Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI MODEL

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
KDK (Konsep Dasar Keperawatan)

disusun oleh
Dicky Reinaldi (30120112033)
Fitriana Wulandari (30120112035)
Natalia Normarita Silalahi (30120112018)
Nurul Istiqomah Al-Islam (30120112044)
Yeremia Manibuy (30120112051)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia. Keperawatan diberikan karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemauan individu dan kelompok dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Keperawatan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang respon manusia terhadap penyakit,
pengobatan dan perubahan lingkungan yang dapat
menimbulkan suatu fenomena. Fenomena tersebut dapat
diatasi perawat dengan mengaplikasikan berbagai konsep
model dan teori keperawatan yang dimilikinya. Selain itu
dengan mengaplikasikan teori dan konsep model
keperawatan, perawat dapat mengetahui apa tindakan
keperawatan yang harus dilakukan dan alasan mengapa
tindakan keperawatan tersebut dilakukan. Aplikasi teori dan
konsep model keperawatan dapat diterapkan diberbagai
cabang ilmu keperawatan, baik di keperawatan dasar,
keperawatan klinik, maupun keperawatan komunitas. Di
keperawatan jiwa sendiri salah satu teori dan konsep model
keperawatan yang dapat diterapkan adalah Model Adaptasi
Roy.
Model Adaptasi Roy menggambarkan manusia sebagai
sistem terbuka dan sistem adaptif yang akan merespons
terhadap kejadian atau perubahan-perubahan yang terjadi
pada lingkungan baik yang internal maupun external. Respons
yang ditimbulkan tersebut dapat berupa respon adaptif dan
maladaptif, sesuai dengan mekanisme koping yang digunakan
pasien dalam menghadapi stressor yang dihadapinya. Roy
juga memandang lingkungan sebagai kondisi internal maupun
eksternal yang dapat diatur dan dimanipulasi perawat dalam
rangka membantu pasien memulihkan diri. Kegiatan
keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya penyembuhan dan pemulihan
kesehatan. Selain itu kegiatan keperawatan juga diharapkan
dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
proses adaptasi klien terhadap stimulus ke arah yang lebih
positif. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih baik
tentang teori dan aplikasi Model Adaptasi Roy.

1.2 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui teory adaptasi menurut calista roy

b. Untuk mengetahui model adaptasi menurut calista roy

c. Untuk mengetahui tingkatan adaptasi

d. Untuk system model adaptasi

e. Untuk mengetahui bagaimana klien sebagai system


adaptasi

f. Untuk mengetahui proses keperawatan model adaptasi


calista roy

g. Untuk mengetahui kelebihan adaptasi calista roy

h. Untuk mengetahui kekurangan dan perbaikan teory calista


roy

1.3 Manfaat Penulisan

Untuk menambah wawasan serta pengetahuan kita


mengenai teori adaptasi menurut salah satu para ahli(Calista
roy).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Adaptasi Menurut Callista Roy

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan


oleh Suster Callista Roy (1969). Konsep ini dikembangkan
dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan
di bawah ini. Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :
1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan
sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan
lingkungan.
2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan
untuk mengatasi perubahan-perubahan
biopsikososial.
3. Setiap orang memahami bagaimana individu
mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi.
Pada dasarnya manusia memberikan respon
terhadap semua rangsangan baik positif maupun
negatif.
4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia
mempunyai kemampuan untuk menghadapi
rangsangan baik positif maupun negatif.
5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang
tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.
Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai
penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga,
kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai Holistic
adaptif systemdalam segala aspek yang merupakan satu
kesatuan. System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan
karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan
dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-
bagiannya.

2.2 Input

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus,


merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari
lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi
dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan
stimulus residual.
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung
berhadapan dengan seseorang, efeknya segera,
misalnya infeksi .
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang
dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur
dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini
muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan
respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.
c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan
relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk
diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini
memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi
tetapi ada yang tidak.

2.3 Kontrol

Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk


mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini
dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a) Subsistem regulator.
Subsistem regulator mempunyai komponen-
komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa
internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah
kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon
neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan
sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak
proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
b) Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal
maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem
dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator
subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan
fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan
emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan
proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan
mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi,
reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan adalah proses internal yang berhubungan
dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses
pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.

2.4 Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat di


amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal
dari dalam maupun dari luar. Perilaku ini merupakan umpan balik
untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai
respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon
yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang
secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut
mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan.
Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak
mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk
mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang
sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan
atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai
sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh.
Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan
antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan
konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol
yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut
merupakan bagian sub sistem adaptasi.

2.5 Model Adaptasi Kalista Roy

Model Adaptasi Roy berasumsi bahwa dasar ilmu


keperawatan adalah pemahaman tentang proses adaptasi
manusia dalam menghadapi situasi hidupnya. Roy
mengidentifikasikan tiga aspek dalam model keperawatannya
yaitu: pasien sebagai penerima layanan keperawatan, tujuan
keperawatan dan intervensi keperawatan. Masing-masing aspek
utama tersebut termasuk didalamnya konsep keperawatan,
manusia, sehat-sakit, lingkungan dan adaptasi. Konsep adaptasi
diasumsikan bahwa individu merupakan sistem terbuka dan
adaptif yang dapat merespon stimulus yang datang baik dari
dalam maupun luar individu (Roy & Andrews, 1991 dalam Araich,
2001). Dengan Model Adaptasi Roy, perawat dapat meningkatkan
penyesuaian diri pasien dalam menghadapi tantangan yang
berhubungan dengan sehat-sakit, meningkatkan penyesuaian diri
pasien menuju adaptasi dan dalam menghadapi stimulus.
Kesehatan diasumsikan sebagai hasil dari adapatasi pasien
dalam menghadapi stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam
Model Adaptasi Roy juga terdapat proses keperawatan yang
dimulai dari mengkaji prilaku dan faktor faktor yang
mempengaruhi, mengidentifikasi masalah, menetapkan tujuan .
dan mengevaluasi hasil Peran perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan memanipulasi stimulus
yang datang dari lingkungan yang akhirnya menimbulkan koping
yang positif sebagai hasil dari adaptasi dan respon negatif
dideskripsikan sebagai respon yang yang maladaptif (Tolson &
McIntosh, 1996 dalam Araich, 2001). Adaptasi
mempertimbangkan adanya biologis adaptasi mode dan
psikososial adaptasi mode. Psikososial adaptasi mode termasuk
konsep diri, fungsi peran, dan interdependen. Keempat adaptasi
mode tersebut saling berhubungan. Biologis dan fisiologis
adaptasi mode berfokus pada kebutuhan dasar yang menjaga
integritas anatomi dan fisiologis individu.
Stimulus yang datang dari lingkungan baik internal maupun
eksternal dikategorikan tiga yaitu: Stimulus Fokal, Kontekstual
dan Residul. Stimulus fokal adalah perubahan atau situasi yang
segera berakibat terhadap individu seperti stress, trauma atau
sakit. Stimulus Kontekstual adalah stimulus lain yang
berpengaruh terhadap stimulus fokal contoh lingkungan
keluarga, Stimulus Residual adalah karakteristik, nilai, sikap
individu yang berkembang dari pengalaman masa lalu seperti
nilai, pengalaman dan sifat (Tolson & McIntosh dalam Araich,
2001). Dalam proses adaptasi, kesehatan adalah hasil dari
adaptasi manusia terhadap stimulus yang dihadapinya, dan
merupakan proses yang terjadi dan terintegrasi serta
menggambarkan hubungan antara individu dengan lingkungan.
Sedangkan adaptasi itu sendiri merupakan proses dan hasil dari
apa yang dipikirkan dan dirasakan individu sebagai individu dan
kelompok, dengan menggunakan kesadaran dan pilihan untuk
membuat integrasi antara individu dengan lingkungan. Respon
yang timbul dalam proses adapatasi dapat berupa respon adaptif
dan respon inefektif. Respon adaptif merupakan peningkatan
integritas tujuan dari individu dalam hidup, pertumbuhan,
reproduksi, penguasaan dan transformasi individu dan
lingkungan.
Sedangkan respon yang tidak efektif merupakan respon yang
tidak berkontribusi dalam pencapaian integritas individu. Dalam
proses adaptasi juga terdapat mekanisme koping dan juga sub
sistem regulator dan cognator. Regulator merupakan respon
yang timbul secara otomatis terhadap stimulus berupa proses
syaraf, kimia dan sistem endokrin. Cognator merespon melalui
respon cognitif dan melalui saluran emosi dan kognitif yaitu
persepsi dan proses informasi, belajar, keputusan dan emosi.
Selain itu prilaku dikatakan sebagai aksi dan reaksi yang timbul
baik internal dan eksternal dalam keadaan yang spesifik. Tujuan
perawatan adalah meningkatkan adapatasi dengan mengatur
stimulus lingkungan. Manajemen keperawatan pada asuhan
keperawatan pada pasien termasuk: meningkatkan, mengurangi,
mempertahankan, mengubah yang berhubungan dengan
stimulus fokal dan kontekstual yang relevan. Tujuan tindakan
keperawatan adalah meningkatkan adaptasi, yang berkontribusi
terhadap kesehatan, kualitas kehidupan dan kematian yang
bermartabat
2.6 Tingkatan Adaptasi

a. Focal Stimulasi yaitu Stimulus yang langsung


beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai
pengaruh kuat terhadap seseorang individu.

b. Kontekstual Stimulus, merupakan stimulus lain yang


dialami seseorang, dan baik stimulus internal maupun
eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat
dilakukan observasi, diukur secara subjektif.

c. Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang


merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai dengan
situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang
sukar dilakukan observasi.

2.7 System Model Adaptasi

Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan


fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas,
yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat
dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

1. Model fungsi fisiologi


a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor
gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi
makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan
pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri.
(Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari
instestinal dan ginjal.( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)
d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas
fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan
fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan
semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy,
1991).
e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh
termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit,
rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi
proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato,
1984 dalam Roy 1991).
f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran,
perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll,
1984, dalam Roy, 1991).
g. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit
di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam
seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif
fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy
1991).
h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan
neurologis merupakan bagian integral dari regulator
koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi
untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik
untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertsnn,
1984 dalam Roy, 1991).
i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran
horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk
menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas
endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon
stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme
( Howard & Valentine dalam Roy,1991).
2. Model Konsep Diri

Model konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan


penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi
perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen
yaitu the physical self dan the personal self.

a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang


memandang dirinya berhubungan dengan sensasi
tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area
ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti
setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan
seksualitas.

b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi


diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang
tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau
takut merupakan hal yang berat dalam area ini.

3. Model Fungsi Peran

Model fungsi peran mengenal pola pola interaksi sosial


seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang
dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya
pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya .

4. Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang


dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.

Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan


kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi
dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.

2.8 Klien sebagai system adaptasi

Teori adaptasi suster Callista Roy memeandang klien


sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan
dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk
beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep
diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat
dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan
keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi
terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Seluruh
individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan fisiolngis dasar

2. Pengembangan konsep diri positif

3. Penampilan peran social

4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan


ketergantungan

Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya


masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi
terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan diberikan
dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi. Objek dalam
ilmu keperawatan:

Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan)


Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan
individu, keluarga, kelompok, komunitas atau social. Masing-
masing dilakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang
holistic dan terbuka. System terbuka tersebut berdampak
terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian,
energi antara system dan lingkungan. Interaksi yang konstan
antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan internal
dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus
mempertahankan intergritas dirinya, dimana setiap individu
secara kontunyu beradaptasi.

Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah


sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat
digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang
mempunyai input, kontrol, out put dan proses umpan balik.
Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan
dengan cara- cara adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan
sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-
cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan interdependensi. Dalam model adaptasi keperawatan,
manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka
dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan
perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat
digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, jadi manusia
dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara
unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional
untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem
adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar
dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus
termasuk variabel standar yang berlawanan yang umpan
baliknya dapat dibandingkan.
Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai
tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia
yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa
dilakukan. Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi
adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang telah
diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator.
Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam
hubungannya terhadap empat efektor atau cara-cara adaptasi
yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan
interdependen.

2.9 Proses Keperawatan Model Adaptasi Roy


Proses keperawatan berdasarkan Model Adaptasi Roy
adalah metode pemecahan masalah pasien dengan
mengidentifikasi stimulus dan mengkaji fungsi dari adaptasi
mode. Dalam proses keperawatan ada 2 level pengkajian yaitu
pengkajian prilaku pasien dan pengkajian stimulus yang
mengakibatkan prilaku pasien. Langkah pertama proses
keperawatan adalah pengkajian prilaku. Prilaku yang dikaji
adalah 4 adaptasi mode yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependen. Fisiologis Adaptasi Mode adalah
proses fisik dan kimiawi dan prilaku yang menyinggung aspek
fisik individu. Terdapat 5 kebutuhan yaitu oksigenasi, nutrisi,
eliminasi, aktivitas dan istirahat dan proteksi. Perawat harus
mempelajari proses yang normal.
Konsep diri adaptasi mode merupakan gabungan dari
keyakinan dan perasaan tentang dirinya pada suatu waktu.
Fokusnya adalah aspek psikologis dan spiritual individu. Fungsi
peran adaptasi mode adalah harapan tentang pekerjaan dan
posisi individu terhadap posisi pekerjaan lainnya. Dasar
kebutuhan adalah integritas sosial, untuk mengetahui
hubungan satu dengan lainnya. Interdependen adapatasi
mode adalah prilaku yang menyinggung tentang hubungan
interpenden antara individu dan kelompok. Dasar
kebutuhannya adalah perasaan aman dalam suatu hubungan.
Level kedua pengkajian adalah menganalisis 3 tipe stimulus
yang mempengaruhi prilaku yang inefektif, terdiri dari stimulus
fokal, konntekstual dan residual. Langkah perawat selanjutnya
adalah menetapkan dianosa keperawatan yang berupa
pernyataan yang menginterpretasikan data tentang status
adaptasi individu, termasuk prilaku dan stimulus yang relevan.
Setelah itu perawat menentukan tujuan keperawatan yang
meliputi pernyataan yang jelas tentang kriteria hasil dari
pemberian perawatan. Selanjutnya perawat melakukan
intervensi keperawatan yang menentukan bantuan yang
diberikan pada individu dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Langkah terakhir adalah evaluasi keperawatan
yang merupakan penilaian terhadap efektifitas dari intervensi
keperawatan.

2.10 Kelebihan Model Adaptasi Roy

Model Adaptasi Roy telah menggambarkan tahapan


tahapan dalam proses keperawatan yang lengkap.
Berdasarkan teori Roy, tahapan proses keperawatan dimulai
dari 2 level pengkajian , diagnosa keperawatan, tujuan
tindakan keperawatan, intervensi keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Kelebihan proses keperawatan berdasarkan
Model Adaptasi Roy ini adalah pada tahap 2 level pengkajian
yang harus dilakukan perawat.
Pengkajian keperawatan dimulai dengan; level 1) perawat
mengkaji respon prilaku pasien terhadap stimulus yaitu
fisiologis adaptasi model, konsep diri adaptasi model, peran
adaptasi model dan ketergantungan adaptasi model, level 2)
perawat mengkaji stressor yang dihadapi pasein yaitu stimulus
fokal & kontekstual ( yang pada dasarnya merupakan faktor
presipitasi dari masalah yang dihadapi pasien) dan stimulus
residual (yang pada dasarnya merupakan faktor predisposisi
dari masalah yang dihadapi pasien), sehingga pengkajian yang
dilakukan perawat lebih lengkap dan perawat dapat
menegakkan diagnosa lebih akurat dari pengkajian tersebut.
Di tatanan keperawatan jiwa sendiri, pendekatan yang
digunakan pada Teori Adaptasi Roy ini sangat bermanfaat
ketika perawat melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa, resiko gangguan dan sehat jiwa.
Dengan teori ini, perawat tidak hanya dapat mengintervensi
tanda dan gejala tapi juga dapat mengetahui & memberikan
intervensi pada faktor presipitasi dan faktor predisposisi dari
masalah yang dihadapi pasien. Sehingga perawat dapat
mencegah pasien mengalami masalah resiko dan gangguan
jiwa, mengatasi masalah resiko dan gangguan jiwa dan
meningkatkan individu yang sehat agar tidak mengalami
masalah resiko dan gangguan jiwa.
Selain itu, dengan Teori Adaptasi Roy ini, perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan dapat lebih memahami tentang
proses adaptasi yang terjadi pada individu, yang dimulai dari
adanya stimulus/stressor yang dapat menjadikan individu
mengalami stress, proses mekanisme koping (kognator dan
regulator) dan effektor sebagai upaya individu mengat`si
stressor dan terakhir timbulnya respon prilaku individu
terhadap stressor yang dihadapinya. Teori ini hampir mirip
dengan Teori Stress Adaptasi Stuart-Laraia yang ada di
keperawatan jiwa.

2.11 Kekurangan dan Perbaikan Model Adaptasi Roy


Masukan dan perbaikan untuk Model Adaptasi Roy adalah
untuk lebih menjabarkan hubungan antara mekanisme koping:
kognator dalam meningkatkan adaptasi serta hubungannya
dengan 4 adaptasi mode. Selain itu perlu penjabaran lebih
lanjut tentang hubungan adaptasi dengan kesehatan. Di
praktek klinis, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana perawat
dapat membantu individu ke arah yang positif dengan
menggunakan Model adaptasi Roy misal: ketika memberikan
asuhan keperawatan pada pasien-pasien dengan pemulihan
kognitif / pasien dengan trauma / cedera kepala (Tiedman,
1996 dalam Araich, 2001).
Selain itu Model Adaptasi Roy merupakan model keperawatan
yang komplex dengan konsep dan mempunyai hubungan antar
konsep-konsep. Sehingga perlu diklarifikasi kembali tentang:
Overlaping yang terjadi pada psikososial adaptif mode
yaitu pada konsep diri, fungsi peran dan interdependen.
Konsep diri terdiri dari 5 komponen, salah satunya adalah
fungsi peran. Bagaimana perawat dapat membedakan antara
konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan?
Ketika menilai prilaku adaptif dan maladaptif, ada
banyak faktor yang dapat mempengaruhi penilaian tersebut,
salah satunya adalah sistem nilai yang dianut perawat
Kata adaptasi tidak secara umum menyampaikan
pengertian tentang pertumbuhan (Lancester, 1992 dalam
Araich, 2001).
Model Adaptasi Roy lebih berfokus pada proses
adaptasi pasien dan bagaimana pemecahan masalah pasien
dengan menggunakan proses keperawatan dan tidak
menjelaskan bagaimana sikap dan prilaku caring perawat
ketika melakukan asuhan keperawatan. Pada prinsipnya
pemecahan masalah pasien sangat penting dalam
keperawatan, tetapi prilaku caring juga sangat diperlukan
ketika memberikan asuhan keperawatan pada pasien, karena
bisa saja seorang perawat yang tidak mempunyai prilaku
caring akan menjadi stressor baru bagi pasiennya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model Adaptasi Roy menggambarkan manusia sebagai


sistem terbuka dan sistem adaptif yang akan merespons
terhadap kejadian atau perubahan-perubahan yang terjadi
pada lingkungan baik yang internal maupun external. Kegiatan
keperawatan diarahkan pada penciptaan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya penyembuhan dan pemulihan
kesehatan. Selain itu kegiatan keperawatan juga diharapkan
dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan
proses adaptasi klien. Model Adaptasi Roy berfokus pada
pemecahan masalah pasien dengan mengunakan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, tujuan,
intervensi dan evaluasi keperawatan

3.2 SARAN

Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk


mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang penerapan model
keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di
lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah
teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan
keperawatan/asuhan keperawatan.

REFERENSI

Araich (2001), Roys Adaptation Model: Demonstration of Theory


Integration into Process of Care in Coronary Care Unit, Nursing
Web Jurnal Ed.7 tahun 2001
Tomey & Alligood (2006), Nursing Theoriests and Their Work, St.
Louis: Mosby
http://nursingtheories.blogspot.com/2008/07/sister-callista-roy-
adaptation-theory.
Roy (2005), Sister Calista Roy: Roy Adaptation Model
http://www.nipissingu.ca/faculty/arohap/aphome/NURS3006/Reso
urces/SisterCallistaRoy

http://www.nursing.gr/protectedarticles/Roy.
Roy (2005), The Importance of Theory-Based Practice with
Examples

fromhttp://www3.uakron.edu/nursing/documents/distlecture/Roy

Anda mungkin juga menyukai