang
ada dapat menyebabkan antipasti.
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menarik diri dari orang lain
d. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik
Perilaku yang muncul
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi/kataton
3) Tidak mampu merespon rangsangan yang ada
Data Objektif :
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d) Disorientas
3) Isolasisosial : menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternative tindakan, ingin mencederai diri/ingin
mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal
kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasisosial : menarik diri
Pertemuan 1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
a. Pasien tampak bicara dan tertawa sendiri
b. Pasien mondar mandir
c. Pasien merasa mendengarkam suara laki-laki yang menyuruh
memukul.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko mencedarai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan perubahan persepsi sensori yaitu halusinasi
pendengaran.
3. Tujuan khusus
a. Pasien dapatt membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
b. Pasien dapat mengenal halusinasi yang di alaminya.
4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi
halusinasi
b. Evaluasi/validasi
c. Kontrak
1) Topik
2) Tempat
3) Waktu
2. Kerja
Yeah sekarang jika sudah duduk santai, tolong ceritakan suara yang
mas joko dengar tadi tentang apa isi suara tersebut ?. Saat kapan
mas joko mendengar suara tersebut ?. berapa kali mas joko
mendengar suara tersebut.? Maukah Mas Joko saya ajarkan cara
untuk mengontrol halusinasi ?caranya seperti menghardik, ,
misalkan ada suara-suara yang mas joko dengar menghardiknya
dengan cara berteriak “pergi. ” apakah mas joko sudah minum
obat secara langsung. ooooooo begitu, lalu! Jadi mas mendengar
suara orang yang mengajak berbicara dan menyuruh memukul
orang”.” Menurut mas suara tersebut suara siapa, apakah
mengenalnya?ooooooo seperti suara laki-laki.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
c. Kontrak
1) Topik
2) Tempat
3) Waktu
Aziz, R, dkk. 2015. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang. RSJD Dr. Amino
Gonohutomo
Fitria, Nita. 2015. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Ana. Panjaitan, Ria Utami. Helena, Novy. 2016. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jokjakarta: Nuha
Medika Press.
Tim Direktorat Keswa. 2015. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi I. Bandung:
RSJP Bandung
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
A. Masalah Utama
Perubahan isi pikir : waham
3. Penyebab
Penyebab secara umum dari waham adalah gannguan konsep diri :
harga diri rendah. Harga diri rendah. Waham dipengaruhi oleh factor
pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan,
tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. Waham
dapat dicetuskan oleh tekanan, isolasi, pengangguran yang disertai
perasaan tidak berguna, putus asa, tidak berdaya. Tanda dan gejala :
a. Perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri.
b. Merasa gagal mencapai keinginan
c. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
d. Merendahkan martabat
e. Gangguan hubungan sosial
f. Percaya diri kurang
g. Mencederai diri
.
4. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal. Tanda dan gejala: Pikiran tidak realistik, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala:
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
d. Mata merah, wajah agak merah.
e. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
f. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
g. Merusak dan melempar barang-barang.
C. Pohon Masalah
Perubahan isi
pikir: waham
Core problem
Gangguan konsep
diri: harga diri
Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan
melempar barang-barang.
Data objektif
Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang
didengar dan kontak mata kurang
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung.
Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
E. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan komunikasi verbal
2. Perubahan isi pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan bahwa orang-orang disekitarnya akan
mencederai dirinya dan dikatakan berulang-ulang. Klien mengatakan
tidak mau kontak dengan orang lain. Klien tampak mondar-mandir tak
menentu.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Proses Pikir : Waham Curiga.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina Hubungan Saling Percaya Dengan Klien:
1) Beri salam terapeutik
2) Perkenalkan diri
3) Jelaskan tujuan Interaksi
4) Ciptakan lingkungan yang tenang
5) Buat kontrak ygJelas [topik, waktu, tempat]
c. Kontrak
1) Tujuan Interaksi
“Baik ibu tujuan saya menemui ibu saat ini adalah ingin
berbincang-bincang dan mengenal lebih dekat tentang ibu
sehingga kita bisa saling kenal, dan dapat meningkatkan
hubungan saling percaya antara ibu dan saya.”
2) Topik
“Baiklah bu topik yang akan kita bicarakan tentang membina
hubungan saling percaya antara ibu dengan perawat.”
3) Tempat
“Tempatnya di bangku taman ya Bu”
4) Waktu
“Ibu mau bertemu jam berapa ? Bagaimana jika jam 10.00,
tidak lama bu sekitar 20 menit. Bagaimana bu, apakah ibu
setuju ?
2. Kerja
“Baiklah mari kita mulai bu. “Ibu tidak usah meras khawatir
karena kita berada ditempat yang aman bu, saya ingin bertanya, ibu
sudah berapa lama disini?, ibu masih ingat tidak apa yang
menyebabkan ibu di bawa ke sini? Ibu bisa ceritakan apa yang ibu
rasakan saat ini ? sekarang coba ibu ceritakan pengalaman yang
pernah ibu alami misalnya bagaimana hubungan ibu dan keluarga atau
dengan teman-teman ibu seperti apa? Oh jadi ibu selalu merasa
bahwa orang-orang disekitar ibu akan mencederai ibu.
Lalu apa yang sudah ibu lakukan untuk mengatasi pikiran
tersebut yang datang sewaktu-waktu itu?” Apakah ibu merasa takut di
cederai kepada semua orang atau orang tertentu saja? Saya memahami
apa yang ibu rasakan dan saya mengerti dengan kondisi ibu saat ini,
tapi jika saya boleh menyarankan jika perasaan takut dicederai itu
datang ibu bisa katakan kepada diri ibu sendiri bahwa perasaan
tersebut bohong dan tidak benar karna semua orang disi menyayangi
ibu”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Respons Klien Berharap Tindakkan Keperawatan
Subyektif :
”Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan
saya?”
Obyektif :
“Apakah ibu masih ingat dengan nama ibu sendiri, lalu apakah
ibu masih ingat dengan nama saya?. Sekarang coba ibu ceritakan
lagi apa yang sudah kita diskusikan tadi. Ya Bagus Bu, rasa
berharap ibu lebih bisa mengungkapkan perasaan ibu dan lebih
terbuka ya bu”.
1) Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien
sesuai hasil tindakan yang telah dilakukan).
“Baik dari hasil kegiatan kita hari ini kita telah mengetahui
bahwa ibu dapat menyebutkan nama ibu dan ibu juga sudah
bisa menceritakan perasaan curiga yang ibu alami. Saya
berharap setiap ibu bertemu dengan saya dan saat memerlukan
bantuan saya, ibu mau memanggil saya, sehingga selama ibu
di sini dapat bekerjasama dengan saya dan perawat lainnya,
sehingga mempercepat proses kesembuhan ibu”.
b. Kontrak Topik Yang Akan Datang :
Topik : “Besok kita akan berdiskusi membahas apakah perasaan
curiga yang ibu miliki mengganggu aktivitas ibu sehari-hari.?
Apa kah ibu bersedia?
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. EGC : Jakarta
Keliat Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa. EGC : Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
Masalah Utama
Resiko bunuh diri
3. Penyebab
Secara universal: karena ketidakmampuan individu untuk
menyelesaikan masalah. Terbagi menjadi :
a. Faktor Genetik
b. Faktor Biologis lain
c. Faktor Psikososial & Lingkungan
Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a. 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh diri.
b. Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
4. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
a. Keputusasaan
b. Menyalahkan diri sendiri
c. Perasaan gagal dan tidak berharga
d. Perasaan tertekan
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan
g. Berbicara lamban, keletihan
h. Menarik diri dari lingkungan social
i. Pikiran dan rencana bunuh diri
j. Percobaan atau ancaman verbal
Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
2. Masalah keperawatan
a. Resiko Perilaku bunuh diri
Data Subjektif : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak
ada gunanya hidup.
Data Objektif : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah
mencoba bunuhdiri.
b. Koping maladaptive
Data Subjektif : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak
bahagia, tak ada harapan.
Diagnosa Keperawatan
3. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1) Perkenalkan diri dengan klien
2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4) Bersifat hangat dan bersahabat.
5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
a. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
c. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
D. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
1. Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil
Agung, saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2
siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
2. Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini
A paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman
yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan kepada teman
perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”
3. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien).
DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
A. Masalah Utama
Resiko Perilaku Kekerasan
2. Etiologi
a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory : teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation aggression theory : teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai sesuatu tujuan mengalamihambatan maka akan
timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hamper semua orang yang melakukan
tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologis lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dan perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak
beberapa contoh dan pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa anak-anak atau seduction parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping.
d. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali sering kali berkaitan dengan (Yosep 2016) :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masssa dan sebagainya.
2) Ekspresi dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
social ekonomi.
3) Kesulitan dalammengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seseorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alcohol dan tidak dapat mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap.
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai
diri orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
4. Manifestasi klinis
Yosep (2016) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahag mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri atau orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menutut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual
i. Rentang respon
Menurut (Yosep 2009) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrim dari marah atau ketakuatan (panik).
C. Pohon masalah
Perilaku
kekerasan
Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
Data Obyektif ;
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
E. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
F. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
Kerja :
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah dan istri
belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang
bapak rasakan?”
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang bapak lakukan?
Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi,
tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.
Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi :
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau
dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya .........
(sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu,
apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa
latihan napas dalamnya ya pak. „Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak,
berapa kali sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak”
Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul
kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi
kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak
lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur
bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam
05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak,
mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas
dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai
jumpa”
SP 3 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
2. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
3. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang
sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah.
Ada tiga caranya pak: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang
penyebab marahnya karena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta
uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba
di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan.
Bagus pak.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: „Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada
kerjaan‟. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal bapak dapat mengatakan:‟ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu‟.
Coba praktekkan. Bagus”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang,
dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai
nanti
Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda
juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya”
Terminasi :
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga
ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa
kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan
pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat
tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti
sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 Pasien :
Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang
sudah dilatih.
2. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum
obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti
minum obat.
3. Susun jadual minum obat secara teratur
Orientasi :
“Selamat Pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit”
Kerja :
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks dan
tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7
pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.
“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar
obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan
dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan
lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sundeen, (2009). Buku Keperawatan Jiwa Pada Klien RPK, Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesiappni
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
G. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat
I. Pohon Masalah
Isolasi sosial
Data obyektif
Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan
bau, kulit kotor
2. Isolasi Sosial
Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi
sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada
saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawat
K. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Isolasi Sosial
3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
A. Kondisi Klien
Klien terlihat kotor, rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, bau, kuku
panjang dan hitam. Pakaian kotor, tidak bercukur, bab/bak disembarang tepat.
B. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri
C. Tujuan
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
D. Tindakan
1. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a. Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d. Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2. Melatih pasien berdandan/berhias
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
SP1 Pasien:
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan
melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.
Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya Agung”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya
yang akan merawat T?”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”
Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T
apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri?
Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-
tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal,
mulut bau, apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah
apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan
berdandan?”
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.
“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang
perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk,
sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T
sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.
”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan
rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore,
Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan
beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa
disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak
melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-pagi sehabis
makan.
ORIENTASI
KERJA
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian
yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.
“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan,
lihat ke cermin, bagus…sekali!
“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu
“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya,
Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
TERMINASI
ORIENTASI
KERJA
TERMINASI
ORIENTASI
“Selamat siang T,”
” Wow...masih rapi dech T”.
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan
langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
KERJA
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap
kita berdoa dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan
pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan kita bereskan
piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya
bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta sendiri obatnya.”
TERMINASI
Orientasi
“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan
jadual kegiatannya..?”
“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?
“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!
Kerja
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing
yang baik?”
“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!
“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.
Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta
: EGC.
Rasmun S. Kep. M 2014. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 2014. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Stuart, GW. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : An. A (L/P) Tanggal Pengkajian : 21 Juli 2020
Umur : 16 Tahun No. Rekam Medik : -
Informan : Orang Tua An. A
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan proses keluarga.
3. Respons pascatrauma.
4. Risiko tinggi kekerasan.
Masalah Keperawatan:
1. Koping keluarga inefektif: ketidakmampuan koping.
2. Koping keluarga inefektif: gangguan koping.
3. Potensial untuk pertumbuhan koping keluarga.
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Perubahan proses keluarga.
3. Respons pascatrauma.
Tidak ada pengalaman di masa lalu.
IV. FISIK
1. Tanda Vital TD : 120/70 mmHg N : 92 kali/menit S : 36,70C
P : 22 kali/ menit.
2. Ukuran TB : 160cm BB : 65 kg
3. Keluhan Fisik : Tidak ada keluhan
Jelaskan :
_________________________________________________________________
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh. 7. Perubahan nutrisi: lebih dari kebutuhan
2. Hipotermia. tubuh.
3. Hipertermia. 8. Perubahan nutrisi: potensial lebih dari
4. Defisit volume cairan. kebutuhan tubuh.
5. Kelebihan volume cairan. 9. Kerusakan menelan.
6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan 10. Perubahan eliminasi feses.
tubuh. 11. Perubahan pola eliminasi urine.
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram (lihat petunjuk)
32 32
: Meninggal
: Tinggal serumah
Jelaskan : ibu An.A mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang memiliki
penyakit gangguan jiwa selain An. A saja, An. A merupakan anak kedua dari 3
bersaudara.
Masalah Keperawatan:
1. Koping keluarga inefektif: ketidakmampuan koping.
2. Koping keluarga inefektif: gangguan koping.
3. Potensial untuk pertumbuhan koping keluarga.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh : tidak ada bagian tubuh yang klien tidak suka
b. Identitas : An.A berkerja mengambil jasa pengupasan bawang.
c. Peran : An. A merupakan anak ketida dari Tn. S dan Ny. Y
d. Ideal diri : klien berharap ketika sembuh bisa membahagiakan orang
tua
e. Harga diri : klien merasa malu dengan kondisi nya yang mengalami
gangguan mental, sehingga banyak orang yang tidak mau berteman dan
membully
3. Hubungan sosial
a. Orang terdekat :
orang terdekat klien adalah keluarga
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Klien tidak memiliki peran atau kegiatan kelompok karena kondisinya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien kooperatif dalam menjawab pertanyaan perawat, tetapi banyak
jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan.
Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi.
2. Perubahan kinerja peran.
3. Kerusakan interaksi sosial.
4. Spritual
a. Nilai dan keyakinan : klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : klien tidak menjalankan kegiatan ibadah dikarenakan
kondisinya.
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi perubahan fungsi pernapasan.
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap √ Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
pembicaraan
Masalah Keperawatan:
1. Kerusakan komunikasi
3. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah √ Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Intoleransi aktivitas.
3. Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
Jelaskan : saat diajak bicara klien mondar mandir, dan tatapan klien tidak fokus
ke perawat.
4. Alam perasaan
Sedih Ketakutan Putus Asa
Khawatir √ Gembira Berlebihan
Jelaskan : klien merasa tidak ada permasalahan yang menimpanya.
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera. 4. Ketidakberdayaan.
2. Ansietas. 5. Ketidakmampuan.
3. Ketakutan 6. Risiko tinggi membahayakan diri.
5. Afek
Datar Tumpul Labil √ Tidak sesuai
Jelaskan : tidak sesuai dengan stimulus yang diberikan
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Kerusakan komunikasi.
3. Perubahan peran.
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan √ Tidak Kooperatif Mudah Tersinggung
Jelaskan : klien selalu mengalihkan topik pembicaraan, dan terkadang
jawabannya tidak nyambung dan tidak sesuai.
7. Persepsi Halusianasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : klien tidak ada persepsi halusinasi.
Masalah Keperawatan:
1. PSP: pengelihatan/pendengaran/kinetik/pengecap/perabaan/penciumanMasalah
8. Proses pikir
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan
asosiasi
√ Flight of ideas Blocking Pengulangan
pembicaraan/
persevarasi
Jelaskan : klien selalu mengalihkan pembicaraan dan jawaban tidak sesuai.
Masalah Keperawatan
1. Perubahan proses fikir
9. Isi pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Waham
Agama Somatik Kebesaran
Curiga
Nihilistik Sisip pikir Siap pikir
Kontrol pikir
Jelaskan : klien beranggpan bahwa dirinya bebas.
Masalah Keperawatan
1. Perubahan proses fikir
10. Tingkat kesadaran
√ Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi : Waktu Tempat Orang
Jelaskan : saat ditanya baju yang dipakai warna apa, klien menjawab warna
biru, padahal yang dipakai warna merah.
Masalah Keperawatan:
1. Risiko tinggi terhadap cedera.
2. Perubahan proses pikir.
11. Memori
√ Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi
Jelaskan : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan, saat ditanya umur
berapa, klien menjawab umur 11 tahun, padahal klien sudah berumur 16 tzhun.
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.
Masalah Keperawatan:
1. Perubahan proses pikir.
b. Nutrisi
• Apakah Anda puas dengan pola makan Anda? Ya √ Tidak____
• Apakah Anda memisahkan diri?
Jika ya, jelaskan alasannya: tidak ada
• Frekuensi makan per hari : 3 kali
• Frekuensi kudapan per hari: 3 kali
• Nafsu makan Ya √ Tidak____
• Diet Khusus Ya √ Tidak____
5. Apakah pasien menikmati saat bekerja, kegiatan yang menghasilkan atau hobi
Ya √ Tidak____
Perilaku kekerasan
Norlinda
ANALISA DATA
DO :
- Sulit memahami komunikasi
- Sulit mempertahankan
komunikasi
- Tidak ada kontak mata
- Verbalisasi tidak tepat
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama : An.A *(L/ P) Ruang : ............................
Alamat : Jl.P suryanata gg tinggiran 1 Umur : 16 Th No. RM : ............................
3 Status Kognitif (L.09086) Promosi Komunikasi : Defisit Bicara (I.13493). 3.1 Monitoring proses kognifif
Definisi : Definisi : sangat penting untuk
Kemampuan melakukan proses mental yang Menggunakan teknik komunikasi tambahan pada mengetahui bagian mana yang
kompleks . individu dengan gangguan bicara. mengalami permasalahan
3.2 Gaya komunikasi harus di
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di Intervensi yang dilakukan : sesuaikan dengan pasien untuk
harapkan gangguan komunikasi verbal 3.1 Monitor proses kognitif yang berkaitan dengan mencegah hal yang
teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut : bicara (Mis, memori, pendengaran dan bahasa). memperburuk
a. Komunikasi jelas sesuai usia (3) 3.2 Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan 3.3 Lingkungan sangat penting
b. Pemahaman makna situasi (3) (Mis berdiri di depan pasien, dengarkan untuk meminimalkan keadaan
c. Perhatian(3) seksama,bicaralah dengan perlahan untuk 3.4 Dukungan psikologis sangat
d. Konsentrasi (3) menghindari teriakan. penting untuk memperbaiki
e. Kemampuan berhitung (3) 3.3 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan kondisi klien.
bantuan
Keterangan : 3.4 Berikan dukungan psikologis.
1 = meningkat
2 = cukup meningkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA AN. A
DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAAN
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
Data Objektif :
a. Jika kambuh dapat menyerang orang lain
b. Jika kambuh dapat melukai diri sendiri dan orang lain
c. Jika kambuh prilaku agresif / amuk
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
4. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara :
1) Verbal
2) terhadap orang lain
3) terhadap diri sendiri
4) terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
1) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
2) Obat
3) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
4) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
1) Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
2) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur – bantal
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal :
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
1) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa
2) Buat jadwal latihan sholat, berdoa
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat :
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
2) Susun jadwal minum obat secara teratur
3) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik I
Orientasi:
“Selamat Pagi dik, perkenalkan nama saya Norlinda, panggil saya linda saya mahasiswa
Keperawatan dari ITKES Wiyata Husada Samarinda, yang akan praktek disini selama 1
minggu. Saya yang akan merawat adik selama beberapa hari. Nama adik siapa siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan adik saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah adik”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, dik ? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
Kerja :
“Apa yang menyebabkan adik marah?, Apakah sebelumnya adik pernah marah? Terus,
penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?.
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti adik pulang ke rumah dan istri belum menyediakan
makanan(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang adik rasakan?”
“Apakah adik merasakan kesal kemudian dada adik berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang adik lakukan?. Apa kerugian cara yang adik lakukan? Maukah bapak
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, adik. Salah satunya adalah dengan cara fisik.
Jadi melalui kegiatan fisik disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini dik, kalau tanda-tanda marah tadi sudah adik rasakan maka adik berdiri, lalu tarik napas
dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, adik sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini adik lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah
itu muncul adik sudah terbiasa melakukannya”
Terminasi :
“Oya dik, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau diakhiri atau dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan adik setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab adik marah ........ (sebutkan) dan yang adik rasakan ........ (sebutkan)
dan yang adik lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah adik yang lalu, apa yang adik
lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya dik .
„Sekarang kita buat jadual latihannya ya dik , berapa kali sehari adik mau latihan napas dalam?,
jam berapa saja dik?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya dik ”
Orientasi :
“Selamat Pagi dik , sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan adik saat ini, adakah hal yang menyebabkan adik marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk
cara yang kedua”
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit?”
Dimana kita bicara?Bagaimana kalau di ruang tamu?”
Kerja :
“Kalau ada yang menyebabkan adik marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata
melotot, selain napas dalam adik dapat melakukan pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar adik? Jadi kalau nanti adik
kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul
kasur dan bantal. Nah, coba adik lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali adik
melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan adik setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba adik sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari adik. Pukul kasur bantal mau jam
berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00
sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya dik. Sekarang
kita buat jadwalnya ya dik , mau berapa kali sehari adik latihan memukul kasur dan bantal serta
tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara
yang baik. Mau jam berapa dik ? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”
Orientasi :
“Selamat Pagi dik, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana dik, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?”
“Berapa lama adik mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah
dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu
bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak: Meminta dengan baik
tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin
adik bilang penyebab marahnya karena minta uang sama ibu tidak diberi. Coba adik minta uang
dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli mainan.” Nanti bisa dicoba di sini untuk
meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba adik praktekkan. Bagus dik.”
Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan adik tidak ingin melakukannya, katakan:
„Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan‟. Coba bapak praktekkan. Bagus
dik”
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal adik dapat
mengatakan:‟ Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu‟. Coba praktekkan. Bagus”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan adik setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan
bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau latihan
bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll. Bagus nanti
dicoba ya dik!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara
ibadah, adik setuju? Mau di mana dik? Di sini lagi? Baik sampai nanti
SATUAN ACARA PENYULUHAN PERAN KELUARGA DALAM
MERAWAT PENDERITA GANGGUAN JIWA DENGAN
MASALAH PERILAKU KEKERASAAN
Disusun Oleh :
NORLINDA
P1908112
3. Materi
Materi penyuluhan terlampir :
a. Definisi pengertian perilaku kekerasan
b. Penyebab pengertian perilaku kekerasan
c. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pengertian perilaku kekerasan
e. Peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku
kekerasan
4. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
5. Media
Leaflet
6. Kegiatan penyuluhan
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN PESERTA
1 5 Menit Pembukaan: a. Menyambut salam dan
a. Memberi salam dan mendengarkan
memperkenalkan diri b. Mendengarkan
b. Menjelaskan tujuan dari c. Mendengarkan
penyuluhan. d. Mendengarkan
c. Melakukan kontrak waktu.
d. Menyebutkan materi penyuluhan
yang akan diberikan
7. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) Peserta hadir ditempat yang sudah ditentukan untuk penyuluhan
kesehatan
2) Penyuluhan kesehatan dilaksanakan di rumah klien
3) Sarana dan prasarana memadai.
b. Evaluasi proses
1) Moderator memberi salam dan memperkenalkan diri.
2) Moderator menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
3) Moderator melakukan kontrak waktu dan menjelaskan mekanisme
penyuluhan.
4) Moderator menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan.
5) Penyaji menggali informasi dan pengalaman yang telah diketahui
peserta tentang penanganan perilaku kekerasaan
6) Penyaji menjelaskan tentang hal yang dapat dilakukan untuk proses
penanganan perilaku kekerasaan dirumah
7) Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan kesehatan.
8) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sampai
selesai.
9) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan
benar.
c. Evaluasi Hasil
1) Peserta memahami tentang cara membatu sosialisasi (interaksi sosial)
pasien gangguan jiwa setelah perawatan di rumah sakit.
2) Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan kesehatan sesuai yang
3) diharapkan.
4) Kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang dicapai
8. Pengorganisasian :
Pembicara : Norlinda
Lampiran Materi
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 2015).
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda,
2015). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk meluka seseorang secara fisik maupun psikologis
(Berkowitz, 2016).
B. Penyebab
Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang
tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau
saksi penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang yang mengalami
hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya
menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain
tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya maka dia
menghadapinya dengan kekerasan.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
Sehingga Kebutuhan akan status dan prestise juga mempengaruhi
perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan.
c. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang
kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula
dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang
provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu
mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan
sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan yang tidak realistis. Frustasi dapat dialami sebagai
suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut
dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung
untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif terhadap
lingkungan yang masih terkontrol.
e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain. Tindakan destruktif dan bermusuhan
yang kuat dan tidak terkontrol.
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda /orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri / orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk / agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
E. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan
1. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan
minat bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan
sehingga diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
2. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak
terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu
menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
3. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat
membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang
mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara
pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua.
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa , Edisi I, Jakarta : EGC,
2016 Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri , Edisi I, Jakarta : EGC.
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2015.
Anonim. 2016. Cegah dan hindari kekerasan, diakses tanggal 22 Mei 2016. Jam
14.30 dari http://www.orangtua.org/cegahdanhidarikekerasan=804
DOKUMENTASI