Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia lanjut bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari

suatu proses kehidupan yang pasti akan dialami oleh semua orang yang

dikaruniai usia panjang. Istilah untuk manusia yang usianya sudah lanjut

belum ada yang baku. Ada yang menyebutnya manusia usia lanjut (manula)

dan ada yang menyebut lanjut usia (lansia) (Pujiastuti, 2002).

Transisi demografi pada kelompok lanjut usia terkait dengan status

kesehatan lansia yang lebih terjamin, sehingga usia harapan hidup lansia lebih

tinggi dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pertumbuhan jumlah lansia di

Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990-2025 tergolong tercepat di dunia.

Pada tahun 2002 jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan

diproyeksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau

sebesar 11,37% penduduk dan ini merupakan peringkat ke-4 setelah Cina,

India, dan Amerika Serikat (Darmogo, 2000). Hasil sensus penduduk di Jawa

Tengah pada tahun 2000 adalah 2.864.003 jiwa dan hasil sensus penduduk di

Semarang adalah 57.747 jiwa (BPS, 2005).

Menjadi tua seringkali identik dengan ketidakberdayaan serta kesepian.

Satu persatu anak pergi dari rumah membentuk keluarga sendiri, kehidupan

sosial dan keberdayaan finansial menurun setelah pensiun. Proses menua

(aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu
2

cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun

kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Darmojo,2000).

Menurut Suparto (2000) dalam Darmojo (2004) secara umum kondisi

fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan

secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan gangguan atau kelainan

fungsi fisik, psikologik maupun sosial. Jika proses menua mulai berlangsung,

di dalam tubuh timbul kondisi fisik penurunan jumlah sel-sel otak disertai

penurunan fungsi indera pendengaran, penglihatan, pembauan yang sering

menimbulkan keterasingan bagi lansia. Kulit juga mengalami perubahan

karena penurunan lemak di bawah kulit yang menyebabkan hilangnya

elastisitas kulit, sehingga kulit menjadi keriput (Kuntjoro, 2002). Proses

menua menyebabkan kemunduran fungsi organ tubuh. Kemunduran fungsi

akan tampak secara fisik sehingga disebut kemunduran fisik. Kemunduran

fisik dapat memicu timbulnya stres pada lanjut usia. Stres dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu hal

yang dipengaruhi faktor internal stres adalah harga diri (Brunner dan

Suddarth, 2001).

Menurut Dariyo dan Ling (2002) dalam Widodo (2004) harga diri

adalah evaluasi terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi

ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri, dan diakui

atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Harga

diri juga berpengaruh besar terhadap kualitas dan kebahagiaan hidup lansia.

Lansia yang memiliki harga diri tinggi akan merasa tenang, mantap, optimis
3

dan lebih mampu mengendalikan situasi dirinya (Dariuszky, 2004). Lansia

dengan harga diri yang tinggi akan menunjukkan ciri-ciri menunjukkan

hubungan erat dengan lansia yang lain, mampu menghargai dan menghormati

diri sendiri, berpandangan bahwa dirinya sejajar dengan orang lain, cenderung

tidak menjadi perfect, mengenali keterbatasannya, dan berharap selalu

berkembang. Sebaliknya harga diri yang rendah akan membawa pada perilaku

yang kurang baik bagi lansia. Ini terjadi karena lansia dengan harga diri

rendah biasanya bersifat bergantung, kurang percaya diri dan pesimistis

(Widodo, 2004).

Individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung akan

menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Ketika individu bisa

menerima dirinya sendiri dengan mengenal segala keterbatasannya, maka

akan timbul keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang

dimiliki. Sedangkan individu yang belum mempunyai harga diri yang tinggi

disertai dengan kondisi psikis yang masih labil akan sulit berhadapan dengan

lingkungan sosial. Dengan adanya keyakinan yang mendukung akan membuat

individu merasa percaya diri ketika menghadapi masalah baru yang penuh

dengan tantangan. Sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah

memerlukan usaha untuk mengelola tuntutan lingkungan dan koping diri

(Hartiti, 2001).

Koping merupakan upaya individu untuk mengatasi keadaan atau

situasi yang menekan, menantang atau mengancam dirinya yang berupa

pikiran atau tindakan dengan menggunakan sumber dalam dirinya maupun


4

lingkungannya, yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan

perkembangan individu (Lazarus, 1999). Koping merupakan usaha-usaha baik

kognitif maupun perilaku yang bertujuan untuk mengelola konflik atau stresor

yang dihadapinya. Koping berkaitan dengan mekanisme koping. Mekanisme

koping digunakan individu untuk melindungi diri dari situasi yang

mengancam (Hudjana, 2000).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada 5 orang lanjut usia yang

tinggal di Desa Batursari Mranggen, dan hasil wawancara yang dilakukan

menunjukkan adanya anggapan yang berbeda, pada 3 orang lansia merasa

sudah tidak berguna, kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari

keluarga, kadang suka menarik diri dari teman dan tidak percaya diri. Lansia

sering marah, tidak dapat mengontrol diri, tidak dapat menerima masalah

yang rumit. Hal ini menunjukkan adanya koping negatif pada diri lansia.

Sedangkan pada 2 orang lanjut usia lainnya merasa hidupnya senang karena

diurus dengan baik oleh keluarganya, cenderung santai dan tidak ada sikap

bermusuhan, yang menunjukkan adanya koping positif. Merujuk dari

fenomena tersebut dan berkaitan dengan konsep teori yang sudah ada maka

perlu dilakukan penelitian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas bahwa permasalahan yang diajukan

adalah adakah hubungan antara harga diri dengan mekanisme koping pada

lansia di Desa Batursari Mranggen, kabupaten Demak.


5

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara harga diri dengan mekanisme koping pada

lansia di Desa Batursari, Mranggen.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui harga diri lansia di di Desa Batursari, Mranggen.

b. Mengetahui mekanisme koping lansia di Desa Batursari, Mranggen.

c. Mengetahui hubungan antara harga diri dengan mekanisme koping

pada lansia di Desa Batursari, Mranggen.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Ilmu Keperawatan

Memberikan manfaat dalam meningkatkan profesionalisme perawat

dalam asuhan keperawatan khususnya keperawatan gerontik.

2. Manfaat bagi Profesi

Memberikan masukan bagi peningkatan motivasi pengabdian perawat

terutama dalam keperawatan gerontik.

3. Manfaat bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan

wawasan masyarakat tentang harga diri dengan mekanisme koping pada

lansia.
6

4. Manfaat bagi Peneliti

a. Sebagai upaya proses belajar dalam kegiatan penelitian.

b. Memperoleh gambaran mengenai hubungan antara harga diri dengan

mekanisme koping pada lansia.

D. Bidang Ilmu

Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan

jiwa dan ilmu keperawatan gerontik.

Anda mungkin juga menyukai