Anda di halaman 1dari 24

A.

Asuhan Keperawatan Pada penyaki TBC


1. DEFINISI TBC
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebakan oleh
mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa
micobateri patogen tetapi hanya strain bovin dan manusia yang
patogenetik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2 sampai
4 mm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah (Sylvia A Price,
2016 Edisi 6 hal 852).
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif (Sylvia A. Price, 2016 Edisi 6
hal 852)
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit
infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan
World Health Organitation (WHO, 2016) sepertiga populasi dunia
yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium
Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif setiap
tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB dan
kematian berasal dari negara berkembang salah satunya Indonesia
(Black , 2014 Edisi 8 hal 319)
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
(Black , 2014 Edisi 8 hal 319).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru
paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun (irman
Ed.2 hal 68, 2014)
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh
manusia, Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan
pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi
dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui
kotorannya (Brunner & Suddarth, Ed 8 Vol 3 hal 235. 2014).
Jadi kesimpulanya Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga
ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang,
dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, Ed 5 Vol 2 hal
154, 2014 ).

2. EPIDEMOLOGI
Penyakit tuberculosis merupakan penyakit infeksi menuar yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada tahun 1882 pertama kali
oleh Robert Koch. Bakteri tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui
saluran pernafasan menuju kedalam bagian paru paru, kemudian
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan atau penyebaran langsung
ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi yang dapat dijumpai
dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu: a) Tuberkulosis primer: bila
penyakit tuberkulosis muncul dan langsung menginfeksi manusia; b)
Tuberkulosis paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah
beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh. Bakteri
tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita yang menjadi
sumber penularan (Notoatmodjo, 2014).
Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan yang biasa disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Bakteri TB dapat bertahan hidup beberapa jam di
udara, tempat yang gelap dan lembab selama berbulan-bulan namun
tidak tahan terhadap sinar matahari. Dalam jaringan, tubuh kuman ini
dapat bersifat dormant (tertidur lama selama beberapa tahun) (Suryo,
2010). Bakteri tuberculosis ini mati pada tingkat pemanasan 100oC
selama 5-10 menit atau pada tingkat pemanasan 60oC selama 30 menit,
dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik Masa inkubasi penyakit
tuberculosis yaitu selama 3-6 bulan (Widyono,hal 23 2016).
Bakteri Tuberkulosis menular melalui udara dari orang ke orang.
Bakteri TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit TB
mengalami batuk, bersin, berbicara dan bernyanyi. Sumber penularan
adalah pasien tuberkulosis paru BTA positif. Orang terdekat yang berada
disekitarnya ketika bernapas dapat menghirup bakteri TB yang keluar
ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi dan
terhisap ke dalam paru-paru serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain
dan menjadi terinfeksi. Namun tidak selalu langsung terinfeksi, orang
tersebut harus menghabiskan waktu yang cukup lama dalam kontak
dekat dengan orang yang terinfeksi TB untuk dapat menangkap bakteri
TB dan menjadi terinfeksi kuman TB (CDC: Tuberculosis (TB) Disease,
2015).
Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat dengan jumlah menempati urutan ke-2
terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar
10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan
terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang setiap
tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai
dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah
110 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2017).
3. ETIOLOGI
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA) Basil ini tidak berspora sehingga mudah
dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet kuman
ini jga dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama
beberapa tahun (Black , 2014 Edisi 8 hal 319).
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium
tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-
0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak
bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini
mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama
asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini
dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol
sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu
bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini
dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan
gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau
dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Black ,
2014 Edisi 8 hal 319).

4. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk
utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan
limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat
infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitivitas (lambat)
Menurut Somantri, hal 25 (2013), infeksi diawali karena
seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem
kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan
basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang
terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo, hal 245 (2013), setelah infeksi awaljika
respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih
parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau
bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus
ini, ghontubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing
caseosa didalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi
sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

5. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia,
klasifikasi TB dibedakan menjadi:
1. pasien TB dibedakan menjadi dua yaitu: Tuberkulosis paru dan
Tuberkulosis Ekstra Paru. Tuberkulosis Paru adalah TB yang terjadi
pada parenkim (jaringan) paru tidak termasuk Pleura. uberkulosis
Paru ditandai dengan adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang
menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru (Kemenkes RI, 2014).
Sedangkan tuberkulosis ekstra parua dalah TB yang terjadi pada
organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen,
saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan
berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis.
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Berdasarkan
hasil pemeriksaan dahak mikroskopis TB Paru dibedakan menjadi
TB Paru BTA positif (+) dan TB Paru BTA negative ( - ). Kriteria
pasien TB paru dikatakan sebagai BTA (+) apabila minimal terdapat 1
dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi sewaktu) dengan hasil
(+) positif. Sedangkan TB Paru BTA negatif ( - ) yaitu dengan kriteria
semua hasil dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya ( - ) negatif
(Kemenkes RI, 2014)
3. Klasisfikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya. Klasifikasi
pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: Baru Adalah pasien
yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
a. Kambuh ( Relaps ) adanya pasien Tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
b. Pengobatan setelah putus berobat ( Default ) adalah pasien
yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
c. Gagal ( Failure ) adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
d. Pindahan ( Transfer In ) adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan
pengobatannya (Black , 2014 Edisi 8 hal 319).
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan Black , 2014
Edisi 8 hal 321).
Asril Bahar. hal 34, (2015): Keluhan yang dirasakan pasien
tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien
ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpa :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Black , 2014 Edisi
8 hal 320).
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau
tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan :
kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
f. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi.Komplikasi – komplikasi yang terjadi pada penderita Tb
paru dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,
laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut : Komplikasi - komplikasi yang sering
terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas
atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif)
pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep
yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi,
ginjal, dan sebagainya

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi : foto rontgen toraks
Tuberculosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam
pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran
yang karakteristik untuk tuberculosis paru yaitu:
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik erutama pada segmen apical dan atau posterior
lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah.
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
 Luluh paru (destroyed Lung )
2. Pemeriksaan laboratorium
1. Darah
Pada TB Paru aktif biasanya di temuakan peningkatan lukosit dan
laju endap darah (LED)
2. Sputum BTA
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk
menemukan kuman tuberculosis. Diagnose pasti ditegakan bila
pada biakan ditemukan kuman tuberculosis. Pemeriksaan
penting untuk diagnosa definitive dan menilai kemajuan klien.
Dilakukan tiga kali berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama
4-8 minggu.
 Test Tuberculin (mantux Test)
Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakan
diagnose terutama pada anak-anak. Biasanya diberikan
suntik PPD (Protein Perified Derivation) secara intacutan 0,1
cc. lokasi penyuntikan umumnya ½ bagian atas lengan
bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberculosis
dilakukan setelah 48-72 jam penyuntikan dengan mengukur
diameter dari pembengkakan (idurasi) yang terjai pada
lokasi suntik. Idurasi berupa kemerahan dengan hasil
sebagai berikut
 Indurasi 0 – 5 mm : Negatif
 Indurasi 6 – 9 mm : Meragukan
 Indurasi > 10 mm : positif
Test tuberculin negative berarti bahwa secara klinis tidak ada
infeksi mikrobakterium tuberculosis, dan bila hasil meragukan
dapat disebabkan karena kesalahan teknik reaksi silang

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut zain hal 87 (2014) membagi penatalaksanaan
tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan,
nutrisi yang tepat dan penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan Tuberkulosis
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap induvidu yang
begaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
Pemeriksaan meliputi tes tuberculin, klinis dan radiologi. Bila tes
tuberculin posistif, maka pemeriksaan radiologi foto thoraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negative,
diberikas BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil
tes tuberculin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-ray, Yaitu pemeriksaan masal terhadap kelompok-
kelompok popolasi tertentu misalnya:
 Kariawan Rumah Sakit/puskesmas/balai pengobatan
 Penghuni rumah tahanan
 Siswa-siswi sekolah/pusanten
c. Vaksin BCG
d. Komprofikasi dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau
utama ialah bayi yang menyususui pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut :
 bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif
karena resiko timbulnya TB milier dan Meningitis TB
 Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil test
tuberculin positif yang bergaul erat dengan penderita TB
yang menular
 Induvidu yang meunjukan konversi hasil tes tuberculin dari
negative menjadi positif
 Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang
 Penderita diabetes mellitus
e. Komunikasi dan penyuluhana atau edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberculosis kepada masyarakat di tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintahan maupun petugas kesehatan
2. Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain mengobati,
juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resitensi terhadap
OAT, serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk
penatalaksanaan pengobatan tuberklosis paru, berikut ini adaalah
beberapa hal yang penting untuk diketahui.
Obat-Obat Anti-Tuberkulosis
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat
ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif,
yaitu kuman yang sedang berkembang
Dosis : 5 mg/kg BB, per oral
Efek samping : peripheral neuritis, hepatitis dan hipersensitifitas
b. Rimfampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant
(peristen) yang tidak dapat dibunuh oleh isniasid. Dengan dosis
sebagai berikut :
Dosis : 10 mg/kg BB/hari per oral
Efek samping : hepatitis reaksi demam, purpura, nausea,
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid dapat membunuh sel dengan suasana asam.
Dosis : 15-30 mg/kgBB/Hari per oral
Efek samping : hiperurisemia, hepatotoxicity, sikn rash,
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. dapat membunuh kuman yang bergranulasi
Dosis : 15 mg/kg BB /hari . per oral
Efek samping : dermatitis alergy, purpura, nausea,vertigo
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dengan dosis sebagai berikut
Dewasa : 15 mg/kg BB, per oral, untuk pengobatan ulang mulai
dengan 25 mg/kg BB/Hari selama 60 Hari, Kemudian di teruskan
sampai 15 mg/Kg BB/Hari.
Anak (6-12 tahun) : 10-15 mg/kg BB/hari.

B. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Biodata
Penyakit tuberculosis dapat menyerang semua umur, mulai
dari anak-anak sampai dengan orang dewasa dengan komposisi
antara laki – laki dan permpuan yang hampir sama. Biasanya timbul di
lingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang tidak memungkinkan
cahaya matahari masuk kedalam rumah.
Tuberculosis paru (TB) pada anak dapat terjadi pada usia
beberapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.
Anak lebih sering mengalami TB luar paru – paru (extrapulmonary)
dibandingkan TB paru – paru dengan perbandingan 3 : 1 . TB luar
paru-paru merupakan TB yang berat, terutama ditemukan pada usia <
3 tahun. Angka kejadian (prevalensi) TB paru pada usia 5-12 tahun
cukup rendah, kemudian meningkat setelah masa remaja, di mana TB
paru-paru menyerupai kasus pada orang dewasa (sering disertai
lubang/kavitas pada paru – paru ) dari aspek sosioeknomi, peyakit
tuberculosis paru sering diderita oleh klien dari golongan ekonomi
menengah ke bawah.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Tuberculosis sering di juluki the great imitator, yaitu satu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan degan penyakit lain
yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam.
Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang kadang asimptomatik. Keluhan utama
yang khas pada tuberculosis paru Batuk lebih dari 7 hari, sesak
berkeringat di malam hari
b. Keluhan Respirators
1. Batuk
Keluhan Batuk, Timbul paling awal dan merupakan gangguan
yang sering dikeluhkan perawat harus menanyakan apakah
keluhan batuk bersifat nonproduktif/produktif atau sputum
bercampur darah dan lama batuk biasanya lebih dari 7 hari
2. Batuk berdarah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi
alasan utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal
ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari
jalan nafas. Perawat harus menayakan seberapa banyak darah
yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis atau
bercak-bercak darah.
3. Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal – hal yang menyertai seperti efusi
plura, anemia,

4. Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.
Gejala ini timbul apabila system persyarafan di pleura terkena
TB
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
a. Pernah Sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
b. Pernah berobat tapi tidak sembuh
c. Pernah berobat tapi tidak teratur
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis paru
e. Daya tahan tubuh menurun
f. Riwayat vaksin yang tidak teratur

4. Riwayat Pengobatan Sebelumnya

a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakit

b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum

c. Beberapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan


penyakitnya

d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir

5. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan Kebersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


sekresi mucus yang kental, hemoptisis, kelemahan upaya batuk
buruk, dan edema trakheaal/faringeal.
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan keletihan anorekia, dispnea, peningkatan metabolisme tubuh
3) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
mekanisme pertahanan diri atau kerusakan jaringan
4) Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan image negatif
tentang penyakit dan perasaan malu

C. NURSING CARE PLAN


a. Ketidakefektifan Kebersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
sekresi mucus yang kental, hemoptisis, kelemahan upaya batuk
buruk, dan edema trakheaal/faringeal.
Data yangmendukung:
 Batuk
 sesak nafas
 sputum kental
Hasil yang diharapkan :
1. batuk berkurang
2. suara nafas normal
3. frekuensi nafas 16-20 kali permenit
4. tidak ada dispnea

INTERVENSI RASIONAL
1. mengkaji fungsi repirasi antara lain 1) Adanya perubahan fungsi respirasi
suara, jumlah, irama dan dan penggunaan otot tambahan
kedalaman nafas serta cacat pula menandakan kondisi penyakit yang
mengenai penggunaan otot bantu masih dalam kondisi penaganan
nafas tambahan. penuh

2. Mencatat kemampuan untuk 2) Ketidakmampuan mengeluarkan


mengeluarkan sekret /batuk sekter menjadikan timbulnya
secara efektif penumpukan berlebihan pada saluran
pernafasan
3. Mengatur posisi tidur semifowler,
membantu pasien untuk melatih 3) Posisi semifowler memberikan
batuk secara efektif kesempatan paru-paru berkembang
secara maksimal akibat diafragma
4. Membersihkan sekret dri dalam
mulut dan trakea, suction jika turun ke bawah
memungkinkan
4) Pasien dalam kondisi sesak
5. Memberikan minum kurang lebih cendrung untuk bernafas melalui
2.500 ml/hari menganjurkan untuk mulut jika tidak ditindklanjuti akan
minum dalam kondisi hangat jika mengakibatkanstomatitis
tidak ada kontra indikasi
5) Air digunakan untuk
keseimbangan cairan tubh akibat
6. Memeberikan O2 udara insirasi
cairan bantak keluar melalui
lembab.
pernapasan

6) Berfungsi meningkatkan kadar


tekanan parsial O2 dalamsaturasi O2
dalam darah.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan keletihan anorekia, dispnea, peningkatan metabolisme tubuh
Data yang mendukung:
a. Nyeri abdomen
b. Muntah
c. Kejang perut
d. Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
e. Diare
f. Rontok rambut yang berlebih
g. Kurang nafsu makan
h. Bising usus berlebih
i. Konjungtiva pucat
j. Denyut nadi lemahHypoxia
k. kebingungan
a. sianosis

hasil yang diharapkan :


a. berat badan ideal
b. Albumin serum normal
c. Pre albumin serum normal
d. Hematokrit normal
e. Hemoglobin noramal
f. Total iron binding capacity normal
INTERVENSI RASIONAL
1. Mendokumentasikan status nutrisi 1. Menjadi data fokus untuk
pasien, serta mencatat turgor kulit, menentukan rencana tindakan
berat badan saat ini, tingkat lanjutan
kehilangan berat badan, integritas 2. Meningkatkan kenyaman daerah
mukosa mulut. mulut hingga akan meningkatkan
2. Memberian oral care sebelum dan perasaan nafsu makan
sesudah penatalaksaan respiratori 3. Meningkatkan intake makanan dan
3. Menganjurkan makan sedikit tapi nutrisi pasien, terutama kadar
sering dengan diet TKTP protein tinggi yang dapat
4. Mengajurkan keluarga untuk meningkatkan mekanisme tubuh
membawa makanan dari rumah dalam proses penyembuhan
terutama yang disukai oleh pasien 4. Merangsang pasien untuk bersedia
5. Mengajuan kepada ahli gizi untuk meningkatkan intake makanan yang
menentukan kompisisi diet berfungsi sebagai sumber energi
bagi penyembuhan
5. Menentukan kebutuhan nutrisi
yang tepat bagi pasien

3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


mekanisme pertahanan diri dan kerusakan jaringan
Data yang mendukung :
a. Sekret statis
b. Kerusakan jaringan
c. infeksi
d. malnutrisi
e. kurang penetahuan
Hasil yang di harapan :

a. menutup mulut ketika batuk


b. tidak ada tanda-tanda infeksi
c. tidak ada anggota keluarga yang tertular
INTERVENSI RASIONAL
1. mengkaji patologi penyakit dan 1. untuk mengetahui kondisi nyata
potensi penyebaran infeksi melalui dari masalah pasien fase inaktif
batuk dan bersin tidak berarti tubuh pasien sudah
2. mengidentifikasi resiko penularan terbebas dari kuman
kepada orang lain seperti anggota
2. menggurangi resiko anggota
keluarga dan teman
keluarga untuk tertular dengan
3. menganjurkan penggunaan tissu
penyakit yang sama dengan pasien
untuk membuang sputum
4. memonitor suhu sesuai indikasi 3. penyimpana sputum pada wadah
yang terdesifeksi dan penggunaan
maskerdapat meminimalkan
penyebaran infeksi melalui dofler

4. peningkatan suhu menandakan


terjadinya infeksi sekunder

4. resiko gangguan harga diri berhubungan dengan image negatif


Data yang mendukung :
a. Mengungkapkan masalah secara verbal
b. Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat
c. Performa uji tidak akurat
d. Perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan (histeris,
bermusuhan, agitasi atau apatis)
Hasil yang diharapkan :
a. Menjelaskan kembali tentang penyakit,
b. Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
c. Rencana Keperawatan
INTERVENSI RASIONAL
1. Mengkaji ulang konsepm diri pasien 1. Mengetahuai
2. Memberikan penghargaan pada aspek diri yang negatif dan positif
setiap tindakan yang mengara pada kemungkinan perawat
peningkatan harga diri menentukan rencana lanjutan
3. Menjelaskan tenang kondisi pasien 2. Pujian dan
4. Melibatkan pasien dalam setiap perhatian akan meningkatkan
kegiatan harga diri pasien
3. Pengetahuanten
tang kondisi diri akan menjadi
dasar bagi pasien untuk
menentukan kebutuhan bagi
pasien
4. Pelibatan pasien
dalam kegiatan akan menigkatkan
mekanisme kpoing pasien dalam
menangani masalah.

D. Evidence Based-practice terkait ablasi retina


Menurut peneliti sernafasn 2011 tbc Sebagai penyakit evolusi kronis,
Tuberkulosis (TB) membutuhkan lebih banyak profesional perawatan
kesehatan, terutamalystaf perawat, untuk mendorong pasien untuk tidak
melakukan abanberikan perawatan dan capai obatnya. Dengan demikian, st
iniudy bertujuan untuk menggambarkan keadaan seni scientific publikasi
tentang pendekatan yang diberikan untukalat bantu keperawatan tentang
pengendalian TB. Literatur search dilakukan pada database Virtual
Perpustakaan Kesehatan, The Lilacs, diindeks dengan tindak lanjut ing
deskriptor: tuberculosis, keperawatan, keperawatan mobile, layanan
keperawatan dan tim keperawatan. Kami mendirikan dia mengikuti kriteria
inklusi: Makalah yang diterbitkan ini Brasil antara 2002 dan 2011. Artikel
yang dipilih adalah were dipisahkan menjadi tiga kategori: “latihan harian
dariasuhan keperawatan atau perencanaan untuk pengendalian TB ”,“
penelitian dan mengajar dalam keperawatan "dan" biosafety ". Kami
memilih ted dua puluh empat artikel yang memenuhi kriteriabelajar. Diamati
bahwa ada peningkatan in itu jumlah publikasi sejak 2005, dengan 70,9%
dari articles diterbitkan dalam jurnal keperawatan tertentu; 54,2% ditangani
dengan tindakan yang terkait dengan praktik harian nursing dalam
pengendalian TB, 37, 5% terkait dengan okupa nasional bahaya yang
disebabkan oleh perawatan langsung pasien dengan TB dan lebih dari 8%
terkait dengan pengajaran dan penelitian penyakit untuk perawat. Temuan
ini menyoroti minat dalam memahami peran keperawatan
peduli pasien dengan TB, mengangkat masalah yang relevan dengan
resp_____ pengetahuan dan keterampilan para profesional ini untuk
memenuhi tugas mereka, termasuk kekhawatiran tentang risiko dis
mudah, karena mereka begitu terkena penyakit mereka  menjadi
bagian dari rencana perawatan untuk pasien dan juga untuk t
dia keluarga yang milik pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA

Asril Bahar,. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
6.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Bare, S. C. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume


1.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

Black , 2014 Buku ajar Keperawatan Medikal Beda Edisi 8 hal 319

Brunner & suddart, 2014 Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 6


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Imran,. 2014 Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 6 Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Notoadmojo A. H. (2014). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Yogyakarta: Media Hardy

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan


Klasifikasi 2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa,
Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani.
Jakarta; EGC.

Somantri., 2016 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA


(North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Yogyakarta: Media Hardy

Sholeh S Naga. 2014, Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam.


Penerbit Buku Kedokteran: EGC

Syvia , A Price ., 2016. Keberhasilan Directly Observed Therapy


(DOT) Pada Pengobatan TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta.
Edisi 6 hal 852
Widyono A. (2016). ANATOMI FSIOLOGI untuk Mahasiswa Keperawatan
Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai