Anda di halaman 1dari 16

Makalah Konsep Pengembangan Diri Perawat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan menjaga mutu pelayanan kesehatan
adalah keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni merawat
(care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi,
dan ilmu sosial.

Oleh karena itu penting sekali dikembangkan berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan diberbagai aspek. Salah satu aspek yang coba dikaji disini adalah perilaku perawat terhadap
pasien. Perawat sebagai ujung tombak pelayanan di rumah sakit tentunya mempunyai kualitas kepribadian
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Perbedaan kualitas
kepribadian perawat akan mempengaruhi cara perawat dalam berinteraksi memberikan pelayanan, dimana
akan berdampak pada tingkat kepuasan pasien.

Kepribadian perawat sebagai pelanggan internal (pelaku pelayanan) mempunyai pengaruh terhadap pola
perilakunya terutama dalam memberikan pelayanan kepada pasien agar memuaskan. Karena perawat
senantiasa dua puluh empat jam bersama pasien maka sikap dan perilaku perawat berpengaruh terhadap
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari konsep diri?

2. Bagaimana perkembangan konsep diri?

3. Apa saja jenis-jenis dari konsep diri?

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi konsep diri?

5. Apa saja komponen dari konsep diri?

6. Apa saja dimensi konsep diri?

7. Apa saja kepribadian yang harus dimiliki perawat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari konsep diri.


2. Untuk mengetahui perkembangan konsep diri.

3. Untuk mengetahui jenis-jenis dari konsep diri.

4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi konsep diri.

5. Untuk mengetahui komponen dari konsep diri.

6. Untuk mengetahui dimensi konsep diri.

7. Untuk mengetahui kepribadian yang harus dimiliki perawat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya
dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2008). Hal ini
temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-
nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.

Konsep diri juga merupakan ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang diketahui oleh individu
dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat
mengenali dan membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri
dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif, memahami
kompetensi pada area yang bernilai bagi individu dan dipelajari melalui akumulasi kontak- kontak sosial dan
pengalaman dengan orang lain. Dalam merencanakan asuhan keperawatan yang berkualitas perawat dapat
menganalisis respon individu terhadap stimulus atau stesor dari berbagai komponen konsep diri yaitu citra
tubuh, ideal diri, harga diri, identitas dan peran. Dalam memberikan asuhan keperawatan ada lima prinsip
yang harus diperhatikan yaitu memperluas kesadaran diri, mengagali sumber-sumber diri, menetapkan
tujuan yang realistik serta bertanggung jawab terhadap tindakan (Suliswati, 2005).

Konsep diri adalah penentu terbesar dari perilaku, maka bisa tersirat bahwa konsep diri perawat professional,
yaitu bagaimana perawat merasa tentang diri mereka sebagai perawat sangat penting dalam praktik
keperawatan saat ini dan masa depan. Perawat dengan konsep diri yang sehat cenderung akan
mempengaruhi caring ke pasien ke arah yang positif, dan begitu pula sebaliknya. Perawat yang memiliki
konsep diri yang sehat merasa baiktentang dirinya sendiri, dan pada umumnya akan memandang positif
orang lain.

B. Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri belum ada sejak bayi dilahirkan, tetapi berkembang secara bertahap, saat bayi dapat
membedakan dirinya dengan orang lain, mempunyai nama sendiri, pakaian sendiri. Anak mulai dapat
mempelajari dirinya, yang mana kaki, tangan, mata dan sebagainya serta kemampuan berbahasa akan
memperlancar proses tumbuh-kembang anak. Pengalaman dalam keluarga merupakan dasar pembentukan
konsep diri karena keluarga dapat memberikan perasaan mampu tidak mampu, perasaan di terima atau
ditolak dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasikan dan meniru perilaku
orang lain yang diinginkan serta merupakan pendorong yang kuat agar individu mencapai tujuan yang sesuai
atau penghargaan yang pantas. Dengan demikian jelas bahwa kebudayaan dan sosialisasi mempengaruhi
konsep diri dan perkembangan kepribadiaan seseorang. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat
mengeksplorasi dunianya secara terbuka dan jujur karena latar bekalang penerimaannya sukses, konsep diri
yang positif berasal dari pengalaman yang positif yang mengarah pada kemampuan pemahaman.

Karakter individu dengan konsep diri yang positif:

1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman yang banyak dan gampang besahabat.

2. Mampu berfikir dan membuat keputusan.

3. Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan.

Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang meladaptif. Setiap individu
dalam kehidupannya tidak terlepas dari berbagai stresor, dengan adanya stresor akan menyebabkan ketidak
keseimbangan dalam diri sendiri. Dalam menguasai ketidakseimbangan tersebut individu menggunakan
koping yang bersifat mambangun ataupun koping yang bersifat merusak. (Suliswati,
2005).

Konsep diri mencakup konsep, keyakinan, dan pendirian yang ada dalam pengetahuan seseorang tentang
dirinya sendiri dan yang memengaruhi hubungan individu tersebut dengan orang lain. Konsep diri tidakada
sejak lahir tapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman unik dengan diri sendiri, dengan orang
yang berarti dan dengan sesuatu yang nyadilingkungan. Bagaimanapun konsep diri bisa atau tidak bisa
merefleksikan realita. Konsep diri terutama adalah kesadaran tentang eksistensi mandiri seseorang yang
dipelajari dimasa lalu sebagai hasil dari kontak sosial dan pengalaman dengan orang lain. Proses ini menjadi
lebih aktif selama masa todler ketika anak telah menggali batasan kemampuan mereka dan dampaknya
kepada orang lain. Anak usia sekolah lebih menyadari perbedaan diantara orang, lebih sensitif dengan
tekanan sosial, dan menjadi lebih sibuk memikirkan masalah kritikan-diri dan evaluasi-diri. Selama masalah
remaja awal, anak lebih berfokus pada perubahan fisik dan emosi yang terjadi dan pada penerimaan teman
sebaya. Konsep diri diperjelas selama masa remaja akhir ketika anak muda mengatur konsep diri mereka
disekitar nilai, tujuan, dan kompetensi yang

didapat selama anak kanak-kanak.(Donna L. Wong, 2009).


Adapun teori perkembangan Konsep Diri yaitu secara umum disepakati bahwa konsep diri belum ada sejak
lahir tapi berkembang secara bertahap dan juga dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman
berhubungan dengan orang lain dan objek disekitarnya. Konsep diri dipelajari dari pengalaman yang unik
melalui proses eksplorasi diri sendiri, hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya.
Konsep diri yang berupa totalitas persepsi, penghargaan dan penilaian seseorang terhadap dirinya
sendirinya terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan identitas yang berlangsung
seiring tugas perkembangan yang diemban. Konsep diri berkembang dengan baik apabila budaya dan
pengalaman dalam keluarga memberikan pengalaman yang positif, individu memeperoleh kemampuan yang
berarti serta dapat menemukan aktualisasi diri sehingga individu menyadari potensi yang ada pada dirinya.
Pengalaman awal dalam kehidupan keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri kerena keluarga
dapat kesempatan untuk identifikasi serta penghargaan tentang tujuan, perilaku dan nilai.

C. Jenis-Jenis Konsep Diri

Menurut Calhoum (1990), dalam perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan
konsep diri negatif.

1. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif menunjukkan bahwa adanya penerimaaan diri dimana individu dengan konsep diri positif
mengenal dirinya dengan baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervarisi. Individu yang
memiliki konsep diri positif yang dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-
macam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima
dirinya apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan- tujuan yang sesuai
dengan relatita, yaitu yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan
didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

2. Konsep Diri Negatif

Calhoun (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe,yaitu:

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak adanya kestabilan dan
keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang
dihargai dalam kehidupannya.

b. Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena individu dididik
dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya
penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

D. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen (2008) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep
diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang
terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri)

1. Teori perkembangan.

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai
mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri
yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa,
pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal,
kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.

2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui
cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain
terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat
dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan
sosialisasi.

3. Self Perception ( persepsi diri sendiri)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap
pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman
yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan
konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang
negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
Menurut Stuart dan Sundeen (2008) Penilaian tentang konsep diri dapat di lihat berdasarkan rentang rentang
respon konsep diri yaitu:

Tugas perkembangan konsep diri menurut Calhoum (1990):

Usia
Tugas Perkembangan

0—3 bulan

1. Dapat mengenal ASI

2. Dapat memasukkan tangan ke mulut Meminum

3. ASI secara eksklusif lebih kurang 6 bulan

3—6 bulan

1. Mulai mengenal makanan pendamping ASI dengan satu rasa

2. Menarik makanan dari sendok dengan lidah

3. Pada saat kenyang akan menutup mulut jika disodori makanan.

4. Dapat pemberian makanan seimbang yang lunak (MP-ASI) dengan jadwal yang teratur

9-12 bulan

1. Belajar mengunyah makanan lunak (nasi tim)

2. Dapat makan biskuit sendiri

3. Dapat mengunyah dan menelan makanan lunak

4. Dapat minum dari botol minuman bertelinga dengan bantuan orang dewasa 1—3 tahun

1. Mempunyai kontrol terhadap beberapa bahasa

2. Mulai menjadi otonom dalam pikiran dan tindakan

3. Menyukai tubuhnya

4. Menyukai dirinya

5. Dapat mengambil gelas dari meja

6. Dapat minum dari gelas yang dipegangnya sendiri

7. Dapat menggunakan sendok untuk menyendok makanan

8. Dapat menggunakan sedotan

9. Dapat menggunakan garpu untuk makan

10. Dapat makan dengan sendok tanpa tumpah


11. Dapat melepas berbagai jenis pakaian dengan bantuan

12. Dapat melepas celana atau rok dengan cara menarik ke bawah 3—6tahun

1. Mengambil inisiatif

2. Mengidentifikasi gender

3. Meningkatkan kewaspadaan diri

4. Keterampilan berbahsa meningkat

5. Dapat menggunakan serbet

6. Dapat menggunakan rok

7. Dapat mengenakan pakaian yang ditarik ke atas

8. Dapat mengenakan celana atu rok yang menggunakan karet pinggang

9. Dapat memegang garpu dengan jari-jari

10. Dapat menggunakan pisau untuk mengoles

11. Dapat membuka retsleting

12. Dapat mengikattaki sepatu

13. Dapat mandi sendiri tanpa pengawasan

14. Dapat menggunakan pisau untuk memotong

15. Dapat menutup mulut dan hidung kalu bersin atau batuk

16. Dapat berpakaian sendiri dengan lengkap

6—12 tahun

1. Dapat mengatur diri sendiri

2. Berinteraksi dengan teman sebaya

3. Harga diri meningkat dengan penguasaaan keterampilan baru

4. Menyadari kekuatan dan keterbatasan

12—20 tahuni. Menerima perubahan tubuh

2. Menggali tujuan untuk masa depan

3. Merasakan positif tentang diri


4. Berinteraksi dengan orang yang mereka anggap menarik secara seksual Pertengahan 20 tahunan—

pertengahan 40 tahunan

1. Mempunyai hubungan intim dengan keluarga dan teman dekat.

2. Menpunyai perasaan stabil, positif tentang diri

Pertengahan 40 tahunan—pertengahan 60 tahunan

1. Dapat menerima perubahan dalam penampilan dan ketahanan

2. Mengkaji kembali tujuan hidup

3. Menunjukan perhatian dengan penuaan

Akhir usia 60 tahun

1. Merasa positif tentang kehidupan dan maknanya

2. Tertarik dalam memberikan legalitas bagi generasi berikutnya

E. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu gambaran diri (body image), ideal diri, harga diri, peran dan
identitas diri.

1. Gambaran Diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar (Stuart dan
Sundeen,2008). Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan
dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu
memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Citra mental tersebut tidak
selalu konsisten dengan struktur atau penampilan fisik yang sesungguhnya. Beberapa kelainan citra,
misalnya kelainan pola makan seperti anoreksia. Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan
perkembangan fisik. Pandangan yang realistic terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan
memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil,
realistic dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap
realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupannya.

2. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi
( Stuart dan Sundeen, 2008). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau
sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi
masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Ideal diri masing
-masing perawat perlu ditetapkan, apa yang perawat inginkan/cita-cita terhadap profesinya, baik ditinjau dari
pribadi maupun masyarakat.

3. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri (Stuard dan Sundeen, 2008). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga
diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi, jika individu sering gagal maka cenderung
harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan
menerima penghargaan dari orang lain. Sebagai seorang perawat sikap negative harus dikontrol sehingga
setiap orang yang bertemu perawat dengan sikapnya yang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan
rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri dapat diperoleh melalui
penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Perkembangan harga diri juga ditentukan oleh
perasaan diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam
hidupnya.

4. Peran

Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya
dimasyarakat. Harga diri yang tingi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan
fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat, misalnya sebagai orang tua, atasan, teman dekat dan
sebagainya. Setiap peran berhubungan dengan pemenuhan harapan- harapan tertentu. Apabila harapan
tersebut dapat dipenuhi, rasa percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan untuk
memenuhi harapan atas peran dapat menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri
seseorang.

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan :

a. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran.

b. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.


c. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban

d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran

e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.

5. Identitas Diri

Identitas diri adalah penilaian individu tentang dirinya sendiri suatu kesatuan yang utuh. Identitas
mencangkup konsistensi seorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan
perbedaan dan keunikan dibandingkan dengan orang lain. Identitas sering kali didO rapat melalui
pengamatan sendiri dan dari apa yang didengar seorang dari orang lain mengenai dirinya. Pembentukan
identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam
hubungannya dengan orang lain. Seksualitas merupakan bagian dari identitas. Identitas seksual merupakan
konseptualitas seseorang atas dirinya sebagai pria atau wanita dan mencangkup orientasi seksual (A.Aziz
Alimul, 2009).

Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan
sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuard dan

Sundeen, 2008). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya
berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duannya. Perawat yang mempunyai identitas diri yang kuat
akan memandang profesi keperawatan adalah dirinya yang utuh dan terpisah dari orang lain, dan dia akan
berusaha untuk mempertahankan identisnya walau dalam kondisi sesulit apapun.

F. Dimensi Konsep Diri

Menurut caulboun (1990) konsep diri memiliki dimensi, yaiti: pengetahuan tentang diri sendiri, harapan
terhadap diri sendiri.

1. Pengetahuan tentang diri sendiri

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri kita. Biasanya hal ini menyakut
hal-hal yang bersifat dasar seperti : usia, jenis kelamin, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi dan
sebaginya. Jadi konsep diri seorang dapat didasarkan pada factor dasar, misalnya sebagai berikut: usia 15
tahun, wanita, warga Negara Indonesia, suku jawa, siswa.

Factor dasar ini akan menentukan seseorang dalam kelompok social tertentu. Selain itu setiap orang juga
akan mengidentifikasi dengan kelompok social lain yang dapat menambah julukan dirinya dan memberikan
sejumlah informasi lain yang akan masuk dalam ppotret mental orang tersebut. Sebagai contoh, tentang
agama, keklompok menengah ke atas, anggota cendikiawan dan sebagainya. Melalui perbandingan dengan
orang lain ini, seseorang memberikan penilaian kualitas dirinya. Seperti orang yang pandai atau yang bodoh,
baik hati atau egois, spontan atau hati-hati. Kualitas diri ini tidak permanen tetapi bisa berbah. Bila seseorang
mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok pembandingnya.
2. Harapan terhadap diri sendiri

Ketika seseorang berfikir tentang siapakah dirinya, pada saat yang sama ia akan berfikir akan menjadi apa
dirinya di masa yang akan datang. Prinsipnya, setiaporang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri.
Harapan akan diri sendiri ini merupakan diri idei.

Diri ideal sangat bereda untuk setiap individu. Seseorang mungkin melihat masa depan dirinya akan sangat
bagus bila ia menjadi seorang dokter, sedangkan orang lain merasa masa depan mereka bagus bila ia
menjadi peneliti. Apapun harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya
menuju masa depan dan memandu kegiatannya dalam seumur hidupnya.

3. Evaluasi diri sendiri

Setiap hari setiap orang berkedudukan sebagai penilai dirinya sendiri, mengukur apakah ia bertentangan
dengan (1) "saya dapat menjadi apa" yaitu pengharapan seseorang terhada dirinya dan (2) "saya
seharusnya menjadi apa" tentang siapakah dirinya, yaitu standar seseorang menjadi dirinya sendir. Evaluasi
terhadap diri sendiri ini disebut harga diri, yang mana akan menentukan seberapa jauh seseorang akan
menyukai dirinya. Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya dengan gambaran
seseorang tentang seharusnya ia menjadi, maka akan menyebabkan hara diri yang rendah. Sebaliknya bila
seseorang berada dalam Standard dan harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri, yang menyukai siapa
dirinya, apa yang dikerjakan dan tujuannya maka ia akan memiliki harga diri yang tinggi.

Dalam hal ini, tida menjadi soal apakah standar ini masuk akal atau pengharapan itu realistis. Misalnya
jika standar seseorang mahasiswa nilainya A semua, makan nilai rata-rata B+ (yang untuk mahasiwa lain
mungkin menjadi sumber dari rasa harga diri yang tinggi) akan menyebabkan rasa harga diri yang rendah.
Jelaslah bahwa evaluasi tentang diri sendiri merupakan kompponen konsep diri yang sangat kuat

G. Kepribadian Perawat

Seorang perawat profesional harus memiliki kepribadian yang baik, berikut beberapa kepribadian yang
seharusnya dimiliki oleh seorang perawat (wordpress. 2014):

1. Keadaan fisik

Sabagai seorang perawat, kita harus bisa menjaga dan merawat kesehatan tubuh kita sendiri sebelum
merawat orang lain

2. Penampilan yang menarik

Di depan pasien kita harus berpenampilan yang rapi, agar pasien percaya pada kita yang akan merawatnya.
Pasien pasti akan berpersepsi, bagaimana perawat itu merawat kita,sedangkan perawat itu saja tidak bisa
merawat diri dia sendiri.

3. Kejujuran

Perawat harus mengatakan apa adanya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan pasien,
tidak boleh ada yang di tutup-tutupi.

4. Keriangan

Perawat harus menunjukkan sikap riang, bahagia.jangan tunjukkan sikap jutek di depan pasien, agar pasien
tidaktakut pada kita.

5. Berjiwa sportif

Perawat harus menjalankan tugasnya dengan benar, apabila mengalami kesalahan, perawat harus
mengevaluasinya lagi dan introspeksi diri.

6. Rendah hati dan Murah hati

Apabila perawat bertemu dengan pasien, perawat harus menunjukkan sikap ramah dan bantu pasien apabila
ada yang memerlukan bantuan.

7. Dapat dipercaya

Perawat harus bisa menjaga privasi pasien, jangan suka mengumbar kekurangan pasien sekalipun dengan
teman sejawat.

8. Loyalitas

Sesama perawat harus bisa bekerja sama dan saling membantu.

9. Pandai menimbang perasaan

Perawat dalam menyampaikan suatu pernyataannya terhadap pasien harus memiliki sikap ini supaya tidak

menambah beban pikiran pasien.

10. Pandai bergaul

Salah satu contohnya : perawat menyapa pasien apabila bertemu

11. Keramahan,simpati,dan kerja sama

Perawat harus bisa menunjukkan sikap ramah dan simpatinya terhadap Pasien, hal ini di harapkan supaya
pasien merasa nyaman dengan kita dan akhirnya si pasien mudah di ajak kerja sama dengan
kita.

12. Rasa humor

Selain itu, kita juga harus memiliki rasa humor, setidaknya dengan memberikan sedikit humor kepada pasien
mampu mengurangi beban pikirannya.
13. Sopan santun

Sebagai seorang perawat, kita harus menghormati yang lebih tua dari kita sekalipun itu pasien, tidak hanya
dengan yang lebih tua dengan teman sejawat atau yang umurnya di bawah kitapun,kita juga harus tunjukkan
sikap ini.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan menjaga mutu pelayanan kesehatan
adalah keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni merawat
(care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi,
dan ilmu sosial. Sehingga perlu dikembangkan usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan
diberbagai aspek. Salah satunya adalah perilaku perawat terhadap pasien. Perawat sebagai ujung tombak
pelayanan di rumah sakit tentunya mempunyai kualitas kepribadian berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Perbedaan kualitas kepribadian perawat akan
mempengaruhi cara perawat dalam berinteraksi memberikan pelayanan, dimana akan berdampak pada
tingkat kepuasan pasien.
Seorang perawat profesional harus memiliki kepribadian yang baik, berikut beberapa kepribadian yang
seharusnya dimiliki oleh seorang perawat:

• Keadaan fisik

• Penampilan yang menarik

• Kejujuran

• Keriangan

• Berjiwa sportif

• Rendah hati dan Murah hati

• Dapat dipercaya

• Loyalitas

• Pandai menimbang perasaan

• Pandai bergaul

• Keramahan,simpati,dan kerja sama

• Rasa humor

• Sopan santun

B. Saran

Sebagai perawat yang memberikan pelayanan kepada pasien, maka kita harus memiliki kepribadian yang
baik yang kita harus tanamkan dalam diri kita sebagai perawat.
DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz alimul H. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan.
Jakarta: salemba medika.

Calhoun, J.F. Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human Relationship. : McGraw- Hill :New
York, Inc.

Mafira. https://mafiral996.wordpress.com/2014/ll/ll/kepribasdian-perawat/. Diakses pada tanggal 15


November 2016.

Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Stuart and Sundeen. 2008. Prinsip dan Praktik Keperawatan Psikiatri, Edisi 6. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai