2. EPIDEMOLOGI
Penyakit tuberculosis merupakan penyakit infeksi menuar yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada tahun 1882 pertama kali
oleh Robert Koch. Bakteri tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan menuju kedalam bagian paru paru, kemudian
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan atau penyebaran langsung
ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi yang dapat dijumpai
dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu: a) Tuberkulosis primer: bila
penyakit tuberkulosis muncul dan langsung menginfeksi manusia; b)
Tuberkulosis paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah
beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh. Bakteri
tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita yang menjadi
sumber penularan (Notoatmodjo, 2014).
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan yang biasa disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Bakteri TB dapat bertahan hidup beberapa jam di
udara, tempat yang gelap dan lembab selama berbulan-bulan namun
tidak tahan terhadap sinar matahari. Dalam jaringan, tubuh kuman ini
dapat bersifat dormant (tertidur lama selama beberapa tahun) (Suryo,
2010). Bakteri tuberculosis ini mati pada tingkat pemanasan 100oC
selama 5-10 menit atau pada tingkat pemanasan 60oC selama 30 menit,
dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik Masa inkubasi penyakit
tuberculosis yaitu selama 3-6 bulan (Widyono,hal 23 2016).
Bakteri Tuberkulosis menular melalui udara dari orang ke orang.
Bakteri TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit TB
mengalami batuk, bersin, berbicara dan bernyanyi. Sumber penularan
adalah pasien tuberkulosis paru BTA positif. Orang terdekat yang berada
disekitarnya ketika bernapas dapat menghirup bakteri TB yang keluar
ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi dan
terhisap ke dalam paru-paru serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain
dan menjadi terinfeksi. Namun tidak selalu langsung terinfeksi, orang
tersebut harus menghabiskan waktu yang cukup lama dalam kontak
dekat dengan orang yang terinfeksi TB untuk dapat menangkap bakteri
TB dan menjadi terinfeksi kuman TB (CDC: Tuberculosis (TB) Disease,
2015).
Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-2
terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar
10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan
terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap
tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai
dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah
110 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2017).
3. ETIOLOGI
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA) Basil ini tidak berspora sehingga mudah
dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet kuman
ini jga dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama
beberapa tahun (Black , 2014 Edisi 8 hal 319).
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium
tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-
0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak
bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini
mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama
asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini
dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol
sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu
bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini
dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan
gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau
dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Black ,
2014 Edisi 8 hal 319).
4. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk
utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat)
Menurut Somantri, hal 25 (2013), infeksi diawali karena
seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem
kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan
basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo, hal 245 (2013), setelah infeksi awaljika
respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih
parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau
bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus
ini, ghontubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing
caseosa didalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi
sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
5. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia,
klasifikasi TB dibedakan menjadi:
1. pasien TB dibedakan menjadi dua yaitu: Tuberkulosis paru dan
Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis Paru adalah TB yang terjadi
pada parenkim (jaringan) paru tidak termasuk Pleura. uberkulosis
Paru ditandai dengan adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang
menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru (Kemenkes RI, 2014).
Sedangkan tuberkulosis ekstra parua dalah TB yang terjadi pada
organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen,
saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis.
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak mikroskopis TB Paru dibedakan menjadi
TB Paru BTA positif (+) dan TB Paru BTA negative ( - ). Kriteria
pasien TB paru dikatakan sebagai BTA (+) apabila minimal terdapat 1
dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi sewaktu) dengan hasil
(+) positif. Sedangkan TB Paru BTA negatif ( - ) yaitu dengan kriteria
semua hasil dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya ( - ) negatif
(Kemenkes RI, 2014)
3. Klasisfikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya. Klasifikasi
pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: Baru Adalah pasien
yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
a. Kambuh ( Relaps ) adanya pasien Tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
b. Pengobatan setelah putus berobat ( Default ) adalah pasien
yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
c. Gagal ( Failure ) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
d. Pindahan ( Transfer In ) adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan
pengobatannya (Black , 2014 Edisi 8 hal 319).
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan Black , 2014
Edisi 8 hal 321).
Asril Bahar. hal 34, (2015): Keluhan yang dirasakan pasien
tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien
ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpa :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Black , 2014 Edisi
8 hal 320).
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
f. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi – komplikasi yang terjadi pada penderita Tb
paru dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut : Komplikasi - komplikasi yang sering
terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas
atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep
yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal, dan sebagainya
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi : foto rontgen toraks
Tuberculosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam
pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran
yang karakteristik untuk tuberculosis paru yaitu:
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik erutama pada segmen apical dan atau posterior
lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah.
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung )
2. Pemeriksaan laboratorium
1. Darah
Pada TB Paru aktif biasanya di temuakan peningkatan lukosit dan
laju endap darah (LED)
2. Sputum BTA
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk
menemukan kuman tuberculosis. Diagnose pasti ditegakan bila
pada biakan ditemukan kuman tuberculosis. Pemeriksaan
penting untuk diagnosa definitive dan menilai kemajuan klien.
Dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama
4-8 minggu.
Test Tuberculin (mantux Test)
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakan
diagnose terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan
suntik PPD (Protein Perified Derivation) secara intacutan 0,1
cc. lokasi penyuntikan umumnya ½ bagian atas lengan
bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberculosis
dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (idurasi) yang terjai pada
lokasi suntik. Idurasi berupa kemerahan dengan hasil
sebagai berikut
Indurasi 0 – 5 mm : Negatif
Indurasi 6 – 9 mm : Meragukan
Indurasi > 10 mm : positif
Test tuberculin negative berarti bahwa secara klinis tidak ada
infeksi mikrobakterium tuberculosis, dan bila hasil meragukan
dapat disebabkan karena kesalahan teknik reaksi silang
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut zain hal 87 (2014) membagi penatalaksanaan
tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan,
nutrisi yang tepat dan penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan Tuberkulosis
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap induvidu yang
begaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologi. Bila tes
tuberculin posistif, maka pemeriksaan radiologi foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative,
diberikas BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil
tes tuberculin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, Yaitu pemeriksaan masal terhadap kelompok-
kelompok popolasi tertentu misalnya:
Kariawan Rumah Sakit/puskesmas/balai pengobatan
Penghuni rumah tahanan
Siswa-siswi sekolah/pusanten
c. Vaksin BCG
d. Komprofikasi dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau
utama ialah bayi yang menyususui pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut :
bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif
karena resiko timbulnya TB milier dan Meningitis TB
Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil test
tuberculin positif yang bergaul erat dengan penderita TB
yang menular
Induvidu yang meunjukan konversi hasil tes tuberculin dari
negative menjadi positif
Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang
Penderita diabetes mellitus
e. Komunikasi dan penyuluhana atau edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberculosis kepada masyarakat di tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintahan maupun petugas kesehatan
2. Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain mengobati,
juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resitensi terhadap
OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk
penatalaksanaan pengobatan tuberklosis paru, berikut ini adaalah
beberapa hal yang penting untuk diketahui.
Obat-Obat Anti-Tuberkulosis
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat
ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif,
yaitu kuman yang sedang berkembang
Dosis : 5 mg/kg BB, per oral
Efek samping : peripheral neuritis, hepatitis dan hipersensitifitas
b. Rimfampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant
(peristen) yang tidak dapat dibunuh oleh isniasid. Dengan dosis
sebagai berikut :
Dosis : 10 mg/kg BB/hari per oral
Efek samping : hepatitis reaksi demam, purpura, nausea,
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid dapat membunuh sel dengan suasana asam.
Dosis : 15-30 mg/kgBB/Hari per oral
Efek samping : hiperurisemia, hepatotoxicity, sikn rash,
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. dapat membunuh kuman yang bergranulasi
Dosis : 15 mg/kg BB /hari . per oral
Efek samping : dermatitis alergy, purpura, nausea,vertigo
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dengan dosis sebagai berikut
Dewasa : 15 mg/kg BB, per oral, untuk pengobatan ulang mulai
dengan 25 mg/kg BB/Hari selama 60 Hari, Kemudian di teruskan
sampai 15 mg/Kg BB/Hari.
Anak (6-12 tahun) : 10-15 mg/kg BB/hari.
4. Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.
Gejala ini timbul apabila system persyarafan di pleura terkena
TB
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Pernah Sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
b. Pernah berobat tapi tidak sembuh
c. Pernah berobat tapi tidak teratur
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis paru
e. Daya tahan tubuh menurun
f. Riwayat vaksin yang tidak teratur
5. Diagnosa Keperawatan
INTERVENSI RASIONAL
1. mengkaji fungsi repirasi antara lain 1) Adanya perubahan fungsi respirasi
suara, jumlah, irama dan dan penggunaan otot tambahan
kedalaman nafas serta cacat pula menandakan kondisi penyakit yang
mengenai penggunaan otot bantu masih dalam kondisi penaganan
nafas tambahan. penuh
Asril Bahar,. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
6.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Black , 2014 Buku ajar Keperawatan Medikal Beda Edisi 8 hal 319