Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ILMU SOSIAL DAN PERILAKU

DETERMINAN SOSIAL YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


(SOCIAL DETERMINANT OF HEALTH)

Disusun Oleh :
dr. Ajeng Sekar Dewanty (20211020100001)
dr. A.Gunawan Syukri (20201020100004)
dr. Yenni, Sp.KFR ( 20211020100027)

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………… 1


BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 2
I.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 2
I.2 Tujuan …………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………. 4
II.1 Tinjauan Pustaka ……………………………………………….. 4
II.2 Kajian Kasus …………………………………………………… 10
II.3 Jurnal terkait …………………………………………………… 12
BAB III KESIMPULAN …………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 14
BAB I
PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan
di bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat secara memadai. Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai
dengan lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit,
pelayanan kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh
wilayah Indonesia. Akan tetapi pada kenyataanya, pembangunan kesehatan di
Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan
kesehatan masih banyak terjadi. Beberapa diantaranya adalah: penyakit-penyakit
seperti DBD, flu burung, dan sebagainya yang semakin menyebar luas, kasus-
kasus gizi buruk yang semakin marak khususnya di wilayah Indonesia Timur,
prioritas kesehatan rendah, serta tingkat pencemaran lingkungan yang semakin
tinggi.
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan pemerintah lah yang
salah, sehingga masalah-masalah kesehatan di Indonesia seakan tak ada ujungnya.
Akan tetapi, kita tidak bisa hanya menyalahkan pemerintah saja dalam hal ini.
Karena bagaimanapun juga, sebenarnya individu yang menjadi faktor penentu
dalam menentukan status kesehatan. Dengan kata lain, selain pemerintah masih
banyak lagi faktor-faktor atau determinan yang mempengaruhi status kesehatan
masyarakat. Oleh sebab itu, maka perlu dipelajari mengenai determinan sosial
yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama di Indonesia.

I.2 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu sosial dan perilaku.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui konsep determinan sosial yang mempengaruhi
kesehatan.
b. Untuk mengetahui model determinan social yang mempengaruhi
kesehatan.
c. Ilustrasi kasus dengan telaah jurnal.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Tinjauan Pustaka


Determinan sosial adalah faktor-faktor penentu secara sosial di dalam
masyarakat. Pada prinsipnya determinan sosial adalah sejumlah variabel yang
tergolong dalam faktor sosial, seperti; budaya, politik, ekonomi, pendidikan,
faktor biologi dan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan individu atau
masyarakat. Determinan sosial berkontribusi terhadap kesenjangan kesehatan di
dalam kelompok masyarakat yang disebut determinan sosial kesehatan dan
mempengaruhi kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga
dapat menjadi tolak ukur status kesehatan masyarakat.
Determinan sosial kesehatan merupakan proses yang membentuk perilaku di
dalam masyarakat. Perilaku adalah semua kegiatan yang dilakukan manusia baik
yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Menurut Notoatmodjo, perilaku seseorang terbentuk dari pengetahuan, sikap dan
praktek atau tindakan yang dimiliki. Determinan sosial kesehatan dan perilaku
mempengaruhi mortalitas dan morbiditas dalam suatu komunitas. Hubungan
determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap mortalitas atau kematian sangat
menarik untuk dibicarakan karena mortalitas merupakan salah satu dari tiga
komponen demografis selain fertilitas dan migrasi, yang mempengaruhi jumlah,
struktur dan komposisi penduduk. Determinan sosial dan perilaku yang
berkembang di masyarakat dipengaruhi oleh pemerintah sebagai penyedia
layanan, masyarakat, dan fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri.
Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974) mengatakan bahwa
adanya 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu,
kelompok atau masyarakat. Empat determinan tersebut secara berturut-turut
besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah:
a). lingkungan
b). perilaku
c). pelayanan kesehatan
d).keturunan atau herediter
Keempat determinan tersebut adalah determinan untuk kesehatan kelompok
atau komunitas yang kemungkinan sama di kalangan masyarakat. Akan tetapi
untuk kesehatan individu, disamping empat faktor tersebut, faktor internal
individu juga berperan, misalnya: umur, gender, pendidikan, dan sebagainya,
disamping faktor herediter. Bila kita analisis lebih lanjut determinan kesehatan itu
sebenarnya adalah semua faktor di luar kehidupan manusia, baik secara
individual, kelompok, maupun komunitas yang secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kehidupan manusia itu. Hal ini berarti, di samping
determinan-determinan derajat kesehatan yang telah dirumuskan oleh Blum
tersebut masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi atau menentukan
terwujudnya kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.
1. Faktor makanan
Makanan merupakan faktor penting dalam kesehatan kita. Bayi lahir dari
seorang ibu yang telah siap dengan persediaan susu yang merupakan makanan
lengkap untuk seorang bayi. Mereka yang memelihara tubuhnya dengan
makanan yang cocok, menikmati tubuh yang benar-benar sehat. Kecocokan
makanan ini menurut waktu, jumlah, dan harga yang tepat. Hanya saat kita
makan secara berlebihan makanan yang tidak cocok dengan tubuh kita, maka
tubuh akan bereaksi sebaliknya. Sakit adalah salah satu reaksi tubuh, dan bila
kemudian dicegah atau dirawat dengan benar, tubuh kembali sehat. Penyakit
merupakan peringatan untuk mengubah kebiasaan kita. Perlu diingat selalu
bahwa tubuh kita hanya memerlukan makanan yang tepat dalam jumlah yang
sesuai.
2. Pendidikan atau tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan membentuk cara berpikir dan kemampuan seseorang
untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan
menggunakan pengetahuan tersebut untuk menjaga kesehatannya. Pendidikan
juga secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam
menjaga kesehatannya. Biasanya, orang yang berpendidikan (dalam hal ini
orang yang menempuh pendidikan formal) mempunyai resiko lebih kecil
terkena penyakit atau masalah kesehatan lainnya dibandingkan dengan
masyarakat yang awam dengan kesehatan.
3. Faktor sosioekonomi
Faktor-faktor sosial dan ekonomi seperti lingkungan sosial, tingkat pendapatan,
pekerjaan, dan ketahanan pangan dalam keluarga merupakan faktor yang
berpengaruh besar pada penentuan derajat kesehatan seseorang.
Dalam masalah gizi buruk misalnya, masyarakat dengan tingkat ekonomi dan
berpendapatan rendah biasanya lebih rentan menderita gizi buruk. Hal tersebut
bisa terjadi karena orang dengan tingkat ekonomi rendah sulit untuk
mendapatkan makanan dengan nilai gizi yang bisa dibilang layak.
4. Latar belakang budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan
individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan
pribadi. Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke memiliki
beribu-ribu suku dengan adat istiadat yang berbeda-beda  pula. Sebagian dari
adat istiadat tersebut ada yang masih bisa dibilang “primitif” dan tidak
mempedulikan aspek kesehatan. Misalnya saja, pada suku Baduy yang tidak
memperbolehkan masyarakat menggunakan alas kaki.
5. Usia
Setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon yang
berbeda-beda terhadap perubahan kesehatan yang terjadi.
6. Faktor emosional
Setiap pemikiran positif akan sangat berpengaruh, pikiran yang sehat dan
bahagia semakin meningkatkan kesehatan tubuh kita. Tidak sulit memahami
pengaruh dari pikiran terhadap kesehatan kita. Yang diperlukan hanyalah usaha
mengembangkan sikap yang benar agar tercapai kesejahteraan.
7. Faktor agama dan keyakinan
Agama dan kepercayaan yang dianut oleh seorang individu secara tidak
langsung mempengaruhi perilaku kita dalam berperilaku sehat. Misalnya, pada
agama Islam. Islam mengajarkan bahwa “anna ghafatul minal iman” atau
“kebersihan adalah sebagian dari iman”. Sebagai umat muslim, tentu kita akan
melaksanakan perintah Allah SWT. untuk berperilaku bersih dan sehat.

Gambar 1 Determinan-determinan sosial yang mempengaruhi kesehatan

Adapun model-model determinan sosial yang mempengaruhi kesehatan terdiri


dari:
1. Model determinan eko-sosial
Dalam teori eko-sosial kesehatan, Dahlgren dan Whitehead (1991)
menjelaskan bahwa kesehatan/ penyakit yang dialami individu dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang terletak di berbagai lapisan lingkungan, sebagian besar
determinan kesehatan tersebut sesungguhnya dapat diubah (modifiable factors).
Gambar 1 memeragakan, individu yang kesehatannya ingin ditingkatkan
terletak di pusat, dengan faktor konstitusional (gen), dan sistem lingkungan
mikro pada level sel/ molekul.
Lapisan pertama (level mikro, hilir/ downstream) determinan kesehatan
meliputi perilaku dan gaya hidup individu, yang meningkatkan ataupun
merugikan kesehatan, misalnya pilihan untuk merokok atau tidak merokok.
Pada level mikro, faktor konstitusional genetik berinteraksi dengan paparan
lingkungan dan memberikan perbedaan apakah individu lebih rentan atau lebih
kuat menghadapi paparan lingkungan yang merugikan. Perilaku dan
karakteristik individu dipengaruhi oleh pola keluarga, pola pertemanan, dan
norma-norma di dalam komunitas.
Lapisan kedua (level meso) adalah pengaruh sosial dan komunitas, yang
meliputi norma komunitas, nilai-nilai sosial, lembaga komunitas, modal sosial,
jejaring sosial, dan sebagainya. Faktor sosial pada level komunitas dapat
memberikan dukungan bagi anggota-anggota komunitas pada keadaan yang
menguntungkan bagi kesehatan. Sebaliknya faktor yang ada pada level
komunitas dapat juga memberikan efek negatif bagi individu dan tidak
memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi kesehatan anggota
komunitas.
Lapisan ketiga (level ekso) meliputi faktor-faktor struktural: lingkungan
pemukiman/ perumahan/ papan yang baik, ketersediaan pangan, ketersediaan
energi, kondisi di tempat bekerja, kondisi sekolah, penyediaan air bersih dan
sanitasi lingkungan, akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, akses
terhadap pendidikan yang berkualitas, lapangan kerja yang layak.
Lapisan terluar (level makro, hulu/ upstream) meliputi kondisi-kondisi
dan kebijakan makro sosial-ekonomi, budaya, dan politik umumnya, serta
lingkungan fisik. Termasuk faktor-faktor makro yang terletak di lapisan luar
adalah kebijakan publik, stabilitas sosial, ekonomi, dan politik, hubungan
internasional/ kemitraan global, investasi pembangunan ekonomi, peperangan/
perdamaian, perubahan iklim dan cuaca, eko-sistem, bencana alam (maupun
bencana buatan manusia/ man-made disaster seperti kebakaran hutan).
Berdasarkan model determinan eko-sosial kesehatan Dahlgren dan
Whitehead (1991) dapat disimpulkan bahwa kesehatan individu, kelompok,
dan komunitas yang optimal membutuhkan realisasi potensi penuh dari
individu, baik secara fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi,
pemenuhan ekspektasi peran seorang dalam keluarga, komunitas, tempat
bekerja, dan realisasi kebijakan makro yang dapat memperbaiki kondisi
lingkungan makro.
Gambar 2 Model determinan eko-sosial kesehatan.

2. Model Jejaring Sebab Akibat (Mc Mohan)


• Efek (Penyakit) yang terjadi tidak tergantung kepada penyebab-penyebab
yang terpisah secara mandiri, tetapi lebih merupakan perkembangan
sebagai suatu akibat dari suatu rangkaian sebab-akibat, dimana setiap
hubungan itu sendiri hasil dari silsilah (geneologi) yang mendahuluinya
dan yang kompleks (complex geneology of antecenden).
• Suatu penyakit tidak tergantung kepada penyebab yang berdiri sendiri-
sendiri, melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab akibat.
3. Model Roda
• Roda terdiri daripada satu pusat (pejamu atau manusia) yang memiliki
susunan genetik sebagai intinya.
• Di sekitar pejamu terdapat lingkungan 3 sektor yaitu lingkungan biologi,
sosial dan fisik.
• Besarnya komponen-kompenen dari roda tergantung kepada masalah
penyakit tertentu yang menjadi perhatian kita.
• Pada model roda, mendorong pemisahan perincian faktor pejamu dan
lingkungan, yaitu suatu perbedaan yang berguna untuk Analisa
epidemiologi.
Gambar 3 Model Roda

II.3 Kajian kasus sesuai dengan topik


Angka kematian bayi di provinsi Sulawesi Selatan masih tergolong tinggi
dan belum memenuhi target MDGs. Berdasarkan data SDKI 2012, Angka
kematian bayi di Sulawesi Selatan pada tahun 2011 sebesar 25 per 1000 kelahiran
hidup. Angka ini masih belum memenuhi target rencana pembangunan jangka
menengah nasional hingga tahun 2014 sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup.
Makassar sebagai ibu kota dari provinsi Sulawesi Selatan merupakan
penyumbang kematian bayi terbanyak dibandingkan daerah atau kabupaten lain di
Sulawesi Selatan. Angka kematian bayi di kota Makassar pada tahun 2013 sebesar
6,71 per 1000 kelahiran hidup, dengan jumlah kasus 165 kematian dari 24.576
kelahiran hidup.
Tingginya angka kematian bayi tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena
kelangsungan hidup bayi menentukan kualitas sumber daya manusia yang akan
datang dan merupakan cerminan masa depan bangsa. Oleh karena itu, diperlukan
intervensi yang tepat untuk mengatasinya. Intervensi yang baik dapat dilakukan,
jika kita mengetahui determinan sosial dan kesehatan yang mempengaruhi risiko
kematian bayi. Pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang faktor risiko
kematian bayi menunjukkan bahwa paritas, umur ibu dan jarak kelahiran
berpengaruh terhadap kematian neonatal dan bayi. Penelitian lain dikemukakan
oleh Hussaini pada tahun 2013, yang mengatakan bahwa jarak kehamilan yang
kurang dari 18 bulan meningkatkan risiko kematian bayi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui risiko determinan sosial kesehatan dan perilaku terhadap
kejadian kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah kota Makassar.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu di kecamatan
Ujung Tanah kota Makassar masih tergolong rendah, karena sebagian besar tidak
menamatkan Pendidikan SMA. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah berisiko 3,5
kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan ibu yang
berpendidikan tinggi dan Pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap
kematian bayi. Penelitian ini menunjukkan bahwa status ekonomi keluarga yang
rendah berisiko 5 kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan
status ekonomi tinggi. Pada tahap analisis multivariat, variabel status ekonomi
keluarga merupakan variabel yang sangat berpengaruh dalam kejadian kematian
bayi dengan nilai sebesar 11 kali lebih besar dari variabel lain. Sejalan dengan
penelitian Djaja dkk (2009), mengatakan risiko kematian neonatal akan meningkat
pada keluarga dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah dan penelitian Kim
(2013), yang mengatakan bahwa kebijakan sosial, masalah lingkungan, serta
status sosial ekonomi individu dan perilaku kesehatan turut berperan dalam
kematian bayi di negara barat.
Penelitian ini menemukan bahwa jarak kelahiran berpengaruh secara
signifikan terhadap kematian bayi dan jarak kelahiran yang tidak aman berisiko 5
kali untuk mengalami kematian bayi jika dibandingkan dengan jarak kelahiran
yang aman. Pengaturan jarak kelahiran di atas dua tahun akan meningkatkan
kesempatan hidup bagi anak dan ibunya. Penelitian ini menemukan bahwa
pemanfaatan pelayanan ANC berpengaruh secara signifikan terhadap kematian
bayi, dan ibu hamil yang kurang memanfaatkan pelayanan ANC berisiko
mengalami kematian bayai 7 kali dibandingkan dengan yang memanfaatkan
pelayanan ANC.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu yang kurang terkait
perawatan kehamilan, persalinan dan perawatan bayi berisiko mengalami
kematian bayi 3,8 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan
cukup.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan kejadian kematian bayi
adalah tingkat pendidikan ibu, status ekonomi keluarga, paritas, jarak kelahiran,
pemanfaatan ANC, pengetahuan ibu, sikap ibu, dan tindakan ibu. Sedangkan
untuk usia ibu bukan merupakan determinan kejadian kematian bayi. Hasil uji
regresi logistic didapatkan bahwa status ekonomi keluarga merupakan determinan
yang paling berisiko terhadap kejadian kematian bayi di kecamatan Ujung Tanah.
Perlunya konseling tentang pentingnya paritas dan pengaturan jarak kelahiran agar
proses kehamilan dan persalinan dapat berjalan lancar serta mengurangi risiko
kematian bayi.

II.4 Jurnal terkait


Judul :
“DETERMINANT RISK ANALYSIS OF HEALTH SOCIAL AND BEHAVIOUR
AGAINST INFANT MORTALITY INCIDENT IN THE DISTRICT OF UJUNG
TANAH MAKASSAR”
Oleh :
Kiki Amelia M., Ridwan M. Thaha, Masni.
Bagian Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Hasanuddin,
Bagian Biostatistik, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,
Makassar
BAB III
KESIMPULAN

Kesehatan sebagai sumber kehidupan sehari-hari bukan sekedar tujuan


hidup. Kesehatan merupakan konsep yang positif yang menekankan pada sumber-
sumber sosial dan personal. Dengan teori Blum ini kita dapat memperbaiki
kondisi lingkungan yang buruk dan juga hal-hal yang dapat mempengaruhi status
kesehatan. Seperti dengan cara memperbaiki 4 aspek utama determinan kesehatan,
yaitu faktor keturunan yang saling mempengaruhi, faktor-faktor perilaku dan
faktor pelayanan kesehatan serta memperhatikan determinan sosial yang berkaitan
dengan kesehatan dan melakukan promosi kesehatan dengan menjalin hubungan
dengan klien yang baik.
Melihat kondisi kesehatan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan,
maka perlu peran aktif semua pihak dalam mengatasi masalah kesehatan
masyarakat. Mengingat wilayah Indonesia sangat luas, dibutuhkan kerjasama
dalam merumuskan dan mengembangkan program kesehatan masyarakat sesuai
karakteristik daerah setempat sehingga tahap perubahan menuju masyarakat
sehat dalam pengelolaan kesehatan masyarakat menjadi bagian kesadaran dan
pengetahuan masyarakat dan pada akhirnya merupakan milik dan tanggung jawab
bersama. Selain itu, pola penyegaran, pembinaan, pemberdayaan dan penguatan
jaringan organisasi Puskesmas, Poskesdes, Posyandu sangatlah penting di dalam
mengembangkan sistem kesehatan masyarakat dengan tujuan menuju masyarakat
sehat dan sejalan dengan melibatkan masyarakat semaksimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Djaja, S., Hapsari, D., Sulistyowati, N., & lolong, D. B. (2009). Peran Faktor
Sosio-Ekonomi, Biologi dan Pelayanan Kesehatan Terhadap Kesakitan Dan
Kematian Neonatal. Majalah Kedokteran Indonesia, 59.
Hussaini, K. S., Ritenour, D., & Coonrod, D. V. (2013). Interpregnancy intervals
and the risk for infant mortality: a case control study of Arizona infants 2003-
2007. Matern Child Health J, 17(4), 646-653. doi: 10.1007/s10995-012-1041-8.
Ircham Machfoedz dan Eko Suryani. 2008. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari
Promosi Kesehatan. Yogyakarta. Fitramaya.
Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka
Cipta
http://theicph.com/id_ID/icph/health-determinants/ (International Conference of
Public Health)
https://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang-mempengaruhi-
status-kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai