Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. ERVAN., S.Kep., M.Kep., S.Kep J.

ADE SETIAWAN P0 5120218045


DIKA P0 5120218060
INDAH KURNIA NINGSIH P0 5120218010
INDA PURWANTI P0 5120218071
MELLA MARIANTI P05120218021
RINSI UTAMI P05120218033
VANNY PUSPITA SARI P05120218083
KELOMPOK 10 :

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN BENGKULU
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan Jiwa Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Isolasi sosial : menarik diri dengan tepat waktu.

Penulis menyadari segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini,


baik materi maupun bahasa. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik khususnya dari Dosen
pembimbing mata kuliah serta pembaca demi kemajuan makalah ini kedepannya.
Semoga Tuhan senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Aamiin.

03 Agustus 2020

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara global World Health Organization 2013-2020
mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera fisik, mental
dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. UU
Kesehatan No. 36 (2009) menyatakan kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan merupakan hak azasi
setiap orang yang dijelaskan dalam UUD 1945, Pasal 28 H ayat 1. WHO
(2001) mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai kondisi sejahtera dimana
individu menyadari kemampuan yang dimilikinya, dapat mengatasi stress
dalam kehidupannya, dapat bekerja secara produktif dan mempunyai
kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah kemampuan seseorang
untuk menampilkan perilaku yang sehat secara emosional, psikologis,
sosial dan memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang efektif
serta konsep diri yang positif.
Sekitar 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa
(WHO, 2006). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan
oleh Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2007 menunjukkan data prevalensi nasional
untuk gangguan jiwa berat pada usia > 15 tahun adalah 0,46%.
Berdasarkan temuan tersebut maka estimasi jumlah penyandang gangguan
jiwa berat di Indonesia adalah 772.800 orang (Keliat, 2013).
Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan
dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi
sosial, supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya
peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan
rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan
kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada
dirinya maupun pada lingkungannya (Winddyasih, 2008). Isolasi sosial

4
juga merupakan masalah keperawatan yang banyak dialami oleh pasien
gangguan jiwa berat. NANDA (2012) mendefiniskan isolasi sosial sebagai
suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan segan terhadap
orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam.
Menurut Townsend (2009) isolasi sosial merupakan keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan
sikap negatif dan mengancam bagi dirinya.
Pasien harga diri rendah perlu mendapatkan perhatian khusus
untuk dapat kembali ke masyarakat dengan memiliki konsep diri yang
positif sehingga dapat memudahkan mereka untuk bersosialisasi kepada
orang lain dengan meningkatkan harga diri mereka terlebih dahulu. Salah
satu upaya untuk dapat mengembalikan harga diri klien menarik diri
dengan memberikan terapi modalitas yaitu terapi aktivitas kelompok
(Keliat, 2009).
B. Tujuan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai
penulis yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui Definisi
2. Mahasiswa dapat mengetahui Rentang Konsep Diri
3. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi
4. Mahasiswa dapat mengetahui Klasifikasi
5. Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi
6. Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi Klinis
7. Mahasiswa dapat mengetahui Komplikasi
8. Mahasiswa dapat mengetahui Mekanisme Koping
9. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksaan
10. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan
C. Manfaat
Agar mahasiswa dapat belajar mengetahui tentang konsep pengertian,
rentang konsep diri, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi,
komplikasi, mekanisme koping penatalaksaan dan asuhan keperawatan
Isolasi Sosial Menarik Diri
D. Sistematika Penulisan

5
1. BAB I Pendahuluan : Dalam bab ini terdiri atas latar belakang, tujuan,
manfaat dan sistematika penulisan.
2. BAB II Pembahasaan : Dalam bab ini terdiri atas konsep Isolasi Sosial
Menarik Diri
3. BAB III Konsep Asuhan Keperawatan : Dalam bab ini terdiri dari
konsep Isolasi Sosial Menarik Diri
4. BAB IV Penutup : Bagian bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

6
BAB II
KONSEP TEORITIS

A. Pengertian
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan
Hartono Y (2010) adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan
seseorang karena orang lain menyatakan negatif dan mengancam.
Sedangkan Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalanya
(Depkes, 2006 dalam Dermawan D dan Rusdi, 2013).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011).
Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian
yang dialami seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan
pasien tidak mampu berinteraksi untuk membina hubungan yang berarti
dengan orang lain disekitarnya.
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak
mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan disekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri
yang tidak realistic (stuart dan sundeen, 1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan
untuk berhubungan secara spontan dengam orang lain, dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi
pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
B. Rentang Respon

7
Menurut Stuart (2007). Gangguan kepribadian biasanya dapat dikenali
pada masa remaja atau lebih awal dan berlanjut sepanjang masa dewasa.
Gangguan tersebut merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel,
dan menetap yang cukup berat menyababkan disfungsi prilaku atau
distress yang nyata.

Respon Adatif Respon Maladatif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisme
Saling Ketergantungan
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan
cara yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi
S dan Purwanto T. (2013) respon ini meliputi:
a. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa
yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri
dalam menentukan rencana-rencana.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial,
individu mamapu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan
diri.
c. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling
member, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung
antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama

8
dan masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013) respon
maladaptive tersebut adalah:
a. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang
lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan
orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap
kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada
orang lain.
b. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin
penilaian.
c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
ogosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain.
d. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
C. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang mempengaruhi
masalah isolasi sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan

9
dalam hubungan sosial. Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya
dapat menimbulkan suatu masalah.
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal (Stuart dan Sundeen, dalam Fitria,2009).

Tahap Perkembangan Tugas

Masa Bayi Menetapkan rasa percaya

Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal


perilaku mandiri

Masa Prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa


tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama


dan berkompromi

Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan


teman sesame jenis kelamin

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara


orang tua dan teman, mencari
pasangan, menikah dan mempunyai
anak

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan


yang sudah dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan


mengembangkan perasaan
ketertarikan dengan budaya

2) Faktor komunikasi keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam
teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya

10
Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat
menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh
yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam
limbic dan daerah kortikal.
b. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial
juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor
stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi
akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan
individu.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik
diri menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:
a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

11
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Gejala objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang enenrgi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada
posisi tidur).
E. Patofisiologi
Individu yang mengalami Isolasi Sosial sering kali beranggapan
bahwa sumber/penyebab Isolasi sosial itu berasal dari lingkunganya.
Padahalnya rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan diri secara

12
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan rasa bersalah, marah,
sepi dan takut dengan orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala
sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self esteem) dan kebutuhan
keluarga dapat meningkatkan kecemasan.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
ansietas diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat. Sumber-
sumber koping meliputi ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah,
tekhnik pertahanan, dukungan sosial dan motivasi. Sumber koping
sebagai model ekonomi dapat membantu seseorang mengintregrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang berhasil.
Semua orang walaupun terganggu prilakunya tetap mempunyai
beberapa kelebihan personal yang mungkin meliputi: aktivitas keluarga,
hobi, seni, kesehatan dan perawatan diri, pekerjaan kecerdasan dan
hubungan interpersonal. Dukungan sosial dari peningkatan respon
psikofisiologis yang adaptif, motifasi berasal dari dukungan keluarga
ataupun individu sendiri sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan
diri pada individu (Stuart & Sundeen, 1998).
F. Mekanisme Koping
Menurut Dermawan (2013, h. 40) Mekanisme koping digunakan
klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian
nyata yang megancam dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan
dalam Regrasi, Represi, dan Isolasi.
Menurut Dalami (2009, h. 11) Individu yang mengalami respon
sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk
mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik.
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.
G. Sumber Koping

13
Menurut Dalami (2009, h. 11), sumber koping yang berhubungan
dengan respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan
keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan
penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
misalnya kesenian, musik atau tulisan.
H. Komplikasi
Menurut Dermawan (2013, h. 40) Klien dengan isolasi sosial
semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu primitive
antara pembicaraan yang austic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori
persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan
dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan
diri.
I. Penatalaksanaan
Menurut Eko Prabowo (2014, h. 145) penatalaksanaan untuk klien dengan
isolasi sosial terbagi menjadi:
a. Penatalaksanaan medis
Pada penatalaksanaan medis, klien akan mendapatkan terapi somatik/
organobiologi. Terapi somatik/ organobiologi merupakan terapi yang
diberikan pada pasien gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptive. Terapi
somatik/ organobiologi terbagi menjadi:
1) Terapi farmakologi
Dalam terapi ini ada tiga jenis obat yang digunakan untuk klien
isolasi sosial yaitu :
a) Clorpromazine (CPZ)
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial bercaya berat dalam fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku aneh atau tidak terkendali.
b) Haloperidol (HP)
Untuk sindrom psikosis berdaya berat dalam fungsi netral serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.

14
c) Trihexy Phenidyl (THP)
Untuk segala jenis penyakit parkinson, termasuk paksa
ensepalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat
misalnya reserpin dan fenotiazine.
2) Electri Convulsive Theraphy (ECT)
Menurut Dermawan, dkk (2013, h. 40) menyebutkan
bahwa Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal
dengan elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang
menggunakan energi shock listrik dalam usaha pengobatannya.
Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikitari pada dosis terapinya. ECT
pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo
Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1
juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan
intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik
yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure)
setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu
kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami
rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan
kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada
pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.
3) Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah bentuk layanan kesehatan kepada
masyarakat atau pasien yang mengalami gangguan fisik dan atau
mental dengan menggunakan latihan atau aktivitas mengerjakan
sasaran yang terseleksi (okupasi).
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Psikoterapi
Upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,

15
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan
dan jujur kepada klien.
2) Rehabilitas
a) Terapi kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu
sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis
atau petugas kesehatan jiwa. Terapi ini bertujuan memberikan
stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal. Menurut
Keliat (2016, h. 14) Terapi aktivitas kelompok dibagi empat :
(1) Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi
persepsi dilaksanakan dengan melatih klien
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Aktivitas yang dilaksanakan berupa
stimulus: membaca artikel/ majalah/ buku/ puisi, menonton
acara TV (merupakan stimulus yang disediakan), stimulus
dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi klien yang maladaptif atau destruktif (misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif
terhadap orang lain, dan halusinasi).
(2) Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensoris
TAK stimulasi sensori adalah TAK yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulus pada sensoris
klien. Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan
komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respon. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah: mendengarkan musik,
melukis, menyanyi, menari.
(3) Terapi aktivitas kelompok orientasi realitas
TAK orientasi realitas klien diorientasikan pada
kenyataan yang ada di sekitar klien, yaitu diri sendiri,

16
orang lain yang ada di sekeliling klien atau orang yang
dekat dengan klien, dan lingkungan yang pernah
mempunyai hubungan dengan klien. Aktivitas dapat berupa
orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada di sekitar,
dan semua kondisi nyata.
(4) Terapi aktivitas kelompok sosialisasi
TAK sosialisasi dilaksanakan dengan membantu
klien melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di
sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara
bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan
massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam
kelompok.
b) Terapi lingkungan
Manusia tidak dapat dipastikan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam
kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi
seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada
kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang.

17
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :

1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar
,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari – hari, dependen.
3. Factor predisposisi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari
kelompok sebaya ; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi,
kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh kkn,
dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai
klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB,
BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi

18
b. Konsep diri
1) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh
yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang
tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan
ketakutan
2) Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
a) Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit , proses menua, putus sekolah,
PHK.
b) Ideal diri : Mengungkapkan keputus asaan karena
penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu
tinggi
c) Harga diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan
sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
(1) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubunga social dengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti
dalam masyarakat.
(2) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan
untuk ibadah ( spritual)
d) Status mental : Kontak mata klien kurang /tidak dapat
mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain , Adanya
perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.

19
e) Kebutuhan persiapan pulang
(1) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat
makan
(2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan
membersihkan WC, membersikan dan merapikan
pakaian.
(3) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien
terlihat rapi
(4) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat
beraktivitas didalam dan diluar rumah
(5) Klien dapat menjalankan program pengobatan
dengan benar.
(6) Mekanisme koping : Klien apabila mendapat
masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain( lebih sering menggunakan
koping menarik diri).
f) Aspek medik : Terapi yang diterima klien bisa berupa
therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.

20
B. Pohon Masalah
Berdasarkan data-data tersebut dapat dibuat pohon masalah sebagai
berikut:

Risiko Gangguan Sensori Persepsi: Effect

Halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri Core problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Causa

C. Diagnosa keperawatan :
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Risiko gangguan sensori persepsi : halusinasi
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

21
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI DIRI

Nama Klien : …………………… DX Medis : …………………..

RM No. : ……………………

Tgl NO Diagnosa perencanaan


Dx
Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Isolasi sosial : TUM : klien dapat Setelah 1-3 x pertemuan klien 1.Bina hubunga saling percaya dengan
menarik diri berinteraksi dengan menunjukan tanda-tanda percaya menggunakan prinsip komunikasi
orang lain kepada perawat : terapeutik

TUK : 1. Ekspresi wajah bersahabat a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
2. Menunjukan rasa senang maupun nonverbal
1. Klien dapat membina 3. Ada kontak mata b. Perkenalkan nama, nama panggilan
hubungan saling 4. Mau berjabat tangan perawat dan tujuan berinteraksi
percaya 5. Mau menyebutkan nama c. Tanyakan nama lengkap dan nama
6. Mau menjawab salam panggilan yang disukai klien
7. Mau duduk berdampingan dengan d. Buat kontrak jelas
perawat e. Tunjukan sikap jujur dan menepati
8. Bersedia mengungkapkan masalah janji setiap kali berinteraksi
yang dihadapi f. Tunjkan sikap empati dan menerima
apa adanya
g. Tanyakan perasaan dan masalah yang
dihadapi klien
h. Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
2. Klien mampu Setelah 4 x pertemuan klien dapat 1. Tanyakan pada klien tentang :
menyebutkan menyebutkan minimal satu penyebab a. Orang yang tinggal serumah
penyebab menarik menarik diri : b. Orang yang paling dekat dengan
diri klien
2. Diskusikan dengan klien penyebab
menari diri/ tidak mau bergaul
a. Diri sendiri
b. Orang lain
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien
c. Lingkungan
mengungkapkan perasaan

3. Klien mampu Setelah 5 x pertemuan klien 1. Diskusikan dan tanyakan pada klien
menyebutkan menyebutkan keuntungan hubungan tentang :
keuntungan sosial, misalnya : a. Manfaat hubungan sosial
berhubungan social b. Kerugian menari diri
dan kerugian menarik a. Banyak teman, tidak kesepian
diri b. Bisa diskusi 2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
c. Saling menolong mengungkapkan perasannya
Kerugian :

a. Sendiri
b. Kesepian
c. Tidak bisa diskusi

4. Klien dapat Setelah 6x pertemuan klien dapat 1. observasi prilaku klien selama hubungan
melakukan hubungan melaksanakan hubungan sosial secara sosial
sosial secara bertahap bertahap dengan:
2. beri motivasi dan bantu klien untuk
a.perawat berkenalan dengan perawat dank lien
lain
b.perawat lain
3. libatkan klien dalam TAK
c.pasien lain
4. diskusikan dengan klien jadwal harian
d.kelompok
yang dapat di lakukan
5. beri pujian terhadap kemampuan klien
memperluas pergaulan

5. Klien mampu Setelah 7x pertemuan klien dapat 1. Diskusikan dengan klien tentang
menjelaskan menjelaskan perasaannya setelah perasaannya setelah berhubungan
perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain dan dengan orang lain
berhubungan sosial kelompok
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya
6. Klien mendapat Setelah 8 x pertemuan keluarga 1. Diskusikan pentingnya peran serta
dukungan dari menyebutkan : keluarga sebagai pendukung bagi klien
keluarga dalam untuk mengatasi prilaku menarik diri
mengatasi isolasi 1. Pengertian, tanda dan gejala 2. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala
sosial : menarik diri isolasi sosial : menarik diri dan isolasi sosial yang dialami klien dan cara
cara merawat pasien yang merawat klien
menarik diri 3. Jelaskan dan latih keluarga cara-cara
2. Keluarga setuju untuk mengikuti merawat klien
pertemuan dengan dengan 4. Beri motivasi kepada keluarga agar
perawat membantu pasien untuk bersosialisasi
5. Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat pasien di
rumah sakit

2 Gangguan TUM : 1.stelah 9x pertemuan : 1. sapa klien dengan ramah baik


persepsi verbal maupun non verbal.
sensori : 1. Klien dapat mengenali 1. Ekspresi wajah bersahabat, 2. perkenalkan diri dengan sopan.
halusinasi halusinasi 2. menunjukkan rasa senang
3. tanyakan nama lengkap klien dan
TUK : 3. ada kontak mata
nama panggilan yang disukai klien.
4. mau berjabat tangan
1. Klien dapat membina 4. jelaskan tujuan pertemuan
5. mau menyebutkan nama
hubungan saling 5. jujur dan menempati janji.
6. mau menjawab salam
percaya 7. klien mau duduk berdampingan 6. Tunjukkan sifat empati dan
menerima klien apa adanya.
dengan perawat
8. mau mengutarakan masalah 7. beri perhatian pada klien dan
yang dihadapi perhatikan kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat Setelah 12x pertemuan : 1. Identifikasi bersama klien cara tindakan
mengontrol yang dilakukan jika terjadai halusinasi
halusinasinya 1. klien dapat menyebutkan (tidur, marah, menyibukan diri, dll)
tindakan yang bisa dilakukan, 2. Diskusikan manfaat cara yang dilakukan
untuk mengendalikan klien, jika bermanfaat beri pujian.
halusinasinya 3. Diskusikan cara baru untuk memutus
2. klien dapat memiliki cara atau mengontrol halusinasi:
mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien  Katakan”Saya, saya tidak mau
dengar kamu” (pada saat halusinasi
terjadi)
 Menemui orang lain
(Perawat/teman/anggota keluarga)
untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang
terdengar.
 Membuat jadwal kegiatan sehari-
hari agar halusinasi tidak muncul.
 Minta keluarga tema/perawat jika
nampak bicara sendiri.

3. Bantu klien memilih dan melatih cara


memutus halusinasi secara bertahap.

4. Klien dapat dukungan Setelah 13x pertemuan : 1. Anjurkan klien untuk memberi tahu
dari keluarga dalam keluarga jika mengalami halusinasi.
mengontrol 1. Klien dapat membina
haslusinasi hubungan saling percaya 2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat
dengan perawat
berkunjung/pada saat kunjungan
2. Keluarga dapat menyebutkan
rumah).
pengertian, tanda dan
kegiatan untuk
mengendalikan halusinasi  gejala halusinasi yang dialami klien
 cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus
halusinasi.
 cara merawat anggota keluarga
untuk memutus halusinasi di
rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
 beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantun:
halusinasi terkontrol dan risiko
mencedrai orang lain

5. Klien dapat Setelah 16x pertemuan : 1. Diskusikan dengan klien dan


memanfaatkan obat keluarga tentang dosis, frekuensi
dengan baik 1. Klien dan keluarga dapat manfaat obat
menyebutkan manfaat, dosis, dan 2. Anjurkan klien minta sendiri obat
efek samping obat. pada perawat dan merasakan
2. Klien dapat mendemonstrasikan manfaatnya
penggunaan obat secara benar. 3. Anjurkan klien bicara dengan
dokter tentang manfaat dan efek
3. Klien dapat informasi tentang efek samping obat yang dirasakan
samping obat. 4. Diskusikan akibat berhenti minum
4. Klien dapat memahami akibat obat tanpa konsultasi
berhenti minum obat. 5. Bantu klien menggunakan obat
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 dengan prinsip benar   
benar penggunaan obat
3 Hargadiri TUM: Setelah 18x pertemuan : 1. Diskusikan kemampuan dan aspek
rendah positif yang dimiliki klien.
Klien dapat 1. Klien mengidentifikasi 2. Setiap bertemu klien dihindarkan
berhubungan dengan kemampuan dan aspek positif dari memberi penilaian negatif.
yang dimiliki : 3. Utamakan memberi pujian yang
orang lain secara optimal  Kemampuan yang dimiliki klien realistik.
 Aspek positif keluarga
TUK :   Aspek positif lingkungan yang
1. Klien dapat dimiliki klien.
mengindentifikasi
kemampuan dan
aspek positif yang
dimiliki
TUK  2 : Setelah 19x pertemuan : 1. Diskusikan dengan klien kemampuan
yang masih dapat digunakan selama
Klien dapat menilai 1. Klien menilai kemampuan yang
sakit.
kemampuan yang dapat digunakan.
2. Diskusikan kemampuan yang dapat
digunakan. dilanjutkan penggunaan
TUK 3 : Setelah 20x pertemuan : 1. Rencanakan bersama klien aktivitas
yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
Klien dapat 1. Klien membuat rencana kegiatan
kemampuan:
(menetapkan) harian.
2. Kegiatan mandiri
merencanakan kegiatan
3. Kegiatan dengan bantuan sebagian
sesuai dengan
4. Kegiatan yang membutuhkan bantuan
kemampuan yang total.
dimiliki 5. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien.
6. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
yang boleh klien lakukan.

TUK  4 : Setelah 21x pertemuan :  1. Beri kesempatan pada klien untuk


mencoba kegiatan yang telah
Klien dapat melakukan 1. Klien melakukan kegiatan sesuai direncanakan.
kegiatan sesuai kondisi kondisi sakit dan kemampuannya. 2. Beri pujian atas keberhasilan klien
sakit dan 3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
kemampuannya. dirumah.
TUK 5 : Setelah 22x pertemuan : 1. Beri pendidikan kesehatan pada
Klien dapat 1. Klien memanfaatkan sistem keluarga tentang cara merawat klien
memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga. dengan harga diri rendah.
pendukung yang ada. 2. Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penulis dapat mengidentifikasi pada klien isolasi sosial dengan
diagnosa keperawatan isolasi sosial menarik diri. Dari data yang
didapatkan, pasien dengan isolasi sosial sering menyendiri, bingung, malu
dengan kondisinya saat ini. Data objektif yang didapat klien tampak sering
menyendiri, pendiam, bicara pelan dan lambat, kontak mata mudah beralih.
Sehingga diagnosa prioritas yang muncul pada klien yaitu isolasi sosial,
harga diri rendah dan gangguan sensori presepsi halusinasi. Penulis
memprioritaskan masalah isolasi sosial sebagai diagnosa utama klien.

B. Saran
Penulis sadar bahwasanya makalah ini masih banyak kekurangan
dalam penulisan dari isi maupun sususan dalam pembuatan makalah ini
akan tetapi penulis berharap malkalh ini dapat berguna bagi rekan rekan
mahasiswa lain sebagai referensi untuk media pembelajaran, kiranya
penulis memerlukan saran dan kritik sebagai pembangun agar bisa
membuat maklah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. 2011 . Keperawatan Jiwa; Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha


Ilmu
Maramis, Wf. 1995. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga Universitu press : Surabaya
Musliha, Siti Fatmawati. 2010. Komunikasi Keperawatan. Nuha Medika:
Yogyakarta
Keliat BA .Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Stuart,G.W & sundeen,S.J.2006 Buku saku keperawatan jiwa.Jakarta: EGC

Yosep,I.2010. Keperawatan jiwa . Bandung: Refika Aditama

Iyus, Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa. Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai