K DENGAN
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENDENGARAN
DAN PENGLIHATAN
DI PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 2
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah sesuatu bagian yang integral dari kesehatan menurut
World health Organisation (WHO) dalam Yosep (2010), kesehatan jiwa bukan
hanya tidak ada gangguan jiwa melainkan mengandung berbagai karakteristik
yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan
yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Sedangkan menurut undang-
undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2014, menjelaskan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Gangguan kesehatan jiwa secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu orang
dengan masalah kejiwaan (ODMK) orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan, dan/ kualitas hidup sehingga memiliki resiko
mengalami gangguan jiwa. ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan / perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia (UU No. 18 Tahun 2014).
1.3.Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum studi kasus.
b. Halusinasi penglihatan
Data Subyektif :
1) Melihat orang sudah meninggal
2) Melihat makhluk bayangan hantu atau sesuatu yang menakutkan
3) Melihat monster
Data objektif :
1) Tatapan mata pada tempat tertentu
2) Menuju kearah tertentu
3) Ketakutan pada objek yang dilihat
c. Halusinasi penghidu
Data subyektif :
1) Mencium sesuatu seperti bau darah, bau mayat
2) Sering mencium bau sesuatu
3) Sering terjadi pada klien demensia
Data objektif :
1) Ekspresi wajah seperti mencium bau sesuatu dengan gerakan cuping
hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu
d. Halusinasi peraba
Data subyektif :
1) Klien merasakan seperti ada sesuatu yang menggerayangi tubuh seperti
tangan, binatang kecil, makhluk halus.
2) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin,
merasakan tersengat aliran listrik.
Data objektif :
1) Mengusap, menggaruk-garuk, meraba-raba permukaan kulit
2) Terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan sesuatu rabaan
e. Halusinasi pengecap
Data subyektif :
1) Klien merasakan sedang merasakan makanan tertentu, rasa tertentu atau
mengunyah sesuatu
Data objektif :
1) Seperti mengecap sesuatu
2) Gerakan mengunyah
3) Meludah atau muntah
f. Halusinasi kinestik
Data subyektif :
1) Klien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya tidak dapat terdeteksi misalnya
tidak adanya denyutan diotak, atau sensasi pembentukan urine dalam
tubuhnya, perasaan tubuh melayang diatas bumi.
2.4.5 Psikopatologi
Menurut Damaiyanti dan Iskandar (2014), psikopatologi dari halusinasi yang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor
psikologik, fisiologik, dan lain-lain.pada fase awal masalah itu menimbulkan
peningkatan kecemasan yang terus dan sistem pendukung yang kurang akan
menghambat atau membuat persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan
dengan perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya dapat dikontrol bila kecemasan
dapat diatur.Pada fase ini klien cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya.
Pada fase Conderming klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase Conquering klien lama
kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan halusinasinya
terutama bila tidak menuruti perintahnya.
b. Fase II (Condeming)
Condeming merupakan pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan
termasuk dalam psikotik ringan bersifat menyalahkan, ansietas tingkat dan
Halusinasi menjijikan. Karakteristik : pengalaman sensori bersif atmenjijikan
dan menakutkan, orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali
mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan,
individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri
dari orang lain (non psikotik) Perilaku klien yang teramati :
1) Peningkatan SSO yang menunjukan ancietas. misalanya peningkatan nadi,
TD dan pernafasan
2) Penyempitan kemampuan kosentrasi
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dan realita
d. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan
jika individu tidak mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi terapeutik ( psikotik ).
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang – teror seperti panik
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau mebunuh orang lain
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti : amuk,
agitasi, menarik diri
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
2.2.7 Penatalaksanaan
Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut kusumawati & hartono (2010)
adalah:
2.2.7.1 Anti psikotik Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai
penenang, penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat
efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses
berfikir.
Efek samping :
1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur
condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, sakit
kepala dan kejang.
2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah, berat
badan bertambah.
3) Sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan dermatitis.
2.2.7.2 Anti Ansietas Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu. Efek samping :
1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih,
depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.
2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatal-
gatal.
2.2.7.3 Anti Depresan
Jenis: Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan, tofranil, ludiomil,
pamelor, vivacetil, surmontil.
Mekanisme kerja: Mengurangi gejala depresi, penenang.
Efek samping:
1) Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing,
ansietas, lemas, dan insomnia.
2) Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen,
diare, hepatitis, icterus
3) Retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.
2.2.7.4 Anti Maniak
Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi
sensitivitas reseptor dopamine
Efek samping: sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara
tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.
2.2.7.5 Anti Parkinson
Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)
Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan
ansietas, irritabilitas.
Isolasi sosial
2.3.5.1.3 SP3P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian
2.3.5.1.4 SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian
2.3.6 Implementasi
2.3.7 Evaluasi
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), evaluasi keperawatan
merupakan proses yang berkelanjutan dan dilakukan terus menerus untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
3.1.Identitas Klien
Berdasarkan hasil pengkajian yang kelompok lakukan pada tanggal 4 Maret
2019 didapatkan data: Klien bernama Tn. K, klien bertempat tinggal di
Sukabumi, umur, 34 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SD.
Klien masuk Panti Bina Laras pada bulan juli 2017.
3.2.Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Maret 2019 diperoleh data antara lain:
Klien mengatakan: alasan masuk panti karena ditangkap Satpol PP didaerah
Jakarta (lupa nama daerah) hampir 2 tahun yang lalu, saat sedang tiduran di
depan warung, lalu dibawa ke panti di Cengkareng dan di pindah ke panti Bina
Laras di Cipayung. Sebelumnya klien ditinggalkan oleh pamannya di
Pelabuhan Ratu dikarenakan suka ngamuk tanpa sebab, lalu ke Jakarta jalan
kaki tanpa tujuan.
Dari pengkajian konsep diri dalam gambaran diri Tn. K mengatakan tubuhnya
sehat, bagian tubuh yang paling disukai adalah wajah sedangkan bagian tubuh
yang tidak disukai adalah gigi karena bertaring. Tn K berumur 34 tahun jenis
kelamin laki-laki, pendidikan terakhir SMA berasal dari Sukabumi, Tn. K
mengatakan belum pernah menikah, berperan sebagai anak ke 3 dari 5
bersaudara dan Tn. K mengatakan pernah bekerja di pabrik pupuk. Tn. K
mengatakan ingin segera pulang ke rumah berkumpul dengan keluarga. Klien
mengatakan malu terhadap dirinya, karena orang lain menganggap dirinya
orang dengan kelainan jiwa dan pandangan hidupnya gelap.
3.3 Setelah...x interaksi 3.3 Diskusikan cara baru untuk 3.3 memberi alternative
klien dapat memilih dan memutus/ mengontrol pikiran bagi klien.
memperagakan cara timbulnya halusinasi.
mengatasi halusinasi Katakan pada diri sendiri
penglihatan bahwa ini tidak nyata (
“saya tidak mau lihat
3.4 Setelah ......x interaksi pada saat halusinasi
klien melaksanakan cara terjadi) Menemui orang
yang telah dipilih untuk lain (perawat/teman/
mengendalikan keluarga) untuk
halusinasinya menceritakan tentang
halusinasinya.
3.5 Setelah ... x pertemuan Membuat dan
klien mengikuti terapi melaksanakan jadwal
aktivitas kelompok
kegiatan setiap hari yang
telah di susun.
Meminta
keluarga/teman! perawat
menyapa jika sedang
berhalusinasi
O:
- Mampu menyebutkan kembali nama perawat
- Dapat mengidentifikasi halusinasinya
- KLien mampu menyebutkan kembali cara mengontrol
halusinasi
- Klien mampu memperagakan cara menghardik
- Kooperatif
- Sesekali melamun padangan kesatu arah
- Klien terliahat kesal ketika menceritakan isi halusinasi
pendengarannya.
A: SP 1 tercapai
P: SP 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik
2. Latih klien mengendalikan halusinasi dengan becakap-
cakap dengan orang lain
3. Anjurkan klien memasukan kegiatan bercakap-cakap
dalam jadwal kegiatan harian
Selasa, 5 maret Gangguan 1. Mengevalusi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik - Klien mengatakan melakukan kegiatan menghardik
Halusinasi 2. Melatih klien sesuai jadwal, tetapi tidak selalu melakukan ketika
pendengaran dan mengendalikan halusinasi halusinasi datang, karena lupa.
penglihatan dengan cara bercakap- - Klien mengatakan kalau mendengar suara bisikan atau
cakap dengan orang lain bayangan langsung mencari teman untuk ngobrol
3. Menganjurkan klien
memasukan kegiatan O:
bercakap-cakap dalam - Klien mampu mengulang cara menghardik
jadwal kegiatan harian - Klien dapat menjelaskan cata mengontrol hausinasi
yang ke 2 dengan bercakap-cakap
- Kooperatif
- Kontak mata ada
- Sesekali terdiam
A: SP 2 tercapai
P: SP 3
1. Evaluasi kegiatan menghardik, dan bercakap-cakap
2. Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan
3. Anjurkan klien memasukan kegitan dalam jadwal
kegiatan harian
Rabu, 6 maret 2019 Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
sensori persepsi: harian menghardik dan - Klien mengatakan melakukan kegiatan menghardik dan
Halusinasi bercakap-cakap ngobrol sesuai jadwal
pendengaran dan 2. Melatih klien - Klien mengatakan kalau suara atau bayangan itu
penglihatan mengendalikan halusinasi muncul saya harus langsung menyibukan diri misalnya
dengan cara melakukan bersih-bersih
kegiatan
3. Menganjurkan klien O:
memasukan kegiatan - Klien mampu mejelaskan cara mengontrol halusinasi
dalam jadwal kegiatan ke 3 yaitu dengan melakukan kegiatan
harian - Klien dan perawat bermain ular tangga
- Kooperatif
A: SP 3 tercapai
P: SP 4
1. Evaluasi kegiatan menghardik, bercakap-cakap dan
kegiatan
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang peggunaan obat
secara teratur
3. Anjurkan klien memasukan minum obat dalam jadwal
kegiatan harian
Kamis, 7 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan mendapatkan obat THP dan
Halusinasi becakap-cakap, dan clozapine kadang dikasih yang warna biru keabuan
pendengaran dan kegiatan terjadwal - Klien mengatakan efek samping obatnya ngantu,
penglihatan 2. Memberikan pendidikan pusing, haus
kesehatan tentang - Klien mengatakan dapat obatnya satu satu pagi sama
penggunaan obat cera sore
teratur. - Klien mengatakan setelah ngobrol jadi tahu manfaat
3. Menganjurkan klien obatnya.
memasukan minum obat
dalam jadwal kegiatan O:
harian - Klien mampu menyebutkan obat yang dikonsumsinya,
dosis, waktu dan efek sampingnya
- Klien belum mampu benyebutkan 5 benar obat
- Kooperatif sirkumtansial
- Kontak mata ada
- Klien tersenyum ketika diberi reinforcement positif
A: SP 4 belum tercapai
P: SP 5
1. Evaluasi kegitan harian mengahrdik, bercakap-cakap,
kegiatan harian dan obat
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur
3. Evaluasi halusinasi
Jum’at, 8 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan obat yang dikonsumsinya adalah
Halusinasi becakap-cakap, kegiatan THP dan clozapine diminum pagi setelah sarapan dan
pendengaran dan terjadwal dan minum obat makan sore jam 5
penglihatan 2. Memberikan pendidikan - Klien mengatakan efek samping obat ngantuk, haus,
kesehatan tentang keringetan, pusing, sama badan gerak-gerak sendiri
penggunaan obat cera - Klien mengatakan ga boleh berhenti minum obat kalo
teratur. bukan dokter yang suruh kalaupun ngerasa udah ga ada
3. Mengevaluasi halusinasi halusinasi.
O:
- Klien mampu menyebutkan obat yang dikonsumsinya,
dosis, waktu, efek samping
- Klien mampu menyebutkan 5 benar obat dengan sedikit
bantuan perawat
- Kooperatif
- Memperhatikan
- Klien tersenyum senang ketika diberi reinforcement
positif
A: SP 5 tercapai
P: SP 6
1. Evaluasi kegiatan menghardik, bercakap-cakap,
kegiatan dan obat
2. Evaluasi halusinasi
Sabtu, 9 maret Gangguan 1. Mengevaluasi kegiatan S:
2019 sensori persepsi: harian menghardik, - Klien mengatakan ada 4 cara untuk mencegah
Halusinasi becakap-cakap, kegiatan halusinasi, pertama mengardik, kedua ngobrol, ketiga
pendengaran dan terjadwal dan minum obat melakukan kegiatan, da minum obat teratur
penglihatan 2. Mengevaluasi halusinasi - Klien mengatakan melakukan menghardik ketika ada
halusinasi
- Klien mengatakan kemarin ada 6 kali halusinasi dan
melakukan 3 kali menghardik.
O:
- Kooperatif
- Klien mampu memperagakan cara menghardik
- Klien tersenyum senang ketika diberi reinforcement
A: SP 6 tercapai
P: SP 7
1. Evaluasi kegiatan menghardik, bercakap-cakap,
kegiatan dan obat
2. Evaluasi halusinasi
O:
- Kooperatif
- Kontak mata ada
A: SP 7 tercapai
4.1.Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan
pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis untuk menentukan
tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Pengumpulan data
pengkajian meliputi aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik,
psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping,
masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, dan aspek medik. Dalam
pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn. K,
observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. K. Selain itu
keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Tn. K. Namun, disaat pengkajian tidak ada ada anggota
keluarga Tn. K yang menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh informasi
dari pihak keluarga.
Menurut Stuart & Laraia (dalam Ngadiran, 2010) faktor presipitasi pada klien
dengan gangguan halusinasi dapat muncul setelah adanya hubungan yang
bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa, dan tidak berdaya.
Adanya faktor ketidakberdayaan Tn. K yang ingin menjadi suatu karakter yang
diinginkannya merupakan faktor penyebab terjadinya skizofrenia. Menurut
Sunardi (2010) faktor predisposisi gangguan halusinasi dapat muncul sebagai
proses panjang yang berhubungan dengan kepribadian seseorang, karena itu
halusinasi dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman psikologis seseorang. Hal ini
juga dialami Tn. K yang memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
dikeluarkan dari band yang Tn. K bentuk, sehingga menyebabkan Tn. K sering
menyendiri. Tn. K pernah melakukan penganiayaan dan menjadi korban kekerasan
dalam keluarga, namun tidak pernah melakukan tindakan kriminal maupun adanya
penolakan dari lingkungannya.
Tanda dan gejala halusinasi menurut Depkes (dalam Ngadiran, 2010) adalah
sebagai berikut: bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam
mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; bicara kacau kadang-kadang tidak
masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung; mondar-
mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan masalah, dan
menarik diri. Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh Tn. K seperti: Tn. K merasa
ketakutan, Tn. K mampu mandi secara mandiri tetapi belum rapi dalam berpakaian
dan berhias diri, Tn. K berbicara berbelit-belit namun sampai juga pada tujuan
pembicaraan, Tn. K merasa sedih karena ingin cepat pulang, Tn.K tidak mengalami
kecemasan tidak mengalami penumpulan pada afeknya yang bereaksi sesuai
dengan stimulus, konsentrasi Tn. K kurang, dan mengalami perubahan dalam
memecahkan masalah, dimana Tn. K suka menyendiri atau menghindar jika ada
masalah.
Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan isi halusinasi,
waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi, serta respon klien
terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian pola fungsional difokuskan pada pola
persepsi pada Tn. K, didapatkan data bahwa Tn. K mengalami halusinasi
pendengaran dan penglihatan. Tn. K mendengar suara-suara yang mengatakan
“Kamu orang ga punya” yang membuat Tn. K merasa kesal dan melihat bayangan
Soekarno dan Nike Ardila. Tn. I suara itu datang sehari 5-7 kali, pada saat Tn. K
sendirian, melamun bahkan saat melakukan ativitas.
Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi gangguan isi
pikir antara lain: waham, fobia, keadaan orang lain yang dihubungkan dengn
dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada satu ide saja. Hal ini tidak ditemukan pada
Tn. I. Menurut Videbeck (2009) penilaian pada klien gangguan halusinasi sering
kali terganggu. Klien keliru menginterprestasi lingkungan, sehingga klien tidak
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri akan keamanan, perlindungan, dan
menempatkan dirinya dalam keadaan bahaya. Hal ini tidak dialami Tn. K, Tn. K
mampu mengambil keputusan sederhana secara mandiri, tanpa perlu bantuan
perawat untuk mengambil keputusan yang tepat.
Menurut Keliat dkk (2011) terapi farmakologi gangguan halusinasi adalah dengan
menggunakan obat antipsikotik seperti haloperidol, chlorpromazine,
triheksilfenidil, dan obat antipsikotik lainnya. Menurut ISO atau Informasi
Spesialite Obat (2015) Clozapine merupakan golongan antipsikosis yang
digunakan sebagai terapi gangguan mental, kecemasan, skizofrenia, skizoafektif,
halusinasi dan membantu mencegah keninginan bunuh diri dengan sediaan tablet
25 mg, 100 mg, injeksi: 50mg/2ml. Perawat perlu memahami efek samping yang
sering timbul oleh Clozapine seperti: mengantuk, tremor, pandangan kabur,
pusing, gangguan buang air kecil. Untuk mengatasi ini biasanya dokter
memberikan obat parkinsonisme yaitu triheksilfenidil, untuk obat anti parkinson
dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi: 25 mg per ml. Terapi yang sama juga
diperoleh Tn. K setelah dikolaborasikan dengan dokter yaitu terapi obat
triheksilfenidil (thp) 2 x 2 mg, clozapine 2 x 25 mg.
4.2.Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (2009) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari
diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien
terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien
sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Menurut
Kusumawati&Yudi (2010) pada pohon masalah dijelaskan bahwa gangguan isolasi
sosial merupakan etiologi, gangguan sensori persepsi: halusinasi merupakan
masalah utama (core problem) sedangkan resiko perilaku kekerasan merupakan
akibat. Namun, pada kasus Tn. K, pada analisa data penulis lebih memprioritaskan
diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan
penglihatan. Menurut NANDA (2015) pada diagnosa gangguan sensori persepsi
halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku, perubahan
dalam menejemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah, dan distorsi
sensori seperti berbicara sendiri, tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak
nyata, dan mondar-mandir. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan penglihatan yaitu data
subyektif yang diperoleh yaitu Tn. K mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan, Tn K mendengar suara yang mengatakan “Kamu orang ga punya” dan
melihat banyang Soekarno dan Nike Ardila, suara itu muncul sehari 5-7 kali
muncul saat sendiri, melamun dan pada saat aktivitas. Sedangkan data obyektif
yang didapatkan, Tn. K sirkumtansial, dan koping maladaptif, dimana klien suka
menyendiri atau menghindar jika ada masalah.
4.3.Intervensi Keperawatan
Menurut Ali (dalam Nurjanah, 2012) rencana tindakan keperawatan merupakan
serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan
dan keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang penulis lakukan
sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah
sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang telah ditetapkan.
Dalam kasus penulis juga mencantumkan alasan ilmiah atau rasional dari setiap
tindakan keperawatan.
Menurut Kusumawati & Yudi (2010) tujuan umum yaitu berfokus pada
penyelesaian permasalahan dari diagnosis keperawatan dan dapat dicapai jika
serangkaian tujuan khusus tercapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian
penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus merupakan rumusan
kemampuan klien yang perlu dicapai atau dimiliki. Kemampuan ini dapat
bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien. Kemampuan pada tujuan
khusus terdiri atas tiga aspek yaitu kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif
yang perlu dimiliki klien untuk menyelesaikan masalahnya.
Menurut Rasmun (2009) tujuan khusus ketiga, klien dapat melatih mengontrol
halusinasinya, dengan berlatih cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan
orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktivitas secara terjadwal.
Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien merupakan upaya
mengatasi halusinasi. Tujuan khusus keempat, klien dapat dukungan keluarga
dalam mengontrol halusinasi dengan rasionalnya keluarga mampu merawat klien
dengan halusinasi saat berada di rumah. Tujuan khusus kelima, klien dapat
memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasi dengan rasionalnya yaitu dapat
meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
Hal tersebut juga penulis rencanakan pada klien dengan tujuan umum untuk
mengontrol halusinasi dan lima tujuan khusus halusinasi yang telah diuraikan
diatas.
4.4.Implementasi Keperawatan
Menurut Effendy (dalam Nurjannah, 2012) implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri
(independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan
tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan
implementasi menggunakan jenistindakan mandiri dan saling ketergantungan.
Menurut Keliat (2009) implementasi yang dilaksanakan antara lain: pada tanggal
4 Maret 2019 pukul 12.30 WIB, Penulis melakukan strategi pelaksanaan 1 yaitu
membantu mengenal halusinasi pada Tn. K, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, dan mengajarkan cara pertama mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi. Tn. K dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, Tn.
K akan mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, Tn. K tidak akan larut untuk
menuruti halusinasinya. Kemudian memberikan reinforcement positif kepada Tn.
K apabila Tn. K berhasil mempraktekkan cara menghardik halusinasi. Respon Tn.
K, Tn. K mampu mengenal halusinasinya dan mau menggunakan cara menghardik
saat halusinasinya muncul.
4.5.Evaluasi Keperawatan
Menurut Kurniawati (dalam Nurjannah, 2012) evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi
dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah
ditentukan.
Pada kasus ini, penulis hanya menggunakan evaluasi sumatif. Pada pelaksanaan
strategi 1 tanggal 4 Maret 2019 pukul 13.00 WIB, Tn. K berhasil melakukan
dengan baik dalam mengenal halusinasi dan klien mampu mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, sehingga dapat dianalisis bahwa strategi pelaksanaan 1
tercapai. Pada pelaksanaan strategi 2 tanggal 5 Maret 2019 pukul 11.30 WIB, Tn.
K mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menemui orang lain
untuk bercakap-cakap, sehingga dapat dianalisis strategi pelaksanaan 2 tercapai.
Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 3 tanggal 6 April 2019 pukul 15.00 WIB,
Tn. K juga mampu melakukan aktivitas secara terjadwal, sehingga dapat
disimpulkan bahwa strategi pelaksanaan 3 tercapai. Pada pelasanaan strategi
pelaksanaan 4 tanggal 7 Maret 2019 pukul 13.00 WIB Tn. K mampu menyebutkan
obat dan efek samping dari obat yang Tn. K minum, namun Tn. K belum mampu
menyebutkan 5 benar penggunaan obat. Sehingga dapat dianalisis bahwa strategi
pelaksanaan 4 belum tercapai.
Pada pelaksanaan strategi pelaksanaan 5 tanggal 8 Maret 2019 pukul 13.00 WIB,
Tn. K mampu menyebutkan obat, efek samping dari obat yang Tn. K minum, dan
mampu menyebutkan 5 benar penggunaan obat. Sehingga dapat dianalisis strategi
pelaksanaan 5 tercapai.
Pada strategi pelaksanaan 6 tanggal 9 Maret 2019 pukul 12.00 WIB, Tn. K mampu
menyebutkan 4 cara mengontrol halusinasi, melakukan cara menghardik ketika
halusinasi datang, Tn.K mengalami halusinasi sebanyak 6 kali pada tanggal 8
Maret 2019 dan melakukan cara menghardik sebanyak 3 kali. Sehingga dapat
dianalisis bahwa strategi pelaksanaan 6 tercapai.
Pada strategi pelaksanaan 7 tanggal 11 Maret 2019 pukul 10.00 WIB, Tn. K
mampu menyebutkan 4 cara mengontrol halusinasi, klien melakukan menghardik,
bercakap-cakap, kegiatan harian dan mengkonsumsi obat sesuai jadwal, Tn.K
mengalami halusinasi sebanyak 5 kali pada tanggal 8 Maret 2019 dan melakukan
cara menghardik sebanyak 5 kali. Sehingga dapat dianalisis bahwa strategi
pelaksanaan 7 tercapai.