Anda di halaman 1dari 12

KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN MENURUT CALISTA ROY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan diberikan karena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan individu dan kelompok
dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

Keperawatan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang respon manusia
terhadap penyakit, pengobatan dan perubahan lingkungan yang dapat menimbulkan suatu fenomena.
Fenomena tersebut dapat diatasi perawat dengan mengaplikasikan berbagai konsep model dan teori
keperawatan yang dimilikinya. Selain itu dengan mengaplikasikan teori dan konsep model keperawatan,
perawat dapat mengetahui apa tindakan keperawatan yang harus dilakukan dan alasan mengapa
tindakan keperawatan tersebut dilakukan.

Aplikasi teori dan konsep model keperawatan dapat diterapkan diberbagai cabang ilmu
keperawatan, baik di keperawatan dasar, keperawatan klinik, maupun keperawatan komunitas. Di
keperawatan jiwa sendiri salah satu teori dan konsep model keperawatan yang dapat diterapkan adalah
Model Adaptasi Roy.

Model Adaptasi Roy menggambarkan manusia sebagai sistem terbuka dan sistem adaptif yang
akan merespons terhadap kejadian atau perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan baik yang
internal maupun external. Respons yang ditimbulkan tersebut dapat berupa respon adaptif dan
maladaptif, sesuai dengan mekanisme koping yang digunakan pasien dalam menghadapi stressor yang
dihadapinya. Roy juga memandang lingkungan sebagai kondisi internal maupun eksternal yang dapat
diatur dan dimanipulasi perawat dalam rangka membantu pasien memulihkan diri.

Kegiatan keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya


penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Selain itu kegiatan keperawatan juga diharapkan dapat
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan proses adaptasi klien terhadap stimulus ke arah yang
lebih positif. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang teori dan aplikasi Model
Adaptasi Roy.
1.2 TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui teory adaptasi menurut calista roy

b. Untuk mengetahui model adaptasi menurut calista roy

c. Untuk mengetahui tingkatan adaptasi

d. Untuk system model adaptasi

e. Untuk mengetahui bagaimana klien sebagai system adaptasi

f. Untuk mengetahui proses keperawatan model adaptasi calista roy

g.Untuk mengetahui kelebihan adaptasi calista roy

h.Untuk mengetahui kekurangan dan perbaikan teory calista roy

1.3 MANFAAT
Untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai teori adaptasi menurut salah satu para
ahli(Calista roy).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TEORI ADAPTASI MENURUT CALISTA ROY

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969). Konsep ini
dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar
model adaptasi Roy adalah :

1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan
lingkungan.

2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan


biopsikososial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada
dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.

4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan
baik positif maupun negatif.

5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu,
keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek
yang merupakan satu kesatuan. System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya
sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-
bagiannya.

2.2 INPUT
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan
atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu
stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya
infeksi .

b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal
yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan
ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti
anemia, isolasi sosial.

c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar
untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu,
hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang
toleransi tetapi ada yang tidak.

2.3 KONTROL
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme
kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a) Subsistem regulator.

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa
internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom
adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari
regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem.

b) Subsistem kognator.

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator
subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses
berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses
informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar
berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam).
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan
penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.

2.4 OUTPUT
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat di amati, diukur atau secara subyektif dapat
dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem.
Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif.
Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat
bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup,
perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak
mendukung tujuan ini.

Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai
adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah
putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang
dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep
ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan
mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.

2.5 MODEL ADAPTASI CALISTA ROY


Model Adaptasi Roy berasumsi bahwa dasar ilmu keperawatan adalah pemahaman tentang proses
adaptasi manusia dalam menghadapi situasi hidupnya. Roy mengidentifikasikan 3 aspek dalam model
keperawatannya yaitu: pasien sebagai penerima layanan keperawatan, tujuan keperawatan dan
intervensi keperawatan. Masing-masing aspek utama tersebut termasuk didalamnya konsep
keperawatan, manusia, sehat-sakit, lingkungan dan adaptasi. Konsep adaptasi diasumsikan bahwa
individu merupakan sistem terbuka dan adaptif yang dapat merespon stimulus yang datang baik dari
dalam maupun luar individu (Roy & Andrews, 1991 dalam Araich, 2001). Dengan Model Adaptasi Roy,
perawat dapat meningkatkan penyesuaian diri pasien dalam menghadapi tantangan yang berhubungan
dengan sehat-sakit, meningkatkan penyesuaian diri pasien menuju adaptasi dan dalam menghadapi
stimulus. Kesehatan diasumsikan sebagai hasil dari adapatasi pasien dalam menghadapi stimulus yang
datang dari lingkungan. Dalam Model Adaptasi Roy juga terdapat proses keperawatan yang dimulai dari
mengkaji prilaku dan faktor faktor yang mempengaruhi, mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan .
dan mengevaluasi hasil

Peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan memanipulasi stimulus
yang datang dari lingkungan yang akhirnya menimbulkan koping yang positif sebagai hasil dari adaptasi
dan respon negatif dideskripsikan sebagai respon yang yang maladaptif (Tolson & McIntosh, 1996 dalam
Araich, 2001). Adaptasi mempertimbangkan adanya biologis adaptasi mode dan psikososial adaptasi
mode. Psikososial adaptasi mode termasuk konsep diri, fungsi peran, dan interdependen. Keempat
adaptasi mode tersebut saling berhubungan. Biologis dan fisiologis adaptasi mode berfokus pada
kebutuhan dasar yang menjaga integritas anatomi dan fisiologis individu.

Stimulus yang datang dari lingkungan baik internal maupun eksternal dikategorikan tiga yaitu: Stimulus
Fokal, Kontekstual dan Residul. Stimulus fokal adalah perubahan atau situasi yang segera berakibat
terhadap individu seperti stress, trauma atau sakit. Stimulus Kontekstual adalah stimulus lain yang
berpengaruh terhadap stimulus fokal contoh lingkungan keluarga, Stimulus Residual adalah karakteristik,
nilai, sikap individu yang berkembang dari pengalaman masa lalu seperti nilai, pengalaman dan sifat
(Tolson & McIntosh dalam Araich, 2001).

Dalam proses adaptasi, kesehatan adalah hasil dari adaptasi manusia terhadap stimulus yang
dihadapinya, dan merupakan proses yang terjadi dan terintegrasi serta menggambarkan hubungan
antara individu dengan lingkungan. Sedangkan adaptasi itu sendiri merupakan proses dan hasil dari apa
yang dipikirkan dan dirasakan individu sebagai individu dan kelompok, dengan menggunakan kesadaran
dan pilihan untuk membuat integrasi antara individu dengan lingkungan. Respon yang timbul dalam
proses adapatasi dapat berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon adaptif merupakan
peningkatan integritas tujuan dari individu dalam hidup, pertumbuhan, reproduksi, penguasaan dan
transformasi individu dan lingkungan.

Sedangkan respon yang tidak efektif merupakan respon yang tidak berkontribusi dalam pencapaian
integritas individu. Dalam proses adaptasi juga terdapat mekanisme koping dan juga sub sistem regulator
dan cognator. Regulator merupakan respon yang timbul secara otomatis terhadap stimulus berupa
proses syaraf, kimia dan sistem endokrin. Cognator merespon melalui respon cognitif dan melalui saluran
emosi dan kognitif yaitu persepsi dan proses informasi, belajar, keputusan dan emosi. Selain itu prilaku
dikatakan sebagai aksi dan reaksi yang timbul baik internal dan eksternal dalam keadaan yang spesifik.

Tujuan perawatan adalah meningkatkan adapatasi dengan mengatur stimulus lingkungan. Manajemen
keperawatan pada asuhan keperawatan pada pasien termasuk: meningkatkan, mengurangi,
mempertahankan, mengubah yang berhubungan dengan stimulus fokal dan kontekstual yang relevan.
Tujuan tindakan keperawatan adalah meningkatkan adaptasi, yang berkontribusi terhadap kesehatan,
kualitas kehidupan dan kematian yang bermartabat.

2.6 TINGKATAN ADAPTASI


a. Focal Stimulasi yaitu Stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan
mempunyai pengaruh kuat terhadap seseorang individu.

b. Kontekstual Stimulus, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, dan baik stimulus internal
maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara
subjektif.

c. Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai
dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

2.7 SYSTEM MODE ADAPTASI


Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan
kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi
dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan funfsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

1. Mode fungsi fisiologi

a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan
transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).

b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi,
meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).

c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy
1991)

d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen
tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).

e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur
integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma
dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).

f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.
( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).

g. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam
basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).

h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator
koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi
pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ
tubuh (Robertsnn, 1984 dalam Roy, 1991).

i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk
menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam
Roy,1991).

2. Mode Konsep Diri

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial
dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain
persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen
yaitu the physical self dan the personal self.

a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi
tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan,
seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.

b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang
tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.

3. Mode Fungsi Peran

Mode fungsi peran mengenal pola –pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang
lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang
dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .

4. Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah
interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.

Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima


sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain.
Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.

2.8 KLIEN SEBAGAI SYSTEM ADAPTASI


Teori adaptasi suster Callista Roy memeandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan
model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat
dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat
beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi
terhadap kebutuhan berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan fisiolngis dasar

2. Pengembangan konsep diri positif

3. Penampilan peran social

4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan

Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien dan mengkaji
bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan
tujuan untuk membantu klien beradaptasi. Objek dalam ilmu keperawatan:

1). Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan)

Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok, komunitas
atau social. Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang holistic dan terbuka.
System terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian,
energi antara system dan lingkungan. Interaksi yang konstan antara individu dan lingkungan dicirikan
oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus mempertahankan
intergritas dirinya, dimana setiap individu secara kontunyu beradaptasi.

Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia
dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol, out put dan
proses umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara- cara
adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator
dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan
sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan
perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik
sistem, jadi manusia dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional secara
keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu
sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri
individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variabel standar yang berlawanan yang umpan baliknya
dapat dibandingkan.

Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari
rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses
kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang
telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator
digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor atau cara-cara adaptasi yaitu :
fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen.

2.9 PROSES KEPERWATAN MODEL ADAPTASI ROY


Proses keperawatan berdasarkan Model Adaptasi Roy adalah metode pemecahan masalah pasien
dengan mengidentifikasi stimulus dan mengkaji fungsi dari adaptasi mode. Dalam proses keperawatan
ada 2 level pengkajian yaitu pengkajian prilaku pasien dan pengkajian stimulus yang mengakibatkan
prilaku pasien. Langkah pertama proses keperawatan adalah pengkajian prilaku. Prilaku yang dikaji
adalah 4 adaptasi mode yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen. Fisiologis Adaptasi
Mode adalah proses fisik dan kimiawi dan prilaku yang menyinggung aspek fisik individu. Terdapat 5
kebutuhan yaitu oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat dan proteksi. Perawat harus
mempelajari proses yang normal.

Konsep diri adaptasi mode merupakan gabungan dari keyakinan dan perasaan tentang dirinya pada
suatu waktu. Fokusnya adalah aspek psikologis dan spiritual individu. Fungsi peran adaptasi mode adalah
harapan tentang pekerjaan dan posisi individu terhadap posisi pekerjaan lainnya. Dasar kebutuhan
adalah integritas sosial, untuk mengetahui hubungan satu dengan lainnya. Interdependen adapatasi
mode adalah prilaku yang menyinggung tentang hubungan interpenden antara individu dan kelompok.
Dasar kebutuhannya adalah perasaan aman dalam suatu hubungan.

Level kedua pengkajian adalah menganalisis 3 tipe stimulus yang mempengaruhi prilaku yang inefektif,
terdiri dari stimulus fokal, konntekstual dan residual. Langkah perawat selanjutnya adalah menetapkan
dianosa keperawatan yang berupa pernyataan yang menginterpretasikan data tentang status adaptasi
individu, termasuk prilaku dan stimulus yang relevan. Setelah itu perawat menentukan tujuan
keperawatan yang meliputi pernyataan yang jelas tentang kriteria hasil dari pemberian perawatan.
Selanjutnya perawat melakukan intervensi keperawatan yang menentukan bantuan yang diberikan pada
individu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Langkah terakhir adalah evaluasi keperawatan
yang merupakan penilaian terhadap efektifitas dari intervensi keperawatan.

2.10 KELEBIHAN MODEL ADAPTASI ROY


Model Adaptasi Roy telah menggambarkan tahapan–tahapan dalam proses keperawatan yang
lengkap. Berdasarkan teori Roy, tahapan proses keperawatan dimulai dari 2 level pengkajian , diagnosa
keperawatan, tujuan tindakan keperawatan, intervensi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Kelebihan proses keperawatan berdasarkan Model Adaptasi Roy ini adalah pada tahap 2 level pengkajian
yang harus dilakukan perawat.

Pengkajian keperawatan dimulai dengan; level 1) perawat mengkaji respon prilaku pasien terhadap
stimulus yaitu fisiologis adaptasi mode, konsep diri adaptasi mode, peran adaptasi mode dan
ketergantungan adaptasi mode, level 2) perawat mengkaji stressor yang dihadapi pasein yaitu stimulus
fokal & kontekstual ( yang pada dasarnya merupakan faktor presipitasi dari masalah yang dihadapi
pasien) dan stimulus residual (yang pada dasarnya merupakan faktor predisposisi dari masalah yang
dihadapi pasien), sehingga pengkajian yang dilakukan perawat lebih lengkap dan perawat dapat
menegakkan diagnosa lebih akurat dari pengkajian tersebut.

Di tatanan keperawatan jiwa sendiri, pendekatan yang digunakan pada Teori Adaptasi Roy ini sangat
bermanfaat ketika perawat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa, resiko
gangguan dan sehat jiwa. Dengan teori ini, perawat tidak hanya dapat mengintervensi tanda dan gejala
tapi juga dapat mengetahui & memberikan intervensi pada faktor presipitasi dan faktor predisposisi dari
masalah yang dihadapi pasien. Sehingga perawat dapat mencegah pasien mengalami masalah resiko dan
gangguan jiwa, mengatasi masalah resiko dan gangguan jiwa dan meningkatkan individu yang sehat agar
tidak mengalami masalah resiko dan gangguan jiwa.

Selain itu, dengan Teori Adaptasi Roy ini, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat lebih
memahami tentang proses adaptasi yang terjadi pada individu, yang dimulai dari adanya
stimulus/stressor yang dapat menjadikan individu mengalami stress, proses mekanisme koping (kognator
dan regulator) dan effektor sebagai upaya individu mengat`si stressor dan terakhir timbulnya respon
prilaku individu terhadap stressor yang dihadapinya. Teori ini hampir mirip dengan Teori Stress Adaptasi
Stuart-Laraia yang ada di keperawatan jiwa.

2.11 KEKURANGAN DAN PERBAIKAN MODEL ADAPTASI ROY


Masukan dan perbaikan untuk Model Adaptasi Roy adalah untuk lebih menjabarkan hubungan antara
mekanisme koping: kognator dalam meningkatkan adaptasi serta hubungannya dengan 4 adaptasi mode.
Selain itu perlu penjabaran lebih lanjut tentang hubungan adaptasi dengan kesehatan. Di praktek klinis,
perlu dikaji lebih lanjut bagaimana perawat dapat membantu individu ke arah yang positif dengan
menggunakan Model adaptasi Roy misal: ketika memberikan asuhan keperawatan pada pasien-pasien
dengan pemulihan kognitif / pasien dengan trauma / cedera kepala (Tiedman, 1996 dalam Araich, 2001).

Selain itu Model Adaptasi Roy merupakan model keperawatan yang komplex dengan konsep dan
mempunyai hubungan antar konsep-konsep. Sehingga perlu diklarifikasi kembali tentang:

• Overlaping yang terjadi pada psikososial adaptif mode yaitu pada konsep diri, fungsi peran dan
interdependen. Konsep diri terdiri dari 5 komponen, salah satunya adalah fungsi peran. Bagaimana
perawat dapat membedakan antara konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan?

• Ketika menilai prilaku adaptif dan maladaptif, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi penilaian
tersebut, salah satunya adalah sistem nilai yang dianut perawat

• Kata adaptasi tidak secara umum menyampaikan pengertian tentang pertumbuhan (Lancester, 1992
dalam Araich, 2001).

• Model Adaptasi Roy lebih berfokus pada proses adaptasi pasien dan bagaimana pemecahan masalah
pasien dengan menggunakan proses keperawatan dan tidak menjelaskan bagaimana sikap dan prilaku
caring perawat ketika melakukan asuhan keperawatan. Pada prinsipnya pemecahan masalah pasien
sangat penting dalam keperawatan, tetapi prilaku caring juga sangat diperlukan ketika memberikan
asuhan keperawatan pada pasien, karena bisa saja seorang perawat yang tidak mempunyai prilaku caring
akan menjadi stressor baru bagi pasiennya.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Model Adaptasi Roy menggambarkan manusia sebagai sistem terbuka dan sistem adaptif yang akan
merespons terhadap kejadian atau perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan baik yang
internal maupun external. Kegiatan keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Selain itu kegiatan keperawatan
juga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan proses adaptasi klien. Model
Adaptasi Roy berfokus pada pemecahan masalah pasien dengan mengunakan proses keperawatan yang
terdiri dari pengkajian, diagnosa, tujuan, intervensi dan evaluasi keperawatan

3.2 SARAN
Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang
penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di lapangan atau rumah sakit,
sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan
keperawatan/asuhan keperawatan. .

DAFTAR PUSTAKA
Araich (2001), Roy’s Adaptation Model: Demonstration of Theory Integration into Process of Care in
Coronary Care Unit, Nursing Web Jurnal Ed.7 tahun 2001

Tomey & Alligood (2006), Nursing Theoriests and Their Work, St. Louis: Mosby
http://_IeMU3Ss0eG0/SIGiDt6nbCI/AAAAAAAAAHE/-izBIyU0Z2A/s1600-h/PIC+6.jpg diakses pada
tanggal 16 oktober 2008 jam 16.40 wib

http://nursingtheories./2008/07/sister-callista-roy-adaptation-theory.html diakses pada tanggal 16


oktober 2008 jam 16.00 wib

http://www2.bc.edu/~royca/htm/ram.htm diakses pada tanggal 16 oktober 2008 jam 16.30 wib

Roy (2005), Sister Calista Roy: Roy Adaptation Model


http://www.nipissingu.ca/faculty/arohap/aphome/NURS3006/Resources/SisterCallistaRoy_2.pdf diakses
tanggal 16 okt 2008 jam 07.00 wib

http://www.nursing.gr/protectedarticles/Roy.pdf diakses tanggal 16 okt 2008 jam 07

Roy (2005), The Importance of Theory-Based Practice with Examples from the Roy Adaptation Model Roy
http://www3.uakron.edu/nursing/documents/distlecture/Roy%20Lecture%202005.pdf diakses pada
tanggal 16 oktober 2008 jam 16.00 wib

http://www.bc.edu/schools/son/faculty/theorist/Roy_Adaptation_Model.html diakses pada tanggal 16


oktober 2008 jam 17.00 wib

Anda mungkin juga menyukai