oleh :
Maria Yosa
Natalia Normarita S
Yohanes Uga
Yosepha Novia
PADALARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu ginjal adalah bentuk deposit mineral,paling umum oksalat dan
fosfat, namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu. Meskipun
kalkus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini
paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal (unimus, 2011).
Cedera renal yang paling sering adalah kontusi, laserasi, ruptur dan
cidera pedikel renal atau laserasi internal kecil pada ginjal. Ginjal
menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal; oleh karena itu
meskipun hanya terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat
menyebabkan perdarahan pasif.
B. Tujuan Penulisan
Sebagai pemenuhan tugas Asuhan Keperawatan Kegawat Durat
Perkemihan
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah
menggunakan metode kepustakaan yaitu mencari sumber dari buku
maupun media elektronik (internet)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Ginjal
Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis. Pada sisi
medial terdapat cekungan, dikenal sebagai hilus, yang merupakan tempat
keluar masuk pembuluh darah dan keluarnya ureter. Bagian ureter atas
melebar dan mengisi hilus ginjal, dikenal sebagai piala ginjal (pelvis
renalis). Pelvis renalis akan terbagi lagi menjadi mangkuk besar dan kecil
yang disebut kaliks mayor (2 buah) dan kaliks minor (8-12 buah). Setiap
kaliks minor meliputi tonjolan jaringan ginjal berbentuk kerucut yang
disebut papila ginjal. Pada potongan vertikal ginjal tampak bahwa tiap
papila merupakan puncak daerah piramid yang meluas dari hilus menuju
ke kapsula. Pada papila ini bermuara 10-25 buah duktus koligens. Satu
piramid dengan bagian korteks yang melingkupinya dianggap sebagai
satu lobus ginjal.
2. Korpus Malphigi
3. Apartus Juksta-Glomerular
b. Ansa Henle
d. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai
gambaran mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel epitelnya
jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen
tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke
tengah beberapa duktus koligen akan bersatu membentuk duktus
yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini
disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil
sangat besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti
sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah
menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit
absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
e. Sawar Ginjal
6. Fungsi ginjal
a. Membuang bahan sisa terutama senyawaan nitrogen seperti urea
dan kreatinin yang dihasilkan dari metabolisme makanan oleh
tubuh, bahan asing dan produk sisa.
b. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit
c. Mengatur keseimbangan asam dan basa.
d. Menghasilkan renin yang berperan dalam pengaturan tekanan
darah.
e. Menghasilkan eritropoietin yang mempunyai peran dalam proses
pembentukan eritrosit di sumsum tulang.
7. Ureter
8. Kandung kemih
9. Uretra
a. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat.
Pada bagian ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan
saluran keluar kelenjar prostat.
b. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat
di antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan
berakhir pada bulbus korpus kavernosus uretra
c. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus
korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.
12.Persarafan ginjal
B. Urolithiasis
1. Definisi
Batu ginjal adalah bentuk deposit mineral,paling umum oksalat dan
fosfat, namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu. Meskipun
kalkus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini
paling umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal (unimus, 2011).
Batu ginjal adalah batu (kalkuli) didalam nefron dan keberadaanya
dapat menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi, secara perlahan dapat
merusak unit fungsional (nefron) ginjal. Selain itu dapat menyebabkan
nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan (Smeltzer, 2006).
2. Etiologi
3. Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih.
Obstruksi mungkin hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang lengkap
bisa menjadi hidronefrosis yang di sertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Proses pathofisiologi dari batu perkemihan sifatnya mekanis. Urolithiasis
merupakan kristalisasi dari mineral, pus, darah jaringan yang tidak vital.
Komposisi mineral dari batu ginjal bervariasi kira-kira tiga perempat
bagian dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urine dan custine.
Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat dari intake cairan rendah dan
juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kmeih atau
urine statis, dan menjadi sarang untuk pembentukan batu. Ditambah
dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urine (oleh produksi
amonium), yang berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium
ammonium fosfat.
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus
urinarius. Batu terbentuk dari traktur urinarius ketika konsentrasi
substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat
meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi
tertentu, seperti sitrst secara normal mencegah kristalisasi dalam urin.
Kondisi lain mempengaruhi laju pembentukan batu mencangkup PH urine
dan status cairan klien.
Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung
kemih dan ukurannya bervariasi dan deposit granuler yang kecil, yang
disebut pasir atau krikil, sampai batu membesar kandung kemih berwarna
orange. Faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup
infeksi, statis urine, periode immobilisasi (drainase renal yang lambat dan
perubahan metabolisme kalsium).
Faktor-faktor ini mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di
dalam darah dan urine, menyebabkan pembentukan batu kalsium.
Pembentukan batu urinarius juga terjadi pada penyakit inflamasi usus dan
pada individu dengan ileustomi tau reseksi usus, karena individu ini
mengabsorbsi secara berlebihan.
4. Manifestasi Klinis
5. Penatalaksanaan
6. Komplikasi
a. Gagal ginjal
Terjadinya kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah
yang disebut kompresi batu pada membran ginjal oleh karena suplai
oksigen terhambat. Hal ini menyebabkan iskemik ginjal dan jika
dibiarkan menyebabkan gagal hinjal.
b. Infeksi
Dalam aliran urine yang statis merupakan tempat yag baik untuk
perkembangbiakan mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan
infeksi pada peritoneal.
c. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan
menumpuk di ginjal dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena
penumpukan urin.
d. Avaskuler iskemia
Avaskuler karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga
terjadi kematian jaringan.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan
1) Kaji riwayat batu ginjal dan fokuskan pada riwayat adanya batu
ginjal pada keluarga, khususnya dehidrasi, imobilitas yang lama,
infeksi saluran kemih, diet, dan riwayat pengobatan.
2) Kaji lokasi nyeri dan radiasi. Yingkat nyeri dikaji dengan
menggunakan skala 1-10. Amati adanya gejala yang
berhubungan, misalnya mual, muntah, diare, atau distnsi
abdomen.
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih seperti
menggigil, demam, disuria, dan sering berkemih. Periksa urine
untuk mengetahui adanya hematuria.
4) Observasi tanda vital dan gejala sumbatan seperti sering
berkemih dalam jumlah sedikit, oliguria, dan anuria.
b. Diagnosis keperawatan
1) Nyeri b.d inflamasi, sumbatan, dan abrasi saluran kemih oleh
pndahnya batu ditandai dengan :
DS : adanya nyeri
DO : rasa tidak enak diperut, ekspresi wajah menringis, posisi
menahan sakit, sulit tidur dan istirahat, dan berusahan mencari
posisi untuk menghilangkan nyeri.
2) Gangguan eliminasi urine b.d sumbatan aliran urine oleh batu
yang ditandai dengan :
DS : adanya kesulitan untuk berkemih
DO : sakit saat berkemih, urine tidak lancar, dan hematuria.
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal akibat sumbatan yang
lama sebelum pengangkatan batu ditandai dengan :
DS : telah lama menderita batu ginjal
DO : IVP terdapat sumbatan batu pada ginjal dan atau saluran
kemih, perut tidak enak, mual, muntah, diare, dan kristal positif
melalui pemeriksaan mikroskop.
Urinalisis : hematuria dan pyuria.
c. Intervensi keperawatan
Diagnosis keperawatan 1
Tujuan : nyeri terkontrol
1) Berikan analgesik narkotik (biasanya IV atau IM) hingga penyebab
nyeri dapat dihilangkan.
a) Monitor pasien secara ketat, peningkatan nyeri
mengindikasikan ketidakadekuatan analgesik.
b) Berikan narkotik dosis tinggi untuk menghilangkan nyeri
serta monitor depresi pernapasan dan penurunan tekanan
darah.
2) Bantu pasien mengatur posisi untuk mengurangi keluhan.
3) Berikan antiemetik (IM atau supositoria rektal) jika diindikasikan
untuk muntah.
Diagnosis keperawatan 2
Tujuan : aliran urien teratur
1) Berikan cairan secara oral atau IV (jika muntah) untuk mengurangi
konsentrasi kristaloi urine dan amati ketidakadekuatan output
urine.
2) Monitor jumlah output urine dan pola berkemih. Laporkan oliguri
atau anuria.
3) Saring urine dengan kasa untuk mendapatkan batu. Amati sisi
urinal/pot untuk mengetahui pecahan batu.
Diagnosis keperawatan 3
Tujuan : infeksi terkontrol
1) Berikan antibiotik parenteral atau oral sesuai resep selama
pengobatan dan monitor efek samping obat.
2) Kaji warna dan bau urine
3) Ukur tanda vital dan monitor demam serta gejala sepsis (takikardia
dan hipotensi)
d. Evaluasi
1) Laporan bahwa nyeri berkurang
2) Output urine cukup dengan gravitasi rendah
3) Tidak demam dan urine jenuh.
C. Trauma
1. Trauma Renal
Berbagai tipe cedera panggul, punggung, dan abdomen atas dapat
menyebabkan memar, laserasi, atu ruptur actual pada ginjal. Normalnya
ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur tulang punggung
posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta visera anterior.
Semuanya dapat digerakkan da “Difiksasi” hanya pada pedikel renal
(batang pembuluh darah renal dan ureter). Adanya cedera traumatic,
menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah, sehingga terjadi
kontusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur prosesus transversus lumbar
vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cedera
dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh, cedera atletik, akibat pukulan)
atau penetrasi (luka tembak, luka tikam). Lalai dalam menggunakan sabuk
pengaman sangat berperan dalam menimbulkan trauma renal pada
kecelakaan lalu lintas. Trauma renal sering dihubungkan dengan cidera
lain; lebih dari 80% pasien trauma renal mengalami cedera pada organ
internal yang lain.
Cedera renal yang paling sering adalah kontusi, laserasi, ruptur dan
cidera pedikel renal atau laserasi internal kecil pada ginjal. Ginjal
menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal; oleh karena itu
meskipun hanya terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat
menyebabkan perdarahan pasif.
2. Cedera vaskuler
3. Cedera parenkim
5. Fraktur pelvic
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri
c. Hematuria
e. Ekimosis
f. Laserasi
7. Penatalaksanaan
8. Penyuluhan pasien
9. Penatalaksanaan
c. Circulation
Neurologi
1) Nilai GCS (E : M: V: )
2) Kesadaran kuantitatif
d. Diasability
2) Refleks cahaya
3) Besar pupil
Drug
1) Morphine
2) Nitrogliserin
3) Aspirin
e. Exprosure
1) pemasangan kateter
3) Warna urine
2. Etiologi
Nekrosis tubular akut dapat terjadi karena
a. Epitel tubulus yang sakit sehingga menyebabkan prembasan filtrate
melalui membrane glomerulus dan reabsorbsi filtrate ke dalam
darah.
b. Obstuksi aliran daran akibat penumpukan sel-sel yang rusak,
silinder, sel darah merah, dan debris seluler lain di dalam dinding
tubulus renal
c. Cedera iskemik pada sel-sel epitel glomerulus yang
mengakibabkan kolaps vaskuler dan penurunan permeabilitas
kapiler glomerulus.
d. Cedera iskemik pada endotel vaskuler yang akhirnya
mengakibatkan pemberngkakan sel dan obstruksi tubulus.
Penyebab lain
5. Patogenesis
7. Perjalanan Penyakit/Stadium
8. Fase-fase
Fase awal belangsung (beberapa jam hingga hari ), LFG turun karena
9. Komplikasi
a. Gagal jantung
b. Pericarditis uremik
c. Edema paru,
d. Anemia
e. Anoreksia, muntah persistem
f. Kesembuhan luka yang buruk akibat keadaan umum yang jelek
9. Pemeriksaan Diagnosis
11. Penanganan
Pemeriksaan Urin
Penatalaksanaan terapi
NTA iskemik
NTA nefrotoksik
1. Pengkajian
Fase 1
Survey Primer
a. Keluhan Utama : penurunan haluaran urine, penurunan
kesadaran, membran mukosa dan kulit kering, letargi,
serangan kejang.
b. Airway:
- Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien
dapat berbicara atau bernafas dengan bebas?
- Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada
pasien antara lain:
- Adanya snoring atau gurgling
- Stridor atau suara napas tidak normal
- Agitasi (hipoksia)
- Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical
chest movements
- Sianosis
c. Breathing:
o Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap
ventilasi dan oksigenasi pasien.
o Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis,
penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds,
dan penggunaan otot bantu pernafasan.
o Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling iga, subcutaneous emphysema, perkusi
berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
o Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada
dada.
o Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding
dada pasien jika perlu.
o Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien;
kaji lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas
pernafasan pasien.
o Penilaian kembali status mental pasien.
o Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
o Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak
adekuat dan / atau oksigenasi:
- Pemberian terapi oksigen
- Bag-Valve Masker
- Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
o Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk
advanced airway procedures
o Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam
jiwa lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
d. Circulation
o Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
o CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap
untuk digunakan.
o Kontrol perdarahan yang dapat mengancam
kehidupan dengan pemberian penekanan secara
langsung.
o Palpasi nadi radial jika diperlukan:
o Menentukan ada atau tidaknya
o Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
o Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
o Regularity
o Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda
hipoperfusi atau hipoksia (capillary refill).
o Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
o Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
o Pada primary survey, disability dikaji dengan
menggunakan skala AVPU :
o A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat,
misalnya mematuhi perintah yang
o diberikan
o V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau
mengeluarkan suara yang tidak bisa
o dimengerti
o P - responds to pain only (harus dinilai semua
keempat tungkai jika ekstremitas
o awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
o U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon
baik stimulus nyeri
o maupun stimulus verbal.
Fase II
Survei sekunder
- Untuk menentukan apa penyebab dari gangguan fisiologis
tersebut. pemeriksa.
- Identitasklien (nama, jenis kelamin, agama,suku bangsa/ras,
pendidikan, nama orang tua dan alamat)
- Riwayat penyakit sekarang :
- Riwayat kesadaran :
-
Hasil pemeriksaan fisik persistem :
- Sirkulasi
Tanda : Nadilemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi
(padakasusberat), aritmiajantung, pucat, sianosis,
keringatbanyak.
- GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan
esofagus, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, konstipasi,
ketidakmampuan membersihkan secret.
- Kardiovaskuler
Disritmia, peningkatan tekanandarah, penurunan tekanan darah,
takikardia, bradikardia, syok
- Pernafasan
takipnea, bradipnea, sianosis
- Integumen
Kulit pucat,nyeri berkeringat, hipertermia, hipotermia, asidosis
metabolic.
- Ginjal
Aliguria, hematuria,
Diagnosa Keperawatan
Hasil NOC
Kriteri Evaluasi
Aktivitas Kolaboratif
Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang
terjadwal atau PCA
Intervensi NIC
NOC
Keringat
NIC
Manajemen Elektrolit
Intrevensi yang akan dilakukan :
Monitor serum elektrolit abnormal
Monitor manifestasi imbalance cairan
Pertahankan kepatenan akses IV
Berikan cairan sesuai kebutuhan
Catat intake dan output secara akurat
Manajemen Syok
Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola
eliminasi
Kaji kemungkinan factor resiko terjadinya imbalan cairan
(seperti : hipertermia, gagal jantung, diaforesis, diare, muntah,
infeksi, disfungsi hati)
Monitor BB, intake dan output
Monitor nilai elektrolit urin dan serum
Monitor osmolalitas urin dan serum
Monitor denyut jantung, status respirasi
NOC
Eliminasi urin
Klien diharapkan mampu untuk:
Pola eliminasi
Bau urin
Jumlah urin
Warna urin
Partikel urin yang bebas
Kejernihan urin
Pencernaan cairan yang adekuat
Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam]Urin yang
keluar disertai nyeri
Urin yang tak lancar keluar
Tahu akan keluarnya urin
NIC
Manajemen cairan
Intrevensi yang akan dilakukan :
Timbang BB tiap hari
Hitung haluran
Pertahankan intake yang akurat
Pasang kateter urin
Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa membrane,
nadi)
Monitor TTV
Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah dialisa
Monitor status nutrisi
Dk tambahan
1. Definisi
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) adalah penurunan
fungsi ginjal tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN
dan kreatinin plasma (Baradero, Marry. 2005)
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi
mengekskresi produk-produk limbah metabolism, biasanya karena
hipoperfusi ginjal. Sindrom ini berakibat azotemia (uremia), yaitu
akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah atau uliguria, dimana
haluaran urin kurang dari 400 ml/24 jam (Tambayong, 2000)
Gagal ginjal akut adalah penurunan atau penghentian fungsi ginjal
secara tiba-tiba akibat berbagai proses penyakit (Cecily. 2004)
2. Etiologi
3.Patofisiologi
5.Manifestasi Klinik
a. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein, PH (lebih
dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal
kronik)
b. Darah :
BUN/ kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium
serum, Kalium, Magnesium, fosfat, Protein, Osmolaritas serum
c. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
d. Pielografi retrograd,
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
e. Arteriogram ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
massa.
f. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi
g. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
h. Biopsi ginjal
Dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis
i. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
j. EKG
EKG abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.
7.Penatalaksanaan Medis
Daftar Pustaka
Nursalam. 2008. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan. Jakarta : salemba medika
Suzanne, Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Suzanne, Smeltzer. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Jameson, J Larry. 2013. Harrison: Nefrotologi dan Gangguan Asam Basa. Jakarta:
EGC