Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit kejiwaan adalah Gangguan jiwa merupakan kondisi kesehatan
dimana individu tersebut mengalami perubahan dalam pola pikir, emosi, atau
perilaku maupun gabungan dari ketiga perubahan tersebut (American
Phsychiatric Association. 2015). Gangguan jiwa berhubungan dengan distres
atau masalah dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau masalah keluarga. Gangguan
jiwa meliputi berbagai masalah dengan tanda gejala yang berbeda. Secara
umum, gangguan jiwa ditandai dengan beberapa kombinasi dari pola pikir
abnormal, emosi, perilaku, dan hubungan dengan yang lain (WHO).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, sehingga dapat
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor biologi
yang meliputi otak, sistem endokrin, genetik, sensori, dan faktor ibu selama
masa kehamilan, faktor psikologis yang meliputi pengalaman awal, proses
pembelajaran, dan kebutuhan dalam hidup, faktor sosial budaya yang meliputi
stratifikasi sosial, interaksi sosial, keluarga, perubahan sosial, dan sosial
budaya itu sendiri, serta yang terakhir adalah faktor lingkungan.
Menurut Kemenkes RI (2019) dalam Infodatin Kesehatan Jiwa 2019
menyebutkan bahwa jumlah masyarakat dunia yang mengalami gangguan jiwa
2 diperkirakan sekitar 450 juta jiwa. Menurut WHO (2019) perubahan
demografis yang terjadi saat ini membuat peningkatan sebesar pada jumlah
penderita gangguan jiwa yaitu sebanyak 13% dibandingkan dengan data tahun
2017. Jumlah penderita gangguan jiwa berat di Indonesia menurut Badan
Litbang Kesehatan (2018) dalam Riskesdas tahun 2018 menunjukkan nilai
tertimbang 282.654 orang. Menurut Balitbangkes (2018) dalam Rikesdas
provinsi Bali tahun 2018 jumlah penderita gangguan jiwa yang ada di Bali
yaitu tertimbang 5.559 jiwa. Menurut Balitbangkes (2018) dalam Riskesdas
Provinsi Bali tahun 2018 jumlah individu yang mengalami gangguan jiwa
dengan nilai tertimbang 815 orang, kabupaten badung merupakan kabupaten
No. 3 dengan orang yang mengalami gangguan jiwa terbanyak setelah
kabupaten Denpasar dan Buleleng. Sebagian besar pasien gangguan jiwa akan
mengalami gangguan pada fungsi kognitif dan afektifnya sehingga dapat
menimbulkan gangguan atau penurunan pada kemampuan interaksi sosialnya.
Dalam sebuah jurnal disebutkan bahwa prevalensi pasien gangguan jiwa yang
mengalami gangguan kemampuan interaksi sosial yaitu dengan persentase
sebesar 72% (Arisandy, 2017).
Gangguan kemampuan dalam interaksi sosial yang dialami oleh orang dengan
gangguan jiwa dapat menyebabkan terjadinya perasaan ingin menyendiri dan
dapat menyebabkan masalah isolasi sosial. Pasien gangguan jiwa yang
mengalami gangguan interaksi sosial yang menarik diri serta mengasingkan
diri dari pergaulan dan lingkungannya bisa mengakibatkan dampak yang
kurang baik bagi dirinya sendiri. Menurut Kirana (2018) dampak yang
ditimbulkan apabila individu yang mengalami gangguan pada kemampuan
interaksi sosialnya yang menarik diri dari lingkungan sosial sehingga
mengalami isolasi sosial, dapat menimbulkan dampak buruk bagi dirinya
sendiri. Penarikan diri yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa
memanglah tidak dapat dirasakan secara nyata oleh lingkungannya, akan
tetapi apabila tidak segera ditangani akan dapat menyebabkan gangguan-
gangguan lain seperti gangguan persepsi sensori, depresi bahkan dapat
menyebabkan keinginan untuk bunuh diri.
Dari pemaparan diatas peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan
gambaran mengenai penyakit kejiwaan, sehingga dapat memudahkan untuk
memberikan intervensi dan penanganan yang tepat dalam mengatasi gangguan
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian adalah “Bagaimanakah gejala, dampak dan faktor yang
dirasakan oleh seorang pengidap penyakit kejiwaan?”.
1.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data-data makalah ini, penulis menggunakan
metode wawancara yaitu, penulis menggunakan metode ini untuk
mendapatkan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab
langsung antara peneliti dan narasumber.
1.4 Maksud dan Tujuan Makalah
1.4.1 Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
(mengeksplanasikan) mengenai fenomena penyakit kejiwaan yang terjadi
di kalangan remaja saat ini.
1.4.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui lebih dalam pengertian penyakit kejiwaan.
b. Untuk memahami gejala yang timbul dari penyakit kejiwaan.
c. Untuk mengetahui dampak dari penyakit kejiwaan.
d. Untuk mengetahui faktor dari penyakit kejiwaan.
e. Untuk mengetahui penanganan dari penyakit kejiwaan.
BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Literatur
2.1.1 Tinjauan Tentang Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih berinteraksi
atau bertukar informasi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama dan
menjaga hubungan sosial. Komunikasi merupakan hal mendasar dalam kehidupan
manusia karena menjadi fenomena masyarakat atau pembentukan komunitas. Kata
komunikasi sendiri berasal dari bahasa latin communic dan berarti membuat
kebersamaan atau membangun rasa kebersamaan antara dua orang atau lebih.
Jadi, secara sederhana komunikasi adalah bentuk interaksi antar manusia.
Para ahli juga memberikan definisi komunikasi, seperti yang disampaikan oleh
Carl Hovland, Janis & Kelley bahwa “Komunikasi adalah proses dimana
seseorang (komunikator) menyampaikan suatu rangsangan(stimulus) (biasanya
berupa bentuk kata-kata) dengan maksud mengubah atau membentuk perilaku
orang lainnya (khalayak)”. Sedangkan menurut Harold Lasswell “Komunikasi
pada dasarnya merupakan suatu proses menjelaskan siapa, mengatakan
apa,dengan saluran apa, kepada siapa, dan dengan akibat apa atau hasil apa”. Dari
pengertian kedua ahli tersebut dapat disimpulkan lagi bahwa komunikasi adalah
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran atau
media untuk memperoleh umpan balik (feedback). Komunikasi yang hadir dalam
kehidupan manusia pada hakekatnya mempunyai tugas dan tujuan sebagai suatu
proses interaktif.
2.1.2 Tinjauan Tentang Psikologi
Selain fungsi komunikasi Onong Uchjana juga menyebutkan tujuan dari
komunikasi sebagai berikut:
1. Social Change / Social Participation
Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan akhir agar
masyarakat mau mendukung dan berpartisispasi terhadap tujuan informasi itu
disampaikan.
2. Attitude Change
Kegiatan memberikan berbagai informasi kepada masyarakat yang bertujuan
untuk mengubah sikap masyarakatnya.
3. Opinion Change
Perubahan pendapat. Memberikan informasi yang berbeda kepada masyarakat
dengan tujuan akhir agar masyarakat dapat mengubah pikiran dan persepsi mereka
tentang tujuan dari informasi yang diberikan. Misalnya informasi tentang pemilu.
4. Behavior Change
Kegiatan memberikan informasi kepada masyarakat yang dimaksudkan untuk
mengubah perilaku mereka.
2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Psikologi
Berbagai uraian diatas dapat kita pahami secara sederhana bahwa
komunikasi adalah proses interaksi antara dua individu atau lebih dan bahwa
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau manusia. Dari kedua
pengertian tersebut dapat kita artikan bahwa psikologi komunikasi adalah ilmu
yang mempelajari komunikasi manusia secara psikologis. Jalaluddin Rakhmat
mengatakan bahwa psikologi komunikasi sebagai suatu ilmu yang mempelajari
komunikasi dari aspek psikologi. Sementara itu George A. Miller menyatakan
bahwa psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan,
meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan perilaku dalam
komunikasi. Menguraikan maksudnya ialah suatu kegiatan menganalisis mengapa
komunikasi terjadi dan apa yang terjadi dalam diri individu sehingga tindakan
tersbeut dapat terjadi. Meramalkan artinya membuat generalisasi tertentu atas
perilaku yang dihubungkan dengan kondisi psikologis tertentu, agar kita dapat
meramalkan bentuk perilaku apa yang akan muncul jika suatu stimulus diberikan
kepada orang dengan karakter psikologis tertentu. Mengendalikan adalah bahwa
kita dapat melakukan campur tangan tertentu (manipulasi) jika kita menginginkan
atau tidak menginginkan suatu efek tertentu dari suatu komunikasi yang dilakukan
(Rakhmat,2015).
Dalam psikologi komunikasi, komunikasi yang dimaksud disini adalah proses
pemindahan energi dari alat-alat indera ke otak, proses penerimaan dan
pengolahan informasi, proses saling pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri
organisme dan di antara organisme. Dengan kata lain psikologi mencoba
memahami komunikasi dalam kaitannya dengan prilaku manusia dan mencoba
menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut.
Pengertian komunikasi menurut psikologi :
1. Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain
seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2. Penyampaian atau penerimaan sinyal atau pesan oleh organisme.
3. Pesan yang disampaikan.
4. Proses yang dilakukan satu sistem yang lain melalui pengaturan sinyal-
sinyal yang disampaikan (Teori Komunikasi).
5. K.Lewin “pengaruh suatu wilayah persona pada wilayah persona yang lain
sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan
pada wilayah lain.
6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Pembahasan Penyakit Kejiwaan
2.3.1 Definisi Sehat Jiwa
Sehat merupakan keadaan kondisi baik seseorang secara kondisi fisik, kondisi
mental dan social, yang dimana keadaan tersebut baik untuk seseorang itu
hidup produktif dan bebas dari penyakit atau kelemahan ( cacat ).
Kesehatan bukan hanya tentang aspek sehat secara fisik saja, tetapi juga
menyangkut aspek psikologis atau jiwa. Kesehatan Jiwa juga merupakan aspek
yang sangat penting bagi kehidupan. Kesehatan fisik dan kesehatan jiwa,
keduanya saling berhubungan dan merupakan unsur paling utama dalam
menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.
Kesehatatan jiwa merupakan keadaan seseorang secara menyeluruh tentang
keberadaan seseorang, termasuk pikiran, perasaan dan spiritualitas.
Kesehatan Jiwa ini adalah keadaan kesejahteraan emosional, psikologis dan
social yang dapat terlihat melalui hubungan yang saling terikat serta perilaku
yang efektif, konsep diri yang positif serta kestabilan emosional.
Kesehatan jiwa atau sering disebut kesehatan mental (mental hygiene) menurut
Semiun (2006), adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas, kreativitas, energi dan
dorongan yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa kepadada
kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan atau penyakit
mental (neurosis dan psikosis). Semiun (2006) menyebutkan bahwa orang yang
sehat secara mental mempunyai sikap menghargai diri sendiri, memahami dan
menerima keterbatasan diri sendiri dan keterbatasan orang lain, memahami
kenyataan bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya, dan memahami
dorongan untuk aktualisasi diri.
Kesehatan jiwa merupakan pengetahuan dan perbuatan suatu keadaan yang
bertujuan untuk memaksimalkan segala potensi, bakat dan karakteristik yang
ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan diri sendiri serta orang sekitar dan
terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Maka dari itu, jika seseorang
memiliki emosi yang tidak terkendali, kepribadian yang tidak dewasa,
ketidakmampuan untuk mengatasi tekanan hidup, dan ketidakpercayaan yang
ekstrim terhadap orang lain, dan lain sebagainya, dapat dikatakan seseorang
tersebut memiliki kesehatan jiwa yang buruk.
2.3.2 Definisi Penyakit Kejiwaan
Penyakit jiwa dapat terjadi ketika gangguan mental yang dialami tidak diatasi
dengan baik sehingga kondisi kesehatan jiwa ( mental ) semakin memburuk.
Penyakit kejiwaan atau yang biasa disebut dengan gangguan jiwa merupakan
gangguan yang mengenai satu atau lebin fungsi jiwa seseorang. Gangguan jiwa
adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi proses berpikir,
perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderitanya dan keluarganya.
Gangguan jiwa sebenarnya sama dengan penyakit fisik lainnya, namun
gangguan jiwa jauh lebih kompleks, mulai dari kecemasan dan ketakutan yang
ringan hingga yang berat seperti sakit jiwa atau lebih dikenal sebagai gila.
Gangguan jiwa dapat menyeang siapa saja, tanpa memandang usia, ras dan
status social ekonomi seserang. Minimnya perhatian masyarakat terhadap
gangguan jiwa ini banyak mitos dan masyarakat yang percaya bahwa gangguan
jiwa dapat disebabkan oleh roh jahat dan akibat guna-guna. Kesalahpahaman
ini yang membuat penderita malu dan takut karena persepsi masyarakat tentang
seseorang yang mengalami gangguan jiwa adalah seseorang yang gila, padahal
gangguan jiwa ada berbagai jenisnya seperti Gangguan kecemasan ( Anxiety
Disorder ), Gangguan kepribadian ambang ( Bordeline Personality Disorder ),
Gangguan obsesif komplusif ( Obsessive Complusive Disorder / OCD ),
Gangguan Bipolar, Skizofrenia, dan masih banyak lagi Penyakit kejiwaan lain.
2.3.3 Gejala dan Penyebab Penyakit Kejiwaan
Gangguan jiwa dapat disebabkan dari beberapa factor yang saling berinteraksi
satu sama lain. Gejala utama dan yang paling menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur jiwa seseorang itu sendiri, tetapi penyebab utama nya dapat
meliputi badan ( Somatogenik ), lingkungan social ( Sosiogenik 0, ataupun
psikis ( Psikogenik ). Biasanya gejala tersebut tidak terdapat penyebab yang
menjadi tunggal seseorang tersebut mengalami gangguan jiwa, akan tetapi
beberapa penyebab unsur tersebut saling mempengaruhi.
Gejala gangguan jiwa bisa berbeda-beda tergantung dari jenis, kondisi dan
faktor lainnya. Gejala biasanya memengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku
seseorang. Namun secara umum, gangguan jiwa tersebut dapat menimbulkan
gejala-gejala seperti :
- Perasaan sedih berkepanjangan.
- Bingung atau tidak dapat berkonsentrasi.
- Ketakutan, kekhawatiran berlebihan, atau rasa bersalah yang ekstrem.
- Perubahan suasana hati yang ekstrim.
- Menarik diri dari bersosialisasi dengan teman atau aktivitas.
- Kelelahan parah, seperti kekurangan energi atau kesulitan tidur.
- Mengalami delusi, paranoia atau halusinasi.
- Ketidakmampuan untuk menghadapi masalah sehari-hari atau stres.
- Kesulitan memahami situasi dan berkomunikasi dengan orang.
- Masalah dengan alkohol atau penggunaan narkoba.
- Perubahan besar dalam kebiasaan makan.
- Perubahan hasrat seksual. Kemarahan, permusuhan, atau kekerasan yang
berlebihan.
- Serta yang paling parah adalah melukai diri sendiri dan adanya pikiran untuk
bunuh diri itu muncul.
Gejala yang terdapat pada gangguan jiwa tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang menjadi penyebab adanya gejala tersebut, faktor tersebut
dapat dari trauma yang dialami, lingkungan, biologis, dan psikologis.
Faktor biologi yang merupakan keturunan/genetik, masa dalam kandungan,
proses persalinan, nutrisi, riwayat trauma kepala dan adanya gangguan anatomi
dan fisiologi saraf.

Faktor psikologis yang berperan penting terhadap timbulnya gangguan jiwa


antara lain adalah interaksi dengan orang lain, intelegensia, konsep diri,
keterampilan, kreativitas, dan tingkat perkembangan emosional.

Faktor sosial yang berpengaruh yaitu stabilitas keluarga, pola asuh orang tua,
adat dan budaya, agama, tingkat ekonomi, nilai dan kepercayaan tertentu.
Dalam masyarakat modern, tuntutan masyarakat semakin meningkat dari hari
ke hari. Persaingan sangat ketat dan menjadi sulit untuk ditingkatkan serta
kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat menjadi salah satu penyebab
gangguan jiwa.

2.3.4 Jenis - Jenis Penyakit Kejiwaan


Depresi
Munculnya perasaan yang sedih dan kehilangan minat terhadap segala sesuatu.
Pasien dapat mengungkapkan bahwa mereka merasa bersalah, tidak ada
harapan, dan tidak berharga. Mudah Lelah dan nyeri di beberapa bagian tubuh
sering juga dikeluhkan oleh pasien, disertai dengan gangguan pada pola makan
dan tidur. Beberapa pasien memiliki risiko untuk bunuh diri pada gangguan ini.
Anxiety disorder adalah salah satu gangguan mental di mana pengidapnya
mengalami rasa cemas berlebih. Gangguan kecemasan mental yang ditandai
dengan perasaan khawatir, cemas, atau takut yang cukup kuat untuk
mengganggu aktivitas sehari-hari
Contoh gangguan kecemasan yaitu serangan panik, gangguan obsesif-
kompulsif, dan gangguan stres pascatrauma.
Suatu gangguan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati mulai dari
posisi terendah depresif/tertekan ke tertinggi/manik.
Penyebab pasti gangguan bipolar tidak diketahui, namun kombinasi genetika,
lingkungan, serta struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin
berperan atas terjadinya gangguan.
Gangguan kepribadian ambang
Borderline personality disorder
Gangguan mental yang ditandai dengan suasana hati, perilaku, dan hubungan
yang tak stabil. Penyebab gangguan kepribadian borderline tidak dipahami
dengan baik. Diagnosis dilakukan berdasarkan gejala.
Pikiran berlebihan (obsesi) yang menyebabkan perilaku repetitif (kompulsi).
Gangguan obsesif-kompulsif ditandai dengan pikiran tak masuk akal dan
ketakutan (obsesi) yang menyebabkan perilaku kompulsif.
Gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir,
merasakan, dan berperilaku dengan baik.
Penyebab pasti skizofrenia tidak diketahui, namun kombinasi genetika,
lingkungan, serta struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin
berperan atas terjadinya gangguan.

2.3.5 Data Statistik Penyakit Kejiwaan di Indonesia

2.4 Pembahasan Bipolar


2.4.1 Pengertian Bipolar
- Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang ditandai dengan perubahan
drastis pada suasana hati. Penderita gangguan ini bisa merasa sangat gembira
atau euforia, kemudian berubah menjadi sangat sedih. Gangguan bipolar dapat
diderita seumur hidup sehingga memengaruhi aktivitas penderitanya. Namun,
pemberian obat-obatan dan psikoterapi dapat membantu penderita untuk
menjalani aktivitasnya sehari-hari.
2.4.2 Tipe - Tipe Bipolar
Gangguan Bipolar dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu Bipolar Tipe 1 dan
Bipolar Tipe 2 dengan gejala yang berbeda.
Penderita bipolar tipe 1 mengalami perubahan mood yang sangat kontras.
Diawali dengan fase depresi selama 1-2 minggu. Kemudian diikuti oleh fase
mania sekitar 1 minggu. Akan tetapi, fase mania berlangsung lebih lama jika tidak
ditangani oleh perawatan medis.
Pada tipe 2, penderita bipolar merasakan depresi selama 1 minggu, diikuti oleh
fase hipomania (mania level rendah) yang berlangsung 4 hari. Biasanya,
hipomania hanya disadari oleh orang terdekat, seperti keluarga.
2.4.3 Fase - Fase dalam Bipolar
. Gejala bipolar fase mania
Mania dan hipomania adalah dua jenis yang berbeda. Namun, dua fase ini
memiliki gejala yang sama. Fase mania bisa dibilang lebih parah dibandingkan
hipomania. Fase ini bisa menimbulkan masalah dan memicu psikosis sehingga
penderita memerlukan rawat inap.
- Berikut gejala bipolar fase mania dan hipomania:
a. Sangat ceria, gelisah, atau tegang
b. Peningkatan aktivitas atau energi
c. Peningkatan kepercayaan diri yang berlebihan (euforia)
d. Menjadi banyak bicara
e. Punya banyak pikiran
f. Mudah teralihkan
g. Merasa tidak butuh tidur atau istirahat
h. Mengambil keputusan yang buruk
i. Nafsu makan bertambah
Fase depresif merupakan episode terendah dalam gejala bipolar. Penderita
bipolar akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Berikut gejala yang akan muncul saat fase depresif:

a. Suasana hati tertekan


b. Perasaan sangat sedih
c. Perasaan kosong
d. Merasa putus asa
e. Kehilangan minat dalam melakukan sebuah kesenangan
f. Mudah lelah dan kehilangan energi
g. Sulit tidur atau terlalu banyak tidur
h. Perilaku yang melambat
i. Merasa tidak berharga
j. Merasa bersalah yang berlebihan
k. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi
l. Berpikir untuk mencoba bunuh diri
2.4.4 Gejala dan Faktor Penyebab Bipolar
1. Gejala
- Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, Gejala dari penyebab bipolar
terdapat dua fase dalam gangguan Bipolar. Yaitu fase mania (naik) dan depresi
(turun).
2. Faktor
- Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko munculnya kelainan mental
ini, yaitu :
a. Pernah mengalami peristiwa yang membuat trauma
b. Tidak bisa mengelola stress dengan baik
c. Mengalami kecanduan obat terlarang atau minuman beralkohol
d. Ada anggota keluarga dengan kondisi yang sama

2.4.5 Pengobatan dan Perawatan Bipolar


- Perawatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan pengidap, tetapi dapat
menstabilkan perubahan suasana hati yang dialami. Perawatan yang dilakukan
juga tergantung dari kondisi seseorang. Beberapa perawatan yang biasanya
dilakukan kepada seseorang yang mengalami gangguan bipolar, antara lain:

a. Konseling. Hal ini perlu dilakukan untuk membicarakan kondisi yang


dialami dan bagaimana cara melewatinya.
b. Perubahan gaya hidup. Untuk mengurangi bertambah parahnya gejala
yang muncul, beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah berhenti mengonsumsi
alkohol dan obat-obatan terlarang. Selain itu, jangan lupa juga tidur yang cukup,
mengonsumsi makanan bergizi seimbang, penuhi kebutuhan cairan tubuh, serta
jalin hubungan yang sehat dan positif.

c. Terapi obat. Hal ini dapat dilakukan untuk menstabilkan suasana hati,
tentunya obat yang diperoleh dengan resep dari dokter. Obat-obatan ini dapat
membantu mengurangi gejala yang sedang dialami.

Pengobatan gangguan bipolar bertujuan untuk meredakan gejalanya.


Tergantung pada kondisi pasien, metode penanganan pada gangguan bipolar bisa
berupa:

1. Obat-obatan
Jenis obat yang dapat diresepkan oleh dokter untuk menangani gangguan
bipolar antara lain:

- Obat penyeimbang suasana hati, seperti carbamazepine, lamotrigine, dan


lithium
- Antikejang, seperti asam valproat, untuk mengurangi aktivitas zat di dalam
otak yang dapat memicu gejala gangguan bipolar
- Antipsikotik, seperti aripiprazole, olanzapine, quetiapine, dan risperidone
- Antidepresan, seperti fluoxetine, escitalopram, dan sertraline

2. Psikoterapi
Ada beberapa jenis psikoterapi yang dapat dilakukan untuk menangani
gangguan bipolar, yaitu:

- Interpersonal and social rhythm therapy (IPSRT)


Terapi ini bertujuan untuk mengatur pola aktivitas pasien sehari-hari, seperti
waktu untuk tidur, bangun, dan makan. Aktivitas yang konsisten diyakini bisa
mengendalikan gejala gangguan bipolar.
- Cognitive behavioral therapy (CBT)
CBT atau terapi perilaku kognitif bertujuan untuk membantu pasien dalam
mengidentifikasi dan mengatasi perilaku atau kondisi yang dapat memicu
timbulnya gejala gangguan bipolar.
- Psikoedukasi
Dokter akan memberi tahu pasien dan keluarganya hal-hal terkait kondisi yang
diderita. Dengan begitu, pasien dapat mengidentifikasi penyebab munculnya
gejala dan mencegahnya sambil tetap menjalani pengobatan.
2.5 Studi Kasus
2.5.1 Karakteristik Informan
2.5.2 Individu dengan Gangguan Bipolar
2.5.3 Pengalaman yang dirasakan dan dialami Informan sebelum di diagnosa
Bipolar
2.5.4 Pertama Kali di Diagnosa Bipolar
2.5.5 Tanggapan dan Dukungan Sosial ( Kerabat, Keluarga )
2.5.6 Penerimaan diri sebagai penyitas Bipolar
2.6 Influencer Penyitas Bipolar Disorder
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA ( wajib 5 sumber dr jurnal )
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai