Anda di halaman 1dari 26

Tugas Makalah Keperawatan Kesehatan Jiwa II

“Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial “

Di susun oleh :

Kelompok 6

1. Febryananda Polapa (841418009)

2. Susfiyanti R. Asala (841418019)

3. Zatul Hikmah Katili (841418028)

4. Ilman Asman (841418035)

5. Febrianti S. Rahim (841416057)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
“Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial“ dapat tersusun hingga selesai. Harapan penulis semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, Januari 2020

Penulis
.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………ii

Daftar Isi…………………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….…1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………2

1.3 Tujuan………………………………………………………………………..…2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………3

2.1 Konsep Medis…………………………………………………………………..3

2.2 Konsep Keperawatan…………………………………………………………..8

2.3 Terapi Isolasi Sosial………………………………………………………...…19

BAB III PENUTUP………………………………………………………………...22

3.1 Simpulan………………………………………………………………………22

3.2 Saran…………………………………………………………………………...22

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa
kesehatan manusia sulit untuk menjalankan aktivitas. Menurut Undang Undang No 36 tahun
2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik,mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup untuk produktif secara sosial dan
ekonomis. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, kesehatan
jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja, secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya
(Hermawan B, 2015).

Sedangkan menurut American Nurses Association (ANA) tentang keperawatan jiwa,


keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu dan
tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam
meningkatkan, mempertahankan, serta memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental
masyarakat dimana klien berada. Selain keterampilan teknik dan alat klinik, perawat juga
berfokus pada proses terapeutik menggunakan diri sendiri (use self therapeutic) (Kusumawati F
dan Hartono Y, 2010 dalam Hermawan B, 2015).

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami individu dan dipersepsikan
disebabkan oleh orang lain. Ketidakmampuan mengungkapkan perasaan yang dirasakan oleh
klien dapat membuat klien marah. (Sukaestih, Dia 2018).

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan dipersepsikan
disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan mengancam (Townsend, 2010 dalam
Sukaestih, Dia 2018). Klien dengan isolasi sosial tidak mampunyai kemampuan untuk
bersosialisasi dan sulit untuk mengungkapkan keinginan dan tidak mampu berkomunikasi
dengan baik sehingga klien tidak mampu mengungkapkan marah dengan cara yang baik.
(Sukaestih, Dia 2018).

4
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep medis isolasi sosial?


2. Bagaimana konsep keperawatan isolasi sosial?
3. Bagaimana terapi pada masalah isolasi sosial?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis isolasi social


2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan isolasi social
3. Mahasiswa dapat mengetahui terapi pada masalah isolasi sosial

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Medis

A. DEFINISI

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap negatif dan mengancam (Townsend, 1998). Isolasi sosial adalah rasa
kesepian yang dialami oleh individu didalam lingkungan sosial dan sebagai kondisi yang negatif
atau mengancam. Pada klien isolasi sosial akan ditemukan data objektif meliputi perilaku yang
tidak sesuai dengan tahap perkembangan, afek tumpul, mengalami kecacatan (misal fisik dan
mental), sakit, tidak ada kontak mata, dipenuhi dengan pikiran sendiri, menunjukan permusuhan,
tindakan yang dilakukan terjadi secara berulang, selalu ingin sendiri, menunjukan perilaku yang
tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang dominan, tidak komunikatif, dan adanya
perilaku menarik diri (NANDA, 2012 dalam Damaiyanti, 2014).

Menurut (Riyadi & purwanto, 2009 dalam Damaiyanti, 2014)) Isolasi sosial adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Oleh sebab itu
untuk mengurangi penurunan dan ketidakmampuan pasien isolasi sosial dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitar dibutuhkan kerjasama.

Dari pengertian diatas dapat dikatakan isolasi sosial adalah kerusakan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain, pasien mungkin merasa tidak berharga dalam lingkungannya.

Rentan Respon Sosial. Dalam Damaiyanti (2014) Respon ini meliputi :

1. Solitude atau menyendiri

Merupakan respon yang dilakukan individu untuk apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu
cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana (Riyadi & Purwanto, 2009).

2. Otonomi

6
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam hubungan sosial. Individu mampu menetapkan diri untuk interdependen dan pengaturan
diri (Riyadi & Purwanto, 2009).

3. Kebersamaan

Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima dalam
hubungan interpersonal (Riyadi & Purwanto, 2009).

4. Interdependen (Saling Ketergantungan)

Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal (Riyadi & Purwanto, 2009).

5. Kesepian

Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya.
(Damaiyanti, 2014)

6. Menarik diri

Seseorang yang mengalami mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain. (Yosep, 2011)

7. Manipulasi

Merupakan gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain sebagai objek,
hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi
pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan
atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain (Riyadi & Purwanto, 2009).

8. Impulsif

Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang tidak dapat diduga,
tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman
dan miskin penilaian (Riyadi & Purwanto, 2009).

9. Narkisisme

7
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris, harga diri yang rapuh,
terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat
dukungan dari orang lain (Riyadi & Purwanto, 2009).

10. Isolasi Sosial

Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berikteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Riyadi &
Purwanto, 2009)

B. PENYEBAB

Dalam Damaiyanti (2014) terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi
diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar
dari orang lain dan kegiatan sehari-hari terabaikan. (Kusumawati, 2010)

Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa dalam hubungan sosial yaitu :

a) Faktor Predisposisi

1) Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan
menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem
keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota
keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih
tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stres keluarga. Pendekatan kolaburatif
sewajarnya dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.

2) Faktor Biologik

8
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik merupakan salah
satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.

3) Faktor Sosiokultural

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma
yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat
terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini. (Stuart, 2007)

b) Faktor presipitasi

1) Stressor Sosiokultural

Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.

2) Stressor Psikologis

Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi .(Stuart, 2007)

C. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala isolasi sasial yang dapat ditemukan yaitu :

1. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting


2. Perilaku tidak sesuai dengan perkembangan
3. Afek tumpul
4. Bukti kecacatan (fisik, mental)
5. Tindakan tidak berarti

9
6. Tidak ada kontak mata
7. Menunjukan permusuhan
8. Ingin sendiri
9. Menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang dominan.
10. Tidak komunikatif
11. Menarik diri (NANDA, 2012)

D. MEKANISME KOPING

Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-masing gangguan hubungan
sosial yaitu regresi, proyeksi, persepsi dan isolasi (Riyadi & Purwanto, 2009 dalam Damaiyanti,
2014).

1. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.


2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima, secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antara sikap
dan perilaku (Damaiyanti, 2012).

Pohon Masalah

Risiko gangguan persepsi sensori : halusinasi (efek)

Isolasi Sosial : core problem

Harga diri rendah kronik : causa

10
2.2 Konsep Keperawatan
A. PENGKAJIAN
a. Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial DALAM Damiyanti (2014)
adalah :

1. Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Tugas
perkembangan pada masing-masing tahap tumbuh kembang ini memiliki karakterisitik tersendiri.
Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah
respon sosial maladaftif.
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial
maladaftif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang
yang tidak berhasil memisahkan dirinya dengan orang tua. Norma keluarga yang tidak
mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar keluarga.
2. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil
penelitian, pada penderita skizofrenia 8% kelainan pada struktur otak, seperti atrofi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur imbik diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhububungan. Ini akibat dan norma
yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dan kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini.
4. faktor komunikasi dalam keluarga
gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya
gangguan dalam berhubungan sosial. dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak
jelas yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling

11
bertentangan dalam waktu bersamaaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

b Stressor presipitasi
Stressor presipitasi pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas. Stressor presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori :
1. Stressor sosial budaya
stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas ini keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya dirawat dirumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan (isolasi sosial)

c. Perilaku
Adapun perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis
(kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul.
Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada.
klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). klien
tampak memisahkan diri, dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses, aktivitas menurun, kurang
energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain.
klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

d. Sumber koping
sumber koping yang berhubungan dengan respons sosial maladaftif termasuk keterlibatan
dalam hubungan yang luas dalam keluarga maupun teman, ,menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan.

12
e. Mekanisme defensif
mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. mekanisme yang sering digunakan dalam isolasi
sosial adalah regresi, represi, dan isolasi.
1. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain
2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima,secara
sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan
detensif dalam menghubungan perilaku dengan motivasi. atau pertentangan antara
sikap dan perilaku.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Persepsi Sensori
2. Isolasi Sosial
3. Harga diri rendah kronik

13
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1. Gangguan Persepsi Sensori Persepsi Sensori 1. managemen hakusinasi (09288)
(D.0085) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola peningkatan keamanan,
kenyaman dan orientasi realita
Kategori : Psikologis
Sub kategori : Integritas ego Observasi :
1. monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
Definisi : perubahan persepsi 2. monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
terhadap stimulus baik internal 3. monitor isi halusinasi (mis. Kekerasan atau membahyakan diri)
maupun eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, Terapeutik :
berlebihan atau terdistorsi 1. pertahankan lingkungan yang aman
2. lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat mengontrol
Penyebab: perilaku
1. Gangguan penglihatan 3. diskusikan perasaan dan respon terhadapa halusinasi
2. Gangguan pendengaran 4. hundari perdebatan tentang validitas haulusinasi
3. Gangguan penghirupan
4. Gangguan perabaan Edukasi :
5. Hipoksia serebral 1. anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
6. Penyalahgunaan zat 2. anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk member
7. Usia lanjut dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
8. Pemajanan toksin lingkungan 3. anjurkan melakukan distraksi
4. ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: Kolaborasi :
1. Mendengar suatu bisikan atau 1. kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas.
melihat bayangan
2. Merasakan sesuatu melalui
indra perabaan, penciuman atau
pengecapan

14
Objektif :
1. Distorsi sensori
2. Respon tidak sesuai
3. Bersikap seolah melihat,
mendengar, mengecap, meraba
atau mencium sesuatu

Gejala dan tanda minor


Subjektif :
1. Menyatakan kesal
Objektif :
1. Menyendiri
2. Melamun
3. Konsentrasi buruk
4. Disorientasi waktu, tempat,
orang atau situasi
5. Curiga
6. Melihat ke suatu arah
7. Mondar mandir
8. Bicara sendiri

2. Harga diri rendah kronis Harga Diri managemen perilaku (12463)


(D.0086) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola perilaku negative

Kategori : psikologis Observasi :


Subkategori : Integritas ego 1. identifikasi harapan untuk mengendalikan perilaku

Definisi : Evaluasi atau perasaan Terapeutik :


negative terhadap diri sendiri, 1. diskusikan tanggung jawab terhadap perilaku
atau kemampuan klien seperti 2. jadwalkan kegiatan terstruktur
tidak berarti, tidak berharga, 3. ciptakan dan pertahankan lingkungan dan kegiatan perawatan
tidak berdaya yang berlangsung konsisten setiap dinas

15
dalam waktu lama dan terus 4. batasi jumlah pengunjung
menerus 5. bicara dengan nada rendahdan tenang
6. lakukan kegiatan pengalihan terhadap sumber agitasi
Penyebab : 7. cegah perilaku pasif dan agresif
1. terpapar situasi traumatis 8. beri penguatan positif terhadap keberhasilan mengendalikan
2. kegagalan berulang perilaku
3. kurangnya pengakuan dari 9. lakukan pengekangan fisik sesuai indikasi
orang lain 10. hindari sikap menyudutkan dan menghentikan pembicaraan
4.ketidakefektifan mengatasi 11. hindarisikap mengancam dan berdebat
masalah kehilangan 12. hindari berdebat atau menawar batas perilaku yang telah
5. gangguan psikiatri ditetapkan
6. penguatan negative berulang
7. ketidaksesuaian budaya Edukasi :
1. informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar
Gejala tanda mayor pembentukan kognitif
Subjektif :
1. Menilai diri negative (mis.
Tidak berguna,tidak tertolong)
2. merasa malu atau bersalah
3. merasa tidak mampu
melakukan apapun
4. meremehkan kemampuan
mengatasi masalah
5. merasa tidak memiliki
kelebihan atau kemampuan
positif
6. melebih-lebihkan penilaian
negative tentang diri sendiri
7. menolak penilaian positif
tentang diri sendiri
Objektif :
1. enggan mencoba hal baru
2. berjalan menunduk

16
3. postur tubuh menunduk

Gejala dan tanda minor


Subjektif :
1. merasa sulit berkonsentrasi
2. sulit tidur
3. mengungkapkan keputusasaan
Objektif :
1. kontak mata kurang
2. lesu dan tidak bergairah
3. berbicara pelan dan lirih
4. pasif
5. perilaku tidak asertif
6. mencari penguatan secara
berlebihan
7. bergantung pada pendapat
orang lain
8. sulit membuat keputusan

3. Isolasi social (D.0121) Keterlibatan 3. terapi aktivitas (I.05186)


Kategori : relasional social Definisi : menggunakan aktivitas fisik kognitif, social, dan spiritual
Subkategori : interaksi social tertentu untuk memulihkan keterlibatan, frekuensi, atau durasi
aktivitas atau kelompok
Definisi : ketidak mampuan
untuk membina hubungan yang Observasi :
erat hangat, terbuka, dan 1. identifikasi deficit tingkat aktivitas
interdependen dengan orang lain. 2. indentifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
3. identifikasi sumber daya ntuk aktivitas yang diinginkan
Penyebab : 4. identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
1. keterlambatan perkembangan 5, identifikasi makna aktivitas rutin dan waktu luang

17
2. ketidakmampuan menjalin 6. monitor respon emosional fisik, social, dan spiritual terhadapa
hubungan yang memuaskan aktivitas
3. ketidaksesuaian minat dengan
tahap perkembangan Terapeutik :
4.ketidaksesuaian nilai-nilai 1. fasilitasi focus pada kemampun buka deficit yang dialami
dengan norma 2. sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
5. ketidaksesuaian perilaku social aktivitas
dengan norma 3. fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
6. perubahan penampilan fisik konsisten sesai kemampuan fisik psikologis, dan social
7. perubahan status mental 4. koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
8, ketidakadekuatan sumber daya 5, fasilitas makna aktivitas yang dipilih
personal (mis. Disfungsi 6. fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas.
berduka, pengendalian diri 7. fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaiakan lingkungan
buruk). untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
8. fasilitasi aktivitas fisik rutin sesuai kebutuhan
Gejala dan tanda mayor 9. fasilitasi aktivitas penggangti saatmengalami keterbatasan waktu
Subjektif : energi atau gerak
1. merasa ingin sendirian 10. libatkan keluarga dalam aktivitas
2. merasa tidak aman ditempat
umum Edukasi :
Objektif : 1. jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari
1. menarik diri 2. ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilig
2. tidak berminat/menolak 3. anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif
berinteraksi dengan orang lain dalam menjaga fungsi dan kesehatan
natau lingkung 4. anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi
Gejala dan tanda minor
Subjektif : Kolaborasi :
1.merasa berbeda dengan orang 1. kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
lain memonitor program aktivitas
2. merasa asyik dengan pikiran 2. rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas
sendiri
3. merasa tidak mempunyai
tujuan yang jelas

18
Objektif :
1. afek datar
2. afek sedih
3. riwayat ditolak
4. menunjukkan permusuhan
5. tidak mampu memenuhi
harapan orang lain
6.kondisi difabel
7. tindakan tidak berarti
8. tidak ad kontak mata
9. perkembangan terlambat
10. tidak bergairah/lesu

19
20
STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL
No. Pasien Keluarga
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien Mendiskusikan masalah yang
2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan dirasakan keluarga dalam merawat
3. beinteraksi dengan orang lain pasien
4. Berdiksusi dengan klien tentang kerugian Menjelaskan pengertian, tanda dan
5. berinteraksi dengan orang lain gejala isolasi sosial yang dialami
Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu klien beserta proses terjadinya
orang Menjelaskan cara-cara merawat
Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan klien dengan isolasi sosial
berbincang-bincang dengan orang lain dalam
kegiatan harian

SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Melatih keluarga mempraktikan
2. Memberikan kesempatan kepada klien , cara merawat klien dengan isolasi
3. mempraktikan dengan cara berkenalan dengan sosial
satu orang Melatih keluarga mempraktikan
Membantu memasukan kegiatan latihan cara merawat langsung kepada
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai klien isolasi sosial
salah satu kegiatan harian

SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Membantu keluarga membuat
2. Memberikan kesempatan kepada klien jadwal aktivitas dirumah, termasuk
mempraktikan cara berkenalan dengan dua orang minum obat (discharge planning)
atau lebih Menjelaskan follow up klien
3. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal setelah pulang
kegiatan harian

21
2.3 Jurnal Terapi Isolasi Sosial
1. Penerapan Terapi Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, dan Social Skill
Training pada Pasien Isolasi Sosial

Abstrak

Latar Belakang:

Isolasi sosial merupakan salah satu gejala negative skizofrenia. Isolasi Isolasi sosial adalah
kondisi menyendiri yang dialami seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai
sesuatu yang negatif atau keadaan yang mengancam. Masalah sosial seringkali merupakan
sumber utama keprihatinan keluarga dan penyedia layanan kesehatan, karena efeknya lebih
menonjol daripada gejala kognitif dan persepsi.

Tujuan:

penelitian ini bertujuanuntuk menggambarkan penerapan Terapi Generalis (TG), Terapi


Aktivitas Kelompok sosialisasi (TAKS, dan Social Skill Training (SST) pada pasien isolasi
sosial.

Metode:

Metodelogi Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif melalui stusi kasus kepada 35 pasien di
ruang Bratasena Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tanda dan Gejala isolasi sosial
diidentifikasi sebelum dan setelah penerapan GT, TAKS, dan SST menggunakan instrument
tanda dan gejala isolasi social yang dimodifikasi terdiri dari aspek kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku,dan social.

Hasil:

Hasil penelitian menunjukkan ada penurunan tanda dan gejala isolasi social (75,75%), dan
peningkatan kemampuan pasiendalam bersosialisasi (TG: 68,57%, TAKS: 83,90%, SST:
70,29%).

Simpulan:

22
Berdasarkan hasil dari penerapan ketiga terapi diatas,perlu direkomendasikan integrasi tindakan
keperawatan generalis individu dan kelompok serta terapi spesialis social skill training pada
pasien isolasi social agar perawatan pasien dengan isolasi sosial efektif.

2. Sosial Skill Training Pada Klien Isolasi Sosial

ABSTRAK

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami individu dan dipersepsikan
disebabkan oleh orang lain. Ketidakmampuan mengungkapkan perasaan yang dirasakan oleh
klien dapat membuat klien marah.Tujuan penulisan ini menjelaskan manajemen asuhan
keperawatan spesialis jiwa pada klien dengan isolasi sosial . Intervensi diberikan pada 30 klien
dengan isolasi sosial dengan menggunakan terapi Social Skil training. Hasil didapatkan
penurunan tanda dan gejala secara kognitif afektif, fisiologis, perilaku, social dan peningkatan
kemampuan klien dan keluarga. Rekomendasi penelitian ini adalah klien dengan isolasi sosial
dilakukan terapi Social skill training

3. Pengaruh keterampilan social pelatihan: interaksi social kemampuan terhadap klien


isolasi social

Abstrak

- Isolasi sosial adalah kemampuan menurun untuk interaksi yang muncul pada klien isolasi
sosial. Jika tidak diobati, gejala isolasi sosial dapat memperburuk kondisi pasien, yang dapat
menyebabkan timbulnya halusinasi dan bahkan risiko bunuh diri. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menjelaskan pengaruh Keterampilan Sosial Pelatihan untuk Isolasi sosial pada
perubahan kemampuan untuk berinteraksi. Penelitian ini menggunakan desain quasi
eksperimental, dengan metode pengambilan sampel menggunakan total sampling. Populasi
penelitian ini terdiri dari 43 klien di bangsal Flamboyan, Rumah Sakit Jiwa Menur, Surabaya.
Sejumlah 30 responden ditemukan untuk memenuhi kriteria inklusi. Variabel bebas adalah
Keterampilan Sosial Pelatihan, dan variabel dependen adalah kemampuan interaksi (kognitif,
afektif dan perilaku) Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi pada
kemampuan interaksi (kognitif, afektif dan perilaku). Data dianalisis dengan menggunakan uji
Wilcoxon dan uji Mann-Whitney T. Hasil penelitian menunjukkan signifikan peningkatan p =

23
0,000 (p-value <0,05) analisis, dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial pelatihan dapat
meningkatkan kemampuan interaksi (kognitif, afektif dan perilaku pada klien isolasi sosial.
Berdasarkan penelitian, penyediaan optimal Keterampilan Sosial Pelatihan bersama dengan
pendekatan yang mendalam dapat meningkatkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif pada
klien isolasi sosial. Oleh karena itu, pemberian intervensi generalis efektif dan pendekatan
indepth lebih diperlukan untuk meningkatkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif isolasi

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap negatif dan mengancam (Townsend, 1998). Isolasi sosial adalah rasa
kesepian yang dialami oleh individu didalam lingkungan sosial dan sebagai kondisi yang negatif
atau mengancam. Pada klien isolasi sosial akan ditemukan data objektif meliputi perilaku yang
tidak sesuai dengan tahap perkembangan, afek tumpul, mengalami kecacatan (misal fisik dan
mental), sakit, tidak ada kontak mata, dipenuhi dengan pikiran sendiri, menunjukan permusuhan,
tindakan yang dilakukan terjadi secara berulang, selalu ingin sendiri, menunjukan perilaku yang
tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang dominan, tidak komunikatif, dan adanya
perilaku menarik diri (NANDA, 2012 dalam Damaiyanti, 2014).

Menurut (Riyadi & purwanto, 2009 dalam Damaiyanti, 2014)) Isolasi sosial adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Oleh sebab itu
untuk mengurangi penurunan dan ketidakmampuan pasien isolasi sosial dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitar dibutuhkan kerjasama.

3.2 Saran

1. untuk perawat dan tenga kesehatan lainya, binalah hubungan saling percaya dengan klien
agar terjadi komunikasi terapeutik sehingga klien dapat mengungkapkan semua
permasalahanya agar tercapai keberhasilan proses keperawatan.
2. untuk keluarga klien, sisihkanlah waktu untuk mengunjungi klien selama dirawat di RSJ
dan terimalah klien apa adanya serta berikan dukungan dan perhatian yang dapat
memepercepat proses penyembuhan klien.

25
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti M. & Iskandar. 2014. Asuhan keperawatan jiwa. Bandung : PT Refika Aditama

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indicator Diagnostic. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan criteria
hasil keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI

26

Anda mungkin juga menyukai