Anda di halaman 1dari 17

HARGA DIRI RENDAH

1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan ideal diri (Keliat, 2004).
Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dn
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung (Schult & Videbeck, 2003).
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 2005).
2. Etiologi
1) Faktor Presdiposisi menurut Stuart & Sundeen (2002) sebagai berikut :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi :
a) Penolakan orang tua,
b) Harapan orang tua yang tidak realistis,
c) Kegagalan yang berulang,
d) Kurang mempunyai tanggung jawab yg personal,
e) Ketergantungan pada orang lain,
f) Ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran Meliputi sreotif peran gender,
terutama peran kerja dan harapan peran budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi :
a) Ketidakpercayaan orang tua,
b) Tekanan dari kelompok sebaya,
c) Perubahan struktur sosial.
2) Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (2002) dapat berasal dari sumber internal
dan eksternal yaitu :
a. Trauma Seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran Berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran, yaitu :
a) Transisi peran perkembangan Adalah perubahan normative yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai serta
tekanan untuk menyesuaikan diri.
b) Transisi peran situasi Terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit Terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat
kekeadaan sakit, transisi ini dicetuskan oleh :
1. Kehilangan anggota tubuh

2. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh


3. Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
4. Prosedur medis dan keperawatan.
3. Rentang respon

1.

Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar

belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima


2.

Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam

beraktualisasi diri dan menyadari hal hal positif maupun yang negative dari dirinya
3.

Harga diri rendah: individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa

lebih rendah dari orang lain


4.

Identitas kacau: kegagalan individu mengintegrasikan aspek aspek identitas masa

kanak kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa
yang harmonis
5.

Depersonalisasi: perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang

berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya


dengan orang lain.

4. Tanda dan gejala


Menurut Carpenito, L.J (2003 : 352); Keliat, B.A (2001 : 20)
a) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat
terapi sinar pada kanker
b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c) Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang
bodoh dan tidak tahu apa-apa
d) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
orang lain, lebih suka sendiri.

e) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih
alternatif tindakan.
f) Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
5. Mekanisme koping
Menurut Keliat (1998), mekanisme koping pada klien dengan gangguan konsep diri
dibagi dua yaitu:
1.

Koping jangka pendek


a. Aktivitas yang memberikan kesempatan lari sementara dari krisis, misalnya :
pemakaian obat, ikut musik rok, balap motor, olah raga berat dan obsesi nonton
televisi.
b.

Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas, misalnya: ikut

kelompok tertentu untuk mendapat identitas yang sudah dimiliki kelompok,


memiliki kelompok tertentu, atau pengikut kelompok tertentu.
c. Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep
diri atau identitas diri yang kabur, misalnya: aktivitas yang kompetitif, olah raga,
prestasi akademik, kelompok anak muda.
d. Aktivitas yang memberi arti dari kehidupan, misalnya: penjelasan tentang
keisengan akan menurunnya kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri dan
orang lain.
2. Koping jangka panjang
Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi koping jangka panjang.
Penyelesaian positif akan menghasilkan ego identitas dan Keunikan individu.
Identitas negatif merupakan rintangan terhadap nilai dan harapan masyarakat. Remaja
mungkin menjadi anti sosial, ini dapat disebabkan karena ia tidak mungkin mendapatkan
identitas yang positif. Mungkin remaja ini mengatakan saya mungkin lebih baik
menjadi anak tidak baik.
Individu dengan gangguan konsep diri pada usia lanjut dapat menggunakan ego-oriented
reaction (mekanisme pertahanan diri) yang bervariasi untuk melindungi diri. Macam
mekanisme koping yang sering digunakan adalah : fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi.
Dalam keadaan yang semakin berat dapat terjadi deviasi perilaku dan kegagalan
penyesuaian sebagai berikut: psikosis, neurosis, obesitas, anoreksia, nervosa, bunuh diri
criminal, persetubuhan dengan siapa saja, kenakalan, penganiayaan

6. Pohon masalah
Resiko perilaku kekerasan
^
Harga diri rendah
^
Koping individu tidak efektif
7. Masalah keperawatan yang perlu dikaji
8. Diagnosa kepereawatan
a) Harga Diri Rendah Kronis
b) Koping Individu Tidak Efektif
c) Isolasi Sosial
9. Rencana tindakan keperawatan

Tgl

No

Dx

Dx

keperawaatan

Perencanaan
Tujuan

Kreteria Evaluasi

Gangguan

TUM:

konsep diri:

Klien memiliki

ekspresi wajah bersahabat,

saling percaya dengan

harga diri

konsep diri

menunjukan rasa senang,

menggunakan prinsip

rendah

yang positif

ada kontak mata, mau

komunikasi terapeutik :

TUK:

berjabat tangan, mau

1.

Klien

1.

Klien menunjukan

Intervensi

menyebutkan nama, mau

dapat membina

menjawab salam, klien

hubungan

mau duduk berdampingan

saling percaya

dengan perawat, mau

dengan perawat

mengutarakan masalah
yang dihadapi

1.

Membina hubungan

Sapa klien dengan

ramah baik verbal maupun


non verbal.

Perkenalkan diri

dengan sopan.

Tanyakan nama

lengkap dan nama


panggilan yang disukai
klien.

Jelaskan tujuan

pertemuan

Jujur dan menepati

janji

Tunjukan sikap

empati dan menerima


klien apa adanya.

Beri perhatian dan

perhatikan kebutuhan
dasar klien.

2.

Klien
dapat

2.

Klien menyebutkan:

Aspek positif dan

2.1 Diskusikan dengan


klien tentang:

mengdentifikasi

kemampuan yang dimiliki

aspek positif

klien

dimiliki klien, keluarga,

Aspek positif

lingkungan.

dan

kemampuan
yang dimiliki

keluarga

Aspek positif
lingkungan klien

Aspek positif yang

Kemampuan yang

dimiliki klien.
2.2 Bersama klien buat
daftar tentang:

Aspek positif

klien, keluarga,
lingkungan

Kemampuan yang

dimiliki klien
2.3 Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi penilaian negatif.
3.

Klien

3.0 Klien mampu

3.1 Diskusikan dengan

dapat menilai

menyebutkan kemampuan

klien kemampuan yang

kemampuan

yang dapat dilaksanakan.

yang dimiliki

dapat dilaksanakan
3.2 Diskusikan

untuk

kemampuan yang dapat

dilaksanakan

dilanjutkan
pelaksanaanya.

4.

Klien

4.0 Klien mampu

4.1 Rencanakan bersama

dapat

membuat rencana kegiatan

klien aktivitas yang dapat

merencanakan

harian

kegiatan sesuai

dilakukan klien sesuai


dengan kemampuan klien:

dengan

Kegiatan mandiri

kemampuan

Kegiatan dengan

yang dimiliki

bantuan
4.2 Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien.
4.3 Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan.

5.

Klien

5.0 Klien dapat

5.1 Anjurkan klien untuk

dapat

melakukan kegiatan sesuai

melaksanakan kegiatan

melakukan

jadwal yang dibuat.

yang telah direncanakan.

kegiatan sesuai

5.2 Pantau kegiatan yang

rencana yang

dilaksanakan klien.

dibuat.

5.3 Beri pujian atas usaha


yang dilakukan klien.
5.4 Diskusikan
kemungkinan pelaksanaan
kegiatan setelah pulang.

6.

Klien

6.0 Klien mampu

6.1 Beri pendidikan

dapat

memanfaatkan sistem

kesehatan kepada keluarga

memanfaatkan

pendukung yang ada

tentang cara merawar

sistem

dikeluarga

pendukung
yang ada

klien dengan harga diri


rendah.
6.2 Bantu keluarga
memberikan dukungan

selama klien dirawat.


6.3 Bantu klien
menyiapkan lingkungan
dirumah.

Daftar Pustaka
Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st
Lippincot- Raven

edition.

Publisher: Philadelphia.

Carpenito, Lynda Juall. (2003). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. LippincottRaven Publisher: philadelphia.
Stuart dan Sundeen. (1999). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
DAFTAR PUSTAKA Capernito, LJ. 2008. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik
Klinis. Jakarta: EGC. Keliat, Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC. Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jogjakarta: Nuha Medika Press. Stuart and Sundeen. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta : EGC Towsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Jakarta : EGC

MENARIK DIRI
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksidengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain(Rawlins,1993).
Menurut Carpenito (2001), Menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari
interaksi dengan orang lain dan kemudian menghindari berhubungan, ini merupakan
pertahanan terhadap stresor dan ansietas !ang berhubungan dengan suatu stresor atau
ancaman.
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak menyadari kesempatan
untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman
dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 1999).
2. Etiologi
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinis :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi).
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)

3. Faktor predisposisi dan presipitasi


a.
Factor presdisposisi
1)
Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang seorang individu, ada perkembangan tugas yang harus
terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas perkembangan ini
pada masing-masing tahap tumbuh kembang mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri. Bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya pada fase oral dimana
tugas dalam membentuk rasa saling percaya tidak terpenuhi, akan menghambat fase
perkembangan selanjutnya.
2)
Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial atau isolasi sosial. Dalam teori ini termasuk
komunikasi yang tidak jelas (double blind) dimana seorang anggota keluarga menerima
pesan yang sering bertentanggan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga (pingit).
3)
Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan satu faktor
pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
norma yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosial). Misalnya pada usia lanjut,
penyakit kronis dan penyandang cacat. Tidak nyata harapan dalam hubungan sosial
dengan orang lain merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
4)
Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mengalami perubahan adalah otak misalnya :
pada pasien schizofrenia terdapat abnormal dari organ tersebut adalah atropi otak,
menurunkan berat otak secara dramatis, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbik dan daerah kortikol (Keliat, 1994)
b.
Faktor Presipitasi
1)
Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan mencetuskan seorang
sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaptif. Sistem keluarga yang terganggu
dapat menunjang perkembangan respon maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa
individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan
dirinya dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan keluarga
dengan pihak lain di luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua

pecandu Alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi seseorang berespon
sosial maladaptif. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga profesional
untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan
jiwa dengan stres keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya mengurangi menyalahkan
keluarga oleh tenaga profesional.
2)
Faktor Biologi
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
3)
Faktor Sosial-kultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dari norma
yang tidak mendukung pendekatan orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat
yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronis. Isolasi dapat
terjadi karena menghadapi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan merupakan faktor
yang berkaitan dengan gangguan ini.
4. Rentang respon

1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh


norma norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di
masyarakat. Respon adaptif terdiri dari :
1.
1.
Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang
dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi
diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya
dilakukan setelah melakukan kegiatan.
2.
2.
Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk
menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam
hubungan sosial.

3.

3.
Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi
dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu
untuk saling memberi dan menerima.
4.
4.
Saling tergantung (interdependen): Merupakan
kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
2. B.
Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat
keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif terdiri dari :
1. 1.
Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
2. 2.
Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang
terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek.
Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
3. 3.
Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan
sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat
diandalkan.
4. 4.
Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri
yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, sikap egosenetris, pencemburuan, marah
jika orang lain tidak mendukung.
5. 5.
Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses.
6. 6.
Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan
diperlihatkan dengan tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhatihati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang kurang, dan
individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa
emosi.
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada pasien dengan menarik diri menurut Keliat (1998) adalah:
1)
Aptis, ekspresi sedih, afek tumpul

2)
Menghindar dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari
orang lain.
3)
Komunikasi kurang atau tidak ada, pasien tidak nampak bercakap-cakap
dengan pasien lain atau perawat.
4)
Tidak ada kontak mata
5)
Pasien lebih sering menunduk
6)
Berdiam diri dikamar atau tempat terpisah. Pasien kurang mobilitasnya
7)
Menolak berhubungan dengan orang lain
8)
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari
9)
Kurang harga diri
10) Jika ditanya jawabanya singkat

6. Mekanisme koping
7. Pohon masalah
Resiko perubahan sensori persepsi
^
Isolasi sosial: menarik diri
^
Gangguan harga diri: harga diri rendah
8. Masalah keperawatan yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan:
a) Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
b) Isolasi sosial: menarik diri
c) Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2) Data yang perlu dikaji
a. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:
Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata
Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:
Klien berbicara dan tertawa sendiri
Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
Disorientasi
b. Isolasi Sosial : menarik diri
Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
9. Diagnosa kepereawatan
1.
2.

Isolasi sosial: menarik diri


Gangguan konsep diri : harga diri rendah

10. Rencana tindakan keperawatan


Diagnosa 1: menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2.

Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3.

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain :
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4.

Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
KP
K P P lain
K P P lain K lain
K Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5.

Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.

5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan


manfaat berhubungan dengan oranglain

6.

Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam, perkenalan diri
Jelaskan tujuan
Buat kontrak
Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
Perilaku menarik diri
Penyebab perilaku menarik diri
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

Diagnosa 2 : harga diri rendah


Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a.
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.
Perkenalkan diri dengan sopan
c.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d.
Jelaskan tujuan pertemuan
e.
Jujur dan menepati janji
f.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g.
Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2.

Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.2 Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
2.3 Utamakan memberikan pujian yang realistik

3.

Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


Tindakan:
3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit.
3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan:
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
Kegiatan mandiri
Kegiatan dengan bantuan sebagian
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
4.

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya


Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5.

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan:
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

6.

DAFTAR PUSTAKA
1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
3. Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta :
FIK UI. 1999
4. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999
5. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998
6. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.
Bandung : RSJP Bandung. 2000

Carpenito, L.J., !998. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa : Yasmin
Asih. Editor Monica Aster, Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih,
Jakarta : EGC
------------------,2000. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Editor Yasmin Asih, Jakarta :
EGC.
Townsend, M. C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri.
Edisi 3. Alih Bahas Novi Helena. Rditor Monica Ester, Jakarta : EGC.
Rasmun, 2001, Kepwrawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Edisi Pertama, Jakarta : CV, Sagung Seto.
Struart, G.W., S undeen, S.J., 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai