1
sejumlah gejala lain seperti luka kaki yang lambat untuk
disembuhkan, satu kaki jauh lebih dingin daripada yang lain, atau
gangren. Pada kasus yang parah, amputasi kaki atau kaki mungkin
diperlukan (AHA,2018)
c. Diabetic Foot Ulcer
Diabetic Foot Ulcer adalah kompleks, luka kronis, yang memiliki
dampak jangka panjang yang besar pada morbiditas, mortalitas dan
kualitas pasien hidup. Individu yang mengembangkan DFU berada di
risiko kematian dini yang lebih besar, miokardial infark dan stroke
fatal daripada yang tidak ada riwayat DFU. Tidak seperti luka kronis
lainnya, perkembangan dan perkembangan sebuah DFU seringkali
rumit dengan jangkauan yang luas perubahan diabetes, seperti
neuropati dan penyakit vaskular. Ini, bersama dengan perubahan
fungsi neutrofil, jaringan yang berkurang perfusi dan sintesis protein
yang rusak yang sering menyertai diabetes. (Wounds international,
2013)
2. Epidemologi
Diabetes dan komplikasinya dengan cepat menjadi penyebab
morbiditas paling signifikan di dunia dan kematian. Diperkirakan pada
tahun 2040 akan ada lebih dari 642 juta orang dengan diabetes di dunia.
Dengan insidensi ulkus kaki seumur hidup yang terjadi pada hingga 25%
pasien, kita perlu memberi jauh lebih banyak perhatian pada kaki
diabetes dan mengalihkan fokus kita untuk mencegah bisul daripada
mengobati mereka. Tingkat morbiditas diabetes sangat tinggi dan tingkat
mortalitas 5 tahun, setelah amputasi pada kaki, hanya kedua untuk
kanker paru-paru (International Diabetic Federation, 2017).
Insiden ulkus kaki diabetik mencapai 25% selama masa hidup pasien.
Onset bervariasi dalam pasien dengan diabetes tipe 1. Ulkus kaki terjadi
pada 15-25% penderita diabetes1, yang setara dengan sedikit lebih dari
2% per tahun dan antara 5-7,5% dari pasien dengan neuropati, ulkus kaki
2
dan infeksi adalah alasan paling umum untuk masuk rumah sakit pada
penderita diabetes di Amerika Serikat. Prevalensi ulkus diabetes adalah
7-8%. Sejak diabetes dan obesitas tumbuh pada proporsi epidemi dan
dengan bertambahnya usia lanjut populasi dengan kondisi kronis, akan
membuat perawatan terkoordinasi menjadi lebih penting dan dihargai.
Itu pendekatan tim untuk pencegahan ulkus dan amputasi telah
didokumentasikan dengan baik dalam literatur medis, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan biaya (International
Diabetic Federation, 2017). .
Data IDF tahun 2015 memperkirakan jumlah penyandang DM di
Indonesia yang sangat besar (menduduki peringkat ke 5 dunia dari 10
negara penyandang DM terbanyak) yaitu 9,5 juta prevalensi yang
meningkat terus setiap tahun 5,7 % (tahun 2007) menjadi 6,9 % (tahun
2013), merupakan beban yang sangat berat, dikhawatirkan apabila tidak
ada upaya yang komprehensif untuk mengatasi situasi ini, maka akan
ada peningkatan kasus DM dengan komplikasi komorbid yang
menimbulkan dampak peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar
dan memerlukan penanganan dengan teknologi yang kompleks
(Kemenkes, 2015)
3. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan
infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan
atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa
terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga
mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan
mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai
sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan
komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus
diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik.
Adapun etiologi dari kaki diabetik adalah sebagai berikut:
3
a. Suplay darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat pembuluh darah
menyempit, kaki menjadi kurang peka terhadap gangguan seperti
udara dingin, infeksi, atau luka.
b. Neuropati adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat
kadar gula darah sehingga terjadi gejala kesemutan, nyeri, dan
akhirnya mati rasa pada kaki dan tungkai (Sustrani dkk, 2006).
Neuropati merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan
pada penderita diabetes melitus yang menyebabkan penderita
beresiko mengalami kaki diabetes (Sudoyo dkk, 2009). Hiperglikemia
pada penderita diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada saraf
(Sudoyo dkk, 2009). Kerusakan pada saraf membuat kaki kurang peka
terhadap rasa sakit dan suhu. Jika kaki seseorang menjadi kurang
peka, memungkinkan orang tersebut tidak mengetahui bila terjadi
luka atau infeksi sehingga memperparah luka jika tidak segera diobati
(Suriadi, 2004).
c. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih untuk membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah diatas 200mg%.
4. Faktor resiko :
Adapun factor resiko pada kaki diabetic adalah :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Gaya hidup
d. Neuropati
e. hipertensi
f. Gula darah tinggi
g. Deformitas
h. Charcot foot
i. Merokok
4
j. Kolesterol tinggi
k. Obesitas
5. Patofisiologi
Penyakit neuropati dan vaskular adalah faktor utama yang
mengkontribusi terjadinya luka. PAD dapat terjadi dari berbagai penyakit
yang menyebabkan stenosis atau oklusi pada arteri ekstremitas bawah.
Aterosklerosis merupakan penyebab utama dari PAD merupakan
penyakit sistemik pada arteri dengan ukuran sedang sampai besar
dimana lipid dan material fibrin terkumpul di dalam lapisan intimal.
Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan
adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki. Pasien dengan
diabetik juga mengalami gangguan pada sirkulasi. Efek sirkulasi inilah
yang menyebabkan kerusakan pada saraf yang sering disebut neuropati
dan berdampak pada sistem saraf autoimun yang mengontrol fungsi
otot-otot halus, kelenjar dan organ viseral. Gangguan pada saraf
autonomi pengaruhnya adalah terjadi perubahan tonus otot yang
menyebabkan abnormalnya aliran darah, dengan demikian kebutuhan
akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi
atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, dan atau untuk kebutuhan
metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini
akan menimbulkan kulit menjadi kering, anhidrosis yang memudahkan
kulit menjadi rusak dan luka yang sukar sembuh, dan dapat
menimbulkan infeksi dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren.
Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang
mempengaruhi pada saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan
hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan dan perubahan temperatur.
5
Vaskular
Neuropati
Peningkatan Tekanan
Pada Kaki Penebalan dinding pembuluh darah
Obstruksi Pembuluh
Penurunan Suplai Oksigen darah
Pada Jaringan
Trauma
ULCER
Mekanikal, thermal,
kimia Terputusnya
Kontiunitas jaringan
Perawatan tidak
tepat Kuman Masuk
Infeksi
6. Klasifikasi
Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an,
digunakan secara luas untuk mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes
7
Sekiranya faktor mekanik yang dominan, harus diutamakan koreksi
untuk mengurangi tekanan plantar
7. Manifestasi klinis
Gejala permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk,
kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya
pada malam hari) dan bertambah lanjutnya kaki merasa mati rasa. Di
samping itu, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur
serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang
berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap
sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-
huyung. Penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita kaki
diabetes beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa
diketahui (Brunner, 2001).
8
8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari kaki diabetes ini adalah Lower Leg Amputation
(LEA), Komplikasi pada ulkus diabetikum sendiri mengarah pada tingkat
keparahan (grade) yang ada. Hal ini dapat diakibatkan oleh perawatan
luka yang tidak dilakukan dengan baik dan pengobatan yang tidak
maksimal Keadaan selanjutnya dapat lebih parah jika luka tidak cepat
diatasi dan bahkan terjadi infeksi. Jaringan yang nekrotik dapat meluas
sehingga fungsi jaringan tersebut terganggu dan beresiko untuk
dilakukan amputasi.
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status
klinis pasien, yaitu:
1) pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau
sewaktu, glycohemoglobin
2) Hba1c
3) Darah Lengkap
4) Kultur Jaringan
b. Pemeriksaan radiologis
1) Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
2) Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance
Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat
mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI
dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada
pemeriksaan fisik tidak jelas.
3) Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya
hasil false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir
menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda
(marker) untuk osteomielitis.
9
10. Penatalaksanaan medis
Adapun penatalaksanaan pencegahan dan managemen luka (Wounds
Canada, 2018)
N
Langkah Rekomendasi
o
10
tim.
3. Pastikan dukungan organisasi dan
sistem.
11
mengurangi risiko kekambuhan
12
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang
terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik
endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik.
d. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist
wound healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan
lembab.
Bila ulkus memproduksi sekret banyak maka untuk pembalut
(dressing) digunakan yang bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus
kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus.
Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat
mempertahankan kelembaban.
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban,
penggunaan pembalut juga selayaknya mempertimbangkan ukuran,
kedalaman dan lokasi ulkus.
Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut
konvensional yaitu kasa steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9%
maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis
pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatn luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, dan sebagainya.
Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya
senantiasa mempertimbangkan cost effective dan kemampuan
ekonomi pasien.
e. Menurunkan Tekanan Pada Plantar Pedis (off-loading)
Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama
dalam penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati.
Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki.
Tindakan off-loading dapat dilakukan secara parsial maupun total.
Mengurangi tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi trauma
dan mempercepat proses penyembuhan luka.
13
Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin
dibebaskan dari penekanan. Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai
dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode yang dipilih untuk off-
loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat
keparahan dan ketaatan pasien. Beberapa metode off-loading antara
lain: total non-weight bearing, total contact cast, foot cast dan boots,
sepatu yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat
penyanggah tubuh seperti cruthesdan walker.
f. Penanganan Bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya ulkus.
Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat
deformitas seperti pada kelainan spur tulang, hammertoes atau
bunios. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah
terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami
neuropati dengan melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau
tendon.
Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan
perawatan konservatif, misalnya angioplasti atau bedah vaskular.
Bedah emergensi adalah tindakan yang paling sering dilakukan, dan
diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi,
misalnya ulkus dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren
gas. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik.
g. Penanganan Komorbiditas
Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga
komorbiditas lain harus dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim
multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi
kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang menyertai harus
diidentifikasi dan dikelola secara holistik. Kepatuhan pasien juga
merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil pengobatan.
h. Pengelolaan Infeksi
14
Infeksi disebut mengancam bila ulkus diabetik berupa
ulkus yang dalam sampai mengenai tulang dengan selulitis yang
lebih dari 2 cm dan/atau disertai gambaran klinis infeksi sistemik
berupa demam, edema, limfangitis, hiperglikemia, leukositosis dan
iskemia. Perlu diperhatikan, tidak semua pasien diabetes dengan
infeksi yang relatif berat akan menunjukkan tanda dan gejala
sistemik seperti tersebut diatas. Jika ulkus mencapai tulang atau
sendi, kemungkinan besar akan terjadi osteomielitis.
Pasien dengan infeksi yang mengancam ekstremitas harus
dirawat di rumah sakit untuk manajemen yang tepat. Debridemen
dilakukan sejak awal dengan tetap memperhitungkan ada/tidaknya
kompetensi vaskular. Jaringan yang diambil dari luka dikirim untuk
kultur. Tindakan ini mungkin perlu dilakukan berulang untuk
mengendalikan infeksi. Terapi empiris untuk infeksi berat harus
berspektrum luas dan diberikan secara intravena dengan
mempertimbangkan faktor lain seperti biaya, toleransi pasien,
alergi, potensi efek yang merugikan ginjal atau hati, kemudahan
pemberian dan pola resistensi antibiotik setempat. Bila terjadi
infeksi berulang meskipun terapi antibiotik tetap diberikan, perlu
dilakukan kultur ulang jaringan untuk menyingkirkan infeksi
superimposed.
Lamanya pemberian antibiotik tergantung pada gejala klinis,
luas dan dalamnya jaringan yang terkena serta beratnya infeksi. Pada
infeksi ringan sampai sedang antibiotik dapat diberikan 1-2
minggu, sedangkan pada infeksi yang lebih berat antibiotik
diberikan 2-4 minggu.
Debridemen yang adekuat, reseksi atau amputasi jaringan
nekrosis dapat mempersingkat waktu pemberian antibiotik. Pada
kasus osteomielitis, jika tulang terinfeksi tidak di evakuasi, maka
antibiotik harus diberikan selama 6-8 minggu, bahkan beberapa
literatur menganjurkan sampai 6 bulan. Jika semua tulang yang
15
terinfeksi dievakuasi, antibiotik dapat diberikan lebih singkat, yaitu
1-2 minggu dan ditujukan untuk infeksi jaringan lunak.
B. Pengkajian
1. Anamnesa & pengkajian luka
Wawancara tentang pemakaian alas kaki, pernah terekspos dengan zat
kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi,
riwayat luka atau ulkus.
Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran,
dan kedalaman, penampakan ulkus, temperatur dan bau
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit,
pecah-pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus
atau bula; bentuk kuku; adanya rambut pada kaki.
Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki;
deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint;
keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan kekuatan kaki.
b. Monofilament test
Pemeriksaan dengan monofilamen ini adalah untuk mengevaluasi
tekanan sensasi pada kaki pasien dengan diabetes. Cara melakukan
pemeriksaan monofilamen adalah dengan memberikan sentuhan
nilon monofilamen pada sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan
di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
c. Refleks Hammer
Reflex Hammer/palu refleks adalah alat medis yang digunakan oleh
dokter untuk menguji refleks tendon dalam/lutut. Pengujian
refleksitas pasien merupakan bagian penting dari pemeriksaan fisik
neurologis untuk mendeteksi kelainan pada sistem saraf pusat atau
perifer.
d. Pemeriksaan biotesiometer
16
Biotesiometer merupakan instrumen yang dirancang untuk
mengukur sederhana dan akurat ambang apresiasi getaran pada
subyek manusia. Biotesiometer digunakan sebagai alat penelitian di
penyakit saraf banyak. Pada dasarnya Biotesiometer adalah sebuah
“garpu tala listrik” yang amplitudonya dapat diatur untuk setiap
tingkat yang telah ditentukan atau yang amplitudonya dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai ambang sensasi getaran
tercapai.
Sebaliknya, amplitudo dapat diturunkan sampai getaran tidak terlihat
lagi dilihat. Biotesiometer tidak hanya jauh lebih unggul garpu tala
dalam akurasi, namun akan mendeteksi perubahan neurologis yang
tidak diungkapkan dengan garpu tala.
e. Pemeriksaan Aliran Darah dan Ankle brachial index (ABI)
Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi
pada arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit
dan kuku dan pengukuran ankle brachial index (ABI). Ankle brachial
index (ABI), ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan
sistolik brachialis. Nilai normal ABI >0,9-1,3. ABI merupakan
pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan
menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas
dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi
Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat
mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan
pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler
dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior.Nilai
dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah pasien penderita diabetes
melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan melihat gangguan
aliran darah pada kaki.
17
Data yang mendukung :
a. Adanya keluhan luka lama semubuh
b. Adanya Nyeri Pada kaki
c. Kesemutan pada tangan dan kaki
d. Edema
e. Adanya kelainan pada pemeriksaan ABI
Hasil yang diharapkan
a. Luka cepat sembuh
b. Tidak ada nyeri
c. Nilai ABI normal
18
Intervensi Rasional
19
b. Nyeri
c. Perdarahan
d. Kemerahan
e. Hematoma
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
21
D. Evident Base Practice
Dewi, (2006) pernah meneliti tentang hubungan aspek perawatan
kaki dengan kejadian ulkus kaki diabetes di RS PK Muhammadiyah
Yogyakarta, dan didapatkan hasil yang bermakna (p=0,02-0,03. perawat
sangat dianjurkan untuk mengajarkan diabetisi tentang perawatan kaki yang
baik, sesuai dengan teori nursing system Orem melalui supportive
compensatory. Perawat diharapkan mampu memandu, mengarahkan, dan
mengajarkan tentang perawatan kaki yang baik bagi diabetisi. Hal ini
diharapkan bahwa diabetisi akan memahami dan melakukan perawatan kaki
mandiri dengan baik yang didukung oleh keluarganya.
May (2008) menyebutkan perawatan kaki mandiri yang harus
diajarkan pada diabetisi meliputi : 1) Mencuci kaki secara rutin setiap hari
dan mengeringkan seluruh permukaan kaki terutama di sela jari; 2)
Menggunakan pelembab (lotion) secara rutin untuk mencegah kaki menjadi
22
kering dan pecahpecah; 3) Memotong kuku dengan hatihati, dengan cara
memotong kuku dengan lurus dan tidak memotong sudut kuku; 4)
Menggunakan purnice untuk membuang kalus. Hal-hal ini jika dilakukan
dengan baik akan sangat mendukung untuk pencegahan risiko ulkus kaki
diabetes.
Daftar Pustaka
American Heart Assosiaton (AHA) 2018, Peripheral Artery Disease & Diabetes, di
akses tanggal 29 April 2018 :
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/Diabetes/WhyDiabetesMa
tters/Peripheral-Artery-Disease-
Diabetes_UCM_313866_Article.jsp#.WuTFDohubDd
Black dan Hawks, 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen klinis Untuk
hasil yang diharapkan. Edisi 8. Elsevier. Singapore
Dewi, A. 2006. Hubungan aspek-aspek perawatan kaki diabetes dengan kejadian
ulkus kaki diabetes pada pasien Diabetes Mellitus
Hartman, 2004, Diagnosis, treatment and preventions of the diabetic syndrome,
German, Wundbehandlung
23
International Diabetes Federation, 2017, IDF Clinical Practice Recommendation On
The Diabetic Foot – 2017, a Guide For Healthcare Proffesionals, Brussels
Belgium, International Diabetes Federation
Kementrian kesehatan R.I, 2015, Profil Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan, Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan, Jakarta
Kleopatra Alexiadou and John Doupis, 2012, Management Of Diabetic Foot Ulcer,
Springer Health Care
May, K. 2008.Preventing foot ulcers. Aust Prescr, 31:94-6.
Nanda Internasional, 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012.
Jakarta : EGC 5.
PPNI , 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan Indikator
Diagnostik), Jakarta, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Ronald W. Kartika, 2017, Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik, CDK-248/ vol. 44 no. 1
th. 2017
Sudoyo, A. W, et al, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V, Jakarta,
Interna Publishing.
Suriadi, 2004, Perawatan Luka. Jakarta, Sagung Seto.
Wounds Canada, 2017, Foundations of Best Practice for Skin and Wound
Management - Best Practice Recommendations For The Prevention And
Management Of Diabetic Foot Ulcers, Canada, The Canadian Association of
Wound Care (Wounds Canada)
Wounds International, 2013, International Best Practice – Best Practice Guidelines:
Wound Management In Diabetic Foot Ulcers, UK, Wounds International A
division of Schofield Healthcare Media Limited Enterprise House
Yopie Afriandi Habibie, 2017, Peripheral Arterial Disease; What should we know?
,Nasional Symposium & Workshop “Aceh Surgery Update 2”.
Yuanita A. Langi, 2011, Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu, Jurnal
Biomedik, Volume 3.
24