Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Blok Keperawatan Anak II

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Astriani Nurohmah
2. Endah Fitriani Janatul Halimah
3. Husnul Hasanah
4. Lina Marlina
5. Novita Fitriani
6. Nur Iman
7. Putri Sintia A
8. Riris Radiyanti
9. Suci Alviani
10. Susan Susanti
11. Try Ananda D
12. Triyani
Kelas : Keperawatan Reg. C Semester 5

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas tentang “ADHD”.
Makalah ini dibuat sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa,
khususnya dalam pelajaran keperawatan. Makalah ini disusun dari berbagai
sumber yang mempunyai relevansi yang sangat erat dengan pendidikan
keperawatan yang diambil dari buku dan media elektronik.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan
semestinya dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu masukan-masukan
baik berupa kritik dan saran sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
penyusunan makalah yang akan datang. Demikian, dan apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Kuningan, 06 November 2019

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Rumusan Masalah 2
1.4 Manfaat Penulis 3
BAB II TINJAUAN TEORITIS 4
2.1 Konsep Penyakit Nefrotik Sindrom 4
A. Definisi Nefrotik Sindrom 4
B. Etiologi 6
C. Tanda dan Gejala 9
D. Anatomi Fisiologi Terkait Kasus Nefrotik Sindrom 12
E. Patofisiologi Nefrotik Sindrom 13
F. Pemeriksaan Penunjang 13
G Penatalaksanaan Medis 14
H Komplikasi 17
I. Pencegahan 17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Sindrom Nefrotik 17
A. Pengkajian 17
B. Diagnosa Keperawatan 22
C. Intervensi Keperawatan 22
BAB III PEMBAHASAN 28
3.1 Kasus 28
3.2 Pembahasan Kasus 28
BAB IV PENUTUP 40
4.1 Kesimpulan 40
4.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi
medis yang ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi,
dengan frekuensi lebih sering dan intensitas lebih berat dibandingkan
dengan anak-anak seusianya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). GPPH di
dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-3
(PPDGJ-III) disebut sebagai Gangguan Hiperkinetik (Maslim, 2013).
Gangguan psikiatri pada anak yang secara umum menjadi salah satu
masalah utama bagi kesehatan jiwa anak saat ini adalah GPPH (Saputro,
2009). Pineda (1999) mengemukakan prevalensi GPPH pada anak sekolah
berkisar 3-10% (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder edisi ke-4 yang direvisi (DSM IV
TR) melaporkan prevalensi GPPH sebesar 2-7% diantara anak usia sekolah
(Forgey dan DeJong, 2008). American Psychiatric Association
memperkirakan 3-7 dari 100 anak sekolah menderita GPPH (Kementerian
Kesehatan RI, 2011). Penelitian lain menyebutkan prevalensi GPPH pada
anak di seluruh dunia berkisar 4-7% (Spencer, 2008).Penelitian mengenai
prevalensi GPPH di Indonesia masih sangat sedikit sehingga sampai saat
ini belum didapatkan angka pasti mengenai kejadian GPPH di Indonesia
(Novriana et al., 2014).
Badan Penelitian dan Pengembangan Direktorat Pendidikan Luar
Biasa pada tahun 2006 melaporkan bahwa dari 696 siswa SD yang berasal
dari empat provinsi di Indonesia dengan rata-rata nilai rapor kurang dari 6,
terdapat 33% siswa yang dinyatakan mengalami gangguan emosi dan
perilaku, yang didalamnya termasuk GPPH (Mahabbati, 2013).
Berdasarkan pemaparan tentang GPPH yang telah disebutkan diatas,
diperlukan penatalaksanaan yang baik dari segi terapi maupun pencegahan.
Oleh karena itu perlu diketahui etiologi dari terjadinya GPPH. Namun

1
hingga saat ini penyebab pasti terjadinya GPPH belum bisa diketahui
(Kaplan et al., 2010). Beberapa faktor yang sering diajukan sebagai faktor
risiko terjadinya GPPH yaitu urutan kelahiran (anak pertama) (Marin et al.,
2014; Evrensel et al., 2015),
1.2 Rumusan Masalah
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. 3-7 dari 100 anak
sekolah menderita GPPH (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Penelitian
lain menyebutkan prevalensi GPPH pada anak di seluruh dunia berkisar 4-
7% (Spencer, 2008).Penelitian mengenai prevalensi GPPH di Indonesia
masih sangat sedikit sehingga sampai saat ini belum didapatkan angka
pasti mengenai kejadian GPPH di Indonesia.Dari data diatas adapun
rumusan masalah yang kami buat sebagai berikut:

1) Bagaimana pengkajian pada pasien anak dengan kasus ADHD?


2) Bagaimana diagnosa yang tepat pada pasien anak dengan kasus ADHD?
3) Bagaimana intervensi pada pasien anak dengan kasus ADHD?
4) Bagaimana implementasi pada pasien anak dengan kasus ADHD?
5) Bagaimana evaluasi pada pasien anak dengan kasus ADHD?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Penulisan Umum


Tujuan penulisan umum dari penulisan makalah ini ada agar
mahasiswa mampu memahami dan memberikan konsep asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien anak dengan ADHD.
1.3.2 Tujuan penulisan khusus
1) Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi dan manifestasi
klinik pasien anak dengan ADHD.
2) Melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan dan
rencana tindakan keperawatan pada pasien anak dengan ADHD.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat penulisan makalah bagi pendidikan :
Sebagai suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan yang telah
di dapat dari materi ADHD yang sebenarnya sebagai masukan bagi
semua mahasiswa dalam upaya menjelaskan dan mampu berdiskusi

2
dalam perkuliahan, dapat digunakan sebagai acuan dan referensi dalam
pembelajaran.
1.4.2 Manfaat penulisan makalah bagi keperawatan :
Perawat dapat menentukan diagnosa dan intervensi keperawatan
yang tepat pada klien dengan gangguan sistem imunitas yaitu penyakit
Thalasemia.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Penyakit Nefrotik Sindrom
A. Definisi Sindrom Nefrotik
ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity
disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity =
hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia,
ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari attention
deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat
ditambahkan 'hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi
beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis
ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya
sama.

3
Istilah ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis
yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan
dan psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi
medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di
mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls,
menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian atau
rentang perhatian mudah teralihkan. Jika hal ini terjadi pada seorang anak
dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku,
kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang kait-mengait.
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi
anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang
konsentrasi, hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu disertai dengan gangguan
hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia, lazimnya
diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa
Hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap kali
tumpang tindih dengan kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia
(dyslexia), dispraksia (dyspraxsia), gangguan menentang dan melawan
(oppositional defiant disorderlODD). Selanjutnya pada tulisan ini akan
digunakan istilah ADHD.
ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada
masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan
perkembangan tersebut berbentuk suatu spectrum, sehingga tingkat
kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat dari
perjalanan ditemukannya gangguan ini.
Istilah ADHD cenderung belum dikenal secara luas dan mungkin
merupakan istilah baru, tetapi anak yang memperlihatkan perilaku over
aktif dan tidak terkendali telah terjadi sejak lama. Pada 1845, Heinrich
Hoffman, seorang neurolog,untuk pertama kalinya menulis mengenai
perilaku yang kemudian dikenal dengan hiperaktif dalam buku 'cerita anak'

4
karangannya.150 tahun berikutnya, kejadian perilaku serupa diperlihatkan
oleh seorang anak di Chicago, namanya Dusty. Meskipun terpisah waktu
selama 150 tahun, simtom atau ciri yang mereka perlihatkan adalah
serupa, yaitu simtom primer ADHD. Ada tiga jenis simtom, yaitu anak
tidak konsentrasi dengan ciri tidak fokus terhadap ajakan; hiperaktif
dengan ciri tidak pernah mau diam alias terus bergerak; dan impulsif
dengan ciri bertindak tanpa berpikir.
Dalam literatur lain dijelaskan, ADHD pertama kali ditemukan
pada 1902 oleh seorang dokter Inggris, Profesor George F. Still, di dalam
penelitiannya terhadap sekelompok anak yang menunjukkan suatu
"ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian, gelisah, dan
resah'." la menemukan, bahwa anak-anak tersebut memiliki kekurangan
yang serius 'dalam hal kemauan' yang berasal dari bawaan biologis.
Anggapannya, bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh sesuatu 'di
dalam' diri anak dan bukan karena faktor-faktor lingkungan.
Pendapat lain menyatakan, bahwa ADHD disebabkan oleh epidemi
encephalitis (peradangan otak) yang menyebar ke seluruh dunia yang
terjadi sejak 1917-1926. Bagi banyak anak yang bertahan hidup, hal itu
dapat menimbulkan berbagai masalah perilaku, termasuk mudah marah,
perhatian yang lemah,dan hiperaktif. Anak-anak yang mengalami trauma
kelahiran, luka di bagian otak, atau mengalami keracunan memperlihatkan
masalah tingkah lakua yang diberi nama 'brain injured child syndrome'
yang terkadang dikaitkan dengan terbelakang mental.
B. Etiologi
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari tetapi
belum ada satu pun penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua
gangguan yang ada. Berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang
banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah
selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat
menimbulkan kerusakan perkembangan otak, berperan penting sebagai
faktor penyebab ADHD ini.

5
Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab
terjadinya ADHD, secara umum karena ketidakseimbangan kimiawi
atau kekurangan zat kimia tertentu di otak yang berfungsi untuk
mengatur ‘perhatian dan aktivitas’ . Beberapa penelitian menunjukan
adanya kecenderungan faktor keturunan (herediter) tetapi banyak pula
penelitian yang menyebutkan bahwa faktor-faktor sosial dan
lingkunganlah yang lebih berperan.

Ada dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame


mempunyai andil dalam memunculkan atau memperberat gejala ini.
Anak dengan ciri ADHD tetapi tidak ditemukan adanya kelainan
neurologis, penyebabnya diduga ada kaitan dengan faktor emosi dan
pola pengasuhan.

Namun untuk bahan kajian lebih lanjut akan dikemukakan hasil


penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000, Barkley, 20003
Sugiarmin, 2006), yang mengatakan bahwa terdapat faktor yang
berpengaruh terhadap munculnya ADHD , yaitu:

a. Faktor genetika

Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan


faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga
dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jik orang tua
mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD sebesar 60 %.
Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka
saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.

Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa


molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya
ADHD.Dengan demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak
kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada
kaitannya dengan keturunan.

b. Faktor neurobiologis

6
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis
diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul
pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus
prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD
pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus
prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi
tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan.
Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan
dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara kolektif dikenal
sebagai basal ganglia.

Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif,


penundaan respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan
daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan ciri-ciri pada
ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks
prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.

Identifikasi ADHD
Seperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa tidak mudah untuk
membedakan penyandang ADHD terutama yang tergolong ringan
dengan anak normal yang sedikit lebih aktif dibanding anak yang
lainnya. Tidak ada tes untuk mendiagnosa secara pasti jenis gangguan
ini, mengingat gejalanya bervariasi tergantung pada usia, situasi, dan
lingkungan.
Hal ini menunjukan ADHD merupakan suatu gangguan yang
kompleks berkaitan dengan pengendalian diri dalam berbagai variasi
gangguan tingkah laku. Variasi gangguan ini seperti dikatakan oleh
Lauer (1992) bahwa secara umum gangguan pemusatan perhatian
berkaitan dengan gangguan tingkah laku dan aktivitas kognitif, seperti
misalnya berpikir, mengingat, menggambar, merangkum,
mengorganisasikan dan lain-lain.
Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-
kanak awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan

7
fisik yang lain, mental, maupun emosional. Ciri utama individu
dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan pemusatan
perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan
gangguan dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas).

Dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Inatensi
Yang dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang
gangguan ini tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang
tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul
pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu
mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang
pendek, sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi
dari lingkungannya.
b. Impulsifitas.
Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa
tindakan yang tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat
dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka
sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan
atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya.
Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.
c. Hiperaktivitas
Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi
gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak
bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika
dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku
hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol
dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak
dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya
dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk
memusatkan perhatian.

8
C. Tanda dan gejala
Manifestasi klinik yang dapat dilihat pada anak hiperaktif adalah
sebagai berikut:
1. Identifikasi awal anak hiperaktif umumnya terjadi pada anak usia
taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Para guru mereka akan
melaporkan bahwa anak tersebut tidak dapat dikendalikan, tidak dapat
duduk diam, memasuki ruangan-ruangan serta mengganggu kegiatan
anak-anak yang lain, suka ribut dan tidak mempunyai perhatian, tidak
bersedia mengikuti petunjuk atau perintah yang diberikan, seolah-olah
tidak mendengar, tidak mau belajar dari kesalahan-kesalahan yang
diperbuat dimasa lalu serta tidak memberikan tanggapan terhadap
peraturan yang ada.
2. Ukuran obyektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena
gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, jika
dibandingkan dengan anak-anak control yang normal, tetapi gerakan-
gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta
mereka selalu resah dan gelisah.

3. Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan


serta bersifat impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa
mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan mereka
tersebut.

4. Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi


dan secara emosional suasana hatinya sangat labil, beberapa menit
terlihat gembira, mendadak marah-marah dan ngambek serta mudah
terangsang, perhatiannya gampang teralihkan, tidak tahan fustasi, dan
kurang dapat mengontrol diri.

5. Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau


bertentangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial
mereka bersikap kaku, bersifat permusuhan dan negatif.

9
6. Mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta
mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami
depresi.

7. Mengalami kegagalan dalam akademik dan kadang perkembangan


motorik dan bahasanya juga terlambat, seperti ketidakmampuan belajar
membaca, matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik
mereka dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada yang
sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.

8. Apa yang dilakukan tidak satu pun diselesaikan, anak cepat sekali
beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.

9. Gejala lainnya, adalah tidak mampu mengontrol gerakan, tidak bisa


duduk tenang, bergoyang-goyang, atau merosot hingga terjatuh dari
tempat duduk dan sepertinya tidak kenal lelah, seakan energinya
digerakan oleh mesin, kalau anak lain diam karena capek sehabis
berlarian, ia paling cuma minum lalu bergerak lagi.
Sedangkan menurut Betz, Cecily, 1996 dalam buku Ilmu
Keperawatan Anak, terdapat dua macam gejala hiperaktif, yakni gejala
kurang konsentrasi dan gejala hiperaktivitas impulsif, adalah sebagai
berikut :

1. Gejala kurang konsentrasi meliputi :

a) Gagal memberi perhatian secara penuh pada hal-hal yang


mendetail atau membuat kesalahan sembrono dalam tugas-tugas
sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.

b) Sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada


tugas atau aktivitas bermain.

c) Sering tampak tidak mendengarkan bila di ajak bicara langsung.

10
d) Sering tidak mentaati instruksi dan tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan rumah,tugas atau pekerkaan ditempat kerja (bukan
karena sikap menentang atau karena tidak mengerti intruksi).

e) Sering mengalami kesulitan dalam mengatur tugas-tugas aktivitas

f) Sering menghindar, tidak menyukai atau enggan terlibat dalam


tugas-tugas yang memerlukan usaha mental terus-menerus (seperti
pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).

g) Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk


mengerjakan tugas atau aktivitas (misal : mainan, tugas sekolah,
pensil, buku, atau alat-alat sekolah )

h) Sering mudah terdistraksi oleh stimulus luar.

i) Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.

2. Gejala Hiperaktivitas impulsive, meliputi :

a) Tangan dan kaki sering tidak bisa diam karena gelisah atau
menggeliat di tempat duduk.

b) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain


atau dalam situasi lain yang seharusnya tidak diperkenankan.

c) Sering berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak


semestinya.

d) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam


aktivitas dalam waktu senggang dengan tenang.

e) Sering tampak repot atau sering seperti diburu-buru.

f) Bicara sering berlebihan.

11
g) Sering menjawab pertanyaan tanpa pikir sebelum pertanyaan
belum selesai.

h) Sering tidak sabar menunggu giliran.

i) Sering menginterupsi atau mengganggu orang lain (memotong


percakapan atau permainan orang lain)

D. Anatomi Fisiologi Ginjal


Bagian dari otak, tertentu mempunyai fungsi dalam pengendalian
emosi, mengatur konsentrasi dan pemusatan pergantian serta
mengendalikan perilaku hiperaktif dan impulse antara lain
2. Lobus Frontal
Bagian lobus frontal membantu kita untuk memfokuskan konsentrasi,
membuat keputusan yang baik, mempersiapkan rencana, belajar dan
mengingat apa yang telah dipelajari, dan menyesuaikan diri dengan
situasi.
3. Mekanisme inhibitor dari cortex
Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah kita berperilaku hiperaktif
dan bertindak semaunya serta mengendalikan emosi.
4. Sistem limbik
Merupakan dasar dari emosi. Sistem limbik yang normal akan
menghasilkan emosi yang normal, tingkat energi yang normal, waktu
tidur yang normal dan kemampuan untuk mengatasi stress yang
normal. Gangguan pada sistem limbik akan berpengaruh terhadap
keadaan-keadaan tersebut.
5. Sistem aktivasi reticular
Sistem ini berfungsi untuk menerima dan menyaring data yang masuk
dari semua pancaindera dan bagian otak lainnya. Gangguan yang ada
pada bagian-bagian otak tersebut akhirnya turut mengganggu fungsi,
kualitas, dan kemampuan bagian otak itu sendiri.
E. Patofisiologi
Kurang konsentrasi atau gangguan hiperaktivitas ditandai dengan
gangguan konsentrasi, sifat impulsif, dan hiperaktivitas. Tidak terdapat
bukti yang meyakinkan tentang sesuatu mekanisme patofisiologi ataupun
gangguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktif, yang berusia antara 6 – 9

12
tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan
tanggapan yang baik terhadap pengobatan–pengobatan stimulan,
memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah (a low level of arousal)
di dalam susunan syaraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut
dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan
elektroensefalografi, potensial–potensial yang diakibatkan secara auditorik
serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk
kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian
mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta
perawatan, maka angka–angka laboratorik menjadi lebih mendekati
normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka
memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan menegakan
diagnosis gangguan kekurangan perhatian. Anak yang mengalami
gangguan hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang-
gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektorensefalogram
mereka, tanpa disertai dengan adanya bukti tentang penyakit neurologik
atau epilepsi yang progresif, tetapi penemuan ini mempunyai makna yang
tidak pasti. Satu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu
di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak
itu.
G. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Agen farmakologis untuk ADHD adalah stimulan sistem saraf
pusat, terutama dextroamphetamine (Dexedrine), methylphenidate,
dan Pemoline (Cylert). Food ang Drug Administration (FDA)
mengizinkan dextroamphetamine pada anak berusia 3 tahun dan lebih
dan methylphenidate pada anak berusia 6 tahun dan lebih; keduanya
adalah obat yang paling sering digunakan.
Mekanisme kerja yang tepat dari stimulan tetap tidak diketahui.
Pendapat respos paradoksikal oleh anak tidak lagi diterima.
Methylphenidate telah terbukti sangat efektif pada hampir

13
tigaperempat anak dengan ADHD dan memiliki efek samping yang
relatif kecil. Methylphenidate edalah medikasi kerja singkat yang
biasanya digunakan secara efektif selama jam-jam sekolah, sehingga
anak dengan gangguan defisit-atensi/ hiperaktivitas dapat
memerhatikan tugasnya dan tetap di dalam ruang kelas. Obat telah
ditunjukkan memperbaiki skor anak hiperaktif pada tugas yang
membutuhkan kegigihan, seperti tugas kinerja kontinu dan asosiasi
berpasangan.
Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri kepala, nyeri
lambung, mual, dan insomnia. Beberapa anak mengalami efek
“rebound”, di mana mereka menjadi agak mudah marah dan tampak
agak hiperaktif selama waktu yang singkat saat medikasi dihentikan.
Pada anak-anak dengan riwayat tik motorik, harus digunakan dengan
berhati-hati, karena, pada beberapa kasus, methylphenidate dapat
menyebabkan eksaserbasi gangguan tik. Permasalahan lain yang
sering tentang methylphenidate adalah apakah obat akan
menyebabkan supresi pertumbuhan.
2. Psikoterapi
Medikasi sendiri saja jarang memuaskan kebutuhan terapeutik
yang menyeluruh pada anak ADHD dan biasanya hanya merupakan
satu segi dari regimen multimodalitas. Pada psikoterapi individual,
modifikasi perilaku, konseling orang tua, dan terapi tiap gangguan
beajar yang meneyertai mungkin diperlukan.
Jika menggunakan medikasi, anak dengan ADHD harus diberikan
kesempatan untuk menggali arti medikasi bagi mereka. Dengan
melakukan hal itu akan menghilangkan kekeliruan pengertian
(seperti, “saya gila”) tentang pemakaian medikasi dan menjelaskan
bahwa medikasi hanya sebagai tambahan. Anak-anak harus mengerti
bahwa mereka tidak perlu selalu sempurna.
Jika anak-anak dengan ADHD dibantu untuk menyusun
lingkungannya, kecemasan mereka menghilang. Dengan demikian,
orang tua dan guru mereka harus membangun struktur hadiah atau
hukuman yang dapat diperkirakan, dengan menggunakan model

14
terapi perilaku dan menerapkannya pada lingkungan fisik, temporal,
dan interpersonal.
Persyaratan yang hampir universal untuk terapi adalah membantu
orang tua untuk menyadari bahwa sikap serba mengizinkan adalah
tidak membantu bagi anak-anak mereka. Orang tua harus juga
dibantu untuk menyadari bahwa, walaupun ada kekurangan pada
anak-anak mereka dalam beberapa bidang, mereka menhadapi tugas
maturasi yang normal, termasuk perlu mengambil tanggung jawab
atas tindakan mereka. Dengan demikian, anak-anak dengan ADHD
tidak mendapatkan manfaat dari dibebaskan dari persyaratan,
harapan, dan perencanaan yang berlaku untuk anak lain.
3. Terapi Bermain
Terapi bermain sering digunakan untuk menangani anak-anak
dengan ADHD. Melalui proses bermain anak-anak akan belajar
banyak hal, diantaranya :
- Belajar mengenal aturan
- Belajar mengendalikan emosi
- Belajar menunggu giliran
- Belajar membuat perencanaan
- Belajar beberapa cara untuk mencapai tujuan melalui proses
bermain
4. Terapi Back in Control
Beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa cara terbaik
untuk menangani anak dengan ADHD adalah dengan
mengkombinasikan beberapa pendekatan dan metode penanganan.
Program terapi “Back in Control” dikembangkan oleh Gregory
Bodenhamer. Program ini berbasis pada sistem yang berdasar pada
aturan, jadi tidak tergantung pada keinginan anak untuk patuh.
Program ini lebih cenderung ke sistem training bagi orang tua yang
diharapkan dapat menciptakan sistem aturan yang berlaku di rumah
sehingga dapat mengubah perilaku anak.
Demi efektivitas program, sebaiknya orang tua bekerja sama
dengan pihak sekolah untuk melakukan proses yang sama bagi
anaknya ketika dia di sekolah. Orang tua harus selalu melakukan
monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dan konsisten atas

15
program yang dijalankan. Begitu juga ketika program ini dilaksanakan
bersama-sama dengan pihak sekolah maka orang tua sangat
memerlukan keterlibatan guru dan petugas di sekolah untuk
melakukan proses monitoring dan evaluasi.
Dalam program ini, yang harus dilakuan orangtua adalah :
- Definisikanlah aturan secara jelas dan tepat. Buat aturan sejelas
mungkin sehingga pengasuh pun dapat mendukung pelaksanaan
tanpa banyak penyimpangan.
- Jalankan aturan tersebut dengan ketat
- Jangan memberi imbalan atau hukuman atas tanggapan terhadap
aturan itu. Jalankan saja sesuai yang sudah ditetapkan
- Jangan pernah berdebat dengan anak tentang sebuah aturan.
Gunakan kata-kata kunci yang tidak akan diperdebatkan.
H. Komplikasi
1. Diagnosis sekunder sampai gangguan konduksi, depresi dan penyakit
ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membeca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku
agresif dan kata-kata yang diungkapkan).
I. Pencegahan
Untuk mencegah ADHD, hal yang harus Anda lakukan adalah
menghindari faktor-faktor risikonya. Lakukan pemeriksaan ke dokter
secara rutin saat hamil serta mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi.
Hindari makanan yang mengandung pengawet dan pewarna buatan.
Jangan lupa untuk berolahraga secara teratur dan rajin mengonsumsi air
putih.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik


A. Pengkajian
Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang
mengalami Attention Deficyt Hiperactivity Disorder (ADHD) antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan
mengalami masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang
tanpa disadari sampai anak berusia todler atau masuk sekolah
atau daycare.

16
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang
kehidupan yang utama, seperti sekolah atau bermain dan
menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan perilaku yang
membahayakan di rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu
menghadapi perilaku anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dansemua itu
sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan
bergoyang-goyang saat mencoba melakukannya.
b. Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda
lain dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak
dapat melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab
pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan gagal memberikan
perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu
topik ke topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau
terlambat tingkat perkembangannya.
3. Mood dan afek
a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau
tempertantrum.
b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan
tampak memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan.
4. Proses dan isi piker
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit
untuk mempelajari anak berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia
atau tingkat perkembangan.
5. Sensorium dan proses intelektual
a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori
atau persepsi seperti halusinasi.

17
b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau
berkonsentrasi tergangguan secara nyata.
c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang
berat 2 atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali
menjawab, saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi
perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti memikirkan
sesuati.
e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan
jarang yang mampu menyelesaikan tugas.
6. Penilaian dan daya tilik diri
a. Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian
yang buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b. Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan
tindakan impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari
tempat yang tinggi.
c. Meskipun sulit untuk mempelajari penilaian dan daya tilik pada
anak kecil.
d. Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu
menilai jika dibandingkan dengan anak seusianya.
e. Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak
menyadari sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari
perilaku orang lain.
f. Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang
menyukaiku di sekolah", tetapi mereka tidak dapat
menghubungkan kurang teman dengan perilaku mereka sendiri.
7. Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapi
secara umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah
rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki
banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan
tugas di rumah, mereka biasanya merasa terkucil sana merasa
diri mereka buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka
sendiri sebagai orang yang buruk dan bodoh

18
8. Peran dan hubungan
a. Anak biasanya tidak berhasil disekolah, baik secara akademis
maupun sosial.
b. Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang
tua.
c. Orang tua sering meyakini bahwa anaknya sengaja dan keras
kepala dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai
anak yang didiagnosis dan diterapi.
d. Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki
keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi
tidak terkontrol secara fisik, bahkan memukul orang tua atau
merusak barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun
secara fisik.
f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh
anak yang mengalami ADHD yang meningkatkan penolakan
anak.
9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak
meluangkan waktu untuk makan secara tepat atau mereka tidak dapat
duduk selama makan. Masalah penenangan untuk tidur dan kesulitan
tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan
perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera
fisik.
10. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan
gangguan hiperaktif mencakup :
a. Rambut yang halus
b. Telinga yang salah bentuk
c. Lipatan-lipatan epikantus
d. Langit-langit yang melengkung tinggi serta
e. Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja

19
f. Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis,
disdiadokhokinesis serta permasalahan-permasalahan di dalam
koordinasi motorik yang halus.
11. Pemeriksaan penunjang
a. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat
menegakan diagnosis gangguan hiperaktif. Anak yang
mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah
gelombang lambat yang bertambah banyak pada
elektroensefalogram (EEG). Suatu EEG yang dianalisis oleh
komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian
tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
b. Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak
dengan gangguan ini.
- Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan
pengkodean)
- Daftar periksa gangguan (misal: Copeland symptom
checklist for attention. Defisit Disorders, attention Deficit
Disorders Evaluation Scale).
- Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3
(WISC_III) juga sering digunakan, sering terlihat kesulitan
meniru rancangan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas
perkembangan (hiperaktivitas).
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak
dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
4. Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak
efektif)
5. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan penyakit
mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
C. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC


1 Kerusakan  Ketrampilan 1. Kaji pola
interaksi sosial interaksi social interaksi antara

20
berhubungan Tujuan: Pasien mampu pasien dan orang lain
2. Anjurkan pasien
dengan menunjukan interaksi
untuk bersikap jujur
disabilitas social yang baik.
Kriteria Hasil : dalam berinteraksi
perkembangan
- Menunjukan
dengan orang lain dan
(hiperaktivitas).
perilaku yang dapat
menghargai hak
meningkatkan atau
orang lain.
memperbaiki 3. Identifikasi
interaksi social perubahan perilaku
- Mendapatkan atau
yang spesifik.
meningkatkan 4. Bantu pasien
ketrampilan meningkatkan
interaksi social kesadaran akan
(misalnya: kekuatan dan
kedekatan, kerja keterbatasan dalam
sama, sensitivitas berkomunikasi
dan sebagainya). dengan orang lain.
- Mengungkapkan 5. Berikan umpan
keinginan untuk balik yang positif jika
berhubungan pasien dapat
dengan orang lain. berinteraksi dengan
- Indicator skala :
orang lain.
 Tidak ada
 Terbatas
 Sedang
 Banyak
2 Perubahan  Konsentrasi 1. Berikan pada
Tujuan : Pasien dapat
proses pikir anak yang
berkonsentrasi secara
berhubungan membutuhkan
penuh terhadap obyek
dengan ketrampilan dan
atau benda- benda
gangguan perhatian
disekitarnya
kepribadian.
Kriteria Hasil : 2. Kurangi stimulus
a. Menunjukan proses
yang berlebihan
pikir yang logis,
terhadap orang-orang

21
terorganisasi. dan lingkungan dan
b. Tidak mudah
orang/bebda-benda
terganggu / focus
disekitarnya.
terhadap sesuatu
c. Berespon dengan 3. Berikan umpan
baik terhadap balik yang positif dan
stimulus. perilaku yang sesuai.
d. Indikator skala :
- Ti
4. Bantu anak untuk
dak pernah
mengidentifikasikan
- Ja
benda-benda
rang
- K disekitarnya seperti,
adang-kadang memberikan
- S
permainan-permainan
ering Konsisten
yang dapat
merangsang pusat
konsentrasi.

5. Kolaborasi medis
dalam pemberian
terapi obat stimulan
untuk anak dengan
gangguan pusat
konsentrasi.
3 Resiko  Menjadi orang tua 1. Berikan informasi
Tujuan : Orang tua
perubahan kepada orang tua
mampu menghadapi
peran menjadi tentang bagaimana
kemungkinan resiko
orang tua cara mengatasi
yang terjadi terhadap
berhubungan perilaku anak yang
anak dengan
dengan anak hiperaktif.
hiperaktivitas.
dengan
Kriteria Hasil : 2. Ajarkan pada orang
gangguan a. Mempunyai
tua tentang tahapan
pemusatan harapan peran

22
perhatian orang tua yang penting
hiperaktivitas. realistis perkembangan normal
b. Mengidentifikasi
dan perilaku anak.
factor-faktor
resiko dirinya 3. Bantu orang tua

yang dapat dalam

mengarah mengimplementasika

menjadi orang n program perilaku

tua yang tidak anak yang positif.

efektif.
4. Bantu keluarga dalam
c. Mengungkapkan
membuat perubahan
dengan kata-kata
dalam lingkungan
sifat positif dari
rumah yang dapat
anak.
d. Indikator skala : menurunkan perilaku
- Ti
negative anak.
dak sama sekali
- S
edikit
- S
edang
- K
uat
- A
dekuat total
4 Resiko cedera  Pengendalian Resiko 1. Identifikasikan factor
Tujuan : Klien dapat
berhubungan yang mempengaruhi
terhindar dari resiko
dengan kebutuhan keamanan,
cedera
psikologis misalnya: perubahan
Kriteria Hasil :
(orientasi tidak a. Mengubah gaya status mental,
efektif) hidup untuk keletihan setelah
mengurangii resiko. beraktivitas, dll.
b. Pasien/keluarga
2. Berikan materi
akan

23
mengidentifikasikan pendidikan yang
resiko yang dapat berhubungan dengan
meningkatkan strategi dan tindakan
kerentanan terhadap untuk mencegah
cedera. cedera.

c. Orang tua akan 3. Berikan informasi


memilih permainan, mengenai bahaya
memberi perawatan lingkungan dan
dan kontak social karakteristiknya
lingkungannya (misalnya : naik
dengan baik. tangga, kolam renang
jalan raya, dll )
d. Indikator skala :
4. Hindarkan benda-
- Tidak
benda disekitar pasien
pernah
yang dapat
- Jarang
- Kadang- membahayakan dan
kadang menyebabkan cidera.
- Sering
- Konsiste 5. Ajarkan kepada
n pasien untuk berhati-
hati dengan alat
permainannya dan
intruksikan kepada
keluarga untuk
memilih permainan
yang sesuai dan tidak
menimbulkan cedera.
5 Resiko  Child Development 1. Lakukan
Tujuan: Pasien tidak
keterlambatan pengkajian kesehatan
mengalami
perkembangan yang seksama
keterlambatan
berhubungan (misalnya, riwayat

24
dengan perkembangan anak, temperamen,
Kriteria Hasil:
penyakit budaya, lingkungan
a. Anak akan
mental keluarga, skrining
mencapai tahapan
(hiperaktivitas), perkembangan) untuk
dalam
kurang menentukan tingkat
perkembangan yaitu
konsentrasi, fungsional.
tidak mengalami
keterlambatan 25 % 2. Berikan aktivitas
atau lebih area bermain yang sesuai,
sosial/perilaku dukung beraktivitas
pengaturan diri atau dengan anak lain.
kognitif , bahasa,
3. Kaji adanya
keterampilan
faktor resiko pada
motorik halus dan
saat prenatal dan
motorik kasar.
b. Indikator skala : pasca natal.
- Tidak pernah
menunjukkan 4. Berkomunikasi
- Jarang dengan pasien sesuai
- Kadang-kadang
- Sering dengan tingkat
- Konsisten kognitif pada
perkembangannya.

5. Berikan
penguatan yang
positif/umpan balik
terhadap usaha-usaha
mengekspresikan diri.

6. Ajarkan kepada
orang tua tentang hal-
hal penting dalam
perkembangan anak.

25
NIC: Meningkatan Perkembangan

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus
An.R berusia 7 tahun. Saat ini dia duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Dibawa ke
rumah sakit oleh ibunya dengan keluhan tidak dapat diam sehingga
mengganggu orang-orang di rumah. Ibunya juga mengatakan seringkali
mendapatkan masukan dan laporan dari gurunya bahwa dia seringkali jalan-
jalan di kelas. An.R lebih banyak berdiri dan tidak fokus pada pekerjaan
sekolahnya. Gurunya juga sering menegur an.R karena tidak bisa diam tetapi
an.R tidak mendengarkan teguran gurunya sehingga anak tersebut tetap
melakukan hal yang sama. Dan di rumah seringkali an.R berganti-ganti
aktivitas dan tidak pernah sampai selesai. Misalnya, bermain bongkar pasang
dan selang beberapa menit kemudian sudah beralih pada permainan yang lain
dan sering terluka saat bermain. An.R seringkali sulit dikontrol. Dia sering
mengabaikan apa yang ibunya perintahkan dan selalu berkata malas sekolah
karena tidak memiliki teman dan malas belajar karena selalu mendapat nilai
yang kecil di kelasnya. Saat dilakukan pengkajian, keadaan umum klien baik.
Tetapi terlihat an.R seringkali menengok kanan kiri dan tidak bisa fokus, juga
terdapat bekas luka ditangan dan kakinya.
3.2 Pembahasan Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama : An. R

26
Usia : 7 tahun
Pendidikan : Sekolah Dasar
Alamat : kadugede
Nama Ayah / Ibu : Tn. K
Pekerjaan Ayah / Ibu : petani
Agama : islam
Suku/ Bangsa : sunda
Tgl masuk RS : 06 Januari 2020
Tgl pengkajian : 06 Januari 2020
b. Keluhan Utama
Hiperaktif
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Riwayat Masa Lampau
1) Pra natal :
2) Natal :-
3) Post Natal :-
4) Penyakit waktu kecil :-
5) Pernah dirawat di RS :-
6) Obat – obatan yang digunakan :-
7) Riwayat Allergi :-
8) Riwayat Imunisasi :-
9) Pola Nutrisi yang diberikan :-
e. Riwayat Keluarg
Genogram : -
f. Riwayat Sosial
1) Yang mengasuh anak dan alasannya : Orang tua
2) Pembawaan secara umum :-
3) Lingkungan rumah :-
4) Pemenuhan kebutuhan bermain dirumah :-
g. Keadaan Kesehatan Saat Ini
1) Diagnosis medis : ADHD

27
2) Tindakan operasi :-
3) Obat – obatan :
4) Tindakan keperawatan :
5) Hasil laboratorium :-
6) Hasil Pemeriksaan Penunjang Lain :-
7) Terapi lain :-

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Keadaan umum baik,
2) TTV :-
3) Pemeriksaan Antropometri :-
4) Mata : Kurang fokus
5) Hidung :-
6) Mulut :-
7) Telinga :-
8) Leher :-
9) Dada :-
10) Abdomen :-
11) Punggung :-
12) Genetalia :-
13) Ekstremitas :-
14) Kulit :-
i. Pemeriksaan Perkembangan
1) Personal sosial : Ibunya sering melarang anaknya bermain di luar
karena takut mennganggu teman teman nya atau sampai membuat
dirinya dan teman temannya terluka
2) Motorik halus : -
3) Motorik kasar : An.R sangat hiperaktif, tidak mampu
berkonsentrasi , mudah teralihkan
4) Bahasa : -
j. Aktifitas Sehari-hari
No Jenis Aktifitas Sebelum Sakit Setelah Sakit

28
1 Oksigenasi
a. Pola napas - -
-
b. Frekuensi -
c. Keluhan Sesak
d. Batuk Pilek -
-
e. Terpasang alat -
-
bantu ( oksigen ) -
-

2 Cairan ( Minum )
a. Frekuensi - -
b. Jenis - -
c. Riwayat alergi - -
d. Keluhan - -
e. Terpasang alat - -
bantu
( pemasangan
infus / tranfusi )
3 Nutrisi ( Makanan )
a. Frekuensi
b. Jenis - -
c. Riwayat alergi - -
d. Keluhan - -
e. Terpasang alat - -
-
bantu ( NGT / -
OGT )
4 Eliminasi ( BAK & BAB
)
a. Frekunesi - -

29
b. Konsistensi - -
c. Warna - -
d. Bau - -
e. Keluhan - -
5 Aktifitas Bermain
a. Frekuensi - -
b. Jenis - -
c. Alat Permainan - -
d. Keluhan Hiperaktif Hiperaktif

6 Istirahat tidur
a. Frekuensi - -
b. Kebiasaan - -
c. Waktu / Lama - -
Tidur/hari - -
d. Keluhan
7 Personal Higiene
a. Oral Care - -
b. Mandi - -
c. Keramas - -
d. Penampilan - -
umum

k. Analisis Data
Data Etiologi Problem
DS: ibunya mengatakan Anak hiperaktif Resiko Cidera
bahwa anak :
- Tidak dapat diam
dan sering jalan Aktivitas berlebih
jalan
- Tidak fokus dan
lebih banyak Resiko Cidera
berdiri ketika di

30
kelas
- Ketika bermain
sering terluka ,
- klien tidak dapat
di kontrol dan
mengabaikan
perintah ibunya
DO : - terdapat bekas
luka ditangan dan kakinya

DS : Ibunya mengatakan Anak hiperaktif Ketidak efektifan


An . R selalu berkata koping
malas sekolah karena
Konsentrasi menurun
tidak punya teman dan
malas belajar karena
selalu mendapat nilai
yang laing kecil di
Ketidakmampuan
kelasnya
memenuhi harapan peran
DO :

Kurangnya resolusi
masalah

Ketidakefektifan koping

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Cidera b.d hiperaktivitas ditandai dengan anak tidak dapat
diam dan terdapat bekas luka
2) Ketidakefektifan koping berhubungan dengan tidak adekuatnya
tingkat kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan
koping
3. Perencanaan keperawaatan

31
No Tujuan Intervensi Rasional
DX

1  Ketrampilan 6. Kaji pola


interaksi social interaksi antara
Tujuan: Pasien mampu
pasien dan orang
menunjukan interaksi
lain
social yang baik. 7. Anjurkan
Kriteria Hasil :
pasien untuk
- Menunjukan
bersikap jujur
perilaku yang
dalam
dapat
berinteraksi
meningkatkan atau
dengan orang lain
memperbaiki
dan menghargai
interaksi social
- Mendapatkan atau hak orang lain.
8. Identifikasi
meningkatkan
perubahan
ketrampilan
perilaku yang
interaksi social
spesifik.
(misalnya:
9. Bantu pasien
kedekatan, kerja
meningkatkan
sama, sensitivitas
kesadaran akan
dan sebagainya).
kekuatan dan
- Mengungkapkan
keterbatasan
keinginan untuk
dalam
berhubungan
berkomunikasi
dengan orang lain.
- Indicator skala : dengan orang
 Tidak ada
lain.
 Terbatas
10. Berikan
 Sedang
 Banyak umpan balik yang
positif jika pasien
dapat berinteraksi
dengan orang

32
lain.
2. Setelah dilakukan 1. Bantu pasien dan 1. Untuk
tindakan keperawatan anggota keluarga meningkatkan
2x 24 jam , klien mengidentifikasi kesadaran pasien
mampu melakukan situasi dan bahaya dan keluarga tentang
aktivitas yang tidak yang dapat kemungkinan
berbahaya mengakibatkan bahaya.
Kriteria hasil : 2. Untuk
kecelakaan.
- Klien dan
2. Anjurkan pasien mengurangi
keluarga
dan keluarga untuk kemungkinan
mampu
mengadakan cedera.
meningkatkan 3. Pengajaran yang
perbaikan dan
keamanan agar dilakukan oleh orang
menghilangkan
tidak terjadi tua dapat
kemungkinan
cidera meningkatkan
keamanan dari
keamanan di rumah.
bahaya.
4. Dapat mengubah
3. Beri dorongan
lingkungan dalam
kepada orang
mencapai tingkat
dewasa untuk
keamanan yang
mendiskusikan
optimal.
peraturan keamanan
terhadap anak.
4. Rujuk pasien ke
sumber-sumber
komunitas yang
lebih tepat.
1.
3 Setelah dilakukan 1. Dorong pasien 1. Untuk
tindakan keperawatan 2 untuk menggunakan membentuk kembali
x 24 jam , klien dapat system pendukung keseimbangan
meningkatkan ketika melakukan psikologis dan
konsentrasinya dan koping. mencegah krisis.
2. Identifikasi dan 2. Untuk
mampu berkomunikasi

33
dengan baik untuk turunkan stimulus menghindari beban
mengungkapkan yang tidak perlu sensori dan persepsi
peraaannya dalam lingkungan. yang berlebihan
Kriteria hasil: 3. Jelaskan kepada
pada pasien.
Klien mampu
orang tua semua 3. Untuk mengatasi
terapi dan prosedur rasa takut dan
dan jawab memungkinkan
pertanyaan pasien. pasien mendapatkan
4. Rujuk pasien
kembali rasa control.
untuk melakukan 4. Meningkatkan
konseling pada objektivitas dan
psikolog. mengembangkan
pendekatan
kolaboratif terhadap
perawatan pasien.

4. Implementasi keperawatan

No Diagnosa Tgl Tindakan Respon


waktu
1. Resiko 1. Membantu klien dan anggota 1. Klien dan
Cidera b.d keluarga mengidentifikasi situasi keluarga
hiperaktivitas dan bahaya yang dapat kooperatif.
mengakibatkan kecelakaan. 2. Klien dan
2. Menganjurkan klien dan keluarga
keluarga untuk mengadakan kooperatif.
perbaikan dan menghilangkan 3. Orang tua
kemungkinan keamanan dari klien
bahaya. memahami
3. Memberi dorongan kepada tentang
orang dewasa untuk peraturan
mendiskusikan peraturan keamanan

34
keamanan terhadap anak. terhadap anak.
4. Merujuk klien ke sumber- 4. Klien
sumber komunitas yang lebih kooperatif.
tepat.
2. Ketidakefekti 1. Mendorong pasien untuk 1. Klien
fan koping menggunakan system pendukung kooperatif
berhubungan ketika melakukan koping tetapi tetap saja
dengan tidak berlari-lari.
2. Mengidentifikasi dan
adekuatnya 2. Situasi
menurunkan stimulus yang tidak
tingkat terkendali.
perlu dalam lingkungan.
kepercayaan 3. Orang tua
3. Menjelaskan kepada orang tua
diri terhadap klien
semua terapi dan prosedur dan
kemampuan kooperatif.
jawab pertanyaan pasien.
untuk 4. Pasien tetap
4. Merujuk pasien untuk
melakukan tidak bisa
melakukan konseling pada
koping duduk diam
psikolog
ketika
diperiksa.

5. Evaluasi keperawatan

No Diagnosa Tgl Evaluasi Paraf


Waktu
1. Resiko S :Orang tua mengatakan sudah
Cidera b.d mengerti akan pemahaman
hiperaktivit keamanan terhadap anaknya agar
as tidak cedera.
O :Hiperaktivitas klien sedikit
berkurang.
A : Masalah teratasi.
P : Pasien diperbolehkan pulang
dan orang tua diberikan Health

35
Education

2. Ketidakefe S : Orang tua mengatakan aktivitas


ktifan anaknya sudah bisa dikendalikan.
koping O : Klien sudah terlihat bisa lebih
berhubunga tenang.
n dengan A : Masalah teratasi.
tidak P : Pasien diperbolehkan pulang
adekuatnya dan orang tua diberikan Health
tingkat Education.
kepercayaa
n diri
terhadap
kemampua
n untuk
melakukan
koping

36
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity
disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity =
hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia,
ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari attention
deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat
ditambahkan 'hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi
beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis
ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya
sama.
4.2 Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini
saja karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas
materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca
dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas
tentang materi ini.

37
DAFTAR PUSTAKA
Adam, (2008). ADHD. http://www.seanadam.net/contents.php?cid=25. Diakses
tanggal 18 April 2009
Anonim, (2009). Pendidikan sekolah Anak ADHD.
http://www.adhd.or.id/school.html. Diakses tanggal 18 April 2009
Baihaqi, MIF, Sugiarmin, M. (2006). Memahami Anak ADHD. Cetakan I.
Bandung : Penerbit PT Refika Aditama
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika Aditama
Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan
keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Ginanjar, A.S. (2009). Penanganan Terpadu Bagi Anak Autis.
http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/media. Diakses tanggal 18 April 2009
Isaac, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik
(terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Klikdokter. (2008). ADHD. http://www.klikdokter.com/illness/detail/47. Diakses
tanggal 18 April 2009
Martin, G. I. (1998). Terapi Untuk Anak ADHD (terjemahan). Cetakan II. Jakarta
: Penerbit BIP Kelompok Gramedia
Permadi,B. (2007). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) panduang
Bagi keluarga. http://www.kesulitanbelajar.org/index.php?option=com Diakses
tanggal 18 April 2009
Permadi. (2009). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADD/ADHD)
Panduan Bagi Keluarga . http://www.bundazone.com/ADHD. Diakses tanggal
18 April 200
Pikiran Rakyat. (2009). Terapi dan Pendampingan Anak Hiperaktif.
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=16731. Diakses
tanggal 18 April 2009

38

Anda mungkin juga menyukai