Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi

yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal

finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk

menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan

juga bisa sejajar dengan profesi – profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila

perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan

hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk

menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan

terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun

masyarakat.

Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan

mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan

kondisi masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy, dikenal dengan model

adaptasi dimana Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi

untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun

eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan

usia.

Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah
banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan

memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat

melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang

telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.

Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji

lebih jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori

Sister Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui

apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan

keperawatan/ asuhan keperawatan .

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam

manajemen Asuhan Keperawatan

2. Tujuan Khusus

a. Memahami konsep model teori Roy

b. Mampu menghubungkan model konsep Roy dengan proses

keperawatan

c. Mampu mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS dengan

konsep Roy pada mode fisiologi sub kebutuhan cairan

d. Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep Roy di RS pada

mode fisiologis sub kebutuhan cairan.


BAB II

ISI

MODEL ADAPTASI “ROY”

TEORI ADAPTASI CALLISTA ROY

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy

(1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi

seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :

Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus

berinteraksi dengan lingkungan. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan

untuk mengatasi perubahan-perubahan biopsikososial. Setiap orang memahami

bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada

dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif

maupun negatif. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan

yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia

mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun

negatif. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari

dari kehidupan manusia. Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai

penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat

yang dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang

merupakan satu kesatuan.


System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai

kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap

bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan

balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Input

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan

informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan

respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual

dan stimulus residual.

Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang,

efeknya segera, misalnya infeksi .

Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik

internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi,

diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara

bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal

seperti anemia, isolasi sosial.

Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi

yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat

individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses

belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang

toleransi tetapi ada yang tidak.


2. Kontrol

Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping

yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator

yang merupakan subsistem.

a) Subsistem regulator.

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan

output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator

sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon

neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku

output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai

sebagai perilaku regulator subsistem.

b) Subsistem kognator.

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal.

Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan

balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan

dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi.

Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam

memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan

proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang

mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah

proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi

adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan

penilaian dan kasih sayang.


3. Output.

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau

secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar .

Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan

output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif.

Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara

keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan

tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan,

reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku

yang tidak mendukung tujuan ini.

Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses

kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping

diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai

sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang

lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan

luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu

mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme

tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.

Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan konsep

keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa pandangan atau

keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:

Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu

berinteraksi dengan lingkungannya.


Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang harus

beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.

Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang dikemukakan oleh roy,

diantaranya:

- Focal stimulasi yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan

seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap seseorang

individu.

- Kontekstual stimulus, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang,

dan baik stimulus internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi,

kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara subjektif.

- Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang merupakan cirri

tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian

dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:

- Pertama, fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi

fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat,

integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi

endokrin.

- Kedua, konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang

mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang

lain.
- Ketiga, fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan

dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi

social dalam berhubungan dengan orang lain

- Keempat, interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal

pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan

secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.

Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar

mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan,

reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini memiliki tujuan

meningkatkan respon adaptasi.

Teori adaptasi suster Callista Roy memeandang klien sebagai suatu system

adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah

membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan

fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama

sehat dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan

muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan

internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan

berikut:

- Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar

- Pengembangan konsep diri positif

- Penampilan peran social

- Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan

Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah


bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal

tersebut. Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan tujuan untuk

membantu klien beradaptasi.

Empat fungsi mode yang dikembangkan oleh Roy terdiri dari:

1. Fisiologis.

Oksigenasi : menggambarkan pola penggunaan oksigen

berhubungan dengan respirasi dan

sirkulasi.

Nutrisi : menggambarkan pola penggunaan nutrient

untuk memperbaiki kondisi tubuh dan

perkembangan.

Eliminasi : menggambarkan pola eliminasi.

Aktivitas dan istirahat : menggambarkan pola aktivitas, latihan,

istirahat dan tidur.

Integritas kulit : menggambarkan pola fungsi fisiologis

kulit.

Rasa/senses : menggambarkan fungsi sensori perceptual

berhubungan dengan panca indera

Cairan dan elektrolit : menggambarkan pola fisiologis

penggunaan cairan dan elektrolit

Fungsi neurologist : menggambarkan pola control neurologist,

pengaturan dan intelektual


Fungsi endokrin : menggambarkan pola control dan

pengaturan termasuk respon stress dan

system reproduksi.

2. Konsep Diri (Psikis)

Model konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang

berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan

diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik.

1) Fungsi Peran (Sosial)

Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi social seseorang

berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.

Interdependent

Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta

dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal

terhadap individu maupun kelompok.

2) Keperawatan

Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan

kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit

yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar dapat mencapai

derajat kesehatan yang optimal.


Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan

respon adaptasi berhubungan dengan empat mode respon adaptasi.

Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari

kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping

seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi

seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual.

Fokal adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap

ancaman/input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya tergantung

tingkat perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus

kontekstual adalah semua stimulus lain seseorang baik internal maupun

eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan

secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah

karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul releva dengan

situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.

3) Konsep sehat;

Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari meninggal sampai

tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu

keadaan dan proses dalam upaya dan menjadikan dirinya secara

terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental dan social. Integritas adaptasi

individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi

tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.

Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradapatasi

terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi
sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh individu. Kemampuan

seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung dari latar belakang

individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit,

misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain.

4) Konsep lingkungan;

Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari

internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap

perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok. Lingkunan eksternal

dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan

dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal

adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman,

kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel

maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang

tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons.

Dengan pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu

perawat dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi

resiko akibat dari lingkungan sekitar.

Fungsi Peran
Mengenai pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain
yang dicerminkan oleh peran primer, sekunder dan tersier.
Interdependence

Nilai-nilai manusiawi yang terjadi pada proses hubungan interpersonal yang

berupa kasih sayang, cinta dan ketegasan.

Keempat adaptive model ini mencoba menjawab kepada, "bagaimana seseorang

beradaptasi

APLIKASI MODEL ADAPTASI “ROY” DALAM KEPERAWATAN

Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan

proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi

pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi,

langkah-langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum.

1. Pengkajian

Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu

pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II.

Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien

sebagai suatu system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode

adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh

karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu

pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik

dan holistik

Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku

klien tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan


dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif),

perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat

mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang

berdampak terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi

respon adaptif meliputi: genetic; jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-

obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola

interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi;

budaya;dan lingkungan fisik

2. Perumusan diagnosa keperawatan

Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan:

Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan

berhubungan dengan 4 mode adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini,

diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.

Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang

tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode

diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri dada disebabkan oleh

kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan

yang panas”

Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan

dengan stimulus yang sama, yaitu berhubungan Misalnya jika seorang petani

mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada

kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan

keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”


3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah

ataumemanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya

juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya

stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total stimuli

berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat. Tujuan intervensi

keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan

koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan

penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi

kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). Tujuan

jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi

stimulus fokal, kontekstual dan residual.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau

memanipulasi fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas

kemampuan koping seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli

berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.

5. Evaluasi

Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan

yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan

didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu

terjadinya adaptasi pada individu.


CONTOH KASUS

A. Kasus
Klien keluarga dwi atas nama rina dengan gangguan system kardiovaskuler

akan merasakan berbagai gejala klinis, gejala atau tanda klinis yang sering

diperlihatkan antara lain; penurunan tekanan darah, frekwensi nadi menurun,

keluhan sakit kepala dan adanya keluhan sesak nafas. Semua gejala tersebut

dapat diketahui dari keluhan pasien dan dibuktikan dengan data akurat melalui

alat deteksi kondisi hantaran dan sirkulasi jantung.

Disamping gejala diatas terdapat gejala yang sangat sering dirasakan pasien

dan merupakan permulaan adanya serangan kelainan fungsi jantung, yaitu

adanya nyeri dada (angina). Nyeri dada (angina) timbul karena ketidak

adekuatan suplay O2 ke jantung sehingga jaringan otot jantung mengalami

iskemik sampai pada infark, dan dalam kondisi ini dapat dibuktikan dari

beberapa alat dan tes darah sebagai monitor dan menunjukkan tempat daerah

mana yang terjadi gangguan fungsi jantung.

Angina adalah nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh aliran

darah dan oksigen tidak sesuai yang dibutuhkan, hal ini dimungkinkan adanya

sumbatan dari aliran darah utama jantung yaitu coronary. Nyeri angina biasa
terjadi beberapa menit dan pasien merasakan: nyeri dada berat, dada terasa

ditekan, seperti ada yang menekan, rasa gelisan atau tidak nyaman yang

menyebar ke lengan tangan, punggung, leher, rahang, atau perut. Dan juga

rasa kebal/baal pada bahu, lengan atau pergelangan tangan. Disertai rasa

terengah-engah (atau susah untuk bernafas) dan kadang disertai sakit pada

perut . Angina dapat terjadi pada saat naik tangga, akivitas/latihan, saat

emosional meningkat/stress, saat marah, dan beraktifitas pada daerah yang

panas atau udara dingin, beberapa hal ini akan menyebabkan timbulnya

angina.

B. Analisa Kasus

Pada kasus nyeri angina diatas, dilakukan intervensi keperawatan dengan

berfokus pada pengaplikasian Model Adaptasi Roy dengan menggunakan 6

langkah proses keperawatan :

1. Mengkaji Behaviors

Dikaji berdasarkan 4 Model Adaptasi :


a. Fisiologis

Mencakup pengkajian oksigenisasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas, istirahat,

keseimbangan cairan dan elektrolit.

b. Konsep diri

Mencakup pengkajian terhadap keyakinan atau spiritual, body image,

integritas fisik, prinsip serta ideal dirinya.


c. Role-function

Mengkaji bagaimana hubungan social pasien terhadap orang lain.

d. Saling ketergantungan

Mengkaji kemampuan untuk mencintai dan menerima cinta, menghargai

dan nilai. Hal yang spesifik dalam mode ini adalah significant others

dan support system.

2. Mengkaji stimulus yang menimbulkan tingkah laku diatas

a. Stimulus Fokal

Nyeri dada, yang lebih ditekankan pada kualitas dan karakteristik

nyeri, severity, waktu terjadi nyeri, lokasi nyeri, penyebaran, factor

yang memperburuk/meringankan nyeri serta bagaimana pendapat

klien tentang nyeri yang dirasakannya.

Sesak nafas

Dispnoe; orthopnea : type, serangan, durasi.

Pasien mengalami nafas pendek dan haus udara, dapat meningkat

secara bertahap atau mendadak, sering terjadi saat bekerja hingga

aktivitas klien menjadi sangat terbatas.

Batuk: Durasi, frekuensi, type, batuk berdahak/tidak.

Sincope, Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya berdenging

atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan

episode sinkope, wajahnya merah panas dan merasa lemah, lesu.

Palpitasi
Kelemahan ( aktivitas ), pasien mengeluhkan sangat lelah sekali untuk

melakukan aktivitas sehari-hari, biasanya serangannya terjadi

bertahap hingga kadang dianggap tidak masalah.

Sianosis.

Edema, pasien mengeluhkan edema menjadi parah pada sore hari dan

pada pagi hari mengalami perbaikan, pasien mengeluh pakaian,

sepatu dan perhiasan menjadi sempit.

b. Stimulus Contextual

Data Identitas diri yang mencakup umur, jenis kelamin, karena dapat

mempengaruhi persepsi terhadap nyeri.

Status mental

Kecemasan/coping skill

Pengetahuan awal tentang masalah perawatan kesehatan

Identifikasi kemampuan dan kebutuhan keluarga/dasar manusia/sumber

ekonomi untuk resume kemampuan aktifitas self care

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perubahan tingkah laku

Nilai budaya serta lingkungan tempat tinggal

c. Residual

- Kemungkinan depresi/penurunan derajat kesehatan akibat stimulus

fokal dan stimulus contextual

3. Diagnosa Keperawatan ( terhadap status adaptasi pasien )


Pada klien dengan keluhan nyeri angina, terdapat kemungkingan diagnosa

keperawatan yang juga mempengaruhi system tubuhnya.

a) Nyeri akut berhubungan dengan iskemic miocard

b) Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah

jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus

atau embolis.

c) Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan curah jantung,

ketidakmampuan untuk memenuhi metabolisme otot rangka.

d) Kecemasan berhubungan dengan penyakit krisis, ancaman kematian,

perubahan peran dalam lingkungan social.

4 Menetapkan Tujuan

Kontrol nyeri, dapat dengan mengurangi, menghilangkan dan menjadikan

klien dapat beradaptasi secara positif terhadap respon nyerinya.

Stabilitas hemodynamik

Istirahat

Menurunkan kecemasan

5 Intervensi Keperawatan (dihubungkan dengan stimulus fokal )

Memberikan intervensi secara mandiri untuk mengurangi nyeri,

managemen nyeri.

Mengajarkan teknik distraksi, teknik relaksasi, guide imagery

Kepala elevasi untuk memfasilitasi kenyamanan


Intervensi kolaborasi dengan tim kesehatan yang berhubungan dengan

respon klien. ( obat-obatan, diit, rehabilitasi dll )

Pendidikan Pasien / Keluarga :

Arahkan untuk mencatat/melaporkan gejala nyeri dada dan dihubungkan

dengan tanda & gejala termasuk nyeri pada dagu, leher, nyeri pada bahu,

nausea, dan kembung

Kaji awal dan saat terjadinya nyeri, identifikasi pertolongan yang

diberikan, ajarkan menggunakan skala nyeri, dan kaji ulang pengobatan

yang digunakan pada saat nyeri & cemas

Respon tingkat kenyamanan (cemas, takut dll) adalah reaksi normal

6 Evaluasi

Dapat menunjukan secara verbal tentang nyeri dada, tidak ada indikator

objektif nyeri yang mengancam kehidupan.

Klien mampu menunjukkan tingkah laku yang adaptif bila timbul nyeri

anginanya.

Hemodinamik stabil

Mampu merencanakan perawatan dan mengkomunikasikan dengan

perawat jika tanda dan gejala cemas dan takut datang (subjektif feeling,

emosi labil, atau ketidak mampuan untuk konsentrasi)


PEMBAHASAN

Pada kasus nyeri angina yang timbul karena ketidak adekuatan suplay O2 ke

jantung akibatnya otot jantung mengalami iskemik sampai pada infark, dan dalam

kondisi ini menunjukkan terjadinya gangguan fungsi jantung. Gangguan fungsi

jantung ini dapat terjadi secara terus menerus dalam beberapa waktu secara

periodic maupun berulang bila terjadi factor pencetus berkurangnya suplai O2 ke

jantung.

Dalam pengaplikasian Model Adaptasi Roy terhadap kasus-kasus nyeri dada /

nyeri angina ini, intervensi keperawatan di fokuskan untuk meningkatkan

kemampuan adaptasi manusia. Menurut teori Roy perawat harus dapat

memberikan penekanan pada kemampuan seseorang untuk mengatasi masalahnya,

karena itu perawat memfasilitasi potensi klien untuk mengadakan adaptasi dalam

menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya.

Nyeri adalah suatu hal yang kompleks, merupakan stimulus fokal yang

multidimensi dan memberikan efek langsung pada manusia baik pikiran, tubuh,

spirit dan kesiapan aktivitas dalam proses adaptasi.

Respon nyeri pada setiap individu akan sangat berbeda, hal ini tergantung pada

situasi, intensitas nyeri, lamanya nyeri, interpretasi serta banyak factor lain yang

mempengaruhinya. Sebagai stimulus kontekstual, umur, jenis kelamin, ras, nilai

budaya, emosi serta demografi akan mempengaruhi persepsi terhadap nyeri serta
kemampuan individu tersebut terhadap nyeri. Beberapa klien dapat menerima

kondisi nyeri lebih cepat dari yang lain, klien yang menerima nyeri dengan positif

dapat menahan nyeri dengan cara yang baik, sebaliknya klien yang kalah dengan

rangsangan nyeri menjadi sangat menderita, mereka dapat berespon dengan

kehilangan, kecemasan, depresi dan focus menyempit hingga rasa nyeri dianggap

dapat menjadi gangguan gambaran diri yang bisa mengancam kehidupan.

Respon nyeri dapat diketahui dengan memisahkan 3 tahap, yaitu :

1. Aktivasi

Responnya dimulai dengan adanya persepsi nyeri, suatu proses dari system

syaraf simpatis, respon individu dapat melawan nyeri tersebut.

2. Rebound

Merupakan pengalaman nyeri yang hebat tetapi singkat, pada tahap ini system

saraf parasimpatis mengambil alih, efeknya berlawanan dengan parasimpatis,

seperti menurunkan denyut nadi dan menurunkan tekanan darah.

3. Adaptasi

Merupakan respon fisiologis apabila nyeri menetap atau berkepanjangan,

misalnya dengan penurunan saraf simpatis. Adaptasi mungkin disebabkan

karena adanya aksi endorphin terhadap nyeri yang terjadi bila nyeri berakhir

dalam beberapa jam atau hari.

A. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang didefinisikan sebagai usaha secara kognitif dan

tingkah laku yang digunakan untuk mengatur secara spesifik kebutuhan

internal maupun eksternal yang dinilai sebagai beban atau sesuatu yang

melebihi dari tubuh, fungsi kognitif dan tingkah laku ini dapat digunakan

secara langsung mengubah lingkungan, atau mengubah suatu kejadian atau

menambah pemahaman seseorang dan keluaga terhadap yang dialaminya.

Menurut Koenig ( 1998 ) mekanisme koping yang digunakan dapat berupa:

1. Koping secara religius

Upaya atau koping dengan keyakinan religius atau tingkah laku digunakan

untuk mencegah atau mengurangi status emosional yang negative terhadap

suatu stressor, secara religius strategi yang dilakukan dapat berupa sholat,

lebih mendalami agama, membaca kitab, mendengar program

keagamaan/rohani ataupun mendengarkan musik rohani.

Banyak ahli yang menyatakan bahwa coping religius dapat digunakan

sebagai control terhadap rasa nyeri, karena secara tidak langsung koping

religius dapat mengontrol status mental serta persepsi seseorang terhadap

apa yang terjadi pada dirinya, baik itu berupa kondisi sehat maupun sakit,

rasa nyeri maupun tidak nyeri. Seperti yang dinyatakan oleh Koenig

(1994) bahwa aktivitas dalam management stress emosional atau

ketidaknyamanan fisik tergantung dari kekuatan religius ( keyakinan )

seseorang.

4. Koping Non-Religius
Dapat berupa upaya kognitif, misalnya dengan mengeluarkan pernyataan

sendiri seperti “ Saya bisa bertahan dengan situasi ini “, atau berupa upaya

berupa tindakan untuk meningkatkan atau mengurangi aktivitas berupa

istirahat, latihan, atau berupa pemberian terapi hangat atau dingin.

Untuk kasus nyeri, klien dapat menyatakan pernyataan bahwa “ Nyerinya

dapat aku tahan “ atau “ Rasa nyeri ini tidak mengganggu aktivitas “ atau

yang lainnya dengan adanya bukti klinis tidak terdapat gejala-gejala yang

memperburuk kondisi kesehatan klien. Tindakan yang dapat dilakukan

klien dan merupakan hasil intervensi perawat adalah tindakan merobah

posisi yang nyaman, tarik nafas dalam bila rasa nyeri muncul, melakukan

teknik relaksasi, teknik distraksi ataupun melakukan guide imagery.

Penggunaan koping religius dan non religius ini merupakan salah satu

strategi yang mekanisme koping dalam proses kognator sesuai konsep

model Roy.

B. Model Adaptasi

Adaptasi merupakan hasil akhir yang termasuk pada pengukuran secara

empiris terhadap respon tingkah laku manusia terhadap kemampuan fungsi

peran dan integritas konsep diri, psikososial dan kesehatan spiritual seseorang.

Menurut Kotarba, individu yang menyerah dengan rasa nyerinya cenderung

memiliki support yang terbatas dan merasa tidak berdaya dan putus asa, untuk

itulah perawat harus menjadi fasilitator bagi mereka untuk melawan rasa

nyerinya dengan memberikan dukungan, berupa kekuatan kognitif serta

kekuatan keyakinan ( religius ).


Kemampuan fungsional adalah merupakan kapasitas actual maupun potensial

individu untuk melakukan aktivitas dan tugas dalam kehidupannya.

Kemampuan untuk melakukan tugas sehari-hari merupakan pertimbangan yang

penting untuk ketergantungan hidup, rasa nyeri merupakan gejala patologis

yang dapat terjadi secara tetap dan dapat mempengaruhi ketidakmampuan

fungsional tubuh. Hal ini ditandai dengan kesulitan dalam melakukan ADL.

Dengan kasus nyeri angina ini, bila klien memiliki kemampuan untuk

melakukan tugas keseharian adalah merupakan indikasi hasil kesehatan yang

positif terhadap pengalaman nyeri dan merupakan refleksi dari penggunaan

strategi koping yang positif individu tersebut. Sementara gejala depresi,

kehilangan, putus asa dan gangguan konsep diri merupakan indikasi proses

koping yang tidak efektif.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy

(1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi

seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :

Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus

berinteraksi dengan lingkungan.

SARAN

Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah

banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami

bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan

asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan

pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.


Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji

lebih jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister

Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori

Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan

keperawatan .

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, AA.2004.Pengantar Konsep Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Nursalam.2003.Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pe doman Skripsi,Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan/Nursalam.Jakarta:

Salemba Medika

Ferry,Efendi.2007.Model Konsep Adaptasi Roy.http://www.blogspot.co.id.

diperoleh tanggal 26 Oktober 2008

Abi, Muhlis.2007. Model Adaptasi Roy.http://www.blogspot.co.id. diperoleh

tanggal 26 Oktober 2008

Anonim. 2007. Aplikasi Teori Adaptasi dalam Kasus.http://www.blogspot.com.

diperoleh tanggal 26 Oktober 2008


MODEL ADAPTASI ROY
Di Buat Untuk MemenuhiTtugas Keperawatan Komunitas II
Di Susun Oleh :

ADE CANDRA WIBOWO

FATHIA FAKHRI INAYATI SAID

FRILANDIA YARANGGA

HILDA I. SIMORANGKIR

JUNLELI S.TAMBUN

NURJANNAH

NOVITA SIAGIAN

RAHEL KAMMA

RIBKA S. BONDO

NOGROHO

YUNI PURNAMA

NURBAYA WATI

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
PROGRAM PENDIDIKAN NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
STRATA SATU ( S I )
JAYAPURA
2009 /2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat-Nyalah hingga kami dapat menyelesaikan tugas yang di
embankan kepada kami, dan berkat bantuan-Nyalah kami bisa menyelesaikan
tugas makalah ini dengan tepat waktu tanpa adanya halangan.

Adapun makalah ini di buat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Dosen Fransiska B. Baticaca S.pd, Kep.Ns selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Komunitas II kepada mahasiswa yang telah mengontrak mata kuliah
Keperawatan Komunitas II.

Makalah yang berjudul “MODEL ADAPTASI ROY“ ini berisi tentang


Asuhan Teori teori yang di gunakan dalam melakukan asuhan keperawatan
terhadap klien.

Kami Ucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang terkait, yang telah
memberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini kepada kami.dan para
Dosen yang berada di lingkungan Program Pendidikan Ners yang sudah turut
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini dan rekan-rekan mahasiswa
sekalian.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih dalam tahap
pembelajaran dan pasti banyak mengalami kekurangan. Oleh karena itu di
harapkan pada para pembaca, saran dan kritiknya yang bersifat membangun
sangat di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Jayapura, 15
september 2010

Penulis

Anda mungkin juga menyukai