Anda di halaman 1dari 105

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

RSJ DR. SOEPARTO HARJOHUSODO MARET 2020


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

HUBUNGAN INDEKS MASA TUBUH TERHADAP SINDROMA KLINIS


MCMI-III PADA MASYARAKAT DESA BAJO INDAH KECAMATAN
SOROPIA KABUPATEN KONAWE

PENYUSUN:

Wa Ode Vian Damayanti, S.Ked


K1A1 14 050

PEMBIMBING:

Dr. Junuda RAF, M.Kes., Sp.KJ

RUMAH SAKIT JIWA DR. SOEPARTO HARJOHUSODO


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan

berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan

dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Kepribadian seseorang akan berpengaruh dan dipengaruhi oleh kecenderungan

menyalahgunakan zat. Kepribadian umumnya digunakan sebagai label

deskriptif global untuk perilaku seseorang yang dapat diamati secara objektif

serta pengalaman interna yang secara subjektif dapat ia laporkan (Ludong,

2015).

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang

menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan

penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran

sosial. Secara umum gangguan jiwa yang dialami seorang individu dapat

terlihat dari penampilan, komunikasi, proses berpikir, interaksi dan

aktivitasnya sehari-hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian

gangguan jiwa terdiri dari faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial

budaya. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita gangguan

jiwa di dunia pada 2001 adalah 450 juta jiwa. Di Indonesia gangguan mental

emosional (depresi & ansietas) mencapai 11,6% dari jumlah total penduduk

atau sekitar 24.708.000 orang, sedangkan gangguan jiwa berat (psikosis)

1
mencapai 0,46% dari jumlah total penduduk atau sekitar 1.065.000 orang

(Yanuar, 2012).

Obesitas telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. WHO

menyebutkan bahwa obesitas merupakan epidemik global dan masalah

kesehatan yang harus ditangani. Obesitas merupakan keadaan patologis, yaitu

terdapatnya penimbunan lemak berlebihan yang diperlukan untuk fungsi tubuh

yang normal. Angka kejadian obesitas pada masa kanak-kanak meningkat

secara cepat di seluruh dunia (Marevia dkk, 2018). Sehubungan dengan

personal disorder (PD), penelitian yang tersedia terbatas menunjukkan

hubungan kelebihan berat badan dan obesitas. Penelitian yang lebih baru

menunjukkan bahwa prevalensi PD di antara kandidat operasi bariatrik cukup

tinggi yaitu sekitar 30%, dan beberapa studi yang secara khusus menyelidiki

hubungan antara berat badan dan PD umumnya mengkonfirmasi prevalensi

yang lebih tinggi dari gangguan ini pada individu yang obesitas. Penelitian

cross-sectional telah menunjukkan BMI lebih tinggi pada mereka dengan

cluster A (paranoid, schizoid, schizotypal) atau B (antisosial, batas, histrionik,

narsis) PD, tingkat yang lebih tinggi dari cluster A, B, dan C PD pada individu

yang sangat gemuk, dan kemungkinan yang lebih tinggi dari PD penghindaran

dan antisosial pada wanita yang sangat gemuk (Mather dkk, 2008).

Pada penelitian ini ingin melihat hubungan antara indeks massa tubuh

dengan sindrom klinis MCMI-III pada masyarakat Desa Bajo Indah

Kecamatan Soropia.

2
B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap sindroma klinis

MCMI-III pada masyarakat Desa Desa Bajo Indah Kecamatan Soropia,

Kabupaten Konawe?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap sindroma klinis

MCMI-III pada masyarakat Desa Bajo Indah Kecamatan Soropia, Kabupaten

Konawe.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah tingkat pengetahuan tentang

hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap sindroma klinis MCMI-III pada

masyarakat Desa Bajo Indah Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Jiwa

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014

tentang Kesehatan Jiwa bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang

individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga

individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,

dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat

ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,

pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki

risiko mengalami gangguan jiwa. Sedangkan Orang Dengan Gangguan Jiwa

yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan

dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk

sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat

menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang

sebagai manusia (Kemenkes, 2014).

Seseorang yang “sehat jiwa atau mental” mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut (Yanuar, 2012).

1. Merasa senang terhadap dirinya serta

a. Mampu menghadapi situasi

b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup

4
c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari

d. Mempunyai harga diri yang wajar

e. Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan

2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta

a. Mampu mencintai orang lain

b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap

c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda

d. Merasa bagian dari suatu kelompok

e. Tidak "mengakali" orang lain

3. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta

a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis

b. Mampu mengambil keputusan

c. Mampu menerima tanggungjawab

d. Mampu merancang masa depan

e. Dapat menerima ide dan pengalaman baru

f. Puas dengan pekerjaannya

Sebagai sebuah negara yang semakin berkembang, Indonesia tidak hanya

mengikuti perkembangan trend yang sifatnya positif namun juga membawa

perkembangan yang sifatnya merugikan seperti gangguan jiwa. Dijelaskan

sebelumnya bahwa gangguan mental atau jiwa dapat disebabkan oleh aspek

dari luar individu, seperti halnya kehidupan dalam bermasyarakat. Ketika

seseorang dituntut untuk memenuhi atau melakukan hal-hal di luar

kapasitasnya maka akan menimbulkan stres yang berlebihan, dan jika tidak

5
ditangani dengan tepat maka kondisinya akan menjadi lebih buruk dan berakhir

pada gangguan kejiwaan (Yanuar, 2012).

B. The Millon Clinical Multiaxial Inventory – Third Edition (MCMI-III)

Millon Clinical Multiaxial Inventory-III (MCMI-III) adalah alat penilaian

psikologis yang dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang

psikopatologi, termasuk gangguan kejiwaan spesifik yang digariskan dalam

DSM-IV. MCMI-III dikembangkan Theodore Millon, PhD, profesor pada

Harvard Medical School (Psychiatry) dan University of Miami (Psychology).

Tes ini dipakai sangat luas di dunia dan telah banyak digunakan dalam

penelitian. Posisinya dibawah MMPI-2 dan Rorschach, dalam hal banyaknya

jumlah penelitian (Ludong, 2015).

Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan

berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan

dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.

Kepribadian seseorang akan berpengaruh dan dipengaruhi oleh kecenderungan

menyalahgunakan zat. Pemahaman umum tentang kepribadian meliputi

(Ludong, 2015) :

1. Kurang Menonjol adalah seluruh pola emosi dan perilaku yang

menetap, dan bersifat khas pada seseorang dalam caranya mengadakan

hubungan, caranya berpikir tentang lingkungan dan dirinya sendiri.

2. Menonjol adalah kondisi patologik dari kepribadian yang sangat

tidak fleksibel dan sangat sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup

6
sehingga mengakibatkan gangguan fungsi yang bermakna atau penderitaan

subyektif.

MCMI-III merupakan instrumen yang memberikan ukuran gambaran 24

Menonjol dan sindrom 24 klinis untuk orang dewasa yang menjalani penilaian

atau pengobatan psikologis atau kejiwaan. Khusus dirancang untuk membantu

menilai gangguan baik Axis I dan Axis II, tes psikologi ini membantu dokter

dalam diagnosis psikiatri, mengembangkan pendekatan pengobatan yang

memperhitungkan gaya pasien kepribadian dan perilaku coping dan keputusan

pengobatan membimbing berdasarkan pola kepribadian pasien (Ludong, 2015).

MCMI-III terdiri dari 175 pertanyaan benar-salah dan biasanya

membutuhkan waktu rata-rata orang kurang dari 30 menit untuk

menyelesaikan. Setelah tes ini dicetak, menghasilkan 29 skala - 24 kepribadian

dan skala klinis, dan 5 skala yang digunakan untuk memverifikasi bagaimana

seseorang mendekati dan mengambil tes (Ludong, 2015).

MCMI-III dibedakan dari tes kepribadian lain terutama oleh kurangnya

pemahaman teoritisnya, format multiaksial, konstruksi tripartit dan validasi

skema, penggunaan skor tingkat dasar, dan kedalaman interpretatif. Hal ini

merujuk ke teori Millon tentang kepribadian dan terkoordinasi untuk Manual

Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-IV) Menonjol dan diagnosis

klinis utama lainnya1.Sebuah bagian dari MCMI-III didasarkan pada teori

Millon tentang kepribadian, seperti yang digambarkan dalam 15 gaya

kepribadian berikut, yaitu menarik diri (skizoid), shy (avoidant), pesimis

(melancholic), koperasi (dependent), riang (hypomanic), sociable (histerik),

7
confident (narcissistic), tidak sesuai (antisosial), tegas (sadis), teliti

(kompulsif), skeptis (negativistic), dirugikan (masokis), eksentrik

(schizotypal), berubah-ubah (borderline), mencurigakan (paranoid) (Ludong,

2015).

Ada 90 item baru dan 85 yang tetap sama menjaga 175 total item dari

MCMI-II. Sebagian besar perubahan harus dilakukan dengan tingkat keparahan

gejala untuk meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi patologi. Tes terdiri

dari 14 skala Menonjol dan 10 skala sindrom klinis, masing-masing yang

membantu untuk menentukan apakah seseorang mungkin memiliki Menonjol,

atau gangguan mental seperti depresi atau kecemasan (Ludong, 2015).

Tes ini dipecah menjadi skala berikut :

1. Moderat: Personality Disorder

Pada skala ini termasuk skizoid, penghindar, depressive, dependent,

histerik, narcissistic, anti sosial, agresif (sadis), kompulsif, pasif-agresif

(negativistic), dan yang merusak diri.

2. Parah: Kepribadian Patologi

Kategori yang masuk ke dalam kepribadian patologi antara lain

schizotypal, borderline dan paranoid.

3. Moderat: Sindrom Klinis

Kategori yang masuk ke dalam sindrom klinis yaitu kecemasan,

somatoform, bipolar: mania, dysthymia, alcohol dependence, drug

dependence dan post-traumatic stress.

8
4. Sindrom Parah

Kategori yang masuk ke dalm sindrom parah yaitu antara lain SS

(thought disorder/ gangguan proses berpikir), CC (major depression/

depresi mayor) dan PP (delusional disorder).

Untuk skala klinis dan kepribadian utama, skor Base Rate dihitung dari

bagaimana seseorang merespon pertanyaan pada tes. Skor dari 75-84 diambil

untuk menunjukkan Kurang Menonjol yang signifikan atau masalah kesehatan

mental. Skor 85 dan lebih tinggi menunjukkan gigih, klinis perhatian atau

kepribadian gangguan yang signifikan (Ludong, 2015).

Pengelompokkan Menonjol menurut MCMI-III terbagi ke dalam 4 cluster

macam Menonjol, yaitu:

1. Pola Kepribadian Klinis

a. Schizoid

Pola perpasif dari pelepasan diri dari hubungan sosial dan ekspresi

emosi yang sangat terbatas dalam hubungan interpersonal.

Gelaja :

1) Kurang berminat atau kurang menyukai hubungan dekat

2) Kurangnya berminta untuk berhubungan seks

3) Bersikap masa bodoh terhadap pijian atau kritikan orang lain

4) Hanya sedikit jika mengalami kesenangan

b. Avoidant

Pola pervasif dari hambatan sosial, perasaan tidak adekuat dan

hipersensitivitas terhadap evaluasi negatif.

9
Gejala :

1) Merasa rendah diri

2) Membatasi hubungan dalam hubungan intim karena takut

dipermalukan atau diperolok

3) Keengganan untuk menjalani hubungan dengan orang lain kecuali

dirinya pasti akan disukai

c. Depressive

Ada tiga tingkat keparahan (ringan, sedang, berat) dengan gejala

pokok adalah mood yang depresif, hilangnya minat dan kegembiraan,

energi berkurang, mudah lelah, aktivitas berkurang, gejala-gejala lain

seperti konsentrasi dan perhatian berkurang; harga diri dan kepercayaan

diri berkurang; merasa bersalah, tidak berguna; pesimistik, masa depan

suram; ada gagasan dan perbuatan membahayakan diri sendiri (bunuh

diri); tidur terganggu; nafsu makan berkurang.

d. Dependent

Kebutuhan yang pervasif dan eksesif untuk diurusi orang lain yang

menghasilkan perilaku submisif dan “lengket” takut terpisah.

Gejala :

1) Sulit mengambil keputusan tanpa saran dan dukungan berlebih dari

orang lain

2) Sulit melakukan segala sesuatu sendiri

3) Kurangnya rasa percaya diri

4) Membutuhkan orang lain

10
e. Histrionic

Pola pervasif dari emosi yang berusaha mencari perhatian.

Gejala :

1) Ekpresi emosional yang berlebihan

2) Sangat mudah disugesti

3) Perasaan kosong dan yang kronis

4) Sangat sulit mengendalikan kemarahan

f. Narcissistic

Pola pervasif dari grandiositas (merasa hebat) dalam fantasi maupun

perilaku, ingin dikagumi orang dan kurang empati.

Gejala :

1) Kebutuhan ekstrem untuk dipuji

2) Iri pada orang lain

3) Kecenderungan memanfaatkan orang lain

4) Terfokus pada keberhasilan

5) Kecerdasan dan kecantikan diri

6) Perasaan kuat bahwa mereka berhakmendapatkan sesuatu

g. Antisocial

Pola perfasif dari ketidakpedulian dan pelanggaran terhadap hak-hak

orang lain.

Gejala :

1) Mudah tersinggung dan agresif

11
2) Kurang memiliki rasa penyesalan

3) Tidak memperdulikan keselamatan diri sendiri dan orang lain

h. Sadistic

Istilah sadisme berasal dari marquis de sade seorang penulis pada abad

ke delapan belas, ia menggambarkan seorang tokoh yang memperoleh

kepuasan seks dengan menyiksa pasangannya secara kejam, sadisme

seksual adalah kepuasan seksual didapat dari aktifitas atau dorongan

menyakiti pasangan. Siksaan bisa secara fisik (menendang, memperkosa,

dan memukul) maupun psikis (menghina, memaki-maki), penderitaan

korban inilah yang bisa membuatnya merasa bergairah dan puas.

i. Compulsive

Pola pervasif dari terobsesinya (preokupasi) dengan keteraturan,

perfeksionis, serta kontrol mental dan interpersonal dengan

mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi.

Gejala :

1) Tidak fleksibel tentang moral

2) Bersifat kikir

3) Pengabdian berlebihan pada pekerjaan hingga mengabaikan

kesenangan dan persahabatan

4) Orangnya keras kepala

j. Negativistic

Negativistik dapat merupakan bagian dari gangguan perilaku

menentang (GPM). Ciri utama dari GPM adalah pola perilaku

12
negativistik, menentang, tidak patuh, dan bermusuhan terhadap figur

otoritas yang berulang dan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan

sehari-hari. Kepribadian negatif seringkali digambarkan seperti seringkali

penuh kemarahan, kehilangan kendali, penuh dendam, dan kebencian

serta hubungan yang bermusuhan dengan orang lain terutama orang

dewasa secara langsung berkontribusi terhadap terjadinya depresi,

sementara aspek gejala perilaku menentang memprediksi gejala

gangguan poerilaku (GP). Lebih lanjut, GPM merupakan gangguan

perkembangan yang sangat penting pada remaja laki-laki karena

mempengaruhi terjadinya gangguan perilaku dan afektif di masa yang

akan datang .

k. Masochistic

Gangguan ini memiliki ciri mendapatkan kegairahan dan kepuasan

seksual yang didapat dari perangsangan dengan cara diperlakukan secara

kejam baik secara fisik maupun psikis. Perlakuan kejam bisa dilakukan

sendiri atau dilakukan oleh pasangannya.

2. Kepribadian Patologi Berat (Ludong, 2015)

a. Schizotypal

Pola defisit sosial dan interpersonal yang ditandai oleh perasaan tidak

nyaman akut dengan berkurangnya kapasitas untuk menjalin hubungan

dekat dan ditandai oleh adanya distorsi kognitif atau perseptual dan

perilaku yang eksentrik.

Gejala :

13
1) Pola bicara yang aneh

2) Kurang memiliki teman akrab

3) Ekspresi emosional yang berlebihan

b. Borderline

Pola perfasif dari ketidakstabilan hubungan interpersonal, citra diri,

afek dan pengendalian impuls (rangsangan).

Gejala :

1) Emosi dan perilaku yang tidak stabil

2) Sangat sulit mengendalikan kemarahan

3) Perilaku impulsif

4) Termasuk sangat boros dan perilaku seksual yang tidak pantas

c. Paranoid

Ketidakpercayaan atau kecurigaan yang perpesif terhadap orang lain,

merasa orang lain dengki terhadapnya.

Gejala :

4) Banyak kecurigaan terhadap orang lain

5) Bersikap kasar

6) Kesulitan bersosialisasi dengan orang lain

7) Tidak mempercayai teman dekat bahwa mereka dapat dipercaya

3. Sindrom Klinis

a. Anxiety

Kecemasan adalah kondisi emosi dengan timbulnya rasa tidak nyaman

pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman yang samar-samar

14
disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak menentu yang

disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas. Pembagian analisis

fungsional gangguan kecemasan antara lain (Irawan dkk, 2012):

1) Suasana hati, diantaranya: kecemasan, mudah marah, perasaan sangat

tegang

2) Pikiran, diantaranya: khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,

membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif,

dan merasa tidak berdaya

3) Motivasi, diantaranya: menghindari situasi, ketergantungan tinggi, dan

ingin melarikan diri

4) Perilaku, diantaranya: gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan

5) Gejala biologis, diantaranya: gerakan otomatis meningkat, seperti

berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, dan mulut kering

b. Somatoform

Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik

yang ditandai oleh banyaknya keluhan fisik/gejala somatik yang

mengenai banyak sistem organ yang tidak dapat dijelaskan secara

adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan

somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena

banyaknya keluhan dan melibatkaan sistem organ yang multiple (seperti

gastrointestinal dan neurologis) (Irawan dkk, 2012).

Gangguan somatisasi disebabkan oleh pikiran individu, individu

merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan keadaan dirinya sehingga

15
menyebabkan timbulnya pikiran-pikiran yang negatif dan keyakinan

irasional tentang dirinya dan lingkungan. Hal ini yang rnenyebabkan

individu merasa bahwa jika adanya tekanan, stress, terlalu banyak

aktivitas yang dilakukan, kelelahan yang menguras energi dan tenaga

serta ketidak percaya diri dengan kemampuan dirinya maka dapat

memunculkan rasa sakit dan menganggap hal tersebut dapat mengancam

atau membahayakan dirinya. Suatu keadaan yang diyakini membuat

individu sakit, sehingga perlu adanya pendekatan (intervention) untuk

individu gangguan somatisasi yang bertujuan mengubah pola pikir yang

salah dan negatif menjadi pikiran-pikiran yang positif dan rasional

(Irawan dkk, 2012).

c. Bipolar: Manic

Pada gangguan bipolar, gejala gangguan emosi terbagi dalam dua

kelompok besar, yaitu kutub gembira/mania dan kutub sedih/depresi.

Pada pola standar, masing masing kutub emosi secara bergantian tampil

dominan mewarnai kondisi psikis dan perilaku penderita selama rentang

masa tertentu. Episoda mania ditandai oleh emosi yang gembira, banyak

bicara, aktivitas fisik meningkat, kebutuhan tidur berkurang, harga diri

dan rasa percaya diri sangat berlebihan, pengelolaan keuangan buruk,

boros, pengendalian diri juga buruk. Episoda mania berlangsung antara 2

minggu sampai 4-5 bulan, rata-rata sekitar empat bulan. Episoda depresi

ditandai oleh gejala-gejala yang berlawanan, yaitu emosi yang sedih,

hilangnya minat dan kegembiraan, merasa lelah sehingga kegiatan

16
menjadi terbatas, daya konsentrasi menurun, harga diri dan rasa percaya

diri menurun, merasa bersalah dan tidak berguna, masa depan suram,

sukar tidur, nafsu makan (dan berat badan) menurun, ada gagasan atau

upaya bunuh diri. Episoda depresi berlangsung lebih lama, tetapi jarang

sampai lebih dari satu tahun, rata-rata sekitar enam bulan (Sudiran dan

Saraswati, 2017).

d. Dysthymia

Pada dyshtymia didapatkan gejala-gejala depresi yang lebih ringan

dari pada depresi berat maupun bipolar I. Distimia ditandai oleh mood

depresi sedikitnya selama dua tahun yang tidak seberat depresi

berat.Siklotimia ditandai oleh sedikitnya selama dua tahun terjadi gejala-

gejala hipomania yang tidak cukup untuk diagnosis episoda mania dan

gejala-gejala depresi yang tidak cukup untuk diagnosis episoda depresi

berat (Sudiran dan Saraswati, 2017).

e. Alcohol Dependence

Ciri–ciri orang yang terpengaruh dengan minuman keras, yaitu

sempoyongan, berbicara menjadi tidak jelas (cadel), daya ingat dan

kemampuan menilai sesuatu terganggu untuk sementara waktu. Dalam

jumlah lebih banyak lagi dapat menimbulkan koma bahkan kematian.

Pada intoksikasi (keracunan/mabuk), terlihat pembicaraan seorang

pecandu cenderung cadel, banyak bicara, koordinasi motorik terganggu

(jalan sempoyongan), bola mata bergerakgerak ke samping (nystagmus),

mata merah, terjadi perubahan alam perasaan, mudah marah. Ciri utama

17
seorang pecandu alkohol yaitu seorang peminum terlihat lebih cerewet

dari biasanya, menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dan

kehilangan kendali diri (Nurulina, 2013).

f. Post-Traumatic Stress

Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari pengalaman kembali trauma

melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita

terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderitaan

tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering

dari gangguan stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan

kesulitan kognitif (Sudira dan Saraswati, 2012).

4. Sindrom Klinis Berat

a. Thought Disorder

Gangguan proses berpikir biasanya mengacu pada skizofrenia.

Penderita skizofrenia pada umumnya akan mengalami kesulitan dalam

proses berpikir sehingga menimbulkan halusinasi, delusi, gangguan

berpikir dan bicara atau perilaku yang tidak biasa (dikenal sebagai gejala

psikotik). Gejala tersebut mengakibatkan penderita mengalami kesulitan

untuk berinteraksi dengan orang lain dan menarik diri dari aktivitas

sehari-hari dan dunia luar (Andari, 2017) .Skizofrenia adalah gangguan

berbahasa akibat gangguan berpikir. Seorang penderita skizofrenia dapat

berbicara terus-menerus. Ocehannya hanya merupakan ulangan curah

verbal semula dengan tambahan sedikit-sedikit atau dikurangi beberapa

kalimat. Gaya bahasa sisafrenia dapat dibedakan dalam beberapa tahap

18
menurut berbagai kriteria. Yang utama adalah diferensiasi dalam gaya

bahasa sisafrenia halusinasi dan pasca-halusinasi (Muzainah, 2014).

b. Major Depression

Depresi mayor ditandai dengan episode depresi yang dapat

berlangsung dalam jangka bulanan atau satu tahun atau bahkan lebih.

Rata-rata orang dengan depresi mayor dapat diperkirakan mengalami

empat episode selama hidupnya. Suatu episode mayor ditandai dengan

munculnya lima atau lebih ciri-ciri atau simptom-simptom selama suatu

periode 2 minggu yang mencerminkan suatu perubahan dari fungsi

sebelumnya. Paling tidak satu dari ciri-ciri tersebut harus melibatkan (1)

mood yang depresi, atau (2) kehilangan minat atau kesenangan dalam

beraktivitas. Selain itu terdapat empat gejala tambahan, seperti gangguan

tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, perasaan tidak berarti, pikiran

untuk bunuh diri dan sulit berkonsentrasi (Sudira dan Saraswati, 2012).

c. Delusional Disorder

Gangguan Delusi adalah jenis psikosis. Pasien terus-menerus

mengalami delusi tunggal atau sistem. Delusi, dengan sendirinya, adalah

gejala psikotik di mana pasien terus-menerus meyakini keyakinan palsu

tapi tetap teguh dipertahankan di dalam pikiran terlepas dari adanya bukti

objektif yang menentangnya. Gangguan psikososial dalam gangguan

delusi, meskipun substansial, derajatnya tidak separah dibandingkan

dengan Skizofrenia. Namun pasien sering menolak pengobatan karena

kurangnya wawasan tentang penyakit mental mereka, sehingga membuat

19
gejala mereka bertambah parah dan tertundanya pengobatan (Sudira dan

Saraswati, 2012).

C. Tinjauan Umum tentang Status Gizi

1. Definisi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk

variabel tertentu (Supariasa, 2002). Gizi adalah segala sesuatu yang

dikonsumsi oleh manusia yang mengandung unsur-unsur zat gizi yaitu

karbohidrat, vitamin, mineral, lemak, protein, dan air yang

dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan

perkembangan dari organ-organ tubuh manusia (Mitayani dan Sartika,

2010).

Menurut Hartono (2013) nutrien atau zat gizi merupakan

unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh

untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti

jaringan rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim,

hormon dan antibodi.

2. Penilaian Status Gizi

Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dilakukan melalui

dua metode, yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode

langsung terdiri dari penilaian klinis, pengukuran antropometri,

pemeriksaan biokimia. Sedangkan, metode tidak langsung yaitu survei

konsumsi makanan (Supariasa, 2012)

20
1) Metode Langsung

a) Penilaian Klinis

Pemeriksaan klinis atau pemeriksaan fisik standar

merupakan salah satu metode penting dalam menentukan

status gizi suatu individu. Adapun keuntungan dari

pemeriksaan ini adalah sangat mudah dan praktis untuk

dilakukan terutama untuk mendeteksi secara cepat tanda-

tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat

gizi. Selain itu, tidak mahal dan dapat dilakukan oleh petugas

kesehatan yang telah dilatih sebelumnya melalui pengawasan

supervisor (Hendarto dan Sjarif, 2014).

b) Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri meliputi pengukuran

berbagai macam dimensi dan komposisi tubuh untuk melihat

apakah terdapat ketidakseimbangan asupan protein dan

energi. Adanya ketidakseimbangan dapat dilihat melalui pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak,

otot, dan jumlah air dalam tubuh. Hasil pengukuran

menggambarkan status gizi saat ini dan tidak dapat

membedakan apakah kondisi tersebut bersifat akut atau

kronik (Hendarto dan Sjarif, 2014).

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat

dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, yaitu berat

21
badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar

pinggang, dan tebal lemak di bawah kulit (Hendarto dan

Sjarif, 2014).

(1) Berat Badan

Pengukuran berat badan dilakukan dengan

menggunakan timbangan beam-balance yang diletakan

pada permukaan datar dan keras serta dikalibrasi secara

teratur (Tarigan dan Utami, 2014). Indikator berat badan

dimanfaatkan dalam klinik sebagai bahan informasi

untuk menilai keadaan gizi baik yang akut maupun yang

kronis, tumbuh kembang dan kesehatan, memonitor

keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit,

dan dasar penghitungan dosis obat dan makanan yang

perlu diberikan (Supariasa dkk., 2012).

Berat badan merupakan penghitungan rerata dari

status nutrisi secara umum yang memerlukan data lain

seperti umur, jenis kelamin, dan panjang badan/tinggi

badan untuk menginterpretasikan data tersebut secara

optimal. Berat badan diukur dengan menggunakan

timbangan digital atau timbangan dacin. Sampai anak

berumur kurang lebih 24 bulan atau dapat bekerjasama

dan berdiri tanpa dibantu di atas timbangan,

penimbangan dilakukan dengan menggunakan

22
timbangan bayi. Berat badan anak sebaiknya diukur

dengan baju minimal atau tanpa baju dan tanpa popok

pada bayi. Sebelum menimbang seharusnya timbangan

dikalibrasi dengan mengatur jarum timbangan ke titik

nol. Timbangan harus ditera minimal setahun sekali di

Jawatan Metrologi setempat atau ditera sendiri dengan

anak timbangan yang sudah diketahui beratnya

setidaknya sebulan sekali dan setiap pemindahan

timbangan (Hendarto dan Sjarif, 2014).

(2) Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan lebih sulit dibandingkan

pengukuran berat badan. Untuk anak-anak dan dewasa

harus berdiri pada lantai yang datar serta dibutuhkan

dinding yang rata. Subjek harus berdiri tegak dengan

bagian belakang kepala, bahu, dan bokong menyentuh

dinding, tumit datar dan dirapatkan, bahu rileks, lengan

di samping tubuh. Kepala dalam posisi tegak dan

pandangan lurus ke depan serta batas mata sebelah

bawah dalam posisi sejajar dengan meatus acusticus

eksternus (the frankfurt plane) (Tarigan dan Utami,

2014).

Panjang badan atau tinggi badan mencerminkan

status nutrisi jangka panjang seorang anak (Hendarto dan

23
Sjarif, 2014). Tinggi badan merupakan ukuran

antropometri kedua yang terpenting. Keistimewaannya

adalah bahwa ukuran tinggi badan pada masa

pertumbuhan meningkat terus sampai tinggi maksimal

dicapai, walaupun kenaikan tinggi badan ini berfluktuasi.

Keuntungan indikator tinggi badan ini adalah

pengukurannya objektif dan dapat diulang, alat dapat

dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan

indikator yang baik untuk gangguan pertumbuhan fisik

yang sudah lewat (stunting) (Soetjiningsih, 2012).

Kerugiannya adalah perubahan tinggi badan

relatif pelan, sukar mengukur tinggi badan yang tepat,

dan kadang-kadang diperlukan lebih dari seorang tenaga.

Disamping itu dibutuhkan 2 macam teknik pengukuran,

pada anak umur kurang dari 2 tahun dengan posisi tidur

telentang (panjang supinasi) dan pada umur lebih dari 2

tahun dengan posisi berdiri. Panjang supinasi pada

umumnya 1 cm lebih panjang, daripada tinggi berdiri

pada anak yang sama meski diukur dengan teknik

pengukuran yang terbaik secara cermat (Soetjiningsih,

2012).

24
Untuk bayi atau balita yang belum dapat berdiri

sempurna, pengukuran tinggi badan dilakukan dengan

berbaring dalam posisi supinasi pada suatu papan

pengukur. Hal ini membutuhkan dua orang pemeriksa

untuk mempertahankan bayi atau balita tersebut dalam

posisi yang tepat dan nyaman. Panjang badan diukur

dengan menggunakan papan pengukur panjang untuk

anak di bawah umur 2 tahun atau panjang badan kurang

dari 85 cm. Pengukuran panjang badan dilakukan oleh

dua orang pengukur. Pengukur pertama memposisikan

bayi agar lurus di papan pengukur sehingga kepala bayi

menyentuh papan penahan kepala dalam posisi bidang

datar frankfort (frankfort horizontal plane). Bidang datar

frankfort merupakan posisi anatomis saat batas bawah

orbita dan batas atas meatus auditorius berada segaris.

Pengukur kedua menahan agar lutut dan tumit sang bayi

secara datar menempel dengan papan penahan kaki

(Hendarto dan Sjarif, 2014).

Untuk anak yang dapat berdiri tanpa bantuan dan

kooperatif, tinggi badan diukur dengan menggunakan

stadiometer, yang memiliki penahan kepala bersudut 900

terhadap stadiometer yang dapat digerakkan. Sang anak

diukur dengan telanjang kaki atau dengan kaus kaki tipis

25
dan dengan pakaian minimal agar pemeriksa dapat

mengukur apakah posisi anak tersebut sudah benar. Saat

pengukuran sang anak harus berdiri tegak, kedua kaki

menempel, tumit, bokong, dan belakang kepala

menyentuh stadiometer, dan menatap kedepan pada

bidang datar frankfort. Pada orang dewasa yang

mengalami deformitas (misalnya skoliosis) atau tidak

dapat bangun dari tempat tidur, maka perkiraan tinggi

badan ditentukan dengan mengukur knee heigh, arm

span, atau demispan (Hendarto dan Sjarif, 2014).

(3) Interpretasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengukuran IMT dilakukan dengan cara

membandingkan berat badan dengan tinggi badan subjek.

Metode ini dianggap paling praktis dalam menentukan

apakah seseorang mengalami kekurangan atau kelebihan

berat badan karena hanya memerlukan dua parameter

yaitu berat badan (satuan kg) dan tinggi badan (satuan

meter) serta perhitungan yang tidak rumit. Adapun cara

menghitungnya adalah sebagai berikut (Hendarto dan

Sjarif, 2014) :

IMT = BB/(TB)2

Keterangan :

IMT : Indeks Massa Tubuh

26
BB : Berat Badan

TB : Tinggi Badan

(4) Lingkar Pinggang

Pengukuran lingkar pinggang dilakukan ada level

umbilikus saat terakhir ekspirasi normal. Subjek berdiri

tegak lurus dengan otot perut rileks, lengan di samping

tubuh dan kaki dirapatkan. Pengukuran jaringan lemak

abdomen ini dianggap berhubungan dengan kelebihan

berat badan atau komplikasi metabolik lainnya (Hendarto

dan Sjarif, 2014).

(5) Lingkar Kepala

Lingkar kepala mencerminkan volume

intrakranial, dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak.

Apabila otak tidak tumbuh normal maka kepala akan

kecil. Sehingga pada lingkar kepala yang lebih kecil dari

normal (mikrosefali), maka menunjukkan adanya

retardasi mental. Sebaliknya kalau ada penyumbatan

pada aliran serebrospinal pada hidrosefalus akan

meningkatkan volume kepala, sehingga lingkar kepala

lebih besar dari normal. Manfaat pengukuran lingkar

kepala terbatas pada 6 bulan pertama sampai umur 2

tahun karena pertumbuhan otak yang pesat, kecuali

diperlukan seperti pada kasus hidrosefalus. Lingkar

27
kepala kepala yang kecil pada umumnya sebagai variasi

normal, bayi kecil, keturunan, retardasi mental,

kraniostenosis. Sedangkan lingkar kepala yang besar

pada umumnya disebabkan oleh variasi normal, bayi

besar, hidranensefali, tumor serebri, keturunan, efusi

subdural, hidrosefalus, penyakit canavan, megalensefali.

Untuk menilai apakah kepala yang kecil/besar tersebut

diatas masih dalam batas-batas normal/tidak, harus

diperhatikan gejala-gejala klinik yang menyertainya

(Soetjiningsih, 2012).

(6) Lingkar Lengan Atas

Lingkar lengan atas mencerminkan tumbuh

kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terpengaruh

banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingkan dengan

berat badan. Lingkar lengan atas dapat dipakai untuk

menilai keadaan gizi/tumbuh kembang pada kelompok

umur prasekolah. Keuntungan penggunaan Lingkar

lengan atas ini adalah mudah dilakukan dan tidak

memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga

yang lebih murah (Supariasa, 2012). Sedangkan

kerugiannya adalah lingkar lengan atas hanya untuk

identifikasi anak dengan gangguan gizi/pertumbuhan

yang berat, sukar menentukan pertengahan lingkar

28
lengan atas tanpa menekan jaringan, dan hanya untuk

anak umur 1-3 tahun, walaupun ada yang mengatakan

dapat digunakan untuk anak mulai umur 6 bulan sampai

dengan 5/6 tahun (Soetjiningsih, 2012).

(7) Lipatan Kulit

Tebalnya lipatan kulit pada daerah triseps dan

subskapular merupakan refleksi tumbuh kembang

jaringan lemak dibawah kulit, yang mencerminkan

kecukupan energi. Dalam keadaan defisiensi, lipatan

kulit menipis dan sebaliknya menebal jika masukan

energi kelebihan. Tebal lipatan kulit dimanfaatkan untuk

menilai terdapatnya keadaan gizi lebih, khususnya pada

kasus obesitas (Soetjiningsih, 2012).

c) Pemeriksaan Biokimia

Pemeriksaan biokimia merupakan pemeriksaan

spesimen berupa darah, urin, tinja atau jaringan tubuh lainnya

seperti rambut dan kuku secara laboratoris untuk menilai

status mikronutrien suatu individu. Berbeda dengan

pengukuran antropometri, pemeriksaan ini terdiri atas

berbagai macam jenis pemeriksaan yang memerlukan biaya

cukup mahal untuk pengumpulan sampel dan penggunaan

peralatan laboratorium serta reagen kimiawi. Selain itu juga

dibutuhkan tenaga terlatih untuk mengerjakan pemeriksaan

29
serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan (Hendarto dan

Sjarif, 2014).

2) Metode Tidak Langsung

a) Survei Konsumsi Makanan

Metode ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah

dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Beberapa cara yang dapat

dilakukan yaitu :

(1) 24 Hours Dietary Recall

Petugas kesehatan mengajukan pertanyaan

mengenai makanan dan minuman apa saja yang

dikonsumsi oleh subjek selama 24 jam terakhir. Metode

ini sangat cepat, mudah, biaya relatif murah dan

tergantung pada ingatan subjek serta tidak dapat

menggambarkan pola konsumsi subjek (Supariasa dkk.,

2012).

(2) Food Frequency Questionnaire

Melalui metode ini, subjek diberikan suatu daftar

jenis-jenis makanan beserta porsinya dan diminta untuk

menandai jenis makanan yang biasa dikonsumsi per

hari/minggu/bulan sekaligus berapa porsi yang biasa

dikonsumsi. Metode ini cukup praktis, mudah digunakan,

dan tidak mahal. Bebeapa kelemahannya adalah daftar

kuesioner cukup panjang, terdapat kemungkinan salah

30
perkiraan porsi yang dikonsumsi, serta perlu adanya

pembaharuan daftar makanan sesuai dengan perubahan

pola makan subjek akibat adanya produk-produk

makanan baru (Hendarto dan Sjarif, 2014).

(3) Dietary History Since Early Life

Metode ini bersifat cukup akurat karena data yang

dikumpulkan oleh petugas kesehatan mencakup detail

mengenai pola, asupan makanan, berapa jenis, jumlah,

frekuensi, dan waktu makan subjek (Supariasa dkk.,

2012).

(4) Food Dairy Technique

Melalui metode ini, subjek diminta untuk

mencatat jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsinya

secara langsung saat waktu makan. Waktu pencatatan

biasanya selama 1-7 hari. Data yang diperoleh cukup

detail, namun sulit untuk memastikan subjek benar-benar

mengisi lembaran data setiap harinya (Hendarto dan

Sjarif, 2014).

(5) Observed Food Consumption

Metode ini jarang digunakan namun sangat

dianjurkan untuk penelitian karena melihat langsung apa

yang dikonsumsi oleh subjek. Jenis makanan yang

dikonsumsi subjek ditimbang dan porsinya dihitung

31
sedemikian rupa. Sangat akurat namun cukup mahal dan

memerlukan waktu serta tenaga. Interpretasi data yang

diperoleh dapat dilakukan secara kualitatif maupun

kuantitatif. Metode kualitatif menggunakan piramida

makanan dan membagi makanan ke dalam 5 kelompok.

Sedangkan pada metode kuantitatif, jumlah energi dan

jenis zat nutrisi yang terkandung dalam tiap makanan

yang dikonsumsi dihitung menggunakan tabel komposisi

makanan dan dibandingkan dengan kebutuhan harian

tubuh. Metode ini cukup mahal dan memerlukan waktu

yang cukup lama, kecuali menggunakan komputerisasi

(Hendarto dan Sjarif, 2014).

32
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode analitik

deskriptif yang berfungsi untuk menghubungkan variabel data atau sampel

yang telah dikumpulkan sebagaimana adanya terhadap sindroma klinis serta

dengan melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 dan 23 Februari 2020 di Balai

Desa Bajo Indah Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Kota Kendari,

Provinsi Sulawesi Tenggara.

C. Prosedur Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer diperoleh dari pengisian kuisioner yang menggunakan instrumern The

Million Clinical Multiaxial Inventory-Third Edition (MCMI-III) untuk menilai

kepribadian masyarakat di Kecamatan Soropia.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis

Kecamatan Soropia adalah salah satu kecamatan yang berada di

wilayah Kabupaten Konawe. Kecamatan Soropia memiliki batas-batas

sebagai berikut:

a. Sebelah utara Laut banda

b. Sebelah selatan Kota Kendari

c. Sebelah timur Wawonii

d. Sebelah barat Lalonggasumeeto

Gambar 2. Peta Kecamatan Soropia

34
2. Kondisi Demografis dan Kependudukan

Luas wilayah Kecamatan Soropia adalah 6.273 Ha atau 0,92 persen dari

luas daratan Kabupaten Konawe. Desa dengan wilayah terluas di Kecamatan

Soropia adalah Desa Atowatu dengan luas 1.600 Ha atau 26% persen dari

luas Kecamatan Soropia. Sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil

adalah Bajo Indah dan Leppe dengan persentase 1,37% dan 0,81% dari luas

keseluruhan Kecamatan Soropia.

3. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat mayoritas adalah nelayan dengan

komoditi unggulan adalah laut.

4. Data Puskesmas Soropia

Puskesmas Soropia, ± 110 km dari ibu Kota Kab.Konawe, secara

geografis terletak di bagian selatan Khatulistiwa, melintang dari Utara ke

Selatan antara 450 dan 140 lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur

antara 150’ dan 300 Bujur Timur.

Batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Masadiang,

Sebelah Timur berbatasan dengan laut banda, Sebelah Selatan berbatasan

dengan Perairan Teluk Kendari dan Sebelah Barat berbatasan dengan

Kecamatan Lalonggasu Meeto. Luas wilayah Kecamatan Soropia, 6.273

Km2, atau 5 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe.

Daftar 10 penyakit tertinggi di Kecamatan Soropia, sebagai berikut :

1. ISPA

2. Hipertensi

35
3. Tukak Lambung

4. Penyakit Kulit dan Jaringan Kulit di Bawahnya

5. Demam Rematik

6. Penyakit Gangguan Syaraf (Cepalgia)

7. Influenza

8. Diare

9. Karies Gigi

10. Penyakit Pulpa dan Jaringan Peripikal

B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Sampel penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di Desa

Bajo Indah Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Kota Kendari. Sampel

dipilih dengan metode accidental sampling dimana memenuhi kriteria

inklusi maupun eksklusi sehingga diperoleh jumlah sampel responden

sebanyak 82 orang.

Tabel 2. Karakteristik Responden


Total
Karakteristik
n %
Umur
<25 Tahun 5 6,1 %
26-35 Tahun 23 28 %
36-45 Tahun 19 23,2 %
46-55 Tahun 14 11,1 %
>55 Tahun 21 25,6 %
Jenis Kelamin
Laki-laki 50 61 %
Perempuan 32 39 %
Keluhan Utama
Sakit Kepala 32 39 %
Nyeri Ulu Hati 26 31,7 %
Nyeri Lutut 13 15,9 %
Tegang Leher 4 4,9 %
Batuk 2 2,4 %
Nyeri Sendi 1 1,2 %

36
Tidak Ada Keluhan 4 4,9 %
Pekerjaan
Nelayan 58 70,7 %
IRT 21 25,6 %
Tidak Bekerja 3 3%
Pendidikan Terakhir
SD 47 57,3 %
SMP 17 20,7 %
SMA 12 14,6 %
Tidak Sekolah 5 6,1 %
Status Pernikahan
Menikah 72 87,8 %
Belum Menikah 10 12,2 %
Tekanan Darah
Normal 58 70,7 %
Hipertensi Gr I 21 25,6 %
Hipertensi Gr II 3 3,7 %
Indeks Masa Tubuh
Normal 58 70,7 %
Overweight 21 25,6 %
Obesitas 3 3,7 %
TOTAL 82 100%

Pada Tabel 2 di atas menunjukkan frekuensi responden mewakili

masyarakt Desa Bajo Indah Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Kota

Kendari. Sampel responden yang berumur <25 tahun sebanyak 5 orang

(6,1%), umur 26 – 35 tahun sebanyak 23 orang (28%), umur 36 – 45 tahun

sebanyak 19 orang (23,2%), umur 46 – 55 tahun sebanyak 14 orang (11,1%)

dan umur ≥ 55 tahun sebanyak 21 orang (25,6%). Responden terdiri dari 54

orang laki-laki (68%) dan 26 orang perempuan (32%). Sedangkan menurut

keluhan utama terbagi menjadi Ssakit Kepala sebanyak 32 orang (39%),

Nyeri Ulu Hati sebanyak 26 orang (31,7%), Nyeri Lutut sebanyak 13 orang

(15,9%), Tegang Leher sebanyak 4 orang (4,9%), Batuk 2 orang (2,4%),

Nyeri Sendi sebanyak 1 orang (1,2%), Tidak Ada Keluhan sebanyak 4

orang (4,9%).

37
Menurut pekerjaan, responden terdiri dari 58 orang Nelayan (70,7%), 21

orang IRT (25,6%), 3 orang Tidak Bekerja (3%). Menurut pendidikan

terakhir, responden terdiri dari 47 orang lulusan SD (57,3%), 17 orang

lulusan SMP (20,7%), 12 orang lulusan SMA (14,6%), dan Tidak Sekolah

5 orang (6,1%). Sedangkan menurut status pernikahan, responden terdiri

dari 10 orang yang belum menikah (12,2%) dan 72 orang yang sudah

menikah (87,8%). Sebaran responden menurut hasil pemeriksaan tekanan

darah terdiri dari 58 orang dengan tekanan darah normal (87,8%), 21 orang

dengan Hipertensi Gr I (25,60%) dan 3 orang dengan Hipertensi Gr II

(3,65%). Sedangkan responden menurut Indeks Masa Tubuh terdiri dari 58

orang yang Normal (70,7%), Overweight 21 orang (25,6 %) dan 3 orang

yang Obesitas (3,7%).

Tabel 3. Frekuensi Sindroma Klinis pada Masyarakat Desa Bajo Indah,


Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Kota Kendari
Interpretasi Hasil MCMI-III
Kurang
Sindroma Klinis Normal Menonj
% Menonjol % %
(n) ol (n)
(n)
Anxiety 54 65,9 22 26,8 6 7,3
Somatoform 76 92,7 4 4,9 2 2,4
Bipolar Manic 77 93,9 5 6,1 - -
Dysthymia 65 79,3 17 20,7 - -
Alcohol Dependence 67 81,7 13 15,9 2 2,4
Drug Dependence 82 100 - - - -
Post-Traumatic Stress 82 100 - - - -
Thought Disorder 82 100 - - - -
Major Depression 75 91,5 5 6,1 2 2,4
Delusional Disorder 81 98,8 - - 1 1,2

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

jumlah responden masyarakat Desa Bajo Indah, Kecamatan Soropia,

38
Kabupaten Konawe, Kota Kendari sebanyak 82 orang. Berdasarkan Tabel 2,

masyarakat yang anxiety sebanyak 28 orang dengan kategori Kurang

Menonjol 22 orang dan Menonjol 6 orang, yang memiliki sindrom

somatoform sebanyak 6 orang dengan kategori Kurang Menonjol 4 orang

dan Menonjol 2 orang, sedangkan yang memiliki sindrom bipolar manic

sebanyak 5 orang dengan kategori Kurang Menonjol 5 orang dan Menonjol

Tidak ada.

Masyarakat yang memiliki sindrom dysthymia sebanyak 17 orang dengan

kategori Kurang Menonjol 17 orang dan Menonjol Tidak ada, yang

memiliki sindrom alcohol dependence sebanyak 15 orang dengan kategori

Kurang Menonjol 13 orang dan Menonjol 2 orang, sedangkan responden

yang memiliki sindrom drug dependence tidak ada. Kemudian yang

memiliki sindrom post-traumatic stress tidak ada, Responden yang memiliki

sindrom thought disorder tidak ada.

Masyarakat, yang memiliki sindrom major depression sebanyak 7 orang

dengan kategori Kurang Menonjol 5 orang dan Menonjol 2 orang,

sedangkan yang memiliki sindrom delusional disorder sebanyak 1 orang

dengan kategori Kurang Menonjol tidak ada dan sebanyak 1 orang yang

mengalami Menonjol tipe ini.

Tabel 4. Pengurutan Interpretasi Nilai Normal


Sindroma Klinis Interpretasi Hasil MCMI-
III
Normal %

39
(n)
Drug Dependence 82 100
Post-Traumatic Stress 82 100
Thought Disorder 82 100
Delusional Disorder 81 98,8
Bipolar Manic 77 93,9
Somatoform 76 92,7
Major Depression 75 91,5
Alcohol Dependence 67 81,7
Dysthymia 65 79,3
Anxiety 54 65,9

Tabel 5. Pengurutan Interpretasi Nilai Kurang Menonjol


Interpretasi Hasil MCMI-III
Sindroma Klinis Kurang
%
Menonjol (n)
Anxiety 22 26,8
Dysthymia 17 20,7
Alcohol Dependence 13 15,9
Bipolar Manic 5 6,1
Major Depression 5 6,1
Somatoform 4 4,9
Drug Dependence - -
Post-Traumatic Stress - -
Thought Disorder - -
Delusional Disorder - -

Tabel 6. Pengurutan Interpretasi Nilai Menonjol


Interpretasi Hasil MCMI-III
Sindroma Klinis
Menonjol (n) %
Anxiety 6 7,3
Somatoform 2 2,4
Alcohol Dependence 2 2,4
Major Depression 2 2,4
Delusional Disorder 1 1,2
Bipolar Manic - -
Dysthymia - -
Drug Dependence - -
Post-Traumatic Stress - -
Thought Disorder - -

2. Analisis Bivariat

40
Tabel 7. Hubungan Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah terhadap Sindroma
Klinis MCMI-III
Tekanan Darah Sindrom Klinis MCMI-III
HT HT p-value
N Gr Gr Kurang (Chi
Normal Menonjol
(n) I II Menonjol Square)
(n) (n)
N Ow O N Ow O N Ow O
Anxiety
40 14 4 14 6 1 0 2 1 0,136
Somatoform
53 4 1 20 0 1 3 0 0 0,670
Bipolar: Manic
55 3 - 20 1 - 2 1 - 0,133
Dysthymia
48 10 - 15 6 - 2 1 - 0,471
Alcohol Dependence
58 21 3 46 11 1 18 2 1 3 0 0 0,694
Drug Dependence
58 - - 21 - - 3 - - -
Post-Traumatic Stress
58 - - 21 - - 3 - - -
Thought Disorder
38 20 24 - - - - - - -
Major Depression
54 3 1 18 2 1 3 0 0 0,836
Delusional Disorder
57 - 1 21 - 0 3 - 0 0,811

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah responden berdasarkan hasil

pemeriksaan tekanan darah yaitu normal sebanyak 58 orang dan overweight

sebanyak 21 orang dan obesitas sebanyak 3 orang. Untuk sindrom klinis

MCMI-III dengan interpretasi normal, Kurang Menonjol dan Menonjol

dibandingkan dengan klasifikasi IMT dapat dilihat jumlah sebaran datanya

untuk masing-masing sindrom yaitu anxietas (40;14;4, 14;6;1, 0;2;1),

somatoform (53;4;1, 20;0;1, 3;0;0), bipolar: manic (55;3;-, 20;1;-, 2;1;-),

dysthymia (48;10;-, 15;6;-, 2;1;-), alcohol dependence (46;11;1, 18;2;1,

41
3;0;0), drug dependence (58;-;-, 21;-;-, 3;-;-),, post-traumatic stress (58;-;-,

21;-;-, 3;-;-), thought disorder (38;20;24) tidak memiliki sindrom klinis

MCMI III, major depression (54;3;1, 18;2;1, 3;0;0), delusional disorder

(57;-;1, 21;-;0, 3;-;0).

Berdasarkan interpretasi nilai p-value tidak ditemukan hubungan antara

hasil pemeriksaan IMT terhadap sindrom klinis MCMI-III dengan p-value

masing-masing yaitu anxiety (0,136), somatoform (0,670), bipolar: manic

(0,133), dysthymia (0,471), alcohol dependence (0,694), major depression

(0,836) dan delusional disorder (0,811). Selain itu, terdapat karakteristik

yang tidak dapat dianalisis dikarenakan responden tidak memiliki sindrom

klinis MCMI III (normal) yaitu sindrom drug dependence, post-traumatic

disorder dan thought disorder.

C. Pembahasan
1. Hubungan IMT dan Sindrom Klinis MCMI-III
Tidak ada studi empiris yang mempelajari hubungan spesifik antara

nutrisi dan gangguan kepribadian. Namun, gejala dan perilaku yang

merupakan bagian dari deskripsi gangguan kepribadian, telah mendapat

perhatian yang cukup besar (Rucklidge dan Mulder, 2015).

Ada beberapa bukti dari penelitian pada manusia bahwa kualitas

makanan dan malnutrisi selama awal kehidupan dapat mempengaruhi

perkembangan karakteristik kepribadian tertentu. Galler dan rekan

melakukan studi longitudinal pada kohort anak-anak Barbadian yang

terpapar kekurangan gizi dalam 6 bulan pertama kehidupan dan diikuti

selama 40 tahun dengan kelompok kontrol sehat yang belum pernah

42
terpapar kekurangan gizi awal kehidupan. Para peneliti melaporkan bahwa

para partisipan yang sebelumnya kurang gizi memiliki skor lebih tinggi

pada neurotisme dan skor lebih rendah extraversion, openness,

agreeableness dan conscientiousness daripada kontrol yang sehat. Mereka

juga melaporkan lebih banyak anxiety, vulnerability, shyness, lowered

sociability, greater suspiciousness of others dan lowered sense of self-

efficacy daripada kontrol yang sehat. Temuan ini menunjukkan bahwa

malnutrisi terbatas pada tahun pertama kehidupan dengan nutrisi yang baik

kemudian masih terkait dengan representasi yang signifikan dari skor sifat

kepribadian orang dewasa patologis. Dalam kelompok yang sama ini,

tingkat gangguan attention-deficit / hyperactivity (ADHD) dan depresi juga

dilaporkan lebih tinggi dari kontrol yang sehat (Rucklidge dan Mulder,

2015).

Sebuah penelitian kohort pada kelahiran 1800 anak laki-laki dan

perempuan yang diikuti hingga usia 23 tahun melaporkan hubungan yang

menarik antara anemia pada usia 3 tahun, perkembangan kognitif pada usia

11 tahun dan perkembangan gangguan kepribadian skizotipal pada usia 23

tahun. Secara khusus, para peneliti melaporkan bahwa keduanya stunting

dan anemia pada usia 3 tahun dikaitkan dengan IQ (IQ) rendah pada usia 11

tahun, IQ kinerja rendah pada usia 11 dikaitkan dengan peningkatan fitur

kepribadian skizotipal interpersonal dan tidak terorganisir pada usia 23

tahun. Dengan kata lain, IQ kinerja buruk memediasi hubungan antara gizi

buruk pada usia 3 tahun dan fitur kepribadian pada usia 23 tahun. Temuan

43
ini diadakan untuk peserta pria dan wanita. Para peneliti berspekulasi bahwa

meningkatkan nutrisi di awal kehidupan dapat berfungsi sebagai faktor

pelindung tidak hanya untuk IQ rendah dan perkembangan otak secara

keseluruhan tetapi juga dalam mengurangi beberapa fitur gangguan

kepribadian skizotipal. Dalam kohort yang sama ini, tanda-tanda malnutrisi

pada usia 3 tahun juga memperkirakan agresi pada usia 8 dan lebih banyak

melakukan masalah dan hiperaktif pada usia 17 tahun (Rucklidge dan

Mulder, 2015).

Para peneliti yang sama ini mengambil sampel dari 1800 anak-anak dan

melakukan studi perawatan longitudinal, memberikan 83 anak dengan

lingkungan pengayaan eksperimental pada usia 3-5 tahun, termasuk

peningkatan gizi serta pendidikan dan olahraga dan membandingkannya

dengan 355 anak kontrol yang cocok. (tidak menerima pengayaan). Anak-

anak yang telah berpartisipasi dalam program pengayaan memiliki skor

yang lebih rendah untuk perilaku skizotipal dan antisosial pada 17 tahun dan

perilaku kriminal yang lebih rendah pada 23 tahun dibandingkan dengan

anak-anak kontrol. Mereka yang menderita kekurangan gizi yang lebih

besar di tahun-tahun awal kehidupan mendapat manfaat lebih dari

intervensi. Pada akhirnya, lingkungan yang memperkaya di awal kehidupan

berfungsi sebagai faktor pelindung untuk pengembangan kepribadian

skizotipal dan perilaku antisosial pada usia 17 dan 23 tahun. Secara

keseluruhan, studi-studi ini menunjukkan bahwa lingkungan gizi anak di

awal kehidupan dapat memengaruhi kepribadian di kemudian hari.sebuah

44
studi korelasional yang dilakukan di Bangladesh pada 212 anak-anak yang

kekurangan gizi bersama 108 anak-anak yang diberi gizi lebih baik

menemukan bahwa kekurangan gizi dikaitkan dengan karakteristik

temperamental seperti labilitas emosional yang lebih besar, lebih banyak

ketakutan dan kurang bergaul dibandingkan dengan mereka yang cukup gizi

(Rucklidge dan Mulder, 2015).

Sehubungan dengan personal disorder (PD), penelitian yang tersedia

terbatas menunjukkan hubungan kelebihan berat badan dan obesitas.

Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa prevalensi PD di antara

kandidat operasi bariatrik cukup tinggi yaitu sekitar 30%, dan beberapa

studi yang secara khusus menyelidiki hubungan antara berat badan dan PD

umumnya mengkonfirmasi prevalensi yang lebih tinggi dari gangguan ini

pada individu yang obesitas. Penelitian cross-sectional telah menunjukkan

BMI lebih tinggi pada mereka dengan cluster A (paranoid, schizoid,

schizotypal) atau B (antisosial, batas, histrionik, narsis) PD, tingkat yang

lebih tinggi dari cluster A, B, dan C PD pada individu yang sangat gemuk,

dan kemungkinan yang lebih tinggi dari PD penghindaran dan antisosial

pada wanita yang sangat gemuk (tetapi tidak pada pria atau sampel

keseluruhan). Suatu studi longitudinal menunjukkan peningkatan peluang

menjadi obesitas pada usia 33 ketika peserta memenuhi kriteria untuk PD

pada usia 22. Penelitian di bidang PD dengan berat badan kurang telah lama

ditinggalkan dibandingkan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, dan

45
tidak ada penelitian yang meneliti perbedaan PD antara individu dengan

berat badan kurang dan berat normal (Mather, 2008).

Penghindaran interaksi sosial pada paranoid dan avoidant PD berpotensi

dapat mengarah pada gaya hidup yang lebih menetap dan selanjutnya

meningkatkan tingkat kelebihan berat badan dan obesitas karena penurunan

kegiatan di luar rumah seseorang. Perilaku antisosial juga dapat

menyebabkan kelebihan adipositas pada wanita. Sebagai contoh, impulsif

yang menjadi ciri PD antisosial dapat menyebabkan kelebihan berat badan

atau obesitas pada populasi ini karena hubungan impulsif yang diketahui

dengan kurangnya penghambatan sehubungan dengan makan dapat

menyebabkan terlalu banyak makan dan karena itu meningkatkan berat

badan . Mungkin juga bahwa hubungan sebab-akibat mungkin berada di

arah yang lain (misalnya, Kelebihan berat badan dan obesitas menyebabkan

perubahan kepribadian selanjutnya). Sebagai contoh, stigmatisasi yang

sering menyertai adipositas berlebihan dapat menyebabkan perubahan

kepribadian wanita ke arah perilaku yang lebih paranoid, antisosial, atau

avoidant. Atau, hubungan dua arah mungkin ada di mana berat badan dan

kepribadian mendorong satu sama lain patologi, mungkin melalui beberapa

mekanisme yang diuraikan di atas (Mather, 2008).

Underweight menunjukkan hubungan yang signifikan dengan skizoid PD

pada wanita, dan hubungan ini mungkin juga memiliki penjelasan kausal

langsung. Misalnya, ketidaktertarikan dalam hubungan sosial dan kegiatan

46
yang menjadi ciri PD skizoid dapat menyebabkan kesempatan untuk makan

bersama dilingkungan sosial lebih sedikit pada PD skizoid. PD skizoid dapat

menyebabkan individu ini menjadi kurang berat badan. Misalnya, seperti

halnya individu dengan kebiasaan makan yang tidak teratur, individu

dengan skizoid PD mungkin tidak makan untuk kesenangan dan akibatnya

menjadi kurus (Mather, 2008).

Kontributor potensial untuk hubungan antara antisosial personal

disorder (ASPD) dan penyakit kronis adalah hubungan ASPD dengan

kelebihan berat badan dan obesitas, prevalensi yang telah meningkat tajam

selama beberapa dekade terakhir. Di antara pasien obesitas yang tidak sehat

yang datang ke klinik bedah bariatrik untuk dievaluasi untuk gastroplasti

pita vertikal, Black et al. menemukan peningkatan prevalensi DSM-III

ASPD dibandingkan dengan kontrol komunitas yang sesuai usia dan jenis

kelamin. Baru-baru ini, sebuah studi cross-sectional dari sampel populasi

umum yang besar mewakili secara nasional untuk orang dewasa AS

menemukan peluang peningkatan berat badan berlebih (indeks massa tubuh

[BMI] 25,0-29,9 kg / m2) dan obesitas ekstrem (BMI ≥ 40 kg / m2) di

antara perempuan, responden tanpa DSM-IV ASPD. Sebuah studi

longitudinal baru-baru ini dari sampel komunitas AS juga menemukan sifat-

sifat antisosial yang dilaporkan baik oleh responden atau oleh ibu mereka

tentang mereka pada usia rata-rata 14 hingga 22 tahun secara signifikan,

obesitas (BMI) ≥ 30 kg / m2) pada usia rata-rata 33 tahun di antara

responden tanpa riwayat obesitas sebelumnya. Demikian pula, dalam sebuah

47
studi longitudinal 20 tahun di Swiss, yang awalnya dipastikan terjadi pada

awal masa dewasa, sifat-sifat antisosial secara signifikan terkait dengan

kelebihan berat badan (BMI> 25 kg / m2) (Goldstein, 2008).

Sementara studi longitudinal yang dikutip sebelumnya menunjukkan

prediksi kelebihan berat badan dengan antisosialitas. Oleh karena itu, ada

kemungkinan bahwa kelebihan berat badan atau konsekuensinya, termasuk

karena ejekan atau bullying terkait berat badan, dapat memprediksi atau

berkontribusi pada ASPD, khususnya di antara sekelompok perempuan. Di

A.S. dan di antara budaya barat lainnya, norma-norma sosial dan tekanan

terhadap ukuran badan ditujukann secara tidak proporsional terhadap

perempuan. Anak perempuan usia sekolah dan remaja yang kelebihan berat

badan atau obesitas, melaporkan bahwa mereka lebih sering diejek terkait

berat badannya oleh anggota keluarga, atau oleh teman sebaya dan anggota

keluarga, dan lebih sering melaporkan menjadi korban bullying, daripada

anak laki-laki dengan BMI serupa. Namun ejekan terkait berat badan

dikaitkan dengan perasaan terhadap kepuasan mengenai proporsi tubuh

yang rendah, harga diri yang rendah, gejala depresi, dan bunuh diri, dengan

derajat yang hampir sama, di antara remaja dari kedua jenis kelamin.

Individu yang mengalami trauma fisik atau emosional mungkin

“mengadopsi” perilaku antisosial sebagai sarana mencari keselamatan.

Namun demikian, sepengetahuan kami, kontribusi “menjadi bahan ejekan”

atau bullying yang berhubungan dengan berat badan pada prediksi atau

penyebab perilaku ASPD belum diselidiki pada individu yang kelebihan

48
berat badan atau obesitas dari kedua jenis kelamin. Peningkatan paritas

dikaitkan dengan peningkatan massa tubuh pada wanita. Status sosial

ekonomi rendah, kondisi lingkungan dan sekolah, dan kejadian paparan

terhadap kekerasan dan kejahatan telah dikaitkan dengan perilaku antisosial

pada masa kanak-kanak dan remaja (Goldstein, 2008).

BAB V
SIMPULAN

49
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara IMT terhadap sindrom klinis MCMI-III dengan p-
value masing-masing p-value masing-masing yaitu anxiety (0,136),
somatoform (0,670), bipolar: manic (0,133), dysthymia (0,471), alcohol
dependence (0,694), major depression (0,836) dan delusional disorder (0,811).
Selain itu, terdapat karakteristik yang tidak dapat dianalisis dikarenakan
responden tidak memiliki sindrom klinis MCMI III (normal) yaitu sindrom
drug dependence, post-traumatic disorder dan thought disorder.

B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut
diharapkan agar dapat meningkatkan program pemeriksaan kesehatan yang
turun langsung di masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan memperbarui data penyakit yang ada di desa tersebut.

50
DAFTAR PUSTAKA

Andari, S. 2017. Pelayanan Sosial Panti Berbasis Agama dalam Merehabilitasi


Penderita Skozifrenia.Jurnal PKS 16(2):195-208.

Goldstein RB, Dawson DA, Stinson FS, Ruan WJ, Chou SP, Pickering RP, Grant
BF. 2008. Antisocial Behavioral Syndromes and Body Mass Index Among
Adults in the United States: Results from the National Epidemiologic
Survey on Alcohol and Related Conditions. Compr Psychiatry. 49 (3) : 225
– 237

Hendarto, A., Sjarif, D.R. 2011. Antropometri Anak dan Remaja. Dalam Buku
Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Editor Sjarif, D.R., Lestari,
E.D., Mexitalia, M., Nasar, S.S. Edisi satu. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta

Irawan, P.D.S., Soetjiningsih, Windiani, I.T., Adnyana, I.G.A., Ardjana, I.E.


2016. Skrining Stres Pascatrauma pada Remaja dengan Menggunakan Post-
Traumatic Stress Disorder Reaction Index. Sari Pediatri 17(6):441-445.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang RI Nomor 18


Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

Ludong, D.H. 2015. Pengaruh Therapy Community Terhadap Perbaikan


Kepribadian Pengguna Amphetamine. Makassar: Sulawesi Selatan

Marevia MS, Mauliza, Husna CA. 2018. Perbedaan Masalah Psikososial Antara
Anak Obesitas dan Gizi Normal di SD Negeri 1 Banda Sakit Kota
Lhokseumawe. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh.

51
Mather AA, Cox BJ, Enns MW, Sareen J. 2008. Associations Between Body
Weight and Personality Disorder in a Nationally Representative Sample.
Psychosomatic Medicine. 70 : 1012 – 1019

Mitayani. Sartika, W. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta

Muzaiyanah. 2014. Gangguan Berbahasa. Wardah 27(15):59-66.

Nurulina. 2013. Kontrol Diri pada Pecandu Alkohol. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rucklidge JJ, Mulder RT. 2015. Could Nutrition Help Behaviours Associated
with Personality Disorders? A Narrative Review. Personality and Mental
Health. 10 (3) : 1 - 9

Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta

Sudira, P.G., Saraswati, M.R. 2017. Buku Panduan Belajar - Ilmu Kedokteran
Jiwa. Denpasar: Udayana University Press.

Sudira, P.G., Saraswati, M.R. 2017. Buku Panduan Belajar - Ilmu Kedokteran
Jiwa. Denpasar: Udayana University Press.

Supariasa, B.B., Ibnu F. 2012. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta

Supariasa, B.B., Ibnu F. 2012. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta

Tarigan, T.J.E., Utami, Y. 2014. Penilaian Status Gizi. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor Setiati, S., Idrus, A., Sudoyo, A.W., Simadibrata,
M., Setiyohadi, B., Syam, A.F. Jilid I Edisi VI. InternaPublishing. Jakarta

52
Yanuar, R. 2012. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gangguan
Jiwa di Desa Paringan Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo.
Surabaya: UNAIR.

53
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

Kegiatan Pembukaan Bakti Sosial di Balai Desa Bajo Indah, Kecamatan Soropia,
Kabupaten Konawe

Kegiatan Pemeriksaan Kesehatan

Kegiatan Pengisian Kuisioner MCMI-III

54
Lampiran 2. Hasil Analisis Data Menggunakan Software SPSS 25
1. ANALISIS UNIVARIAT
a. Umur

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Remaja Akhir (<25 tahun) 5 6.1 6.1 6.1

Dewasa Awal (26-35 tahun) 23 28.0 28.0 34.1

Dewasa Akhir (36-45 tahun) 19 23.2 23.2 57.3

Lansia Awal (46-55 tahun) 14 17.1 17.1 74.4

Lansia Akhir (>55 tahun) 21 25.6 25.6 100.0

Total 82 100.0 100.0

b. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Laki-Laki 50 61.0 61.0 61.0

Perempuan 32 39.0 39.0 100.0

Total 82 100.0 100.0

c. Pekerjaan

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Nelayan 58 70.7 70.7 70.7

IRT 21 25.6 25.6 96.3

Tidak Bekerja 1 1.2 1.2 97.6

7 2 2.4 2.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

55
d. Keluhan Utama

Keluhan Utama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Sakit Kepala 32 39.0 39.0 39.0

Nyeri Ulu Hati 26 31.7 31.7 70.7

Nyeri Lutut 13 15.9 15.9 86.6

Tegang Leher 4 4.9 4.9 91.5

Batuk 2 2.4 2.4 93.9

Nyeri Sendi 1 1.2 1.2 95.1

Tidak Ada Keluhan 4 4.9 4.9 100.0

Total 82 100.0 100.0

e. Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid SD 47 57.3 57.3 57.3

SMP 17 20.7 20.7 78.0

SMA 12 14.6 14.6 92.7

Tidak Sekolah 5 6.1 6.1 98.8

5 1 1.2 1.2 100.0

Total 82 100.0 100.0

f. Status Pernikahan

56
Status Pernikahan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Sudah Menikah 72 87.8 87.8 87.8

Belum Menikah 10 12.2 12.2 100.0

Total 82 100.0 100.0


g. Tekanan Darah

Tekanan Darah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Normal 38 46.3 46.3 46.3

Hipertensi Gr I 20 24.4 24.4 70.7

Hipertensi Gr II 24 29.3 29.3 100.0

Total 82 100.0 100.0

h. Indeks Masa Tubuh

Indeks Massa Tubuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent

Valid Normal 58 70.7 70.7 70.7

Overweight 21 25.6 25.6 96.3

Obesitas 3 3.7 3.7 100.0

Total 82 100.0 100.0

57
2. ANALISIS BIVARIAT
a. Jenis Kelamin terhadap Sindrom Klinis MCMI III
1) Jenis Kelamin – Anxietas

Crosstab

Sindroma Klinis Anxiety

Kurang Total
Normal Menonjol
Menonjol

Jenis Laki-Laki Count 31 15 4 50


Kelamin % within Jenis
62.0% 30.0% 8.0% 100.0%
Kelamin

% within Sindroma
57.4% 68.2% 66.7% 61.0%
Klinis Anxiety

% of Total 37.8% 18.3% 4.9% 61.0%

Perempua Count 23 7 2 32
n % within Jenis
71.9% 21.9% 6.2% 100.0%
Kelamin

% within Sindroma
42.6% 31.8% 33.3% 39.0%
Klinis Anxiety

% of Total 28.0% 8.5% 2.4% 39.0%

Total Count 54 22 6 82

% within Jenis
65.9% 26.8% 7.3% 100.0%
Kelamin

% within Sindroma
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Klinis Anxiety

% of Total 65.9% 26.8% 7.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .851a 2 .654


Likelihood Ratio .862 2 .650
Linear-by-Linear Association .670 1 .413
N of Valid Cases 82

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,34.

58
2) Jenis Kelamin – Somatoform

Crosstab

Sindroma Klinis Somatoform

Kurang Total
Normal Menonjol
Menonjol

Jenis Laki-Laki Count 48 1 1 50


Kelamin % within Jenis
96.0% 2.0% 2.0% 100.0%
Kelamin

% within Sindroma
63.2% 25.0% 50.0% 61.0%
Klinis Somatoform

% of Total 58.5% 1.2% 1.2% 61.0%

Perempua Count 28 3 1 32
n % within Jenis
87.5% 9.4% 3.1% 100.0%
Kelamin

% within Sindroma
36.8% 75.0% 50.0% 39.0%
Klinis Somatoform

% of Total 34.1% 3.7% 1.2% 39.0%

Total Count 76 4 2 82

% within Jenis
92.7% 4.9% 2.4% 100.0%
Kelamin

% within Sindroma
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Klinis Somatoform

% of Total 92.7% 4.9% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.429a 2 .297


Likelihood Ratio 2.389 2 .303
Linear-by-Linear Association 1.305 1 .253
N of Valid Cases 82

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,78.

59
3) Jenis Kelamin – Bipolar: Manic

Crosstab

Sind Klinis Bipolar


Manik
Total
Kurang
Normal
menonjol

Jenis Laki-Laki Count 50 0 50


Kelami % within Jenis Kelamin 100.0% .0% 100.0%
n
% within Sind Klinis Bipolar Manik 64.9% .0% 61.0%

% of Total 61.0% .0% 61.0%

Perempua Count 27 5 32
n % within Jenis Kelamin 84.4% 15.6% 100.0%

% within Sind Klinis Bipolar Manik 35.1% 100.0% 39.0%

% of Total 32.9% 6.1% 39.0%

Total Count 77 5 82

% within Jenis Kelamin 93.9% 6.1% 100.0%

% within Sind Klinis Bipolar Manik 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 93.9% 6.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df
(2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 8.320a 1 .004


Continuity Correctionb 5.815 1 .016
Likelihood Ratio 9.924 1 .002
Fisher's Exact Test .007 .007
Linear-by-Linear
8.218 1 .004
Association
N of Valid Casesb 82

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,95.
b. Computed only for a 2x2 table

60
4) Jenis Kelamin – Dysthymia

Crosstab

Sind Klinis Dysthimia

Kurang Total
Normal
Menonjol

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 35 15 50

% within Jenis Kelamin 70.0% 30.0% 100.0%

% within Sind Klinis


53.8% 88.2% 61.0%
Dysthimia

% of Total 42.7% 18.3% 61.0%

Perempuan Count 30 2 32

% within Jenis Kelamin 93.8% 6.2% 100.0%

% within Sind Klinis


46.2% 11.8% 39.0%
Dysthimia

% of Total 36.6% 2.4% 39.0%

Total Count 65 17 82

% within Jenis Kelamin 79.3% 20.7% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0%
Dysthimia

% of Total 79.3% 20.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df
(2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 6.697a 1 .010


Continuity Correctionb 5.330 1 .021
Likelihood Ratio 7.653 1 .006
Fisher's Exact Test .011 .008
Linear-by-Linear
6.616 1 .010
Association
N of Valid Casesb 82

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,63.
b. Computed only for a 2x2 table

61
5) Jenis Kelamin – Alcohol Dependence

Crosstab

Sind Klinis Alcohol Dependence

Kurang Total
Normal Normal
Menonjol

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 36 12 2 50

% within Jenis Kelamin 72.0% 24.0% 4.0% 100.0%

% within Sind Klinis


53.7% 92.3% 100.0% 61.0%
Alcohol Dependence

% of Total 43.9% 14.6% 2.4% 61.0%

Perempuan Count 31 1 0 32

% within Jenis Kelamin 96.9% 3.1% .0% 100.0%

% within Sind Klinis


46.3% 7.7% .0% 39.0%
Alcohol Dependence

% of Total 37.8% 1.2% .0% 39.0%

Total Count 67 13 2 82

% within Jenis Kelamin 81.7% 15.9% 2.4% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Alcohol Dependence

% of Total 81.7% 15.9% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 8.121a 2 .017


Likelihood Ratio 10.133 2 .006
Linear-by-Linear Association 7.541 1 .006
N of Valid Cases 82

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,78.

62
6) Jenis Kelamin – Drug Dependence

Crosstab

Sind Klinis Drug


Dependence Total
Normal

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 50 50

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


61.0% 61.0%
Dependence

% of Total 61.0% 61.0%

Perempuan Count 32 32

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


39.0% 39.0%
Dependence

% of Total 39.0% 39.0%

Total Count 82 82

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


100.0% 100.0%
Dependence

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because Sind Klinis Drug Dependence is a constant.

63
7) Jenis Kelamin – Post-Traumatic Stress

Crosstab

Sind Klinis Post-


Traumatic
Total
Stress

Normal

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 50 50

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


61.0% 61.0%
Traumatic Stress

% of Total 61.0% 61.0%

Perempuan Count 32 32

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


39.0% 39.0%
Traumatic Stress

% of Total 39.0% 39.0%

Total Count 82 82

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


100.0% 100.0%
Traumatic Stress

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because Sind Klinis Post-Traumatic Stress is a constant.

8) Jenis Kelamin – Thought Disorder

64
Crosstab

Sind Klinis
Thought
Total
Disorder

Normal

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 50 50

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


61.0% 61.0%
Disorder

% of Total 61.0% 61.0%

Perempuan Count 32 32

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


39.0% 39.0%
Disorder

% of Total 39.0% 39.0%

Total Count 82 82

% within Jenis Kelamin 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


100.0% 100.0%
Disorder

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because Sind Klinis Thought Disorder is a constant.

9) Jenis Kelamin – Major Depression


Crosstab

Sind Klinis Major Depression Total

65
Kurang Menonjo
Normal
Menonjol l

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 45 4 1 50

% within Jenis Kelamin 90.0% 8.0% 2.0% 100.0%

% within Sind Klinis


60.0% 80.0% 50.0% 61.0%
Major Depression

% of Total 54.9% 4.9% 1.2% 61.0%

Perempuan Count 30 1 1 32

% within Jenis Kelamin 93.8% 3.1% 3.1% 100.0%

% within Sind Klinis


40.0% 20.0% 50.0% 39.0%
Major Depression

% of Total 36.6% 1.2% 1.2% 39.0%

Total Count 75 5 2 82

% within Jenis Kelamin 91.5% 6.1% 2.4% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Major Depression

% of Total 91.5% 6.1% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .892a 2 .640


Likelihood Ratio .964 2 .617
Linear-by-Linear Association .091 1 .763
N of Valid Cases 82

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,78.

10) Jenis Kelamin – Delusional Disorder

Crosstab

66
Sind Klinis Delusional
Disorder Total
Normal Menonjol

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 50 0 50

% within Jenis Kelamin 100.0% .0% 100.0%

% within Sind Klinis


61.7% .0% 61.0%
Delusional Disorder

% of Total 61.0% .0% 61.0%

Perempuan Count 31 1 32

% within Jenis Kelamin 96.9% 3.1% 100.0%

% within Sind Klinis


38.3% 100.0% 39.0%
Delusional Disorder

% of Total 37.8% 1.2% 39.0%

Total Count 81 1 82

% within Jenis Kelamin 98.8% 1.2% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0%
Delusional Disorder

% of Total 98.8% 1.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df
(2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.582a 1 .209


Continuity Correctionb .051 1 .821
Likelihood Ratio 1.901 1 .168
Fisher's Exact Test .390 .390
Linear-by-Linear
1.563 1 .211
Association
N of Valid Casesb 82

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,39.
b. Computed only for a 2x2 table
b. Tekanan Darah terhadap Sindrom Klinis MCMI III
1) Tekanan Darah – Anxietas

67
Crosstab

Sindroma Klinis Anxiety

Kurang Menonjo Total


Normal
Menonjol l

Tekanan Normal Count 26 7 5 38


Darah % within Tekanan
68.4% 18.4% 13.2% 100.0%
Darah

% within Sindroma
48.1% 31.8% 83.3% 46.3%
Klinis Anxiety

% of Total 31.7% 8.5% 6.1% 46.3%

Hipertensi Gr Count 15 5 0 20
I % within Tekanan
75.0% 25.0% .0% 100.0%
Darah

% within Sindroma
27.8% 22.7% .0% 24.4%
Klinis Anxiety

% of Total 18.3% 6.1% .0% 24.4%

Hipertensi Gr Count 13 10 1 24
II % within Tekanan
54.2% 41.7% 4.2% 100.0%
Darah

% within Sindroma
24.1% 45.5% 16.7% 29.3%
Klinis Anxiety

% of Total 15.9% 12.2% 1.2% 29.3%

Total Count 54 22 6 82

% within Tekanan
65.9% 26.8% 7.3% 100.0%
Darah

% within Sindroma
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Klinis Anxiety

% of Total 65.9% 26.8% 7.3% 100.0%

68
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.346a 4 .119


Likelihood Ratio 8.387 4 .078
Linear-by-Linear Association .003 1 .953
N of Valid Cases 82

a. 3 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,46.

2) Tekanan Darah – Somatoform

Crosstab

Sindroma Klinis Somatoform

Kurang Menonjo Total


Normal
Menonjol l

Tekanan Normal Count 32 4 2 38


Darah % within Tekanan
84.2% 10.5% 5.3% 100.0%
Darah

% within Sindroma
42.1% 100.0% 100.0% 46.3%
Klinis Somatoform

% of Total 39.0% 4.9% 2.4% 46.3%

Hipertensi Gr Count 20 0 0 20
I % within Tekanan
100.0% .0% .0% 100.0%
Darah

% within Sindroma
26.3% .0% .0% 24.4%
Klinis Somatoform

% of Total 24.4% .0% .0% 24.4%

Hipertensi Gr Count 24 0 0 24
II % within Tekanan
100.0% .0% .0% 100.0%
Darah

% within Sindroma
31.6% .0% .0% 29.3%
Klinis Somatoform

% of Total 29.3% .0% .0% 29.3%

Total Count 76 4 2 82

69
% within Tekanan
92.7% 4.9% 2.4% 100.0%
Darah

% within Sindroma
100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Klinis Somatoform

% of Total 92.7% 4.9% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.496a 4 .112


Likelihood Ratio 9.781 4 .044
Linear-by-Linear Association 6.027 1 .014
N of Valid Cases 82

a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,49.

3) Tekanan Darah – Bipolar: Manic

Crosstab

Sind Klinis Bipolar


Manik
Total
Kurang
Normal
menonjol

Tekanan Darah Normal Count 36 2 38

% within Tekanan Darah 94.7% 5.3% 100.0%

% within Sind Klinis


46.8% 40.0% 46.3%
Bipolar Manik

% of Total 43.9% 2.4% 46.3%

Hipertensi Gr I Count 19 1 20

% within Tekanan Darah 95.0% 5.0% 100.0%

% within Sind Klinis


24.7% 20.0% 24.4%
Bipolar Manik

% of Total 23.2% 1.2% 24.4%

Hipertensi Gr Count 22 2 24
II % within Tekanan Darah 91.7% 8.3% 100.0%

70
% within Sind Klinis
28.6% 40.0% 29.3%
Bipolar Manik

% of Total 26.8% 2.4% 29.3%

Total Count 77 5 82

% within Tekanan Darah 93.9% 6.1% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0%
Bipolar Manik

% of Total 93.9% 6.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .298a 2 .862


Likelihood Ratio .282 2 .868
Linear-by-Linear Association .165 1 .684
N of Valid Cases 82

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,22.

4) Tekanan Darah – Dysthymia

Crosstab

Sind Klinis Dysthimia

Kurang Total
Normal
Menonjol

Tekanan Darah Normal Count 30 8 38

% within Tekanan Darah 78.9% 21.1% 100.0%

% within Sind Klinis


46.2% 47.1% 46.3%
Dysthimia

% of Total 36.6% 9.8% 46.3%

Hipertensi Gr I Count 16 4 20

% within Tekanan Darah 80.0% 20.0% 100.0%

% within Sind Klinis


24.6% 23.5% 24.4%
Dysthimia

% of Total 19.5% 4.9% 24.4%

71
Hipertensi Gr II Count 19 5 24

% within Tekanan Darah 79.2% 20.8% 100.0%

% within Sind Klinis


29.2% 29.4% 29.3%
Dysthimia

% of Total 23.2% 6.1% 29.3%

Total Count 65 17 82

% within Tekanan Darah 79.3% 20.7% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0%
Dysthimia

% of Total 79.3% 20.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .009a 2 .995


Likelihood Ratio .009 2 .995
Linear-by-Linear Association .002 1 .964
N of Valid Cases 82

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,15.

5) Tekanan Darah – Alcohol Dependence

Crosstab

Sind Klinis Alcohol


Dependence
Total
Kurang
Normal Normal
Menonjol

Tekanan Normal Count 30 6 2 38


Darah % within Tekanan
78.9% 15.8% 5.3% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


44.8% 46.2% 100.0% 46.3%
Alcohol Dependence

% of Total 36.6% 7.3% 2.4% 46.3%

Count 17 3 0 20

72
Hipertensi Gr % within Tekanan
85.0% 15.0% .0% 100.0%
I Darah

% within Sind Klinis


25.4% 23.1% .0% 24.4%
Alcohol Dependence

% of Total 20.7% 3.7% .0% 24.4%

Hipertensi Gr Count 20 4 0 24
II % within Tekanan
83.3% 16.7% .0% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


29.9% 30.8% .0% 29.3%
Alcohol Dependence

% of Total 24.4% 4.9% .0% 29.3%

Total Count 67 13 2 82

% within Tekanan
81.7% 15.9% 2.4% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Alcohol Dependence

% of Total 81.7% 15.9% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.405a 4 .662


Likelihood Ratio 3.166 4 .531
Linear-by-Linear Association .883 1 .347
N of Valid Cases 82

a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,49.

6) Tekanan Darah – Drug Dependence

73
Crosstab

Sind Klinis
Drug
Total
Dependence

Normal

Tekanan Darah Normal Count 38 38

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


46.3% 46.3%
Dependence

% of Total 46.3% 46.3%

Hipertensi Gr I Count 20 20

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


24.4% 24.4%
Dependence

% of Total 24.4% 24.4%

Hipertensi Gr II Count 24 24

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


29.3% 29.3%
Dependence

% of Total 29.3% 29.3%


Total Count 82 82

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


100.0% 100.0%
Dependence

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because Sind Klinis Drug Dependence is a constant.

7) Tekanan Darah – Post-Traumatic Stress

74
Crosstab

Sind Klinis
Post-Traumatic
Total
Stress

Normal

Tekanan Darah Normal Count 38 38

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


46.3% 46.3%
Traumatic Stress

% of Total 46.3% 46.3%

Hipertensi Gr I Count 20 20

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


24.4% 24.4%
Traumatic Stress

% of Total 24.4% 24.4%

Hipertensi Gr II Count 24 24

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


29.3% 29.3%
Traumatic Stress

% of Total 29.3% 29.3%


Total Count 82 82

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


100.0% 100.0%
Traumatic Stress

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because Sind Klinis Post-Traumatic Stress is a constant.

8) Tekanan Darah – Thought Disorder

75
Crosstab

Sind Klinis
Thought
Total
Disorder

Normal

Tekanan Darah Normal Count 38 38

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis


46.3% 46.3%
Thought Disorder

% of Total 46.3% 46.3%

Hipertensi Gr I Count 20 20

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis


24.4% 24.4%
Thought Disorder

% of Total 24.4% 24.4%

Hipertensi Gr II Count 24 24

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis


29.3% 29.3%
Thought Disorder

% of Total 29.3% 29.3%

Total Count 82 82

% within Tekanan Darah 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis


100.0% 100.0%
Thought Disorder

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because Sind Klinis Thought Disorder is a constant.


9) Tekanan Darah – Major Depression

76
Crosstab

Sind Klinis Major Depression

Kurang Menonjo Total


Normal
Menonjol l

Tekanan Normal Count 33 3 2 38


Darah % within Tekanan
86.8% 7.9% 5.3% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


44.0% 60.0% 100.0% 46.3%
Major Depression

% of Total 40.2% 3.7% 2.4% 46.3%

Hipertensi Gr Count 19 1 0 20
I % within Tekanan
95.0% 5.0% .0% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


25.3% 20.0% .0% 24.4%
Major Depression

% of Total 23.2% 1.2% .0% 24.4%

Hipertensi Gr Count 23 1 0 24
II % within Tekanan
95.8% 4.2% .0% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


30.7% 20.0% .0% 29.3%
Major Depression

% of Total 28.0% 1.2% .0% 29.3%

Total Count 75 5 2 82

% within Tekanan
91.5% 6.1% 2.4% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Major Depression

% of Total 91.5% 6.1% 2.4% 100.0%

77
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.870a 4 .580


Likelihood Ratio 3.635 4 .458
Linear-by-Linear Association 2.507 1 .113
N of Valid Cases 82

a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,49.

10) Tekanan Darah – Delusional Disorder

Crosstab

Sind Klinis Delusional


Disorder Total
Normal Menonjol

Tekanan Darah Normal Count 37 1 38

% within Tekanan
97.4% 2.6% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


45.7% 100.0% 46.3%
Delusional Disorder

% of Total 45.1% 1.2% 46.3%

Hipertensi Gr I Count 20 0 20

% within Tekanan
100.0% .0% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


24.7% .0% 24.4%
Delusional Disorder

% of Total 24.4% .0% 24.4%

Hipertensi Gr Count 24 0 24
II % within Tekanan
100.0% .0% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


29.6% .0% 29.3%
Delusional Disorder

% of Total 29.3% .0% 29.3%

Total Count 81 1 82

78
% within Tekanan
98.8% 1.2% 100.0%
Darah

% within Sind Klinis


100.0% 100.0% 100.0%
Delusional Disorder

% of Total 98.8% 1.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.172a 2 .556


Likelihood Ratio 1.553 2 .460
Linear-by-Linear Association 1.070 1 .301
N of Valid Cases 82

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,24.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Indeks Massa Tubuh *


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Sindroma Klinis Anxiety

Indeks Massa Tubuh *


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Sindroma Klinis Somatoform

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Bipolar Manik

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Dysthimia

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Alcohol Dependence

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Drug Dependence

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Post-Traumatic Stress

79
Indeks Massa Tubuh * Sind
82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Thought Disorder

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Major Depression

Indeks Massa Tubuh * Sind


82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Klinis Delusional Disorder

Indeks Massa Tubuh * Sindroma Klinis Anxiety

Crosstab

Sindroma Klinis Anxiety Total

Normal Kurang Menonjol Menonjol

Indeks Massa Normal Count 40 14 4 58


Tubuh
% within Indeks Massa Tubuh 69.0% 24.1% 6.9% 100.0%

% within Sindroma Klinis Anxiety 74.1% 63.6% 66.7% 70.7%

% of Total 48.8% 17.1% 4.9% 70.7%

Overweight Count 14 6 1 21

% within Indeks Massa Tubuh 66.7% 28.6% 4.8% 100.0%

80
% within Sindroma Klinis Anxiety 25.9% 27.3% 16.7% 25.6%

% of Total 17.1% 7.3% 1.2% 25.6%

Obesitas Count 0 2 1 3

% within Indeks Massa Tubuh .0% 66.7% 33.3% 100.0%

% within Sindroma Klinis Anxiety .0% 9.1% 16.7% 3.7%

% of Total .0% 2.4% 1.2% 3.7%

Total Count 54 22 6 82

% within Indeks Massa Tubuh 65.9% 26.8% 7.3% 100.0%

% within Sindroma Klinis Anxiety 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 65.9% 26.8% 7.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 6.994a 4 .136

Likelihood Ratio 7.173 4 .127

Linear-by-Linear Association 2.431 1 .119

N of Valid Cases 82

a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,22.

81
82
Indeks Massa Tubuh * Sindroma Klinis Somatoform

Crosstab

Sindroma Klinis Somatoform

Normal Kurang Menonjol Menonjol Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 53 4 1 58

% within Indeks Massa Tubuh 91.4% 6.9% 1.7% 100.0%

% within Sindroma Klinis


69.7% 100.0% 50.0% 70.7%
Somatoform

% of Total 64.6% 4.9% 1.2% 70.7%

Overweight Count 20 0 1 21

% within Indeks Massa Tubuh 95.2% .0% 4.8% 100.0%

% within Sindroma Klinis


26.3% .0% 50.0% 25.6%
Somatoform

% of Total 24.4% .0% 1.2% 25.6%

Obesitas Count 3 0 0 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% .0% .0% 100.0%

% within Sindroma Klinis


3.9% .0% .0% 3.7%
Somatoform

% of Total 3.7% .0% .0% 3.7%

Total Count 76 4 2 82

% within Indeks Massa Tubuh 92.7% 4.9% 2.4% 100.0%

% within Sindroma Klinis 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%


Somatoform

83
% of Total 92.7% 4.9% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.357a 4 .670

Likelihood Ratio 3.457 4 .484

Linear-by-Linear Association .120 1 .729

N of Valid Cases 82

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,07.

84
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Bipolar Manik
Crosstab

Sind Klinis Bipolar Manik Total

85
Normal Kurang menonjol

Indeks Massa Tubuh Normal Count 55 3 58

% within Indeks Massa Tubuh 94.8% 5.2% 100.0%

% within Sind Klinis Bipolar


71.4% 60.0% 70.7%
Manik

% of Total 67.1% 3.7% 70.7%

Overweight Count 20 1 21

% within Indeks Massa Tubuh 95.2% 4.8% 100.0%

% within Sind Klinis Bipolar


26.0% 20.0% 25.6%
Manik

% of Total 24.4% 1.2% 25.6%

Obesitas Count 2 1 3

% within Indeks Massa Tubuh 66.7% 33.3% 100.0%

% within Sind Klinis Bipolar


2.6% 20.0% 3.7%
Manik

% of Total 2.4% 1.2% 3.7%

Total Count 77 5 82

% within Indeks Massa Tubuh 93.9% 6.1% 100.0%

% within Sind Klinis Bipolar


100.0% 100.0% 100.0%
Manik

% of Total 93.9% 6.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.039a 2 .133

Likelihood Ratio 2.189 2 .335

Linear-by-Linear Association 1.311 1 .252

N of Valid Cases 82

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,18.

86
87
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Dysthimia

Crosstab

Sind Klinis Dysthimia

Normal Kurang Menonjol Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 48 10 58

% within Indeks Massa Tubuh 82.8% 17.2% 100.0%

% within Sind Klinis Dysthimia 73.8% 58.8% 70.7%

% of Total 58.5% 12.2% 70.7%

Overweight Count 15 6 21

% within Indeks Massa Tubuh 71.4% 28.6% 100.0%

% within Sind Klinis Dysthimia 23.1% 35.3% 25.6%

% of Total 18.3% 7.3% 25.6%

Obesitas Count 2 1 3

% within Indeks Massa Tubuh 66.7% 33.3% 100.0%

88
% within Sind Klinis Dysthimia 3.1% 5.9% 3.7%

% of Total 2.4% 1.2% 3.7%

Total Count 65 17 82

% within Indeks Massa Tubuh 79.3% 20.7% 100.0%

% within Sind Klinis Dysthimia 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 79.3% 20.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.505a 2 .471

Likelihood Ratio 1.432 2 .489

Linear-by-Linear Association 1.439 1 .230

N of Valid Cases 82

a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,62.

89
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Alcohol Dependence

Crosstab

Sind Klinis Alcohol Dependence

Normal Kurang Menonjol Normal Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 46 11 1 58

90
% within Indeks Massa Tubuh 79.3% 19.0% 1.7% 100.0%

% within Sind Klinis Alcohol


68.7% 84.6% 50.0% 70.7%
Dependence

% of Total 56.1% 13.4% 1.2% 70.7%

Overweight Count 18 2 1 21

% within Indeks Massa Tubuh 85.7% 9.5% 4.8% 100.0%

% within Sind Klinis Alcohol


26.9% 15.4% 50.0% 25.6%
Dependence

% of Total 22.0% 2.4% 1.2% 25.6%

Obesitas Count 3 0 0 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% .0% .0% 100.0%

% within Sind Klinis Alcohol


4.5% .0% .0% 3.7%
Dependence

% of Total 3.7% .0% .0% 3.7%

Total Count 67 13 2 82

% within Indeks Massa Tubuh 81.7% 15.9% 2.4% 100.0%

% within Sind Klinis Alcohol


100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Dependence

% of Total 81.7% 15.9% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.225a 4 .694

Likelihood Ratio 2.745 4 .601

Linear-by-Linear Association .491 1 .484

N of Valid Cases 82

a. 6 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,07.

91
92
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Drug Dependence

Crosstab

Sind Klinis Drug


Dependence

Normal Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 58 58

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


70.7% 70.7%
Dependence

% of Total 70.7% 70.7%

Overweight Count 21 21

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


25.6% 25.6%
Dependence

% of Total 25.6% 25.6%

Obesitas Count 3 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

93
% within Sind Klinis Drug
3.7% 3.7%
Dependence

% of Total 3.7% 3.7%

Total Count 82 82

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Drug


100.0% 100.0%
Dependence

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a

N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because


Sind Klinis Drug Dependence is a
constant.

94
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Post-Traumatic Stress

Crosstab

Sind Klinis Post-


Traumatic Stress

Normal Total

95
Indeks Massa Tubuh Normal Count 58 58

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


70.7% 70.7%
Traumatic Stress

% of Total 70.7% 70.7%

Overweight Count 21 21

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


25.6% 25.6%
Traumatic Stress

% of Total 25.6% 25.6%

Obesitas Count 3 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


3.7% 3.7%
Traumatic Stress

% of Total 3.7% 3.7%

Total Count 82 82

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Post-


100.0% 100.0%
Traumatic Stress

% of Total 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a

N of Valid Cases 82

a. No. statistics are computed because


Sind Klinis Post-Traumatic <tres sis a
constant.

96
Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a

N of Valid Cases 82

97
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Thought Disorder

Crosstab

Sind Klinis
Thought Disorder

Normal Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 58 58

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


70.7% 70.7%
Disorder

% of Total 70.7% 70.7%

Overweight Count 21 21

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


25.6% 25.6%
Disorder

% of Total 25.6% 25.6%

Obesitas Count 3 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


3.7% 3.7%
Disorder

% of Total 3.7% 3.7%

Total Count 82 82

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% 100.0%

% within Sind Klinis Thought


100.0% 100.0%
Disorder

% of Total 100.0% 100.0%

98
Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a

N of Valid Cases 82

a. No statistics are computed because


Sind Klinis Thought Disorder is a
constant.

99
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Major Depression

Crosstab

Sind Klinis Major Depression

Normal Kurang Menonjol Menonjol Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 54 3 1 58

100
% within Indeks Massa Tubuh 93.1% 5.2% 1.7% 100.0%

% within Sind Klinis Major


72.0% 60.0% 50.0% 70.7%
Depression

% of Total 65.9% 3.7% 1.2% 70.7%

Overweight Count 18 2 1 21

% within Indeks Massa Tubuh 85.7% 9.5% 4.8% 100.0%

% within Sind Klinis Major


24.0% 40.0% 50.0% 25.6%
Depression

% of Total 22.0% 2.4% 1.2% 25.6%

Obesitas Count 3 0 0 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% .0% .0% 100.0%

% within Sind Klinis Major


4.0% .0% .0% 3.7%
Depression

% of Total 3.7% .0% .0% 3.7%

Total Count 75 5 2 82

% within Indeks Massa Tubuh 91.5% 6.1% 2.4% 100.0%

% within Sind Klinis Major


100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Depression

% of Total 91.5% 6.1% 2.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 1.445a 4 .836

Likelihood Ratio 1.558 4 .816

Linear-by-Linear Association .301 1 .584

N of Valid Cases 82

a. 7 cells (77,8%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is ,07.

101
102
Indeks Massa Tubuh * Sind Klinis Delusional Disorder

Crosstab

Sind Klinis Delusional Disorder

Normal Menonjol Total

Indeks Massa Tubuh Normal Count 57 1 58

% within Indeks Massa Tubuh 98.3% 1.7% 100.0%

% within Sind Klinis Delusional


70.4% 100.0% 70.7%
Disorder

% of Total 69.5% 1.2% 70.7%

Overweight Count 21 0 21

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% .0% 100.0%

% within Sind Klinis Delusional


25.9% .0% 25.6%
Disorder

% of Total 25.6% .0% 25.6%

Obesitas Count 3 0 3

% within Indeks Massa Tubuh 100.0% .0% 100.0%

103
% within Sind Klinis Delusional
3.7% .0% 3.7%
Disorder

% of Total 3.7% .0% 3.7%

Total Count 81 1 82

% within Indeks Massa Tubuh 98.8% 1.2% 100.0%

% within Sind Klinis Delusional


100.0% 100.0% 100.0%
Disorder

% of Total 98.8% 1.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .419a 2 .811

Likelihood Ratio .698 2 .706

Linear-by-Linear Association .369 1 .544

N of Valid Cases 82

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,04.

104

Anda mungkin juga menyukai