Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

K DENGAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENDENGARAN
DAN PENGLIHATAN
DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 2

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh Kelompok 6

TAHIRUDDIN S.ABD DJABAR 1035181024


TRI AYU LAKSANA 1035181025
LUTFIAH 1035181010
SANTYA DILA SARI 1035181019

PROGAM STUDI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MH. THAMRIN
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah sesuatu bagian yang integral dari kesehatan menurut
World health Organisation (WHO) dalam Yosep (2010), kesehatan jiwa bukan
hanya tidak ada gangguan jiwa melainkan mengandung berbagai karakteristik
yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Sedangkan menurut undang-
undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014, menjelaskan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Gangguan kesehatan jiwa secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu orang
dengan masalah kejiwaan (ODMK) orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan/ kualitas hidup sehingga memiliki resiko
mengalami gangguan jiwa. ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan / perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia (UU No. 18 Tahun 2014).

Jumlah kasus gangguan jiwa terjadi cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan


yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan
sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi, tekanan
pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan resiko penderita gangguan jiwa.
Menurut WHO tahun 2012 terdapat 450 juta orang menderita gangguan jiwa.
Ini merupakan sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan
bahwa saat ini gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas
sampai dengan 8,5 %. Gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit
infeksi dan prevalensi yaitu kejadiannya sebesar 11,5 % ( Depkes RI, 2014).

Data Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2010 diketahui jumlah


penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa terdapat 0,17 % atau 425.000 jiwa
yang mengalami gangguan jiwa berat dan 6,0 % atau 15 juta jiwa dengan
gangguan mental emosional. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 adalah sebesar 6 % untuk usia 15 tahun ke atas /
sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti
skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk / sekitar 400. 000 orang ( Depkes RI,
2014). Prevalensi gangguan jiwa yang terdapat di daerah khusus ibu kota
jakarta yaitu sebanyak 24,3% (Depkes RI, 2014).

Lebih dari 90 % pasien dengan Skizofrenia mengalami halusinasi. Meski


halusinasinya bervariasi, tetapi sebagian besar pasien dengan Skizofrenia
mengalami halusinasi penglihatan dan halusinasi pendengaran. Di Rumah Sakit
Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan
jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%
adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. Angka terjadinya
halusinasi cukup tinggi (Mamnu’ah, 2010). Pada halusinasi seseorang merasa
bahwa ia seakan-akan menerima suatu stimulus yang sebenarnya secara objektif
stimulus tersebut tidak ada. Pada halusinasi terjadi bayangan yang jelas seperti
pada persepsi. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi pada
klien dengan gangguan jiwa terdiri dari dua faktor, yaitu faktor predisposisi (
genetika, neurobiologi neuro transmitter, abnormal perkembangan saraf, dan
psikologis) dan presipitasi ( pengolahan informasi yang berlebihan, mekanisme
penghantaran listrik abnormal tanya gejala pemicu) (Muhith, 2015).

Penanganan pasien gangguan jiwa dengan masalah utama halusinasi merupakan


tanggung jawab tenaga kesehatan khususnya tenaga medis dan paramedis
perawatan. Perawat yang berhubungan langsung dengan pasien harus
melaksanakan peranannya secara profesional serta dapat
mempertanggungjawabkan Asuhan Keperawatan yang diberikan-nya secara
ilmiah. Prinsip penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi
antara lain membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal dan
menyadari perilaku halusinasi yang dialami, melatih pasien cara cara
mengontrol halusinasi ( cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain,
melakukan kegiatan yang terjadwal dan minum obat secara teratur), melibatkan
pasien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap (Keliat dan Akemat,
2011).

Berdasarkan uraian di atas, potensi atau peluang terjadinya halusinasi yang


berulang cenderung tinggi maka penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam
tentang penanganan pasien gangguan jiwa khususnya pasien dengan masalah
halusinasi melalui Asuhan Keperawatan yang komprehensif pada pasien Tn.K
dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 2.

1.2. Rumusan masalah


Dalam asuhan keperawatan ini, penyusun membatasi ruang lingkup bahasan
dalam pelaksanaan studi kasus yaitu Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien
Tn.K dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2 secara komprehensif mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1.3.Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum studi kasus.

Penulis mampu melakukan Asuhan Keperawatan Jiwa secara komprehensif


pada pasien Tn.K dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan
pendengaran di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.
2. Tujuan Khusus studi kasus.
a. mampu melakukan pengkajian pada pasien Tn.K dengan masalah utama
halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 2.
b. mampu menegakkan diagnosa keperawatan sesuai prioritas pada pasien
Tn.K dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.

c. mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien Tn.K


dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.
d. mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Tn.K dengan
masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 2.
e. mampu melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien Tn.K
dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.
f. mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan yang diberikan pada
pasien Tn.K dengan masalah utama halusinasi penglihatan dan
pendengaran di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.
g. mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan studi
kasus dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn.K dengan
masalah utama halusinasi penglihatan dan pendengaran di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 2.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.2 Konsep Dasar Halusinasi


2.2.1 Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau sensori persepsi yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak
ada (Yudi hartono,2012).

2.2.2 Batasan Karakteristik Halusinasi


Batasan karakteristik klien dengan gangguan sensori persepsi :
Halusinasi menurut Nanda-I (2012) yaitu :
1. Perubahan dalam pola perilaku,
2. Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
3. Perubahan dalam ketajaman sensori
4. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
5. Disorientasi
6. Halusinasi
7. Hambatan Komunikasi
8. Iritabilitas
9. Konsentrasi buruk
10. Gelisah
11. Distorsi sensori

2.2.3 Tanda dan Gejala Halusinasi


Tanda dan gejala Halusinasi, halusinasi dibagi menjadi 6 tipe (Yosep, 2011) :
a. Halusinasi pendengaran
Data Subyektif:
1) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
2) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
Data objektif :
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara
2) Bicara atau tertawa sendiri
3) Marah tanpa sebab
4) Menutup telinga

b. Halusinasi penglihatan
Data Subyektif :
1) Melihat orang sudah meninggal
2) Melihat makhluk bayangan hantu atau sesuatu yang menakutkan
3) Melihat monster
Data objektif :
1) Tatapan mata pada tempat tertentu
2) Menuju kearah tertentu
3) Ketakutan pada objek yang dilihat

c. Halusinasi penghidu
Data subyektif :
1) Mencium sesuatu seperti bau darah, bau mayat
2) Sering mencium bau sesuatu
3) Sering terjadi pada klien demensia
Data objektif :
1) Ekspresi wajah seperti mencium bau sesuatu dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu

d. Halusinasi peraba
Data subyektif :
1) Klien merasakan seperti ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti
tangan, binatang kecil, makhluk halus.
2) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin,
merasakan tersengat aliran listrik.
Data objektif :
1) Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba permukaan kulit
2) Terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan

e. Halusinasi pengecap
Data subyektif :
1) Klien merasakan sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu atau
mengunyah sesuatu
Data objektif :
1) Seperti mengecap sesuatu
2) Gerakan mengunyah
3) Meludah atau muntah

f. Halusinasi kinestik
Data subyektif :
1) Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya
tidak adanya denyutan diotak, atau sensasi pembentukan urine dalam
tubuhnya, perasaan tubuh melayang diatas bumi.

2.2.4 Jenis Halusinasi


Menurut Jaya (2015) halusinasi terdiri dari 8 jenis. Penjelasan secara detail
mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) Paling sering dijumpai dapat berupa
bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih
sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya
suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara tersebut. Suara tersebut dapat dirasakan
berasal dari jauh atau dekat bahkan mungkin datang dari bagian tubuh sendiri.
Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa
ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-
kadang mendesak / memerintah untuk bebuat seperti membunuh dan merusak.
b. Halusinasi Penglihatan (visual, optik) Lebih sering terjadi pada keadaan
delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan
penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran
yang mengerikan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik) Halusinasi ini berupa mencium sesuatu bau
tetentu dirasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebgai suatu
kombinasi moral.
d. Halusnasi pengecapan (gustatorik) Walaupun jarang terjadi biasanya
bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu.
Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi perabaan (taktil) Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat
yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan
skizofrenia.
f. Halusinasi seksual / halusinasi raba Penderita merasa diraba dan diperkosa,
sring pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-
organ.
g. Halusinasi kinestik Penderita merasa badanya bergerak-gerak dalam suatu
ruang atau anggota badanya yang begerak-gerak, misalnya ’’phantom
phenomenon’’ atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak. Sering
pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat.
h. Halusinasi visceral Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.

2.4.5 Psikopatologi
Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2014), psikopatologi dari halusinasi yang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor
psikologik, fisiologik, dan lain-lain.pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan
dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila kecemasan
dapat diatur.Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya.
Pada fase Conderming klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase Conquering klien lama
kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya
terutama bila tidak menuruti perintahnya.

2.4.6 Tahapan Halusinasi


a. Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk dalam
golongan nonpsikotik. Menenangkan, ansietas tingkat sedang. Secara umum
menyenangkan. Karakteristik : Merasa bersalah dan takut serta mencoba
memusatkan pada penenangan pikiran untuk mengurangi ancietas. individu
mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan
bisa diatasi ( non psikotik). Perilaku yang teramati :
1) Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakan bibirnya tampa menimbulkan suara
3) Respon verbal yang lambat
4) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan

b. Fase II (Condeming)
Condeming merupakan pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan
termasuk dalam psikotik ringan bersifat menyalahkan, ansietas tingkat dan
Halusinasi menjijikan. Karakteristik : pengalaman sensori bersif atmenjijikan
dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali
mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan,
individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri
dari orang lain (non psikotik) Perilaku klien yang teramati :
1) Peningkatan SSO yang menunjukan ancietas. misalanya peningkatan nadi,
TD dan pernafasan
2) Penyempitan kemampuan kosentrasi
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dan realita

c. Fase III (Controlling)


Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian
jika pengalaman tersebut berakhir. (Psikotik ). Perilaku klien yang teramati
1) Lebih cendrung mengikuti petunjukyang diberikan oleh halusinasinya
dari pada menolak
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari
ansietas berat seperti: berkeringat, tremor, ketidak mampuan mengikuti
petunjuk

d. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan
jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi terapeutik ( psikotik ).
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang – teror seperti panik
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau mebunuh orang lain
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti : amuk,
agitasi, menarik diri
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

2.2.7 Penatalaksanaan
Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut kusumawati & hartono (2010)
adalah:
2.2.7.1 Anti psikotik Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai
penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat
efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses
berfikir.
Efek samping :
1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur
condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit
kepala dan kejang.
2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat
badan bertambah.
3) Sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis.
2.2.7.2 Anti Ansietas Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu. Efek samping :
1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih,
depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.
2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatal-
gatal.
2.2.7.3 Anti Depresan
Jenis: Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan, tofranil, ludiomil,
pamelor, vivacetil, surmontil.
Mekanisme kerja: Mengurangi gejala depresi, penenang.
Efek samping:
1) Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing,
ansietas, lemas, dan insomnia.
2) Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen,
diare, hepatitis, icterus
3) Retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.
2.2.7.4 Anti Maniak
Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamine
Efek samping: sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara
tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.
2.2.7.5 Anti Parkinson
Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)
Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan
ansietas, irritabilitas.

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama bagi tahap berikutnya dari
proses keperawatan. Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), setiap melakukan
pengkajian ditulis tempat pasien di rawat dan tanggal di rawat. Isi pengkajian
meliputi :
2.3.1.1 Identifikasi pasien
Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
pasien tentang: Nama pasien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan.
2.3.1.2 Keluhan utama/ alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / pasien hal yang menyebabkan pasien dan
keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang di capai.
2.3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada pasien/ keluarga, apakah pasien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan pengkajian pada
keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan:
1. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi
respon psikologis dari pasien.
2. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3. Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
4. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
5. Aspek psikososial
a. Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan pasien dan keluarga, masalah
yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola
asuh.
b. Konsep diri
1) Citra tubuh: mengenai persepsi pasien terhadap tubuhnya,
bagian yang disukai dan tidak disukai.
2) Identitas diri: status dan posisi pasien sebelum dirawat,
kepuasan pasien terhadap status dan posisinya dan kepuasan
pasien sebagai laki- laki / perempuan.
3) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan pasien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
4) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,
lingkungan dan penyakitnya.
5) Harga diri: hubungan pasien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud
harga diri rendah.
c. Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan.
Kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
e. Status mental
Nilai penampilan pasien rapi atau tidak, amati pembicaraan pasien,
aktivitas motorik pasien, alam perasaan pasien (sedih, takut,
khawatir), afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi
pasien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi dan berhitung dan berhitung, kemampuan penilaian dan
daya tilik diri.
f. Kebutuhan persiapan pulang :
a) Pasien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan kamar mandi serta membersihkan dan
merapikan pakaian.
b) Mandi pasien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan
tubuh pasien.
c) Istirahat dan tidur pasien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
d) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah minum obat.
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau pasien mengenai masalah yang dimiliki
pasien.
h. Aspek medis
Terapi yang diterima oleh pasien: TAK, terapi psikomotor, terapi
tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi,
terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi
dan perkembangan pasien supaya dapat melaksanakan sosialisasi
secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

2.3.2 Masalah Keperawatan


Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2014), masalah keperawatan dari
halusinasi adalah:
a. Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang
lain,lingkungan dan verbal)
b. Gangguan Sensori persepsi : Halusinasi
c. Isolasi Sosial

2.3.3 Diagnosa Keperawatan


Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2014), dapun diagnosa keperawatan
klien yang muncul dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
2. Isolasi sosial.
3. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal).
2.3.4 Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain,


lingkungan dan verbal).

Gangguan sensori persepsi : halusinasi.

Isolasi sosial

Gambar 2.1 Pohon Masalah, Damaiyanti dan Iskandar (2014).

2.3.5 Rencana Tindakan Keperawatan


Menurut Fitria (2012), setelah diagnosis ditegakkan, perawat melakukan
tindakan ke perawatan bukan hanya pada klien, tetapi juga keluarga.
Tindakan keperawatan klien halusinasi dan keluarganya meliputi:
2.3.5.1 Tindakan keperawatan pada klien
2.3.5.1.1 SP1P
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
2) Mengidentifikasi isi halusinasi klien
3) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan klien
halusinasi
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
7) Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8) Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam
kegiatan harian
2.3.5.1.2 SP2P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan bercakap
bersama orang lain
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian

2.3.5.1.3 SP3P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian

2.3.5.1.4 SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian

2.3.6 Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(Kusumawati dan Hartono, 2010).

2.3.7 Evaluasi
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), evaluasi keperawatan
merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :

1. Evaluasi proses (formatif) dilakukan setiap selesai melaksanakan


tindakan keperawatan.
2. Evaluasi hasil (sumatif) dilakukan dengan cara membandingkan
respons klien dengan tujuan yang telah di tentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai
pola pikir.

S = respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan.
O = respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A = analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah
baru.
P = perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons klien.

Rencana tindak lanjut dapat berupa hal-hal sebagai berikut :


1. Rencana teruskan jika masalah berubah.
2. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap ada dan semua rencana
tindakan sudah dilakukan, tetapi hasil belum memuaskan.
BAB III
TIJNAUAN KASUS

3.1.Identitas Klien
Berdasarkan hasil pengkajian yang kelompok lakukan pada tanggal 4 Maret
2019 didapatkan data: Klien bernama Tn. K, klien bertempat tinggal di
Sukabumi, umur, 34 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SD.
Klien masuk Panti Bina Laras pada bulan juli 2017.

3.2.Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Maret 2019 diperoleh data antara lain:
Klien mengatakan: alasan masuk panti karena ditangkap Satpol PP didaerah
Jakarta (lupa nama daerah) hampir 2 tahun yang lalu, saat sedang tiduran di
depan warung, lalu dibawa ke panti di Cengkareng dan di pindah ke panti Bina
Laras di Cipayung. Sebelumnya klien ditinggalkan oleh pamannya di
Pelabuhan Ratu dikarenakan suka ngamuk tanpa sebab, lalu ke Jakarta jalan
kaki tanpa tujuan.

Sebelumnya Tn. K belum pernah mengalami peyakit gangguan jiwa. Tn. K


pernah memukuli orang lain di usia ± 21 tahun. Pernah dikeluarkan dari band
karena dianggap berbeda, dan pernah ditampar oleh pamannya. Klien tidak
pernah melakukan aniaya seksual dan tindakan kriminal. Faktor penyebab Tn.
K menggalami Skizofrenia adalah depresi karena ketidak mampuan diri untuk
menjadi seseorang karekter yang Tn. K inginkan misal saat menonton video
porno Tn. K ingin menjadi tokoh tersebut.

Pemeriksaan fisik yang kelompok dapatkan meliputi tanda-tanda vital yaitu


tekanan darah 122/90mmHg, nadi, 89x/menit, suhu 36,6oC, pernafasan
20x/menit. Ukuran tinggi badan 167cm dan berat badan 63kg. Dari pengkajian
head to toe didapatkan data, kepala bentuk mesocepal, Rambut Tn. K pendek,
berwarna hitam, bersih tidak beruban. Fungsi penglihatan baik, konjungtiva
tidak anemis dan sklera anikterik. Telingan simetris kanan kiri tidak ada
serumen. Hidung tidak ada sumbatan sekret, Dada Tn. I simetris kanan-kiri.
Paru-paru, inspeksi ekspansi dada simetris kanan-kiri. Ekstermitas klien tidak
mengalami gangguan, fungsinya masih baik dan gerakannya bebas. Tn. I tidak
mengalami keluhan fisik dan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti kejang,
asma, diabetes militus, hipertensi, maupun penyakit jantung.

Berdasarkan pengkajian psikososial khusunya genogram, Tn K merupakan


anak ke 3 dari 5 bersaudara, tinggal serumah dengan kakeknya (Ayah dari
bapak klien). Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Dari pengkajian konsep diri dalam gambaran diri Tn. K mengatakan tubuhnya
sehat, bagian tubuh yang paling disukai adalah wajah sedangkan bagian tubuh
yang tidak disukai adalah gigi karena bertaring. Tn K berumur 34 tahun jenis
kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SMA berasal dari Sukabumi, Tn. K
mengatakan belum pernah menikah, berperan sebagai anak ke 3 dari 5
bersaudara dan Tn. K mengatakan pernah bekerja di pabrik pupuk. Tn. K
mengatakan ingin segera pulang ke rumah berkumpul dengan keluarga. Klien
mengatakan malu terhadap dirinya, karena orang lain menganggap dirinya
orang dengan kelainan jiwa dan pandangan hidupnya gelap.

Berdasarkan pola hubungan sosial, Tn K mengatakan orang terdekatnya adalah


pamannya. Peran serta dalam kegiatan masyarakat Tn. K mengatakan ikut
dalam kegiatan karang taruna. Hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain, Tn I mengatakan tidak ada hambatan. Nilai dan keyakinan tn. K
mengatakan beragama Islam dan jarang melaksanakan sholat dan puasa.

Berdasarkan status mental, dari pengkajian penampilan Tn. K berseragam


panti, tidak terbalik. Pembicaraan Tn. K koheren. Aktivitas motorik, klien
sehari-hari banyak menghabiskan waktu membantu bersih-bersih di panti,
mengikuti semua kegiatan di panti. Pengkajian alam perasaan, Tn. K
mengatakan ketakutan karena bayangan Soekarno, Nike Ardila dan suara yang
mengatakan “kamu orang ga punya”. Saat pengkajian , afek Tn. K tajam,
beraksi sesuai dengan stimulus. Pengkajian interaksi selama wawancara, ada
kontak mata, kooperatif, ketika diajak interaksi mau menceritakan masalahnya
kepada perawat dan tidak mempertahankan pendapatnya sendiri. Pada
pengkajian persepsi, Tn. K mengalami halusinasi penglihatan dan
pendengaran, Tn. K mengatakan saat sendiri, melamun, bahkan saat melakukan
aktivitas melihat bayangan Soekarno, Nike Ardila dan mendengar suara yang
mengatakan “Kamu orang ga punya” suara dan bayangan itu datang 5-7 kali
dalam sehari. Dalam pengkajian proses pikir, pembicaraan Tn. K tidak berbelit-
belit terkadang sirkumstansial. Pada pengkajian isi pikir, klien tidak mengalami
waham, fobia maupun obsesi.

Berdasarkan pengkajian tingkat kesadaran, Tn. K sadar penuh, mampu


mengenal, berorientasi waktu, tempat dan orang lain. Memori Tn. I tidak ada
gangguan daya ingat jangka panjang dimana Tn. K masih ingat saat Tn. K
dibawa ke panti, tidak ada gangguan daya ingat jangka pendek dimana Tn. K
masih ingat nama orang yang sudah diajak berkenalan, dan tidak ada gangguan
daya ingat saat ini dimana Tn. K ingat nama perawat yang mengajaknya bicara.
Tingkat konsentrasi Tn. I menunjukkan bahwa Tn. I tidak mampu
berkonsentrasi dan tidak fokus, tetapi Tn. I mampu menjawab penjumlahan 2
ditambah 4 hasilnya 6 dengan benar. Pada pengkajian kemampuan penilaian,
Tn. K bisa mengambil keputusan sederhana secara mandiri, mau mandi dulu
atau makan dulu, tanpa bantuan perawat untuk menganbil keputusan yang
tepat. Pengkajian daya tilik diri, Tn. K menyadari bahwa saat ini dia mengalami
gangguan jiwa halusinasi dan ingin segera sembuh.

Berdasarkan kebutuhan persiapan pulang, pada kebutuhan makan, Tn. K


mampu makan secara teratur 3 kali sehari, Tn. K makan pelan-pelan, selalu
menghabiskan makanannya, dan makan bersama-sama dengan temannya.
Pengkajian BAB dan BAK, Tn. K mampu BAB dan BAK sendiri di kamar
mandi, Tn. K BAB 1 kali sehari dan BAK ± 5 kali sehari. Tn. K mengatakan
mandi sehari 2 kali sehari dengan memakai sabun, menggosok gigi setiap
mandi, dan 2 hari sekali keramas. Tn. K mengatakan dirinya mau berpakaian
seragan Panti dan berpakaian rapi secara mandiri. Pada pola istirahat tidur, Tn.
K mengatakan mampu tidur dalam sehari 9 jam, Tn. K tidak tidur disiang hari
dan tidur malam hari dari jam 18.30 wib sampai jam 05.00 wib. Pada
pengkajian pemeliharaan kesehatan, Tn. K mengatakan tidak dapat dukungan
dari keluarga selama di panti dan jika sudah pulang, Tn. K mau minum obat
teratur dan mau memelihara kesehatannya. Tn. K mengatakan kegiatan
dirumah membantu pamannya membersikan rumah, mencuci pakaian, dan
menyapu. Tn. K mengatakan setelah pulang dari panti, Tn. K ingin kembali
bekerja.

Berdasarkan mekanisme koping, Tn. K memiliki koping maladaptif, klien suka


menyendiri dalam jangka waktu yang lama dan saat menyendiri klien senang
berkhayal tentang kejadian yang tidak mungkin terwujud didunia nyata . Pada
pengkajian masalah psikososial dan lingkungan, Tn. K tidak mendapat
dukungan dari keluarganya, tidak ada masalah saat berhubungan dengan
tetangga. Tn. K tidak malu dengan pekerjaanya sebagai buruh pabrik pupuk
dan tetapi Tn. K malam bekerja di pabrik pupuk Tn. K juga mengatakan tidak
ada masalah dengan ekonominya dan kalau sakit, klien memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada. Pada pengkajian tingkat pengetahuan, Tn. K
tidak tahu tentang penyakit jiwa, faktor pencetusnya, dan perjalanan
penyakitnya. Tn. K mengatakan obat yang diminum berwarna kuning pekat,
kuning pudar. Obat itu menyebabkan pikiran menjadi tenang. Dalam aspek
medik, Tn. I didiagnosa F.20.0 (Skizofrenia Paranoid). Terapi farmakologi
yang diberikan yaitu Clozapine 2 x 25 mg, dan triheksilfenidil 2 x 2 mg.
3.3. Perumusan Masalah Keperawatan
ANALISA DATA
Data Masalah
DS: Resiko perilaku kekerasan
- Klien mengatakan pernah
memukuli orang lain
- Klien mengatakan pernah
ditampar oleh pamannya.
- Klien mengatakan kesal dengan
suara bisikan “Kamu orang ga
punya”
DO:
- Klien menunjukan ekspresi marah
ketika berbicara isi halusinasinya.
DS: Harga diri rendah
- Klien mengatakan merasa minder
karena berbeda
- Klien mengatakan pandangan akan
masa depannya gelap
DO:

DS: Koping keluarga tidak efektif


- Klien mengatakan tidak tinggal
dengan ayahnya karena ayahnya
sibuk bekerja
- Klien mengatakan saya ditinggal
oleh paman saya dipelabuhan ratu
karena sering ngamuk
DO:

DS: Isolasi sosial


- Klien mengatakan setelah ada rasa
ketidakpuasan akan diri sendiri
menjadi lebih senang menyendiri
DO:
- Klien tidak berinisiatif interaksi
dengan orang lain
- Sering terlihat menyendiri
DS: Gangguan sensori persepsi: halusinasi
- Klien mengatakan sering melihat pendengaran dan penglihatan
bayangan presiden Soekarno dan
artis Nike Ardila.
- KLien mengatakan mendengar
suara bisikan “Kamu orang ga
punya”
DO:
- Pandangan klien tertuju pada suatu
arah
- Sesekali melamun

DS: Koping individu tidak efektif


- Klien mangatakan ketika
menghadapi masalah klien
memilih menghindar dan
menyendiri sambil mengkhyal
yang tidak mungkin terjadi
DO:
- Koping klien cenderung
maladaptive
- Klien senang menyendiri

3.3.1 Pohon Masalah


Risiko perilaku kekerasan

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi


pendengaran dan penglihatan

Isolasi sosial
3.4.Perencanaan Keperawatan
No Rencana Tindakan Keperawatan
Rasional
DX Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan
1 TUM: Kiien dapat 1. Bina hubungan saling 1.Memfasilitasi
mengontroI percaya dengan keterbukaan dalam
haIusinasi yang menggunakan prinsip mengungkapkan dan
dialaminva kornunikasi terapeutik: penyelesaian masalah
- Sapa klien dengan ramah
TUK 1 : baik verbal
Klien dapat . maupun non verbal
membina hubungan - Perkenalkan nama, nama
saling percaya panggilan dan tujuan
perawat berkenalan.
Kriteria Hasil : - Tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang
1. Setelah..... x interaksi disukai klien.
klien - Buat kontrak yang jelas
menunjukkan tanda -tanda - Tunjukkan sikap juíur dan
percaya kepada perawat: menepati janji setiap kali
 Ekspresí wajah interaksi
bersahabat. - Tunjukan sikap ernpati dan
 Menunjukkan rasa menerima apa adanya
senang. - Beri perhatian kepada klien
 Ada kontak mata. dan perhatian kebutuhan
 Mau berjabat tangan. dasar klien
 Mau menyebutkan - Tanyakan perasaan klien
nama. dan masalah
 Mau menjawab salam. yang dihadapi klien
 Mau duduk - Dengarkan dengan penuh
berdampingan dengan perhatian ekspresi perasaan
perawat. klien
 Bersedia
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : 2.1 Adakan kontak sering dan 2.1 Dengan kontak yang
Klien dapat mengenal singkat secara bertahap. sering pasien dapat
halusinasinya terhindar dari
halusinasinya
2. Setelah ..... x interaksi
klien menyebutkan: 2.2 Observasi tingkah laku 2.2 Dengan mengobservasi
- Isi klien terkait dengan pasien akan memudahkan
- Waktu halusinasinya penglihatan, dalam mencari data
- Frekunsi jika menemukan klien yang tentang halusinasi yang
- Situasi dan kondìsi sedang halusinasi : terjadi pada pasien
yang meninbulkan
halusinasi  Tanyakan apakah klien
mengalami sesuatu
(halusinasi penglihatan)
 Jika klien menjawab ya
tanvakan apa yang sedang
dialaminya
 Katakan bahwa perawat
percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat
sendiri tjdak mengalami
(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi)
 Katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang
sama.
 Katakan bahwa perawat akan
membantu klien

Jika tidak sedang berhalusinasi


klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien:
 waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore, malam) atau
sering dan kadang - kadang)
 Situasi dan kondisi yang
menimbulkan halusinasi
2. Setelah ..... x interaksi 2.3 Diskusikan dengan klien 2.3 Memfasilitasi pasien
klien menyatakan apa yang dirasakan jika untuk mengungkapkan apa
perasaan responnya saat terjadi halusinasi untuk yang dirasakan saat terjadi
mengalami halusinasi : mengunkapkan halusinasi
 Marah perasaannya.
 Takut
 Sedih 2.4 Diskusìkan dengan klien 2.4 Memfasilitasi pasien
 Senang apa yang dilakukan untuk untuk mengungkapkan apa
 Cemas mengatasi perasaan yang dilakukan saat terjadi
 Jengkel tersebut. halusinasi

2.5 Diskusikan tentang dampak 2.5 Dengan memberitahu


yang akan dialaminya bila dampak diahrapkan pasien
klien menikmati terhindar dari dampak
halusinasinya. halusinasi
TUK 3 : 3.1 Identifikasi bersama klien 3.1 Merupakan upaya
Klien dapat mengontrol cara atau tindakan yang untuk memutus siklus
halusinasinya dilakukan jika terjadi halusinasi.
ha1usinasi (tidur, marah,
3.1 Setelah…x interaksi menyibukan diri ,dll)
klien menyebutkan
tindakan yang biasnya 3.2 Diskusikan cara yang 3.2 reinforcement positif
dilakukan untuk digunakan klien, dapat meningkatkan harga
mengendalikan  Jika cara yang diri klien.
halusinasinya. digunakan adaptif beri
pujian.
3.2 Setelah...x interaksi  Jika cara yang
klien menyebutkan cara (digunakan maladaptive
baru mengontrol diskusikan kerugian cara
halusinasi tersebut

3.3 Setelah...x interaksi 3.3 Diskusikan cara baru untuk 3.3 memberi alternative
klien dapat memilih dan memutus/ mengontrol pikiran bagi klien.
memperagakan cara timbulnya halusinasi.
mengatasi halusinasi  Katakan pada diri sendiri
penglihatan bahwa ini tidak nyata (
“saya tidak mau lihat
3.4 Setelah ......x interaksi pada saat halusinasi
klien melaksanakan cara terjadi) Menemui orang
yang telah dipilih untuk lain (perawat/teman/
mengendalikan keluarga) untuk
halusinasinya menceritakan tentang
halusinasinya.
3.5 Setelah ... x pertemuan  Membuat dan
klien mengikuti terapi melaksanakan jadwal
aktivitas kelompok
kegiatan setiap hari yang
telah di susun.
 Meminta
keluarga/teman! perawat
menyapa jika sedang
berhalusinasi

3.4 Bantu klien memilih cara 3.4 Memotivasi dapat


yang sudah dianjurkan dan meningkatkan keinginan
latih untuk mencobanya. klien untuk mencoba
memilih salah satu cara
pengendalian halusinasi.

3.5 Beri kesempatan untuk 3.5 Memberi kesempatan


melakukan cara yang kepada klien untuk
dipilih dan dilatih. mencoba cara yang telah
dipilih.

3.6 Pantau pelaksanaan yang 3.6 Mengobservasi klien


telah dìpilih dan dilatih ,jika apakah sudah sesuai cara
berhasil beri pujian yang telah dipilih dan
dilatih.

3.7 Anjurkan klien mengikuti 3.7 Stimulasi persepsi


terapi aktivitas kelompok, dapat mengurangi
orientasi realita, stirnulasi perubahan interpretasi
persepsi realita klien.
TUK 4: 4.1 Buat kontrak dengan 4.1 mendapatkan bantuan
Klien dapat dukungan dari keluarga untuk pertemuan ( keluarga dalam
keluarga dalam mengontrol waktu, tempat dan topik) mengontrol halusinasi.
halusinasinya.
4.2 Diskuskan dengan keluarga 4.2 Dengan berdiskusi
4.1 Setelah...x pertemuan (pada saat pertemuan akan meningkatkan
keluarga, keluarga keluarga/kunjungan rumah) pengetahuan tentang
menyatakan setuju  Pengertian halusinasi halusinasi kepada
untuk mengikuti  Tanda dan gejala keluarga.
pertemuan dengar halusinasi
perawat  Pròses terjadinya
halusinasi
4.2 Setelah...x interaksi  Cara yang dapat
keluarga menyebutkan dilakukan klien dan
pengertian, tanda dan keluarga untuk memutus
gejala. prosés halusinasi
terjadinya halusinasi  Obat- obatan halusinasi
dan tíndakan untuk  Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi
mengendalikan di rumah (beri kegiatan,
halusinasi jangan biarkan sendiri,
makan bersama
bepergian bersarna,
memantau obat obatan
dan cara pembeniannya
untuk mengatasi
halusinasi)
 Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit
dan bagaimana cara
mencari bantuan jika
halusinasi tidak tidak
dapat.diatasi di rumah.
TUK 5: 5.1 Diskusikan dengan klien 5.1 Dengan menyebutkan
Klíen dapat memanfaatkan tentang manfaat dan dosis, frekuensi dan
obat dengan baik kerugian tidak minuin obat, manfaat obat diharapkan
nama, warna, dosis, cara, klien melaksanakan
5.1 Setelah ......x interaksi efek.terapi dan efek program pengobatan.
klien rnenyebutkan; samping penggunan obat.
 Manfaa minuin obat
Kerugían tidak 5.2 Pantau klien saat 5.2 Dengan memantau
minum obat penggunaan obat. klien saat penggunaan obat
 Nama,warna,dosis, maka perawat dapat
efek terapi dan efek mengetahui apakah pasien
samping obat sudah menggunakan obat
5.2 Setelah ........x interaksi dengan benar
klien
mendernontrasikan 5.3 Beri pujian jika klien 5.3 reinforcement positif
pengghinaan obat dgn menggunakan obat dengan dapat meningkatkan
benar benar. motivasi klien untuk
5.3 Setelah...x interaksi meminum obat dengan
klien menyebutkan benar
akibat berhenti minum
obat tanpa konsultasi 5.4 Diskusikan akibat berhenti 5.4 Program pengobatan
dokter minum obat tanpa dapat berjalan dengan
konsultasi dengai dokter lancar.

5.5 Anjurkan klien untuk 5.5 Dengan mengetahui


konsultasi kepada prinsip penggunaan obat,
dokter/perawat jika terjadi maka kemandirian klien
hal - hal yañg tidak untuk pengobatan dapat
diinginkan. ditingkatkan secara
bertahap.
3.5.Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
IMPLEMENTASI
HARI/TANGGAL DIAGNOSIS EVALUASI
KEPERAWATAN
Senin, 4 maret Gangguan 1. Membina hubungan saling S:
2019 sensori persepsi: percaya - Klien mengatakan namanya adalah khail nama
Halusinasi 2. Mengidentifikasi panjangnya Ibnu Khail dan nama aslinya adalah
pendengaran dan halusinasi (jenis, isi, Suherdi
penglihatan frekuensi, situasi, respon) - Klien mengatakan melihat bayangan presiden Soekarno
3. Mejelaskan cara dan artis Nike juga mendengar suara bisikan “Kamu
mengontrol halusinasi orang ga punya” Ardila, terjadi ketika sedang sendiri,
4. Mengajarkan cara melamun bahkan ketika melakukan aktivitas,
menghardik halusinasi - Klien mengatakan ketakutan ketika melihat bayangan
5. Menganjurkan klien tersebut dan kesal ketika mendengar suara bisikan.
memasukan kegiatan - Klien mengatkan ada 4 cara mengusir halusinasi. 1.
menghardik dalam jadwal Menghardik, 2 ngbrol dengan orang lain, 3 kegiatan, 4
kegiatan harian. obat
- “pergi-pergi saya tidak mau lihat kamu, kamu tidak
nyata kamu hanya bayangan”
- “pergi saya tidak mau dengar, kamu suara palsu, kamu
tidak nyata”

O:
- Mampu menyebutkan kembali nama perawat
- Dapat mengidentifikasi halusinasinya
- KLien mampu menyebutkan kembali cara mengontrol
halusinasi
- Klien mampu memperagakan cara menghardik
- Kooperatif
- Sesekali melamun padangan kesatu arah
- Klien terliahat kesal ketika menceritakan isi halusinasi
pendengarannya.

A: SP 1 tercapai

P: SP 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik
2. Latih klien mengendalikan halusinasi dengan becakap-
cakap dengan orang lain
3. Anjurkan klien memasukan kegiatan bercakap-cakap
dalam jadwal kegiatan harian
Selasa, 5 maret Gangguan 1. Mengevalusi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik - Klien mengatakan melakukan kegiatan menghardik
Halusinasi 2. Melatih klien sesuai jadwal, tetapi tidak selalu melakukan ketika
pendengaran dan mengendalikan halusinasi halusinasi datang, karena lupa.
penglihatan dengan cara bercakap- - Klien mengatakan kalau mendengar suara bisikan atau
cakap dengan orang lain bayangan langsung mencari teman untuk ngobrol
3. Menganjurkan klien
memasukan kegiatan O:
bercakap-cakap dalam - Klien mampu mengulang cara menghardik
jadwal kegiatan harian - Klien dapat menjelaskan cata mengontrol hausinasi
yang ke 2 dengan bercakap-cakap
- Kooperatif
- Kontak mata ada
- Sesekali terdiam

A: SP 2 tercapai
P: SP 3
1. Evaluasi kegiatan menghardik, dan bercakap-cakap
2. Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan
3. Anjurkan klien memasukan kegitan dalam jadwal
kegiatan harian
Rabu, 6 maret 2019 Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
sensori persepsi: harian menghardik dan - Klien mengatakan melakukan kegiatan menghardik dan
Halusinasi bercakap-cakap ngobrol sesuai jadwal
pendengaran dan 2. Melatih klien - Klien mengatakan kalau suara atau bayangan itu
penglihatan mengendalikan halusinasi muncul saya harus langsung menyibukan diri misalnya
dengan cara melakukan bersih-bersih
kegiatan
3. Menganjurkan klien O:
memasukan kegiatan - Klien mampu mejelaskan cara mengontrol halusinasi
dalam jadwal kegiatan ke 3 yaitu dengan melakukan kegiatan
harian - Klien dan perawat bermain ular tangga
- Kooperatif

A: SP 3 tercapai

P: SP 4
1. Evaluasi kegiatan menghardik, bercakap-cakap dan
kegiatan
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang peggunaan obat
secara teratur
3. Anjurkan klien memasukan minum obat dalam jadwal
kegiatan harian
Kamis, 7 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan mendapatkan obat THP dan
Halusinasi becakap-cakap, dan clozapine kadang dikasih yang warna biru keabuan
pendengaran dan kegiatan terjadwal - Klien mengatakan efek samping obatnya ngantu,
penglihatan 2. Memberikan pendidikan pusing, haus
kesehatan tentang - Klien mengatakan dapat obatnya satu satu pagi sama
penggunaan obat cera sore
teratur. - Klien mengatakan setelah ngobrol jadi tahu manfaat
3. Menganjurkan klien obatnya.
memasukan minum obat
dalam jadwal kegiatan O:
harian - Klien mampu menyebutkan obat yang dikonsumsinya,
dosis, waktu dan efek sampingnya
- Klien belum mampu benyebutkan 5 benar obat
- Kooperatif sirkumtansial
- Kontak mata ada
- Klien tersenyum ketika diberi reinforcement positif

A: SP 4 belum tercapai

P: SP 5
1. Evaluasi kegitan harian mengahrdik, bercakap-cakap,
kegiatan harian dan obat
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur
3. Evaluasi halusinasi
Jum’at, 8 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan obat yang dikonsumsinya adalah
Halusinasi becakap-cakap, kegiatan THP dan clozapine diminum pagi setelah sarapan dan
pendengaran dan terjadwal dan minum obat makan sore jam 5
penglihatan 2. Memberikan pendidikan - Klien mengatakan efek samping obat ngantuk, haus,
kesehatan tentang keringetan, pusing, sama badan gerak-gerak sendiri
penggunaan obat cera - Klien mengatakan ga boleh berhenti minum obat kalo
teratur. bukan dokter yang suruh kalaupun ngerasa udah ga ada
3. Mengevaluasi halusinasi halusinasi.

O:
- Klien mampu menyebutkan obat yang dikonsumsinya,
dosis, waktu, efek samping
- Klien mampu menyebutkan 5 benar obat dengan sedikit
bantuan perawat
- Kooperatif
- Memperhatikan
- Klien tersenyum senang ketika diberi reinforcement
positif

A: SP 5 tercapai

P: SP 6
1. Evaluasi kegiatan menghardik, bercakap-cakap,
kegiatan dan obat
2. Evaluasi halusinasi
Sabtu, 9 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan ada 4 cara untuk mencegah
Halusinasi becakap-cakap, kegiatan halusinasi, pertama mengardik, kedua ngobrol, ketiga
pendengaran dan terjadwal dan minum obat melakukan kegiatan, da minum obat teratur
penglihatan 2. Mengevaluasi halusinasi - Klien mengatakan melakukan menghardik ketika ada
halusinasi
- Klien mengatakan kemarin ada 6 kali halusinasi dan
melakukan 3 kali menghardik.

O:
- Kooperatif
- Klien mampu memperagakan cara menghardik
- Klien tersenyum senang ketika diberi reinforcement

A: SP 6 tercapai

P: SP 7
1. Evaluasi kegiatan menghardik, bercakap-cakap,
kegiatan dan obat
2. Evaluasi halusinasi

Senin, 11 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:


2019 sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan melakukan menghardik, kegiatan
Halusinasi becakap-cakap, kegiatan dan minum obat sesuai jadwal
pendengaran dan terjadwal dan minum obat - Klien mengatakan ada 5 kali halusinasi dan melakukan
penglihatan 2. Mengevaluasi halusinasi 5 kali menghardik

O:
- Kooperatif
- Kontak mata ada

A: SP 7 tercapai

P: SP 8 halusinasi SP 1 isolasi sosial


1. Evaluasi kegiatan harian menghardik, bercakap-cakap,
kegiatan terjadwal dan minum obat
2. Evaluasi halusinasi
3. Identifikasi penyebab isolasi sosial
4. Diskusikan dengan klien keuntungan berinteraksi
dengan orang lain
5. Diskusikan dengan klien kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
6. Ajarkan cara berkenalan dengan satu orang
7. Anjukan klien memasukan berkenalan dalam jadwal
kegiatan harian
Selasa, 12 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan melakukan menghardik, kegiatan
Halusinasi becakap-cakap, kegiatan dan minum obat sesuai jadwal
pendengaran dan terjadwal dan minum obat - Klien mengatakan ada 4 kali halusinasi dan melakukan
penglihatan 2. Mengevaluasi halusinasi 4 kali menghardik
3. Mengidentifikasi penyebab - Klien mengatakan malas ngobrol kalau ga disuruh,
Isolasi sosial isolasi sosial bingung mau ngomong apa
4. Berdiskusi dengan klien - Klien mengatakan punya teman namanya Tn. R
keuntungan berinteraksi - Keuntunganya punya teman banyak, kerugiannya jadi
dengan orang lain sedirian ga punya temen
5. Berdiskusi dengan klien - “perkenalkan mana saya Khail 34 tahun asal Sukabumi,
kerugian tidak beinteraksi Hobi saya main layang layang, nama kamu siapa? Dari
dengan orang lain mana? Hobinya apa?
6. Mengajarkan cara - Namanya suster Tri Ayu, di panggilnya suster Ayu,
berkenalan dengan satu asalnya dari Jakarta hobinya membaca buku
orang
7. Menganjurkan klien O:
memasukan berkenalan - Klien kooperatif
dalam jadwal kegiatan - Kontak mata ada
harian - Sesekali melamun ketika tidak ada kegiatan
- Tidak berinisiatif berinteraksi dengan oranglain.

A: SP 8 halusinasi dan SP 1 isolasi sosial tercapai

P: SP 9 halusinasi dan SP 2 isolasi sosial


1. Evaluasi kegiatan harian menghardik, bercakap-cakap,
kegiatan terjadwal dan minum obat
2. Evaluasi halusinasi
3. Berikan kesempatan kepada klie mempraktekan cara
bekenalan dengan satu orang
4. Lakukan terminasi tindakan keperawatan
Rabu, 13 maret 1. Mengevaluasi kegiatan - Klien mengatakan melakukan menghardik, kegiatan
2019 harian menghardik, dan minum obat sesuai jadwal
becakap-cakap, kegiatan - Klien mengatakan ada 6 kali halusinasi dan melakukan
terjadwal, minum obat dan 6 kali menghardik
berkenalan - “perkenalkan mana saya Khail 34 tahun asal Sukabumi,
2. Mengevaluasi halusinasi Hobi saya main layang layang, nama kamu siapa? Dari
mana? Hobinya apa?
3. Memberikan kesempatan - “Namanya Tn. J, dari lampung, hobinya lari.
kepada klien
mempraktekan cara DO:
berkenalan dengan satu - Klien mampu memperagakan cara bekenalan
orang - Klien berkenalan dengan satu orang
4. Menganjurkan klien - Berjabat tangan saat berkenalan
memasukan berkenalan - Kontak mata ada
dalam jadwal kegiatan - Kooperatif
harian - Tersenyum ketika diberi reinforcement
5. Melakukan terminasi
tindakan keperawatan A: SP 9 halusinasi dan SP 2 isolasi sosial tercapai

P: intervensi keperawatan dilanjutkan oleh perawat panti


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1.Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan
tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Pengumpulan data
pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,
psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,
masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam
pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn. K,
observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. K. Selain itu
keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Tn. K. Namun, disaat pengkajian tidak ada ada anggota
keluarga Tn. K yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh informasi
dari pihak keluarga.

Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada klien
dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak berdaya.
Adanya faktor ketidakberdayaan Tn. K yang ingin menjadi suatu karakter yang
diinginkannya merupakan faktor penyebab terjadinya skizofrenia. Menurut
Sunardi (2010) faktor predisposisi gangguan halusinasi dapat muncul sebagai
proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu
halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini
juga dialami Tn. K yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
dikeluarkan dari band yang Tn. K bentuk, sehingga menyebabkan Tn. K sering
menyendiri. Tn. K pernah melakukan penganiayaan dan menjadi korban kekerasan
dalam keluarga, namun tidak pernah melakukan tindakan kriminal maupun adanya
penolakan dari lingkungannya.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah
sebagai berikut: bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam
mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; bicara kacau kadang-kadang tidak
masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar-
mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan
menarik diri. Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh Tn. K seperti: Tn. K merasa
ketakutan, Tn. K mampu mandi secara mandiri tetapi belum rapi dalam berpakaian
dan berhias diri, Tn. K berbicara berbelit-belit namun sampai juga pada tujuan
pembicaraan, Tn. K merasa sedih karena ingin cepat pulang, Tn.K tidak mengalami
kecemasan tidak mengalami penumpulan pada afeknya yang bereaksi sesuai
dengan stimulus, konsentrasi Tn. K kurang, dan mengalami perubahan dalam
memecahkan masalah, dimana Tn. K suka menyendiri atau menghindar jika ada
masalah.

Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi halusinasi,
waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta respon klien
terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola
persepsi pada Tn. K, didapatkan data bahwa Tn. K mengalami halusinasi
pendengaran dan penglihatan. Tn. K mendengar suara-suara yang mengatakan
“Kamu orang ga punya” yang membuat Tn. K merasa kesal dan melihat bayangan
Soekarno dan Nike Ardila. Tn. I suara itu datang sehari 5-7 kali, pada saat Tn. K
sendirian, melamun bahkan saat melakukan ativitas.

Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi gangguan isi
pikir antara lain: waham, fobia, keadaan orang lain yang dihubungkan dengn
dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada satu ide saja. Hal ini tidak ditemukan pada
Tn. I. Menurut Videbeck (2009) penilaian pada klien gangguan halusinasi sering
kali terganggu. Klien keliru menginterprestasi lingkungan, sehingga klien tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri akan keamanan, perlindungan, dan
menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal ini tidak dialami Tn. K, Tn. K
mampu mengambil keputusan sederhana secara mandiri, tanpa perlu bantuan
perawat untuk mengambil keputusan yang tepat.

Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi adalah dengan
menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol, chlorpromazine,
triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya. Menurut ISO atau Informasi
Spesialite Obat (2015) Clozapine merupakan golongan antipsikosis yang
digunakan sebagai terapi gangguan mental, kecemasan, skizofrenia, skizoafektif,
halusinasi dan membantu mencegah keninginan bunuh diri dengan sediaan tablet
25 mg, 100 mg, injeksi: 50mg/2ml. Perawat perlu memahami efek samping yang
sering timbul oleh Clozapine seperti: mengantuk, tremor, pandangan kabur,
pusing, gangguan buang air kecil. Untuk mengatasi ini biasanya dokter
memberikan obat parkinsonisme yaitu triheksilfenidil, untuk obat anti parkinson
dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml. Terapi yang sama juga
diperoleh Tn. K setelah dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat
triheksilfenidil (thp) 2 x 2 mg, clozapine 2 x 25 mg.

4.2.Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (2009) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari
diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien
terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien
sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Menurut
Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan isolasi
sosial merupakan etiologi, gangguan sensori persepsi: halusinasi merupakan
masalah utama (core problem) sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan
akibat. Namun, pada kasus Tn. K, pada analisa data penulis lebih memprioritaskan
diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan
penglihatan. Menurut NANDA (2015) pada diagnosa gangguan sensori persepsi
halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan
dalam menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi
sensori seperti berbicara sendiri, tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak
nyata, dan mondar-mandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan penglihatan yaitu data
subyektif yang diperoleh yaitu Tn. K mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan, Tn K mendengar suara yang mengatakan “Kamu orang ga punya” dan
melihat banyang Soekarno dan Nike Ardila, suara itu muncul sehari 5-7 kali
muncul saat sendiri, melamun dan pada saat aktivitas. Sedangkan data obyektif
yang didapatkan, Tn. K sirkumtansial, dan koping maladaptif, dimana klien suka
menyendiri atau menghindar jika ada masalah.

4.3.Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2012) rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang penulis lakukan
sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah
sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.
Dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional dari setiap
tindakan keperawatan.

Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu berfokus pada
penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika
serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan rumusan
kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat
bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan
khusus terdiri atas tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif
yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya.

Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan sensori persepsi halusinasi


pendengaran dan penglihatan yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang
dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinasi, antara lain: tujuan
khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari
tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi
terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien dapat mengenal
halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya. Rasional dari tujuan kedua
adalah peran serta aktif klien sangat menentukan efektifitas tindakan keperawatan
yang dilakukan.

Menurut Rasmun (2009) tujuan khusus ketiga, klien dapat melatih mengontrol
halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan
orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal.
Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan upaya
mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat, klien dapat dukungan keluarga
dalam mengontrol halusinasi dengan rasionalnya keluarga mampu merawat klien
dengan halusinasi saat berada di rumah. Tujuan khusus kelima, klien dapat
memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi dengan rasionalnya yaitu dapat
meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
Hal tersebut juga penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk
mengontrol halusinasi dan lima tujuan khusus halusinasi yang telah diuraikan
diatas.

Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan reinforcement positif


yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan Tn. K.
Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung atau
rewarding. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah seperti permen,
kado, atau makanan, perilaku sepeti senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau penghargaan (Ngadiran,
2010). Reinforcement positif memiliki power atau kemampuan yang
memungkinkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan secara
berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan kesadaran
pelaku tindakan itu sendiri (Ngadiran, 2010). Hal ini sesuai dengan intervensi yang
dilakukan penulis yaitu memberikan reinforcement positif kepada Tn. K ketika Tn.
K melakukan setiap strategi pelaksanaan dengan baik.

4.4.Implementasi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2012) implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan
tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan
implementasi menggunakan jenistindakan mandiri dan saling ketergantungan.
Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain: pada tanggal
4 Maret 2019 pukul 12.30 WIB, Penulis melakukan strategi pelaksanaan 1 yaitu
membantu mengenal halusinasi pada Tn. K, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, dan mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi. Tn. K dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, Tn.
K akan mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, Tn. K tidak akan larut untuk
menuruti halusinasinya. Kemudian memberikan reinforcement positif kepada Tn.
K apabila Tn. K berhasil mempraktekkan cara menghardik halusinasi. Respon Tn.
K, Tn. K mampu mengenal halusinasinya dan mau menggunakan cara menghardik
saat halusinasinya muncul.

Menurut Keliat (2009) implementasi kedua dilaksanakan pada tanggal 5 Maret


2019, pukul 11.00 WIB adalah melakukan strategi pelaksanaan 2 yaitu
mengajarkan cara kedua mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Penulis melakukan validasi dan evaluasi cara pertama yaitu menghardik
halusinasi. Penulis melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
Ketika Tn. K bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi adanya distraksi dan fokus
perhatian Tn. K akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan
orang lain. Kemudian memberikan reinforcement positif kepada Tn. K apabila Tn.
K berhasil mempraktekkannya. Respon dari Tn. K, Tn. K mampu menggunakan
cara pertama dengan menghardik dengan benar dan Tn. K mau untuk mengalihkan
perhatian dengan bercakap-cakap dengan orang lain.

Menurut Keliat (2009) implementasi hari ketiga dilaksanakan tanggal 6 Maret


2019 pukul 13.20 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal.
Penulis melakukan validasi dan evaluasi strategi pelaksanaan 1 dan 2, kemudian
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal.
Dengan aktivitas secara terjadwal, Tn. K tidak akan mengalami banyak waktu
luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Penulis memberikan
reinforcement positif kepada Tn. K apabila Tn. K berhasil mempraktekkannya
dengan baik. Respon dari Tn. K, Tn. K mampu menggunakan cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain. Tn. K juga
mau melaksanakan semua aktivitas sesuai jadwal yang telah disusun.

Menurut Keliat (2009) implementasi hari keempat dilaksananakan tanggal 7 Maret


2019 pukul 12.30 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 4 yaitu
mengajarkan mimum obat secara teratur. Dengan minum obat secara teratur, Tn.
K diharapkan dapat mengontrol halusinasinya. Penulis memberikan reinforcement
positif kepada Tn. K apabila Tn. K berhasil menyebutkan kembali nama dan efek
samping obat dengan baik. Respon dari Tn. K, Tn. K mampu menggunakan cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain,
melakukan aktivitas yang terjadwal dan Tn. K juga mau menggunakan obat secara
teratur.

4.5.Evaluasi Keperawatan
Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2012) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan.

Pada kasus ini, penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada pelaksanaan
strategi 1 tanggal 4 Maret 2019 pukul 13.00 WIB, Tn. K berhasil melakukan
dengan baik dalam mengenal halusinasi dan klien mampu mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, sehingga dapat dianalisis bahwa strategi pelaksanaan 1
tercapai. Pada pelaksanaan strategi 2 tanggal 5 Maret 2019 pukul 11.30 WIB, Tn.
K mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain
untuk bercakap-cakap, sehingga dapat dianalisis strategi pelaksanaan 2 tercapai.

Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 3 tanggal 6 April 2019 pukul 15.00 WIB,
Tn. K juga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa strategi pelaksanaan 3 tercapai. Pada pelasanaan strategi
pelaksanaan 4 tanggal 7 Maret 2019 pukul 13.00 WIB Tn. K mampu menyebutkan
obat dan efek samping dari obat yang Tn. K minum, namun Tn. K belum mampu
menyebutkan 5 benar penggunaan obat. Sehingga dapat dianalisis bahwa strategi
pelaksanaan 4 belum tercapai.

Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 5 tanggal 8 Maret 2019 pukul 13.00 WIB,
Tn. K mampu menyebutkan obat, efek samping dari obat yang Tn. K minum, dan
mampu menyebutkan 5 benar penggunaan obat. Sehingga dapat dianalisis strategi
pelaksanaan 5 tercapai.

Pada strategi pelaksanaan 6 tanggal 9 Maret 2019 pukul 12.00 WIB, Tn. K mampu
menyebutkan 4 cara mengontrol halusinasi, melakukan cara menghardik ketika
halusinasi datang, Tn.K mengalami halusinasi sebanyak 6 kali pada tanggal 8
Maret 2019 dan melakukan cara menghardik sebanyak 3 kali. Sehingga dapat
dianalisis bahwa strategi pelaksanaan 6 tercapai.
Pada strategi pelaksanaan 7 tanggal 11 Maret 2019 pukul 10.00 WIB, Tn. K
mampu menyebutkan 4 cara mengontrol halusinasi, klien melakukan menghardik,
bercakap-cakap, kegiatan harian dan mengkonsumsi obat sesuai jadwal, Tn.K
mengalami halusinasi sebanyak 5 kali pada tanggal 8 Maret 2019 dan melakukan
cara menghardik sebanyak 5 kali. Sehingga dapat dianalisis bahwa strategi
pelaksanaan 7 tercapai.

Pada strategi pelaksanaan 8 halusinasi dan strategi pelaksanaan 1 isolasi sosial


tanggal 12 Maret 2019 pukul 12.00 WIB, Tn. K mampu menyebutkan 4 cara
mengontrol halusinasi, klien melakukan menghardik, bercakap-cakap, kegiatan
harian dan mengkonsumsi obat sesuai jadwal, Tn.K mengalami halusinasi
sebanyak 4 kali pada tanggal 8 Maret 2019 dan melakukan cara menghardik
sebanyak 4 kali. Tn K mampu mengidentifikasi penyebab isolasi sosial,
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinterasi dengan
orang lain serta mampu mempraktekan cara berkenalan. Sehingga dapat dianalisi
bahwa strategi pelaksanaan 8 halusinasi tercapai dan strategi pelaksanaan 1 isolasi
sosial tercapai.

Pada strategi pelaksanaan 9 halusinasi dan strategi pelaksanaan 2 isolasi sosial


tanggal 13 Maret 2019 pukul 12.00 WIB, Tn. K mampu menyebutkan 4 cara
mengontrol halusinasi, klien melakukan menghardik, bercakap-cakap, kegiatan
harian dan mengkonsumsi obat sesuai jadwal, Tn.K mengalami halusinasi
sebanyak 6 kali pada tanggal 8 Maret 2019 dan melakukan cara menghardik
sebanyak 6 kali. Tn K mampu berkenalan dengan satu orang baru. Sehingga dapat
dianalisis bahwa strategi pelaksanaan 9 halusinasi tercapai dan strategi
pelaksanaan 2 isolasi sosial tercapai.

Berdasarkan keseluruhan hasil evaluasi menurut Damaiyanti (2012) diharapkan


klien mampu mengontrol halusinasinya dengan cara-cara yang diajarkan oleh
perawat, namun ketika dilakukan evaluasi keperawatan secara keseluruhan
ditemukan kesenjangan yaitu klien mengalami halusinasi yang berulang dan klien
belum mampu sepenuhnya secara mandiri mengontrol halusinasinya. Hal tersebut
dijelaskan oleh Sri, Wahyuni (2011) bahwa kemampuan klien dalam mengontrol
halusinasi tiap klien selalu dipengaruhi oleh kadaaan individu yang mengalami
suatu gangguan dalam aktivitas mental seperti berfikir sadar, orientasi realita
pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman yang berhubungan dengan koping.
Dengan gejala tidak akuratnya interpretasi tentang stimulus internal dan eksternal
dari tiap individu yang mengalami gangguan jiwa maka kemampuan untuk
mengontrol halusinasi juga akan dipengaruhi. Faktor yang mempengaruhi
kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi menurut Noviandi (2012),
diantaranya sikap / respon klien terhadap halusinasi, kejujuran memberikan
informasi, kepribadian klien, pengalaman dan kemampuan mengingat pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. dan Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung:


PT.Refika Aditama.
Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Fitria, N. (2012). Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan. Jakarta: Salemba
Medika.
Herman, M. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO). (2015). Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia. Jakarta.
Jaya, K. (2015). Keperawatan Jiwa. Tanggerang: Binarupa Aksara Keliat, B. A. dan
Akemat. Dan Helena, N. Dan Nurhaeni, H. (2011).
Keliat Budi Anna & Akemat. (2009). Model Praktik Keparawatan Profesional
Jiwa. EGC: Jakarta.
Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CHMN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Salemba Medika: Jakarta
Kusumawati, F. dan Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Nanda I. (2012). Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Ngadiran Antonius. (2010). Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang Beban
Dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan
Halusinasi. Tesis, FIK UI
Nurjannah Intansari. (2012). Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko
Kekerasan Diarahkan Pada Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi.
Moco Medika: Yogyakarta.
Prabowo, E. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuh Medika.
Rasmun. (2009). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. EGC: Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar. (2013). http://www.depkes.go.id/resources/download/
general/Hasil%Riskesdas%202013.pdf.Diakses pada tanggal 08 Maret
2019 Pukul 23.30 WIB.
Setiadi. dan Sustrami, D. Dan Budiarti, A. (2016). Pedoman Penyusunan Studi
Kasus. Surabaya: Stikes Hang Tuah Surabaya.
Sunardi dkk. (2010). Psikiatri: Konsep Dasar Dan Gangguan-gangguan. Refika
Aditama: Bandung.
Videbeck, S.L.. (2009). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Renata Komalasari & Alfina
Hany, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai