Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENYAKIT EPILEPSI

DISUSUN OLEH KELOMPOK XI

ANGGOTA:

1 EKA SILVIA : PO.71.3.261.18.1.011


2 NURFAJRI OKTAVIANI : PO.71.3.261.18.1.027
3 SRI GUSNAINI MILENIA H : PO.71.3.261.18.1.043
4 TENRI NUGRAH SYAMSINAR : PO.71.3.261.18.1.048

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

PRODI D-III TAHUN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa,


karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul “Penyakit
Epilepsi ”dapat kami selesaikan. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembacanya.

Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada


dosen pembimbing kami yang telah berkenan mengizinkan pembuatan makalah
ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada teman-teman serta
pihak lain yang telah memberikan doa, dorongan, serta bantuan kepada kami
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.

Demikian, makalah ini kami hadirkan dengan segala kelebihan dan


kekurangan.Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini, sangat kami harapkan.Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.

Makassar, 18 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II Pembahasan ......................................................................................... 4

A. Pengetahuan Tentang Epilepsi ............................................................. 3


B. Tanda & Gejala Epilepsi ..................................................................... 6
C. Penyebab/Faktor Prediposisi Epilepsi .................................................. 7
D. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Epilepsi ................................... 10
E. Pencegahan & Pengobatan pada Epilepsi ............................................ 11
F. Hubungan Epilepsi Dengan Keperawatan Gigi ................................... 12

BAB III Penutup ..............................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................................... 14

Daftar Pustaka .................................................................................................. 15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi atau ayan adalah penyakit saraf yang menyebabkan kejang-kejang
secara berkala.Penyakit ini disebabkan oleh tidak normalnya aktivitas sel
otak.Gejala kejang-kejang yang muncul dapat bervariasi. Beberapa orang dengan
penyakit epilepsy pada saat mengalami kejang-kejang memiliki pandangan yang
kosong .kejang-kejang ringan membutuhkan pengobatan, karena itu bisa
berbahaya bila terjadi ketika melakukan aktivitas seperti menyetir atau berenang.
Pengobatan seperti perawatan medis dan terkadang operasi biasanya berhasil
menghilangkan gejala atau mengurangi frekuensidan intensitas dari kejang-kejang
pada beberapa anak penderita epilepsi, mereka dapat mengatasi kondisi ini seiring
dengan bertambahnya usia.
Kejang memang gejala utama penyakit epilepsy, namun tidak semua orang
yang mengalami kejang pasti mengidap kondisi ini .umunya, seseorang tidak
dianggap mengidap ayan jika ia tidak pernah mengalami dua kali kejang atau
lebih dalam waktu 24 jam kejang tanpa alasan jelas. Beberapa orang bisa sangat
jarang mengalami kejang ayan.Sedangkan sebagian lainnya bisa mengalami
kejang hingga ratusan kali dalam sehari.
Baru-baru ini para peneliti menemukan, epilepsy mengganggu fungsi
neurologis yang mempengaruhi fungsi social dalam otak. Sifat yang terlihat juga
pada penderita autism karakterisitik ini termasuk gangguan dalam interaksi social
dan komunikasi.
Perbedaan gejala yang terjadi tergantung jenis kejang-kejang. Pada banya
kasus, orang dengan epilepsy akan cenderung memiliki jenis kejang-kejang yang
sama setiap waktu. Jadi gejala yang terjadi akan sama dari kejadian ke kejadian.
Dokter mengklasifikasikan kejang-kejang secara persial atau general.Berdasarkan
bagaimana aktivitas otak yang tidak normal dimulai.Pada beberapa kasus, kejang-
kejang dapat dimulai secara persial dan kemudian menjadi general.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Epilepsi?
2. Tanda & Gejala dari epilepsy ?
3. Penyebab / factor prediposisi Epilepsi?
4. Pemeriksaan fisik dan lab Epilepsi?
5. Apa Pencegahan dan pengobatan dari epilepsy ?
6. Apakah hubungan Epilepsi dengan Keperawatan Gigi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud Epilepsi
2. Untuk mengetahui tanda & Gejala Epilepsi
3. Untuk mengetahui penyebab / factor prediposisi Epilepsi
4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan lab Epilepsi
5. Untuk mengetahui pencegahan & pengobatan Epilepsi
6. Untuk mengetahui hubungan Epilepsi dengan Keperawatan Gigi

D. Manfaat
Agar Pembaca atau khusunya Mahasiswa dapat mengetahui tentang
epilepsy dan menjaga kesehatan diri agar terhindar dari segala penyakit .

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Epilepsi
1. Pengertian Epilepsi
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti
serangan.Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat
dan dipercaya juga bahwa epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci.Latar
belakang munculnya mitos dan rasa takut terhadap epilepsi berasal hal
tersebut.Mitos tersebut mempengaruhi sikap masyarakat dan menyulitkan upaya
penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal.Penyakit tersebut
sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 2000 sebelum Masehi.Orang pertama yang
berhasil mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa
epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah
Hipokrates.
Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di
seluruh dunia.Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan
berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal.Terdapat
dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang
umum.Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral
cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran
parsial.Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral
cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri.Kejang mioklonik, tonik,
dan klonik termasuk dalam epilepsi umum.

Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik)


yang berlebihan dan abnormal, berlangsung mendadak dan sementara, dengan
atau tanpa perubahan kesadaran.Disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok
sel saraf di otak dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.

3
Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom epilepsi.Kejang epilepsi
adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandai dengan serangan
tunggal atau tersendiri.Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan
tanda klinis epilepsi yang ditandai dengankejang epilepsi berulang, meliputi
berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus, kronisitas.

Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus
ada, tetapi tidak semua kejang merupakan manifestasi epilepsi.Seorang anak
terdiagnosa menderita epilepsi jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang
lain yang bisa dihilangkan atau disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi,
adanya pendesakan otak oleh tumor, adanya pendesakan otak oleh desakan tulang
cranium akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi di dalam otak, atau adanya
kelainan biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan tersebut tidak
ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di kemudian
hari.

2. Epidemiologi

Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di
mana ditemukan 4 – 10 % anak-anak mengalami setidaknya satu kali kejang pada
tahun pertama kehidupan.Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak
mengalami kejang tiap tahun, di mana terdapat 30.000 anak yang berkembang
menjadi penderita epilepsi.

Faktor resiko terjadinya epilepsi sangat beragam, di antaranya adalah infeksi


SSP, trauma kepala, tumor, penyakit degeneratif, dan penyakit
metabolik.Meskipun terdapat bermacam-macam faktor resiko tetapi sekitar 60 %
kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti.Berdasarkan jenis
kelamin, ditemukan bahwa insidensi epilepsi pada anak laki – laki lebih tinggi
daripada anak perempuan.

Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas 65
tahun).Pada 65 % pasien, epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak.Puncak

4
insidensi epilepsi terdapat pada kelompok usia 0-1 tahun, kemudian menurun
pada masa kanak-kanak, dan relatif stabil sampai usia 65 tahun. Menurut data
yang ada, insidensi per tahun epilepsi per 100000 populasi adalah 86 pada tahun
pertama, 62 pada usia 1 – 5 tahun, 50 pada 5 – 9 tahun, dan 39 pada 10 – 14
tahun.

3. Klasifikasi

Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 untuk kejang


epilepsi :

Tabel 3. Klasifikasi Kejang Epilepsi


No Klasifikasi Kejang Epilepsi
1 Kejang parsial sederhana  Kejang parsial sederhana dengan gejala
motoric
 Kejang parsial sederhana dengan gejala
somatosensorik atau sensorik khusus
 Kejang parsial sederhana dengan gejala
psikis
Kejang parsial kompleks  Kejang parsial kompleks dengan onset
parsial sederhana diikuti gangguan
sederhana
 Kejang parsial kompleks dengan
gangguan kesadaran saat onset
Kejang parsial yang  Kejang parsial sederhana menjadi
menjadi kejang kejang umum
generalisata sekunder  Kejang parsial kompleks menjadi
kejang umum
 Kejang parsial sederhana menjadi
kejang parsial kompleks dan kemudian
menjadi kejang umum

5
2 Kejang umum  Kejang absans
 Absans atipikal
 Kejang mioklonik
 Kejang klonik
 Kejang tonik-klonik
 Kejang atonik

B. TANDA & GEJALA EPILEPSI

Gejala dan tanda dari epilepsi dibagi berdasarkan klasifikasi dari epilepsi, yaitu:

1. Kejang parsial
Lesi yang terdapat pada kejang parsial berasal dari sebagian kecil dari otak atau
satu hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada satu sisi atau satu bagian tubuh dan
kesadaran penderita umumnya masih baik.
a. Kejang parsial sederhana
Gejala yang timbul berupa kejang motorik fokal, femnomena halusinatorik,
psikoilusi, atau emosional kompleks. Pada kejang parsial sederhana,
kesadaran penderita masih baik.
b. Kejang parsial kompleks
Gejala bervariasi dan hampir sama dengan kejang parsial sederhana, tetapi
yang paling khas terjadi adalah penurunan kesadaran dan otomatisme.

2. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau
kedua hemisfer serebrum.Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran
penderita umumnya menurun.
a. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai
amnesia.Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau
halusinasi, sehingga sering tidak terdeteksi.

6
b. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan, leher, dan
badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau lebih lama.
c. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat.Kejang
yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
d. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan total
disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke
atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom
yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut
jantung.
e. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang yang
terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
f. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh
akibat hilangnya keseimbangan.

C. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI EPILEPSI

1. Faktor Predisposisi

a. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari
dorongan insting (instinctual drives).
b. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi
berkepanjangan.

7
c. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai
berikut.

 Sistem limbic
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual.Selain itu, mengatur
sistem informasi dan memori.
 Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi
pendengaran.
 Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta pengelolaan
emosi dan alasan berpikir.
 Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah serotonin
(5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.

d. Perilaku (behavioral)

 Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar mengakibatkan


kegagalan kemampuan dalam berespons positif terhadap frustasi.
 Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau godaan
(seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri (self
esteem) individu.
 Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child abuse)
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi penggunaan
kekerasan sebagai koping.Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku
kekerasan adalah hasil belajar dari proses sosialisasi dari internal dan eksternal,
yakni sebagai berikut.
 Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.

8
 Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok, saudara,
figur olahragawan atau artis, serta media elektronik (berita kekerasan, perang,
olahraga keras).

e. Sosial kultural

 Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini mendefinisikan
ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan
sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat (strict) dapat menghambat
ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan individu memilih cara yang
maladaptif lainnya.
 Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons terhadap marah
yang sehat.

2. Penyebab Predisposisi
Penyebab predisposisi ini merupakan faktor kongenital atau bawaan. Penyebab
belum pasti di ketahui secara pasti. Tetapi kelainan kongenital merupakan
kelainan dalam pertumbuhan bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi
dalam kongenital.

9
D. PEMERIKSAAN FISIK & LAB SERTA RADIOLOGI PADA
EPILEPSI
1. Pemeriksaan secara Fisik
Untuk memulai diagnosis, dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik, terutama
pemeriksaan kondisi saraf pasien, memantau perilaku, kemampuan motorik, dan
fungsi mental. Dokter juga akan melakukan tes neuropsikologi, yang dilakukan
untuk menilai kemampuan berpikir dan berbicara untuk mengetahui area otak
mana yang terganggu. Penetapan diagnosis dilaksanakan setelah sejumlah tes
penunjang dilakukan guna mengetahui kondisi abnormal pada otak. Tes tersebut
berupa:

a. Pemindaian otak dengan MRI atau CT scan.


Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat gambaran otak sehingga dapat
mendeteksi kondisi yang abnormal.
b. Electroencephalogram atau EEG.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pada impuls atau
aktivitas elektrik di dalam otak yang dapat menyebabkan kejang.
c. Tes darah.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui kondisi genetik, infeksi, atau kondisi lain yang
terkait dengan kejang.

2. Pemeriksaan laboratorium
Untuk orang dewasa, pemeriksaan elektrolit, gula darah dan kadar kalsium
sangat penting untuk menyingkirkan masalah ini sebagai
penyebab.Pemeriksaan elektrokardiogram dapat menyingkirkan masalah yang
berhubungan dengan ritme jantung. Fungsi lumbal dapat dimanfaatkan untuk
mendiagnosis infeksi sistem saraf pusat tetapi tidak selalu diperlukan. Pada anak-
anak pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan, misalnya biokimia urin dan tes
darah untuk melihat adanya kelainan metabolik.
Tingkat prolaktin darah yang tinggi pada 20 menit pertama setelah kejang
merupakan tanda yang penting untuk mengkonfirmasi kejang epilepsi dan

10
bukannya kejang psikogenik non-epileptik. Kadar prolaktin serum kurang
bermanfaat dalam hal mendeteksi kejang parsial. Bila kadarnya normal maka
kejang epileptik masih berupa kemungkinan dan prolaktin serum tidak
membedakan antara kejang epileptik dengan sinkop (pingsan). Pemeriksaan ini
tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin untuk mendiagnosis epilepsi.

E. PENCEGAHAN & PENGOBATAN PADA EPILEPSI


1. Pencegahan
Karena sebagian dari epilepsi tidak diketahui penyebab yang mendasarinya,
maka belum terdapat metode pencegahan yang terbukti efektif secara sepenuhnya
dalam mencegah terjadinya penyakit tersebut.
Namun, pada epilepsi yang didasari penyebab tertentu, seperti cedera kepala
atau stroke, hal ini dapat dicegah dengan mencegah terlebih dahulu penyebab
yang mendasarinya. Misalnya, cedera kepala dapat dicegah dengan menggunakan
helm saat mengendarai sepeda dan sepeda motor, atau saat melakukan aktivitas
dengan risiko cedera kepala.
Begitu pula dengan stroke, yang dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup
sehat dengan mengonsumsi gizi seimbang, menghindari merokok, membatasi
konsumsi alkohol, dan menjaga tekanan darah agar tetap stabil.
2. Pengobatan
 Pengobatan. Sebagian besar orang dengan epilepsi dapat mengalami bebas dari
kejang dengan mengonsumsi satu jenis obat anti-kejang, yang juga disebut
sebagai obat anti-epilepsi. Pada penderita lainnya, terkadang penurunan
frekuensi dan intensitas dari kejang dapat terjadi dengan mengonsumsi
kombinasi beberapa jenis pengobatan.

 Menentukan jenis pengobatan dan dosis membutuhkan evaluasi yang


mendalam dengan dokter yang menangani penderita tersebut. Dokter dapat
mempertimbangkan kondisi yang dialami, frekuensi kejang, usia, dan berbagai
faktor lainnya saat mempertimbangkan pengobatan yang paling sesuai.

11
Beberapa efek samping yang dapat timbul dari pengobatan anti-kejang, namun
cukup jarang, adalah rasa lelah, pusing, peningkatan berat badan, penurunan
densitas tulang, ruam pada kulit, gangguan koordinasi, gangguan wicara, serta
gangguan daya ingat dan proses pikir.

 Pembedahan. Saat pengobatan tidak lagi berhasil mengendalikan kejang, dokter


dapat mempertimbangkan prosedur pembedahan. Pada prosedur tersebut,
dilakukan pengangkatan area otak yang menyebabkan terjadinya kejang.

Dokter umumnya dapat mempertimbangkan untuk melakukan pembedahan


apabila kejang berasal dari area otak yang berukuran kecil dan terdefinisi dengan
baik. Atau bisa juga jika area tersebut tidak mengganggu fungsi vital seperti
wicara, bahasa, fungsi motorik, daya lihat, atau pendengaran.

 Terapi. Selain pengobatan dan pembedahan, terdapat beberapa jenis terapi yang
dapat dilakukan untuk menangani epilepsi. Beberapa jenis terapi yang dapat
dilakukan adalah stimulasi saraf vagal, stimulasi otak dalam, dan sebagainya.

F. HUBUNGAN DENGAN KEPERAWATAN GIGI


Pasien dengan bangkitan epilepsy yang tidak terkontrol dan frekuensi
bangkitan tonik-klonik umum menunjukkan kesehatan rongga mulut yang kurang
dibandingkan pasien dengan bangkitan yang terkontrol atau hanya mengalami
kejang tanpa melibatkan system pengunyah. Jumlah gigi berlubang, gigi hilang
karena dicabut, tingkat abrasi, indeks periodontal dan terabaikannya perawatan
siginifikan ditunjukan oleh pasien epilepsy.
Bangkitan yang terjadi dapat menimbulkan trauma pada wajah serta rongga
mulut pasien epilepsi, trauma dentofasial yang terjadi saat bangkitan berlangsung
dilaporkan dapat menyebabkan luka pada lidah, mukosa bukal, fraktur wajah,
avulsi gigi dan subslukasi sendi temporo mandibular.
Sebuah penelitian di Brazil, menunjukkan trauma rongga mulut terbanyak pada
pasien epilepsy adalah terjadinya fraktur mahkota gigi, kemudian avulsi gigi,
luksasi gigi, frkatur gigi tiruan pada pasien yang endentulous dan fraktur mahkota
gigi tiruan. Bangkitan tonik-klonik umum dapat menyebabkan cedera mulut

12
minor, seperti lidah tergigit, cedera gigi dan trauma maksilofasial. Cedera yang
disebabkan akibat jatuh , seperti fraktur mandibular sering terjadi pada pasien
yang mengalami kejang atonik.
Kondisi gigi dan mulut pasien epilepsy tidak mengalami suatu kelainan khusus
yang disebabkan oleh penyakit epilepsy, melainkan karena efek samping dari
mengkomsumsi obat anti epilepsi. Sebagian besar obat anti epilepsi memiliki efek
samping berupa xerostomia, seperti karbamazepine, fenobarbital dan velproat.
Hal ini menyebabkan berkurangnya self clensing sehingga terjadi penumpukan
plak yang dapat mengakibatkan terjadinya karies. Obat anti epilepsy yang
dikomsumsi oleh pasien berbasis sukrosa dalam jangka panjang dapat
menyebabkan terjadinya karies. Obat anti epilepsy yang dikomsumsi oleh pasien
anak umumnya berupa sirup dan berbasis sukrosa.Pengguna obat anti epilepsi
berbasis sukrosa dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya karies
rampan pada anak.Penggunaan obat epilepsy juga mengakibatkan terjadinya
aftosa rakuren berulang seperti ulserasi.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap
orang di seluruh dunia.Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak
dengan berbagai etiologi, dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan
paroksimal.Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial)
dan kejang umum.Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari
cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran
parsial.Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral
cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri.Kejang mioklonik, tonik,
dan klonik termasuk dalam epilepsi umum.
B. Saran
Kami menyadari masih banyak sekali kesalahan dalam pembuatan tugas
kami pada kali ini untuk itu kami mohon maaf jika ada kesalahan dan
ketidakbenaran dari pembahasan kami serta penulisan kami yang kurang dapat di
mengetri, oleh sebab itu untuk memperbaiki dalam pembuatan tugas kami
selanjutnya kami minta kritik dan saran.

14
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Koes.2015.Memahami Berbagai Macam Penyakit.Bandung : ALFABETA


eprints.undip.ac.id
https://www.dictio.id/t/apa-saja-faktor-predisposisi-dan-presipitasi-pasien-
dengan-perilaku-kekerasan/6395/2
https://www.alodokter.com/epilepsi/diagnosis
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Epilepsi
www.alomedika.com
www://klikdokter.com
https://med.unhas.ac.id

15

Anda mungkin juga menyukai