PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
dilakukan oleh guru, (42.1%) dilakukan oleh teman sekelas, dan (28.0%)
dilakukan oleh teman lain kelas (Prima, 2012). Fenomena perilaku bullying
merupakan bagian dari kenakalan anak dan diketahui paling sering terjadi
pada masa usia sekolah, dikarenakan pada masa ini anak memiliki
hubungan yang kuat antara harga diri dan perilaku bullying. Studi lain yang
berakibat pada penurunan harga diri pada masa dewasa dan setelahnya dan ini
masalah. Harga diri merupakan aspek yang paling terpengaruh oleh perilaku
kesehatan terbesar yang tersebar di seluruh dunia yaitu sebesar 40%. Dengan
dunia termasuk masalah bullying pada anak usia sekolah. Keperawatan jiwa
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
risiko harga diri rendah dan manjemen kasus: pendidikan kesehatan tentang
1. Bagi mahasiswa
Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa dalam hal pemberian
asuhan keperawatan jiwa di komunitas dan menambah pengalaman
mahasiswa dalam merawat klien dengan risiko harga diri rendah di
komunitas.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu keperawatan jiwa komunitas mengenai perawatan
komprehensif pada klien dengan masalah risiko harga diri rendah.
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN KONSEP
1. Pengertian
Akualisasi konsep Harga diri Keracunan Depersonalisasi diri diri positif rendah
identitas.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) respon individu terhadap konsep dirinya
sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif dan maladaptif (Fajariyah,
2012).
a). Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
b). Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri.
c). Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
d). Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
4. Etiologi
Penyebab terjadi harga diri rendah adalah :
a). Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya.
b. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai,
tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.
c). Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan
d). Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya. (Yosep, 2009)
Data obyektif
a). Kurang spontan ketika diajak bicara.
b) Apatis.
c). Ekspresi wajah kosong.
d). Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e). Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.
1. Pengkajian
b. Faktor presipitasi
1) Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor
dari luar individu (internal or eksternal sources), yang dibagi 5 (lima)
kategori :
a) Ketegangan peran adalah stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.
b) Konflik peran : ketidaksesuaian peran antara yang dijalankan dengan
yang diinginkan.
c) Peran yang tidak jelas : kurangnya pengetahuan individu tentang peran
yang dilakukannya.
d) Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk menampilkan
seperangkat peran yang komleks.
e) Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang berkaitan dengan
nilai untuk menyesuaikan diri.
c. Perilaku
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) perilaku yang berhubungan dengan
harga diri yang rendah yaitu identitas kacau dan depersonalisasi seperti
berikut (Deden, 2013):
d. Manifestasi klinis
e. Sumber koping
Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan gangguan
perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal meliputi :
1) Hobi dan kerajinan tangan
2) Pendidikan atau pelatihan
3) Pekerjaan, vokasi atau posisi
4) Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah
5) Seni yang ekspresif
6) Kesehatan dan perawatan diri
f. Manifestasi koping
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
Jangka pendek :
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : pemakaian
obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara : (ikut kelompok sosial,
keagamaan, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara : (kompetisi olah raga
kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara :
(penyalahgunaan obat-obatan).
Jangka Panjang :
1) Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi
dari orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau
potensi diri sendiri.
2) Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi,
disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri
dan orang lain.
g. Penatalaksanaan
2. Masalah Keperawatan
a. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif :
1) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya.
Data obyektif :
1) Merusak diri sendiri.
2) Merusak orang lain.
3) Ekspresi malu
3) Terapi kejang listrik (Elektro Convulsive therapy), adalah pengobatan
untuk menimbulkan kejang granmall secara artifical dengan melewatkan
aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi
kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi listrik 5-5 joule/ detik.
4) Terapi modalitas, merupakan rencana pengobatan untuk skizofrenia dan
kekurangan pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi aktivitas
kelompok dibagi 4 yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
5) Adapun tindakan terapi untuk pasien dengan harga diri rendah
menurut Kaplan & Saddock, 2010 mengatakan, tindakan keperawatan yang
dibutuhkan pada pasien dengan harga diri rendah adalah terapi kognitif,
terapi interpersonal, terapi tingkah laku, dan terapi keluarga. Tindakan
keperawatan pada pasien dengan harga diri.
b. Masalah keperawatan
Penyebab tidak efektifan koping individu.
Data subyektif :
1) Mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan orang lain.
2) Mengungkapkan malu dan tidak bisa ketika diajak melakukan sesuatu.
3) Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
Data obyektif :
1) Tampak ketergantungan terhadap orang lain.
2) Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat
dilakukan.
c. Masalah keperawatan
Data subyektif :
1) Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
Data obyektif :
1) Ekspresi wajah kosong tidak ada kontak mata ketika diajak
bicara.
3. Pohon Masalah
4. Diagnosa Keperawatan
SP1P SP1K
1 Bina hubungan saling percaya Membantu
pasien menilai
2 Mengidentifikasi kemampuan pasien
kemampuan dan aspek positif yang yang masih
dimiliki 4 dapat
3 pasien digunakan
Membantu pasien memilih kegiatan Mendiskusikan
yang akan dilatih masalah yang
5 sesuai dengan dirasakan keluarga
kemampuan pasien dalam merawat
6 Melatih pasien pasien
sesuai kemampuan yang dipilih Menjelaskan
7 Memberikan pujian yang pengertian harga diri
wajar tehadap keberhasilan pasien rendah, tanda dan
Menganjurkan pasien memasukan gejala, serta proses
dalam jadwal terjadinya harga diri
rendah
Menjelaskan cara
merawat pasien
denga harga diri
renda
kegiatan harian
SP2P SP2K
1 Mengevaluasi jadwal Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekan cara
2 Melatih pasien merawat pasien
melakukan kegiatan yang sesuai dengan dengan harga diri
kemampuan klien rendah
3 Menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP3K
Melatih keluarga
melakukan cara
merawat langsung
kepada pasien harga
diri rendah
SP4K
Membantu
keluarga membuat
jadwal aktivitas
dirumah termasuk
minum obat
(discharge planning) Menjelaskan follow setelah pulang
up pasien
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya
a. Sapa pasien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal b.
Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanya nama lengkap pasien dan nama panggilan yang disukai
pasien
d. Jelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan menepati janji
e. Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya f. Beri
perhatian pada pasien
2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakit yang
dideritanya
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan pasien
4) Katakan pada pasien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu mendorong dirinya sendiri.
Tujuan Khusus 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu mempertahankan aspek yang positif intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
dan diberi pujian atas kemampuan mengungkapkan perasaannya
2) Saat bertemu pasien, hindarkan memberi penilaian negatif.
Intervensi :
1). Diskusikan kemampuan pasien yang masih dapat digunakan selama
sakit.
2).Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah
sakit dan di rumah nanti.
Tujuan Khusus 4 :
Pasien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Kriteria Evaluasi :
a. Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.
b. Pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
1). Rencanakan bersama pasien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan
minimal, kegiatan dengan bantuan total.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi pasien.
3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh pasien lakukan
(sering klien takut melaksanakannya).
Tujuan Khusus 5 :
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya.
Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan. Intervensi :
Tujuan Khusus 6:
Pasien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Kriteria Evaluasi :
Pasien mampu melakukan apa yang diajarkan. Intervensi :
1). Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat pasien
harga diri rendah.
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama pasien dirawat.
3) Bantu keluarga meniapkan lingkungan di rumah.
2. Isolasi sosial
Tujuan umum :
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan khusus 1 :
Pasien mampu menyebutkan penyebab menarik diri.
Kriteria evaluasi :
Pasien mampu menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri dari : diri
sendiri, orang lain, lingkungan.
Intervensi :
1) Tanyakan pada pasien tentang :
2). Diskusikan dengan pasien penyebab menarik diri atau tidak mau
bergaul dengan orang lain.
3).Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya.
Tujuan khusus 2 :
Pasien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian
menarik diri.
Kriteria evaluasi :
Pasien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian
menarik diri.
Intervensi :
1). Tanyakan pada pasien tentang : Manfaat hubungan sosial Kerugian
menarik diri
2). Diskusikan bersama pasien tentang manfaat berhubungan sosial dan
kerugian menarik diri.
3). Beri pujian terhadap kemampuan pasien mengungkapkan
perasaannya.
Tujuan khusus 3 :
2) Perawat lain
3) Pasien lain
4) Kelompok
Intervensi :
berkomunikasi dengan :
a) perawat lain
b) pasien lain
c) kelompok
Tujuan khusus 4 :
Kriteria hasil :
1) orang lain
2) kemlompok
Intervensi :
Tujuan khusus 5 :
Pasien mendapatkan dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
Kriteria evaluasi :
a. Keluarga dapat menjelaskan tenatang :
Intervensi :
1) Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung
untuk mengatasi perilaku menarik diri.
2) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu pasien mengatasi
perilaku menarik diri.
3) Jelaskan pada keluarga tentang :
a) pengertian menarik diri
b) tanda dan gejala menarik diri
c) penyebab dan akibat menarik diri
d) cara merawat pasien menarik diri.
4) Latih keluarga cara merawat pasien menarik diri.
5) Tanyakan oerasaan keluarga setelah menciba cara yang dilatihkan.
Tujuan khusus 6 :
Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat menyebutkan :
1) Manfaat minum obat
2) Kerugian tidak minum obat
3) Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat
b. Pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c. Pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dokter.
Intervensi :
1). Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak minum
obat, nam, warna, dosis, cara, efek samping penggunaan obat.
2) Pantau pasien saat pengguanaan obat.
3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.
Tujuan khusus 2 :
Pasien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria hasil :
a. Pasien dapat menyebutkan :
1) Isi
2) Waktu
3) Frekuensi
4). Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
b. Pasien dapat menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami
halusinasinya : marah, takut, sedih, senang, cemas, jengkel.
Intervensi
1) . Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2). Observasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasinya, jika menemukan
pasien yang sedang halusinasi :
a). Tanyakan apakah pasien mengalami sesuatu (halusinasi dengar/ lihat/
penghidu/ raba/ kecap).
b). Jika pasien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya.
c). Katakan bahwa perawat percaya pasien mengalami hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak mengalami (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
3). Katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami hal yang sama.
6) Diskusikan dengan pasien apa yang disarankan jika terjadi halusinasi dan
beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
7) Diskusikan dengan pasien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut.
8) Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila pasien menikmati
halusinasinya.
Tujuan khusus 3
Pasien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria hasil :
a) Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
b) Pasien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi.
c) Pasien dapat memilih dan memperagakan cara menghadapi halusinasi.
d) Pasien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
e) Pasien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
1) Identifikasi bersama pasien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi
2) Diskusikan cara yang digunakan pasien :
a. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
b. Jika cara yanga digunaan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut
3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan/ mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan pada diri sendiri bahwa itu tidk nyata.
b. Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga) untuk menceritakan
tentang halusinasinya.
c. Membuat dan melaksanakan jadwal yang telah disusun.
d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi
4) Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
6) Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
7) Anjurkan pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi
persepsi.
Tujuan khusus 4 :
Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik).
2) Diskusikn dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/kunjungan
rumah):
a. Pengertian halusinasi.
b. Tanda dan gejala halusinasi.
c. Proses terjadinya halusinasi.
d. Cara yang dapat dilakukan pasien dan keluarga untuk memutuskan
halusinasi.
e. Obat-obatan halusinasi.
f. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan,
bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi
halusinasi).
g. Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaiman cara mencari bantuan
jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah.
Tujuan khusus 5 :
Pasien dapat menfaatkan obat dengan baik.
Kriteria hasil :
a) Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
b) Pasien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dokter.
Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, waran, dosis, cara, efak samping dan efek terapi penggunaan obat.
2) Pantau pasien saat penggunaan obat.
3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan benar.
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hali
yang tidak diinginkan.
C. Terapi Kognitif
1. Pengertian
tersebut muncul secara otomatis, sering diluar kesadaran klien, apabila menghadapi
situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi kognitif tersebut
perilaku maladaptif, yang menambah berat masalah.
b. Terapi bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau
menyanggah interpretasi yang telah diambil. Oleh karena pikiran otomatis sering
didasari atas kesalahan logika atau pemahaman yang salah, maka terapi kognitif
diarahkan untuk membantu klien mengenali dan mengubah distorsi kognitif. Klien
dilatih mengenali pikirannya, dan mendorong untuk menggunakan keterampilan,
menginterpretasikan secara lebih rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptif.
c. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk
menguji validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi didalam
proses terapi. Dengan demikian terapi kognitif diharapkan berperan sebagai
mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi tidak mengancam, karena klien
belajar mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan munculnya gangguan.
3. Peran perawat jiwa dalam terapi kognitif
Menurut Iyus (2007) perawat jiwa memiliki peran penting dalam berbagai teknik
kognitif terapi dirumah sakit jiwa. Peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai
leader, fasilitator, evaluator, dan motivator. Teknik kognitif di rumah sakit jiwa dapat
bermanfaat secara efektif terhadap berbagai masalah klinik untuk semua rentang
usia. Masalah-masalah tersebut meliputi : kecemasan (anxiety), gngguan afek
(affective), masalah makan (eat-ing), schizofrenia, ketergantungan zat (substance
abuse), gangguan kepribadian (personality disorder). Hal ini pun bisa diterapkan
pada anak, dewasa, keluarga baik secara kelompok atau individual. Secara umum
kognitif terapi meliputi beberapa teknik dengan tujuan sebagai berikut :
a) Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity). b) Menurunkan
perilaku yang tidak dikehendaki (Reducing
unwanted behavior).
Terapi kognitif berfokus pada membantu orang depresi belajar untuk menyadari dan
mengubah pola berfikir mereka yang disfungsional. Orang yang depresi cenderung
untuk berfokus pada bagaimana perasaan mereka dan bukan pada pikiran-pikiran
yang mendasari kondisi mereka. Artinya, mereka biasanya memberikan lebih banyak
perhatian pada bagaimana buruknya perasaan mereka dibanding pada pikiran-pikiran
yang memungkinkan memicu mempertahankan mood yang depresi (Nevid,2003).
5. Pelaksanaan Terapi Kognitif
terapeutik yang digunakan dalam terapi kognitif yaitu : orientasi, kerja dan terminasi.
Menurut Burn (1998) pelaksanaan terapi kognitif terdiri dari 9 sesi, yaitu :
otomatis.
keinginannya.
a. Metode
1) Diskusi
2) Tanya jawab
3) Menulis b. Media
2) pensil
c. Strategi pelaksanaan
Tujuan : klien mampu mengubah pikirannya yang mal adaptif menjadi adaptif.
Setting :
Klien dan terapis duduk bersama. Ruangan yang
nyaman dan tenang.
Alat : kertas (metode 3 kolom) dan pensin atau bolpen. Metode : diskusi
dan tanya jawab.
d. Langkah kegiatan
1) Persiapan Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
Pada tahap ini terapi yang melakukan, memberi salam terapeutik : salam dalam
terapis.
b) Evaluasi / validasi
1. Menanyakan kabar hari ini.
2. Menanyakan apakah masih ada pikiran yang negatif.
c) Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan.
2. Menjelaskan aturan main : klien harus menuliskan pikiran negatifnya dibuku.
3) Tahap kerja
Klien menuliskan pikiran negatifnya atau situasi emosi dibuku atau dikertas 3
kolom dan nanti di diskusikan dengan terapis masalah apa yang membuat