Anda di halaman 1dari 23

1/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Proposal Evidence Based Nursing Praktik
yang berjudul ​Yoga Breathing Excercise” Pada Pasien Tuberculosis Dan PPOK. ​Shalawat
beserta salam kita limpahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W.

Proposal ini berisi tentang uraian Evidence Based Nursing Praktik tentang ​Yoga
Breathing Excercise” Pada Pasien Tuberculosis Dan PPOK. Dalam penulisan Proposal ini kami
menyadari banyak sekali kekurangannya, tetapi berkat bimbingan, kerjasama, bantuan dan
arahan segala pihak akhirnya Alhamdulillah tugas ini dapat diselesaikan. Oleh Karena itu
kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Ns.Andoko.S.Kep.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Program Studi


Keperawatan Universitas Malahayati Bandar Lampung.
2. Ibu Ns.Setiawati.S.Kep. M.Kep.Sp. An selaku Coordinator Mata Ajar Komprehensif
Program Studi Program Studi Keperawatan Universitas Malahayati Bandar Lampung.
3. Bapak Ns.Eka Yudha Chrisanto, M.Kep selaku Pengajar Mata Ajar Komprehensif
Program Studi Program Studi Keperawatan Universitas Malahayati Bandar Lampung.

Penulis mengharapkan Proposal Evidence Based Nursing Praktik yang berjudul ​Yoga
Breathing Excercise” Pada Pasien Tuberculosis Dan PPOK ini dapat bermanfaat untuk
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya untuk perkembangan ilmu keperawatan sehingga
dapat di rasakan manfaatnya oleh kita semua sebagai praktisi kesehatan. Akhir kata penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penulisan proposal ini demi
terciptanya proposal evidence based yang lebih baik di waktu yang akan datang.

Bandar Lampung, Januari 2017

2/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. iii

HALAMAN

BAB I ................................................................................ 3
BAB II . 9
BAB III ................................................................................ 11
DAFTAR .
PUSTAKA ................................................................................
.

3/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkane bagian lain tubuh manusia. Tetapi dapat
juga mengenai organ lainya, Sekitar sepertiga populasi penduduk dunia telah
terinfeksi Tuberkulosis (TB) dan kejadian ini terus meningkat. Lebih dari 95% kasus
dan 98% kematian akibat TB terjadi di Negara berkembang. Tuberkulosis (TB)
menyumbang 2,5% beban penyakit dunia dan menduduki peringkat ketujuh penyakit
yang menyebabkan kematian. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan setiap detik dalam
sehari terdapat satu orang terinfeksi oleh ​Mycobacterium Tuberculosis.​ Obat yang
efektif untuk menyembuhkan TB telah ditemukan 50 tahun yang lalu, namun setiap 15
detik satu orang meninggal karena TB. Jika tidak segera diobati, seseorang dengan TB
Basil Tahan Asam (BTA) Positif akan menularkan rata-rata 10-15 keorang lain seti ap
tahunnya (Dirjen P2PL, 2011). Diperkirakan ada 9 juta pasien tb baru dan 3 juta

4/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


kematian akibat TB didunia, terjadi pada Negara Negara berkembang.
Dikawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukan bahwa TB membunuh
sekitar 2000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TB didunia berada di
kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia, penyakit tuberculosis paru (TB paru)
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Diperkirakan pada tahun 2004,
setiap tahun ada 539.000 kasus dan merupakan penyebab kematian utama setelah
jantung dan saluran pernafasan.
Indonesia merupakan penyakit urutan ke lima didunia (India, China, Afrika
Selatan, Nigeria dan Indonesia). Berdasarkan Global Report TB tahun 2010,
prevalensi kasus penderita TB Paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010
adalah sebesar 285 per 100.000 penduduk, sedangkan angka kematian TB telah turun
menjadi 27 per 100.000 penduduk. Target Millenium Development Goal (MDGS)
untuk pengendalian TB adalah prevalensi penderita TB menjadi 222 per 100.000
pendudukdan angka kematianmenurun sampai 46 per 100.000 penduduk ditahun
2015. Artinya targer MDGS untuk angka prevalensi TB diharapkan akan tercapai
pada tahun 2015, sedangkan target angka kematian TB telah tercapai.
TB masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Hal ini
berdampak secara epidemiologi, ekonomi, sosial dan psikologis bagi penderita TB di
Indonesia. Hal ini bertambah berat karena kelompok usia produktif dan masyarakat
ekonomi lemah menjadi kelompok yang berisiko terserang TB. ​Diagnosis dari
penyakit tuberkulosis paru-paru dilakukan jika penyakit TB biasanya akan
menimbulkan suatu gejala atau tanda klinis yang terbagi menjadi dua yakni adalah
gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala respiratorik misalnya adalah gejala
seperti batuk, batuk darah, ​sesak nafas​, nyeri pada dada. Sedangkan gejala sistemik
adalah demam, keringat dimalam hari, anoreksia, dan berat badan menurun atau
mengalami malaise.
Gejala respiratorik terjadi dengan sangat bervariasi misalnya adalah tidak
adanya suatu gejala sampai gejala yang muncul mulai cukup berat. Namun semua ini
tergantung dari luasnya lesi. Terkadang pasien yang sudah terdiagnosis pada saat

5/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


melakukan pemeriksaan. Jika bronkus masih belum terlibat dalam proses penyakit TB
ini, maka kemungkinan pasien tidak akan mengalami gejala batuk. Gejala ​batuk yang
pertama kali muncul diakibatkan karena adanya suatu iritasi pada bronkus, dan
selanjutnya batuk ini dibutuhkan dalam hal pembuangan dahak untuk keluar
Sedangkan menurut Antoni Lamini (2002) ada 2 gejala TB paru yg gejala TB
paru yaitu : gejala umum dan gejala khusus. Gejala umum secara klinis mempunyai
gejala sbb : (a) batuk selama lebih dari 3 minggu, (b) demam, (c) berat badan menurun
tanpa sebab, (d) berkeringat pada waktu malam, (e) mudah capai, (f) hilangnya nafsu
makan. Sedangkan Gejala khusus dapat digambarkan sbb : (a) tergantung dari organ
tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, (b)
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak, kalau ada
cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit
dada, (c) bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah, (d) pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan
pembungkus otak dan disebut sebagai menginitis (radang selaput otak), gejala adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkej
Secara umum dapat ditemukan gejala meliputi (1)1. Batuk
berdarah/hemamptoe Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena terlibatnya
bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah batuk
berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.(2) sesak nafas, seak
nafas/dispsneu sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

6/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. (3) nyeri dada, nyeri dada
timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.(4)
Gejala malaise sering ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam
dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.
Pasien dengan tuberculosis membutuhkan menanganan yang segera dan
tuntas, hal ini didasari pada keadaan dimana tuberculosis dapat menyebakan berbagai
keadaan yang membahayakan pasien diantaranya adalah permasalahan dalam pola
nafas (gangguan pola nafas, bersihan jalan nafastidak efektif, gangguan pertukaran
gas) yang dimanifestasikan dengan timbulnya sesak pada pasien.
Sesak pada tuberculosis menyertai kondisi pasien bila infiltrasi radang sampai
ke pleura. Umumnya pasien akan panik dan gelisah dengan keadaan sesak, hal ini
meningkatkan metabolisme pasien yang akhirnya memperburuk keadaan pasien. Pada
tatanan pelayanan klinik, perawat akan selalu mengatasi sesak dengan pemberian
oksigenasi dan terapi farmakologis, dan intervensi non farmakologi, namun intervensi
non farmakologi yang sering dilakukan baru dengan posisi semifowler, mengajarkan
batuk efektif, walaupun pada dasarnya ada intervensi non farmakologis lain yang juga
dapat dilakukan seperti,​fisioteraphy dada, chest wall vibration, Yoga breath
excercise.
Yoga merupakan sebuah olahraga yang mengkombinasikan bagian tubuh dan
membutuhkan konsentrasi, ketenangan, kondisi tubuh yang rileks. Yoga juga merupakan
sistem latihan ​low impact lembut yang berfokus pada postur tubuh, pernapasan, dan
meditasi. Yoga berasal dari praktik India kuno dan telah menjadi teknik terapi terkemuka di
dunia. Dengan mengadopsi postur yang sangat mendasar dan kadang-kadang sangat
kompleks dan teknik pernapasan, tujuan yoga adalah memberikan sejumlah manfaat
fisik dan mental. Yoga dapat membantu meredakan sakit otot dan tulang dengan
merehabilitasi cedera otot dan tulang serta mencegah kembalinya cedera melalui

7/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


peregangan, penguatan dan keselarasan tubuh.Yoga juga dapat meningkatkan oksigen
ke otak dan menyebabkan respon relaksasi yang mengurangi ketegangan otot dan stres. .

Pernapasan Yoga atau Pranayama dalam ​merevitalisasikan tubuh, menenangkan


emosi dan menciptakan pikiran yang jernih. Sebelum melakukan latihan ini, Anda harus
yakin bahwa Anda memahami bagaimana cara untuk bernapas dengan benar dan bagaimana
cara untuk memanfaatkan sepenuhnya penggunaan diafragma. Dalam rangka mempermudah
aliran Prana dan memastikan bahwa ada ruang yang cukup untuk
mengembangkan/memperluas paru-paru

B. MASALAH
Sesak nafas merupakan manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien
tuberculosis dan PPOK, pada umumnya pasien dibawah kerumah sakit dengan keluhan
utama batuk yang tak kunjung berhenti dan sesak nafas. Masyarakat umum sering kali
menganggap manifestasi klinis seperti batuk dan demam bukanlah hal yang begitu
menghawatirkan, mereka baru akan merasa memerlukan pelayanan kesehatan apabila
pasien sudah masuk dalam keadaan lanjut seperti sesak, hemamptoe. Kondisi ini yang
sering kali menjadikan pasien TB dibawa ke rumah sakit dalam mkeadaan gawat. Hal
inilah yang memjadikan tim multidisiplin harus bekerja dengan ekstra untuk
menyelamatkan status kesehatan pasien.
Dalam tatanan klinik untuk penanganan sesak nafas dilakukan dengan
pencukupan kebutuhan oksigen bagi penderita berupa terapi oksigen. Ditatanan klinik
keluhan sesak hampir selalu mengiringi pasien dengan TB. Pada umumnya pasien
dengan keluhan sesak akan panik dan menginginkan secepatnya dapat bernafas dengna
normal kembali.
Dalam prakteknya multi disiplin sudah melakukan intervensi sesak dengan
melakukan terapi oksigenasi, disamping itu praktisi keperawatan juga sudah mulai
menerapkan terapi non farmakologis berupa pemberian posisi semi fowler, mengajarkan
teknik batuk efektif saja, walaupun telah banyak hasil penelitian yang menyebutkan
terapi non farmakologis untuk mengurangi dan mengontrol sesak nafas diantaranya,

8/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


fisioterapi dada, hight fowler position, chest wall vibrasi dan Yoga Breathing.
Dari hasil wawancara personal terhadap perawat praktisi, diketahui beberapa
alasan mengapa mereka lebih menggunakan intervensi sesak farmakologik dibandingkan
dengan nonfarmakologik. Alasan itu antara lain kurang mengenal berbagai macam
intervensi nyeri nonfarmakologik, kurang menguasai tekniknya, kurang percaya diri dan
kurang yakin akan keberhasilan intervensi nonfarmakologik dalam mengatasi sesak, dan
tuntutan pasien agar sesak dapat segera di atasi.
Dari uraian di atas tampak sesungguhnya gap antara teori dan praktik lebih
terletak pada kekurang-mengertian dan atau kekurang-mampuan perawat dalam
mengaplikasikan berbagai intervensi nonfarmakologik yang ada. Dari kondisi ini
kemudian mendorong perawat untuk lebih menggunakan obat (intervensi farmakologik)
dan mengesampingkan intervensi sesak yang bersifat nonfarmakologik.
Selama ini belum pernah dilakukan dan belum diketahui efektifitas Yoga
Breathing untuk mengatasi sesak pasien dengan gangguan pola nafas di Rumah Sakit
Suka Pura Jakarta. Manfaat tindakan ini penting untuk diketahui agar dapat
direkomendasikan penggunaan Yoga Breathing sebagai intervensi nonfarmakologi untuk
mengatasi nyeri.

C. TUJUAN
1. UMUM
Menerapkan terapi nonfarmakologik “Yoga Breathing” pada pasien
tuberculosis berdasarkan hasil-hasil riset terkini (evidence-based nursing practice)
2. KHUSUS
a. Melakukan studi literatur untuk memperoleh bukti ilmiah tentang
mengatasi sesak non farmakologik pada PPOK dengan menggunakan
“Yoga Breathing” mengujicobakan model intervensi mengatasi sesak
pada pasien TB berdasarkan riset yang dilakukan Naveen K.
Visweswaraiah and shirley telles pada tahun 2004 yaitu “​Randomized trial
of yoga as a complementary therapy for pulmonary tuberculosis​”. Dan

9/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


riset “​Efficacy and ​Tolerability of Yoga Breathinging in Patients With
Chronic Obstructive Pulmonary Disease” oleh Pomidori, Luca PhD dkk
pada tahun 2009
b. Mengevaluasi penerapan penggunaan Yoga Breathinging pada pasien
tuberculosis.
c. Menyusun draft protokol berdasarkan evaluasi penggunaan Yoga Brething
pada pasien Tuberculosis
d. Mereview protokol mengontroli sesak non farmakologik Yoga
Breathinging dengan multidisiplin untuk mendapatkan masukan dan saran
perbaikan.
e. Mengusulkan penetapan protokol non farmakologik Yoga berdasarkan
hasil review bersama multidisiplin

D. MANFAAT PRAKTIK
1. Bagi Pasien
Hasil praktik diharapkan dapat bermanfaat bagi pasien untuk mengontrol sesak
pada tuberculosis, memberikan relaksasi, mengurangi kepanikan serta
meningkatkan oksigenasi sehingga dapat meningkatkan status kesehatan pasien ,
sehingga meminimalkan hari rawat dan mengurangi biaya perawatan.
2. Bagi Perawat
Memberikan acuan bagi perawat untuk memberikan intervensi non farmakologis
Yoga Breathinging pada pasien tuberculosis yang mengalami sesak
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil praktik dapat memberikan sumbangan bagi perbaikan pelayanan bagi
pasien sehingga diperoleh pengakuan positif terhadap pelayanan rumah sakit.
Selain itu dapat berkontribusi untuk menyusun prosedur tetap mengontrol sesak
nonfarmakologi “Yoga Breathing”pada pasien Tuberculosis dan PPOK

10/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. METODELOGI
Penelusuran literatur dilakukan melalui EBSCO data bases;, proquest dan ATP
journal. Kata kunci yang digunakan yaitu: Dipsneu, Yoga Breathinging, Tuberculosis,
PPOK. Setelah dilakukan review kritis maka akan diterapkan studi yang dilakukan
oleh ​DorAnne Donesky-Cuenco, R.N., Ph.D.,1 Huong Q. Nguyen, R.N., Ph.D.,2
Steven Paul, Ph.D.,1 and Virginia Carrieri-Kohlman, R.N., D.N.Sc.1 (2009) yang
berjudul “Yoga Therapy Decreases Dyspnea-Related Distress and Improves
Functional Performance in People with Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A
Pilot Study
B. KRITIK RISET
1. Judul Penelitian
Yoga Therapy Decreases Dyspnea-Related Distress and Improves Functional
Performance in People with Chronic Obstructive Pulmonary Disease: A Pilot
StudyTujuan Penelitian
Penelitian bertujuan uintuk menguji efek intervensi Yoga Breathinging pada
pasien dewasa yang mengalami PPOK
2. Sampel dan Design
Sampel 29 orang kelompok dengan pasien TB berusia antara 20 – 55 tahun orang
menggunakan paired t- test
3. Intervensi dan Tratment
Intervensi dilakukan pada dua kelompok. Kelompok kontrol (melakukan breath
aweness), kelompok eksperimen melakukan Yoga Breathing
Hasil Yang Diukur (Outcome measure)

11/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


● Primary Outcome
Pengukuran heart rate, saturation oxygen, dyspnea, and nyeri
● Secondary Outcome
4. Hasil
● Kelompok Yoga Breathing menunjukkan penurunan intensitas sesak
● Kelompok Yoga Breathinging menunjukkan penurunan distress sesak

5. Kesimpulan
● Yoga training aman untuk pasien COPD
● Yoga breathing memberikan penurunan relatif kecil pada intensitas
dispneu dan banyak menurunkan dispneu -distress

C. SIGNIFIKANSI KLINIK
Penelitian dilakukan terhadap dua kelompok pasien, kelompok kontrol 15,
kelompok intervensi 14 orang. berusia ≥ 40 tahun, menggunakan compare baseline
and post-test characteristics of the two groups. Kelompok kontrol (A) mendapatkan
UC (Usual care) dan education pamflet, sementara itu, kelompok eksperimen (B)
mendapatkan perawatan biasa dan intervensi Yoga Breathing menggunakan panduan
Yoga breath excercise. Aspek yang diukur dalam penelitian ini meliputi heart rate,
saturation oxygen, dyspnea (Borg scale), and nyeri (skala 1-10).
Pada kelompok intervensi didapatkan DI rata-rata dari 0,31±0,35 menjadi
0,77±1,04, DD ranged dari 0,02 ±0,1 menjadi 0,55±1,2, skala nyeri dari 0,78±0,88
menjadi 2,26±2,23 pada skala 0-10. Nadi menurun 2-6 beat per menit dengan yoga
dari 79 12 to 88 14. There were no adverse clinical events associated with the yoga
training. Enjoyment ratings ranged from 7.68 2.45 to 9.33 1.37, and perceived
difficulty of the yoga practice ranged from 0.94 1.0 to 2.97 2.37. Patients attended an
average of 20 sessions (range: 17–23) out of 24 sessions. Thirteen (13) of 14 (93%)
yoga participants reported that they practiced the yoga program at least some of the
time at home, and 4 (29%) practiced at least 5 times per week at home.

12/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


D. APLIKABILITAS (Aplikability Profile)
Temuan dari penelitian tersebut, secara konfiden dapat dilakukan pada pasien
dengan berbagai kasus PPOK. Perubahan dalam praktik keperawatan sehari-hari
hendaknya terjadi setelah melakukan studi ini, membuktikan adanya berpengaruh
nyata yang positif, tidak saja terhadap penurunan dan pengontrolan sesak, tetapi juga
distress sesak
RSI Sukapura Jakarta kiranya dapat menjadi pelopor dalam penerapan Yoga
Breathing sebagai intervensi komplementer yang dapat dilakukan oleh perawat untuk
mengatasi sesak yang dialami pasien Tuberculosis. Tersedianya ruangan pasien
yang cukup nyaman merupakan faktor pendukung terhadap terlaksananya Yoga
Breathing

13/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


BAB III
IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN

A. PASIEN
Pasien yang akan dilibatkan pada studi ini adalah pasien yang menderita
penyakit TB yang memenuhi kriteria: mengalami sesak, bersedia menjadi responden,
kognitif pasien baik, usia dewasa, dan dirawat di ruang penyakit dalam RSI Sukapura
Jakarta. Sedangkan kriteria ekslusi adalah pasien yang tidak menderita tuberculosis,
penurunan kognitif, dan yang tidak bersedia menjadi responden.

B. TUJUAN YOGA BREATHING


Yoga Breathing bertujuan untuk melatih pasien agar dapat mengontrol
pernafasan pada saat terjadi serangan sesak nafas

14/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


C. PROTOKOL TINDAKAN
1. Pengertian

Yoga merupakan sebuah olahraga yang mengkombinasikan gerakan bagian


tubuh dan membutuhkan konsentrasi , ketenangan , serta kondisi tubuh yang
rileks atau santai pada saat mwlakukannya.

Yoga adalah sistem latihan ​low impact lembut yang berfokus pada
postur tubuh, pernapasan, dan meditasi
Pernapasan Yoga ​merevitalisasikan tubuh, menenangkan emosi dan
menciptakan pikiran yang jernih. bernapas dengan benar dan bagaimana cara
memanfaatkan sepenuhnya penggunaan diafragma. Dalam rangka memastikan
bahwa ada ruang yang cukup untuk mengembangkan/memperluas
paru-paru, Latihan Pernapasan Yoga dilakukan pada posisi duduk dengan tulang
belakang, leher dan kepala dalam garis lurus - baik dalam Pose Mudah / Easy
Pose (Sukhasana) , Pose Lotus / Lotus Pose (Padmasana) atau jika Anda merasa
tidak nyaman dengan kedua pose, Anda boleh memilih untuk duduk di kursi
2. Tujuan

Adalah memberikan sejumlah manfaat fisik dan mental. Yoga dapat


membantu meredakan sakit otot dan tulang dengan merehabilitasi cedera otot dan
tulang serta mencegah kembalinya cedera melalui peregangan, penguatan
dan keselarasan tubuh.Yoga juga dapat meningkatkan oksigen ke otak dan
menyebabkan respon relaksasi yang mengurangi ketegangan otot dan stres. .
3. Alat
a.Panduan Yoga Breathing
4. Pengkajian
a.Pengkajian dilakukan sebelum dan setelah Yoga Breathing pada serangan
sesak nafas
5. Persiapan Alat dan Paien Terhadap Prosedur
a. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan (tujuan, manfaat, cara

15/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


melakukannya)
b. Mengatur posisi sesuai paling nyaman menurut pasien (berbaring atau
duduk).
c. Perawat cuci tangan, menyiapkan dan menata dan menseting peralatan.
d. Meminta pasien mengikuti perintah/panduan perawat
e. Menjaga privacy pasien
6. Prosedur
a. Mintalah pasien untuk duduk dengan diatas tempat tidur
b. Silangkan kaki Anda, tempatkan kaki Anda di bawah lutut Anda.
c. Dekapkan tangan Anda di sekitar lutut Anda.
d. Jaga kepala dan tubuh tetap lurus.
e. Bagi pemula dapat mencoba melakukan pose ini dengan bantal tebal
untuk menambah kenyamanan.
f. Tutup pintu Anda, mengatur timer selama 3-5 menit, dan mencari tempat
yang nyaman untuk duduk.
g. Tutup mata Anda dan fokus pada pernapasan Anda.
h. Saat Anda menarik napas (hanya dengan pernafasan diaragma/perut),
berpikir tentang paru-paru Anda menggembungkan, tulang rusuk Anda
memperluas, dan napas bergerak melalui hidung Anda.
i. Saat Anda mengeluarkan napas, berpikir tentang paru-paru Anda
mengempis dan nafas bergegas keluar dari hidung Anda.
j. Jika pikiran Anda mulai berkelana, dengan tenang katakan kepada diri
sendiri "berpikir" dan kemudian mengalihkan perhatian Anda kembali ke
napas Anda.
k. Hembuskan nafas perlahan melalui mulut dengan rileks sepanjang proses
ekspirasi
l. Lakukan selama 30 menit
7. Evaluasi
Intervensi ​Yoga Breathing dilakukan terhadap 10 pasien dengan pola nafas,.

16/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


Evaluasi dilakukan setelah sebelum dan setelah ​Yoga Breathing dilaksanakan
selama 30 menit. Alat evaluasi yang digunakan adalah kemampuan pasien
mengontrol pernafasan dengan menghitung respirasi rate
8. Skala Ukur

SCALE SAVERITY
0 Tidak ada sesak nafas sama sekali
0,5 Sangat-sangat sedikit (hanya
terlihat)
1 Sangat sedikit
2 Sedikit sesak nafas
3 Sedang
4 Agak berat
5 Sesak nafas parah
6
7 Sesak nafas sangat parah
8
9 Sangat-sangat parah (hampir
maksimum)
10 Maximum

D. Pembahasan.
Dapat disimpulkan bahwa perlakuan intervensi Yoga breath exercise memberikan
pengaruh terhadap penurunan Borg Scale pada pasien yang yang mengalami dispneu,

17/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


yang di uji menggunakan metode spss uji-t dependen didapatkan hasil ​p value 0,022
yang artinya secara signifikan ada perbedaan nilai rata –rata ​Borg Scale sebelum dan
sesudah diberikan intervensi Yoga ​breatingh exercise​.
Dispneu merupakan Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif
mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai sensasi yang berbeda
intensitinya • Merupakan hasil interaksi berbagai faktor fisiologi, psikologi, sosial dan
lingkungan dan dapat menginduksi respons fisiologi dan perilaku sekunder. Mekanisme
dispnea: Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yeng terlibat dalam sistem
respirasi dan Informasi sensorik sampai pada pusat oernapasan di otak dan memproses
respiratoryrelated signals dan menhasilkan pengaruh kognitif, kontekstual, dan perilaku
sehingga terjadi sensasi dispnea
Yoga breath excercise merupakan Yoga merupakan sebuah olahraga yang
mengkombinasikan bagian tubuh dan membutuhkan konsentrasi, ketenangan, kondisi
tubuh yang rileks. Yoga merupakan sistem latihan ​low impact lembut yang berfokus pada
postur tubuh, pernapasan, dan meditasi. Yoga berasal dari praktik India kuno dan
telah menjadi teknik terapi terkemuka di dunia. Dengan mengadopsi postur yang sangat
mendasar dan kadang-kadang sangat kompleks dan teknik pernapasan, tujuan
yoga adalah memberikan sejumlah manfaat fisik dan mental. Yoga dapat
membantu meredakan sakit otot dan tulang dengan merehabilitasi cedera otot dan tulang
serta mencegah kembalinya cedera melaluiperegangan, penguatan dan keselarasan tubuh.
Yoga juga dapat meningkatkan oksigen ke otak dan menyebabkan respon relaksasi yang
mengurangi ketegangan otot dan stres. Pernapasan Yoga atau Pranayama dalam
merevitalisasikan tubuh, menenangkan emosi dan menciptakan pikiran yang jernih,
bernafas dengan benar dan bagaimana cara memanfaatkan sepenuhnya penggunaan
diafragma. Yang bertujaun untuk mengembangkan dan memperluas paru-paru.
Rehabilitasi paru pada penderita gangguan pernafasan khususnya PPOK yang
diberikan terapi latihan fisik dan latihan pernapasan bertujuan memperbaiki status
fungsional, status imunologi, dan kualitas hidup yang mengalami gangguan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari akibat adanya gejala sesak napas yang menetap sehingga

18/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


terjadi penurunan kapasitas fungsional (Juhariyah et al., 2012 dalam Liqmayanti 2014).
Kontrol teratur merupakan proses penatalaksanaan untuk mengamati perkembangan
pasien dalam hal perubahan derajat dan berat asma (Priyanto et al., 2011 dalam
Liqmayanti 2014).
Yoga adalah suatu metode pelatihan fisik dan mental untuk seluruh kalangan
usia. Yoga akan memberikan relaksasi bagi tubuh, melancarkan peredaran darah, dan
mengontrol pernapasan. Yoga sangat baik untuk penderita asma dan bronkitis (Christina,
2013 dalam Liqmayanti 2014). Pada penelitian yang dilakukan Tahan (2014), Yoga
menunjukkan efek menguntungkan bagi penderita PPOK yang telah menahun seperti
pengurangan penggunaan obat , meningkatkan kapasitas latihan, dan peningkatan
kapasitas fungsional. Latihan pernapasan hidung dalam Yoga yang akan mengaktifkan
respon otak bagian hipotalamus, didalam hipotalamus respons neuromotor
mempengaruhi belahan otak yang mengatur emosional dan motivasi yang baik dan
memberi pengaruh pada penderita asma (Kresna, 2014 dalam Liqmayanti 2014).
Yoga merupakan latihan aerobik tingkat rendah, namun penggunaan Yoga dapat
membantu pemeliharaan kesehatan, tingkat kesehatan pada seseorang yang melakukan
Yoga lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak melakukan Yoga. Aplikasi Yoga
yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang benar akan membantu relaksasi tubuh dan
pikiran sehingga mengurangi gejala dispneu (Mekonnen, 2010 dalam Liqmayanti 2014
). Kinerja kardiorespirasi setelah latihan Yoga mampu meningkatkan kapasitas paru dan
memperbaiki fungsi ventilasi paru sehingga terjadi pertukaran antara O2 dan CO2
dengan baik setelah latihan napas. Pengiriman oksigen ke otot dan peningkatan
pengiriman oksigen ke jaringan yang mampu mengurangi respon refleks terjadinya
hipoksia (Akhtar, 2013 dalam Liqmayanti 2014).
Pada penatalaksanaan Yoga breath excercise terlihat perubahan respirasi rate
pasien yang menjalani latihan dan perubahan perbaikan borg scale setelah intervensi. Hal
lain yang dapat dirasakanpasien adalah pasien merasa lebih nyaman dan tenang setelah
melakukan intervensi dibandingkan cara bernafas sebelumnya yaitu cepat dan dangkal
yang disertai kecemasan tinggi. Artinya intervensi ini tidak hanya menurunkan sesak

19/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


namun juga mengurangi kecemasan saat serangan sesak.

20/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


FORM PENILAIAN TINGKAT SESAK PADA
PENERAPAN ​YOGA BREATHING EXCERCISE

NO Sebelum Yoga Breathing Excercise Setelah Yoga Bre


NAMA PASIEN Umur
Penilaian Borg Scale Penilaian
1 RR: x/mnt RR: x/mn
TD: mmHg TD: mmH
HR: X/mnt HR: X/mn
Temp: celcius Temp: celciu
Rasa Sakit: Rasa Sakit:
2 RR: x/mnt RR: x/mn
TD: mmHg TD: mmH
HR: X/mnt HR: X/mn
Temp: celcius Temp: celciu
Rasa Sakit: Rasa Sakit:
3 RR: x/mnt RR: x/mn
TD: mmHg TD: mmH
HR: X/mnt HR: X/mn
Temp: celcius Temp: celciu
Rasa Sakit: Rasa Sakit:
4 RR: x/mnt RR: x/mn
TD: mmHg TD: mmH
HR: X/mnt HR: X/mn
Temp: celcius Temp: celciu
Rasa Sakit: Rasa Sakit:
5 RR: x/mnt RR: x/mn
TD: mmHg TD: mmH
HR: X/mnt HR: X/mn
Temp: celcius Temp: celciu
Rasa Sakit: Rasa Sakit:

21/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


DAFTAR PUSTAKA

Ewart, W. (1901). ​The treatment of bronchiectasis and other brobchial affectations by


posture and respiratory exercise.​ ​Lancet, ​2, 70-72.

Liqmayanti. 2014. Pengaruh yoga terhadap kontrol asma. Diakses ​tanggal 27 Desember
2015.file:///C:/Users/Aspire%20One%20722/Downloads/Documents/NASKAH%20PU
BLIKASI_2.pdf

22/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015


23/Eka yudha Chrisanto/Yoga Breathing Exercise/UMJ/2015

Anda mungkin juga menyukai