Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

OSTEOARTHRITIS (OA)

Oleh:
Debi Ningtyas
K1A1 14 062

Pembimbing :
dr. Albertus Varera, Sp. Rad.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
OSTEOARTHRITIS
Debi Ningtyas, Albertus Varera

2
A. PENDAHULUAN

Osteoarthritis ditemukan oleh American College of Rheumatologi

sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan

gejalah sendi. Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif dan progresif

yang mengenai dua pertiga orang berumur lebih dari 65 tahun, dengan

prevalensi 60.5% pada pria dan 70.5% pada wanita. Seiring bertambahnya usia

dan obesitas serta peningkatanya dalam populasi masyarakat osteoarthritis

berdampak lebih buruk di kemudia hari karena sifatnya yang kronik progresif.
[1]
Osteoarthritis merupakan penyakit degenerative sendi akibat pemecahan

biokimia artikular (hialin) tulang rawan di sendi synovial lutut sehingga

kartilago rusak. Gangguan ini berkembang secara lambat, tidak simetris dan

noninflamasi, ditandai dengan adanya degenerasi kartilago dan pembentukan

tulang baru (osteofit) pada bagian pinggir sendi.[3]

Osteoarthritis merupakan penyakit tersering yang menyebabkan

timbulnya nyeri dan disabilitas gerak pada populasi usia lanjut. Penyakit ini

menyebakan nyeri dan disabilitas pada pasien sehingga mengganggu aktifitas

sehari-hari dan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang berat.[2] Penyakit ini

ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru

yang iregular pada permukaan sendi. Trauma dan obesitas dapat meningkatkan
[1]
resiko terjadinya osteoarthritis.

3
Berdasarkan survey Worl Health Organization (WHO) pada tahun 2007,

penderita Osteoarthritis di dunia mencapai angka 151 juta dan sebanyak 24

juta dikawasan Asia Tenggara dan prevalensi osteoarthritis di Indonesia

menurut badan penelitian dan pembangunan kesehatan (2013) sebanyak

178.415 orang. [4]

B. DEFISINI

Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak dan sendi yang

menopang berat badan yang bersifat noninflamasi, penyakit ini bersifat kronik

dan berjalan progresif lambat yang ditandai oleh adanya gambaran khas

memburuknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada

tepi tulang (osteosit). [5,6]

Osteoarthritis (OA) merupakan bentuk arthritis yang paling umum

dengan jumlah pasiennya lebih banyak pada perempuan disbanding laki-laki

terutama ditemukan pada orang-orang usia diatas 45 tahun. [5]

C. ANATOMI

Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi genu

merupakan bagian dari ekstremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas

dengan tungkai bawah. Sendi genu adalah sendi paling besar dalam tubuh,

sangat komplek mempunyai otot fleksor dan ekstensor yang kuat serta

mempunyai ligamen yang kuat. Fungsi dari sendi genu ini adalah untuk

mengatur pergerakan dari kaki. Tulang-tulang dipadukan dengan berbagai cara

misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot.

Terdapat tiga tipe sendi: 1) Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang

4
tidak dapat bergerak. 2) Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi

yang dapat sedikit bergerak. 3) sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi

yang dapat digerakkan dengan bebas. Persendian ini adalah lokasi paling sering

mengalami patologi, dengan Osteoartriti menjadi salah satu kondisi yang

paling sering terjadi di genu.

1. Tulang yang membentuk sendi genu, yaitu femur, tibia, fibula dan patella.

Berikut adalah penjabaran dari tiap tulang pembentuk Genu.

a. Tulang femur

Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada

bagian pangkal yang behubungan dengan acetabulummembentuk kepala sendi

yang disebut caputfemoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris

terdapat laju yang disebut throcantermayor dan throcanter minor, di bagian ujung

membentuk persendian genu. Terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus

medialis dan condylus lateralis, diantara kedua condylus ini terdapat lekukan

5
tempat letaknya tulang tempurung genu (patella) yang disebut dengan fosa

condylus.

b. Tulang tibia

Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula.

Pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan

terdapat taju yang disebut os malleolus medialis.

c. Tulang fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk

persendian genu dengan os femur pada bagian ujungnya. Terdapat tonjolan yang

disebut os malleoluslateralis atau mata kaki luar.

d. Tulang patella

Pada gerakan fleksi dan ekstensi patellaakan bergerak pada tulang femur. Jarak

patelladengan tibia sat terjadi gerakn adalah tetap dan yang berubah hanya jarak

patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekat otototot atau

tendon adalah sebagai pengungkit sendi genu. Pada posisi fleksi genu 90 derajat

kedudukan patella diantara kedua condylus femur dan saat ekstensi maka patella

terletak pada permukaan anterior femur.

2. Kapsul sendi

6
Kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap

berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan. Tersusun atas fibrosis dan

membran synovialinternal yang melapisi semua permukaan internal cavitas

artikularis yang tidak dilapisi kartilago artikularis. Kapsul sendi terdiri dari:

a. Lapisan luar

Disebut juga fibrous capsul, terdiri dari jaringan penghubung yang kuat yang tidak

teratur. Dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang

menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk

ligamentum.

b. Lapisan dalam

Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum sendi dan

bagian luar merupakan bagian dari artikular kartilago. Membran ini menghasilkan

cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial.

Cairan synovial ini merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida

protein, lemak dan sel-sel lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid

yang merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai

pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan.

7
Gambar 2. Kapsul Sendi Genu

Sumber: Sobotta 2013

3.Sendi genu terdiri dari hubungan antara: os femur dan os tibia (tibiofemoral

joint), os femur dan os patella (patellofemoral joint), os tibia dan os fibula

(tibiofibular proksimal joint).

a. Tibiofemoral joint

Dibentuk oleh condylus femoralis lateralis dan medialis (convex/cembung) dan

tibia plateu (concave/cekung). Permukaan sendi dari condylus medialis lebih lebar

dibanding condylus lateralis kira-kira 1-2 cm, sehingga jika terjadi gerakan fleksi

atau ekstensi pada permukaan sendi bagian lateral sudah terbatas dibanding

bagian medial. Konsekuensinya, penekanan pada bagian medial relatif lebih kecil

dibanding pada bagian lateral. Bentuk kroming kedua condylus pada bagian

anterior lebih kecil dibanding pada bagian posterior. Pada keadaan seperti itu

maka fase-fase terjadi gerak rolling dan sliding yang mengikuti arah dari

8
permukaan sendi. Pada prinsipnya gerak meniscusmengikuti gerak dari condylus

femoralis, sehingga waktu fleksi maka bagian posterior dari kedua meniscus

tertekan yang memberikan regangan kearah posterior sepanjang 6 mm untuk

meniscus medialis dan sepanjang 12 mm untuk meniscus lateralis.

b. Patellofemoral joint

Facet sendi ini terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral pada satu

permukaan pada bagian medial. M. Vastus lateralis menarik patella kearah

proximal sedangkan. Vastus medial menarik patella ke medial, sehingga posisi

patella stabil.

c. Tibiofibularis proksimal joint

Hubungan tulang tibia dan fibulamerupakan syndesmosis yang ikut memperkuat

beban yang diterima sendi Genu sebesar 1/16 dari berat badan

D. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data WHO tahun 2015, 40% penduduk dunia yang berusia

lebih dari 70 tahun mengalami Osteoarthritis genu. Prevalensi OA di Indonesia

mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada

usia >61 tahun. Prevalensi Osteoarthritis genu di Indonesia adalah perempuan

(14.9%) lebih tinggi dari pada laki-laki (8.7%) diikuti peningkatan usia. [6]

Penyakit OA genu di Rumah sakit Islam Surabaya merupakan penyakit

nomor 3 terbanyak setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit respiratori.

9
Prevalensi OA genu di Rumah sakit Islam Surabaya cukup tinggi sekitar 10.3%

pada tahun 2012 dilihat dari foto rontgen. Sementara data pada Instalasi

Rehabilitasi Medik di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2016,

OA menduduki urutan ke empat dari daftar penyakit terbanyak dengan jumlah

pasien yang datang sebanyak 348 orang. [7]

Adapun penderita Osteoarthritis genu yang berobat di RSPAD Gatot

soebroto sebanyak 1.666. [6]

E. ETIOLOGI

Terjadinya Osteoarthritis dipengaruhi oleh faktor resiko yaitu usia

(proses penuaan), jenis kelamin, genetic, berat badan, cedera sendi dan

olahraga. [6,8,9]

1. Usia

Prevalensi dan insiden Osteoarthritis radiografi dan gejalah sangat

berpengaruh terhadap peningkatan usia. Hubungan antara usia dan

resiko Osteoarthritis kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor

yaitu penipisan kartilago, melemahnya otot dan adanya stress

mekanik pada sendi akibat kelemahan otot.

2. Jenis kelamin

Insiden Osteoarthritis genu lebih tinggi pada wanita dibandingkan

pria. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi OA kurang

lebih sama antara pria dan wanita, tetapi diatas 50 tahun frekuensi

OA lebih banyak pada wanita (setelah menopause) hal ini

menunjukan adanya peran hormonal.

10
3. Genetik

Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian Osteoarthritis

genu, hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetic

untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.

4. Berat badan

Berat badan lebih berkaitan dengan meningktanya risiko untuk

timbulnya Osteoarthritis baik pada wanita maupun pada pria.

Kegemukan tak hanya berkaitan dengan Osteoarthritis pada sendi

yang menanggung beban, semakin besar beban yang ditopang oleh

tubuh maka semakin besar trauma sendi seiring dengan waktu.

5. Cedera sendi

Trauma genu akut termasuk robekan pada ligamentum crusiatum dan

meniscus merupakan faktor resiko timbulnya Osteoarthritis genu.

Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan trauma genu

memiliki faktor resiko 5-6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita

Osteoarthritis genu. Hal tersebut terjadi pada kelompok usia muda

serta dapat menyebabkan kecacatan.

6. Olahraga dan pekerjaan

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus

menerus (misalny tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan

peningkatan resiko terjadinya OA. Demikian juga dengan cedera

sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan

11
dengan resiko OA yang lebih tinggi. Peran beban benturan yang

berulang serta aktvitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi

OA cedera traumatic (mislnya robekan meniscus, ketidak stabilan

ligamen) yang dapat mengenai sendi.

F. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA

primer dan OA sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga OA idiopatik

yaitu OA yang kausanya tidak diketahui penyebabnya dan tidak ada

hubunganya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal

pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan

endokrin, inflamasi, metabolik, herediter, pertumbuhan, jejas mikro dan

makro serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering

ditemukan disbanding OA sekunder. [9]

Selama ini OA dipandang sebagai akibat sebagai suatu proses

ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini

sering berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan

homeostasis dari metabolism kartilago dan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas

mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial antara

lain karena faktor umur, stress mekanis dan penggunaan sendi yang

berlebihan, obesitas, pekerjaan dan genetic. Jejas mekanis dan kimiawi

merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul

abnormal dan produk degrdasi kartilago didalam cairan synovial sendi

12
yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi, kerusakan kondrosit.

Osteoarthritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan

dengan suatu peningkatan dari sintesis matriks makromolekul oleh

kondrosit sebagai kompensasi perbaikan.[10]

Perkembangan Osteoarthritis terbagi atas tiga fase:

1. Fase pertama; terjadi penguraian proteolitik pada matriks

kartilago, metabolism kondrosit menjadi terpengaruh dan

meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinase yang

kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga

memproduksi pnghambat protease yang akan mempengaruhi

proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi berupa

penipisan pada kartilago.

2. Fase kedua: pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari

permukaan kartilago disertai adanya pelepasan proteoglikan

dan fragmen kolagen kedalam cairan sinovia.

3. Fase ketiga: proses penguraian dari produk kartilago yang

menginduksi respon inflamasi pada sinovia. Produksi

makfacrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis

factor alfa (TNFa) dan metalloproteinase menjadi meningkat.

Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan

secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada

kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitrit

oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan

13
manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan

dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.

Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan

kondisi gangguan yang progresif.

G. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis [9]

a. Anamnesis

Dari anamnesis, pasien biasanya akan mengeluhkan gejala

sebagai berikut sebagai tanda dari serangan osteoartritis:

Persendiaan terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada

mulanyahanya terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan

bertambah buruk dan menimbulkan rasa sakit setiap melakuka

gerakan tertentu, terutama pada waktu menopang berat badan,

namun bisa membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa pasien,

nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk

dikursi atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Kaku sendi

pada OA tidak lebih dari 15-30 menit dan timbul istirahat

beberapa saat misalnya setelah bangun tidur.

Adanya pembengkakan/peradangan pada persendiaan.

Pembengkakan bisa pada salah satu tulang sendi atau lebih. Hal

ini disebabkan karena reaksi radang yang menyebabkan

pengumpulan cairan dalam ruang sendi, biasanya teraba panas

tanpa ada kemerahan.

14
Nyeri sendi terus-menerus atau hilang timbul, terutama

apabila bergerak atau menanggung beban.

Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.

Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendiaan

Kesulitan menggunakan persendiaan

Bunyi pada setiap persendiaan (krepitus). Gejala ini tidak

menimbulkan rasa nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap

persendiaan (umumnyatulang lutut)

Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan

yang semakin merusak, tulang mulai berubah bentuk dan

meradang, menimbulakan rasa sait

yang amat sangat.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dari osteoartritis dapat ditemukan

ketegangan lokal dan pembengkakan jaringan tulang atau

jaringan lunak. Krepitus tulang (sensasi tulang bergesekan

dengan tulang, yang ditimbulkan gerakan sendi) merupakan

karakteristik osteoartritis. Pada perabaan dapat dirasakan

peningkatan suhu pada sendi. Otot-otot sekitar sendi yang atrofi

dapat terjadi karena tidak digunakan atau karena hambatan

reflek dari kontraksi otot. Pada tingkat lanjut osteoartritis, dapat

terjadi deformitas berat ( misal pada osteoartritis lutut, kaki

menjadi berbentuk O atau X), hipertrofi (pembesaran) tulang,

15
subluksasi, dan kehilangan pergerakan sendi (Range of

Motion,ROM). Pada saat melakukan gerakan aktif atau

digerakkan secara pasif. Adapun predileksi osteoartritis adalah

pada sendi-sendi tertentu seperti carpometacarpal I,

matatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut

(tersering) dan paha

H. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

 Foto Genu

1. Gambaran radiografi x-ray sendi yang menyokong diagnosis

Osteoarthritis adalah [9]:

- Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat

pada bagian yang menanggung beban)

- Peningkatan densitas tulang subcondral (sclerosis)

- Tampak osteofit pada pinggir sendi

- Perubahan struktur anatomi sendi.

Gambar 3. Foto X-rey Genu

16
2. MRI (Magnetic resinance imaging) adalah pencitraan sensitif

yang dapat mengungkap perubahan halus pada jaringan tulang dan

lunak. MRI dapat menunjukan edema tulang reaktif (penumpukan

cairan pada sumsum tulang yang menyebabkan bengkak) , radang

pada jaringan lunak, serta tulang rawan yang mengalami

degenerasi atau fragmen tulang yang bersarang didalam sendi.

Gambar 4: Terlihat gambaran hiperintens pada tulang suncondral

tibia

3. CT (computed tomography) disebut juga CT Scan, sangat baik

untuk menunjukan osteofit dan cara mereka mempengaruhi

jaringan yang berdekatan. Pemeriksaan CT Scan juga berguna

dalam memberikan panduan untuk prosedur terapi dan diagnostic.

17
Gambar 5: Tulang rawan hyaline merupakan struktur hipoekoik

homogeny dengan tepi yang tegas melapisi tulang subkondral yang

terlihat hiperekhoik, lesi pada tulang rawan sendi berupa fibrilasi

tampak ireguler pada permukaan dan penipisan tulang rawan sendi

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat

diberikan suatuderajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis

dikenal sebagai criteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA

dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa pada

awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan yaitu darah tepi (hemoglobin,

leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal. Pemeriksaan

imunologi (ANA, faktor rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada

OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,

pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan sel peradangan (<8000/m)

dan peningkatan protein. [9]

18
J. TERAPI[9]

1. Non Farmakologis

a. Edukasi

Sangat penting untuk semua pasien OA diberikan edukasi yang

tepat. Maksud dari edukasi ini agar pasien mengetahui seluk beluk

penyakitnya serta menjelaskan kepada pasien cara menjaga serta

mencegah agar tidak bertambah parah dan persendianya tetap dapat

dipakai.

b. Terapi fisik dan Rehabilitasi

Terapi ini bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap

dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang

sakit.

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor resiko yang dapat

memperberat penyakit osteoarthritis oleh karenanya berat badn

harus selalu dijaga agar tetap normal. Apabila berat badan berlebih

maka harus diturunkan sesuai berat badan ideal.

2. Farmakologis

- Analgesik oral non Opiat

- Analgesic topical

- Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

19
3. Terapi Bedah

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk

mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila

terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas.

K. PROGNOSIS

Osteoarthritis biasanya berjalan lambat. Problem utama yang sering

dijumpai adalah nyeri apabila sendi tersebut dipakai dan meningkatnya

ketidak stabilan bila harus menanggung beban, terutama pada lutut.

Masalah ini berarti bahwa orang tersebut harus membiasakan diri dengan

cara hidup yang baru. Cara hidup yang baru ini sering kali meliputi

perubahan pola makan yang sudah terbentuk seumur hidup dan olahraga,

manipulasi obat-obatan yang diberikan dan pemakaian alat bantu.[5]

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumual AS. Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek dan Timbulnya
Osteoarthritis pada Orang diatas 45 Tahun di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Skripsi. Manado: Bagian Fisika Fakulyas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado:2012
2. Frans M, Bridgett L, March L, Hoy D, Penserge E, Brooks P. The
Epidemiology Of Osteoarthritis In Asia International Journal of
Rheumatologi Disease. 2011:14
3. Titin TM. Evektifitas Latihan Lutut Terhadapa Penurunan Intensitas Nyeri
Pasien Osteoarthritis Lutut di Yogyakart. Jurnal keperawatan Sriwijaya,
Vol.2 No. 1. 2015
4. Yunita P. Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Cara Penanganan
Radang Sendi Osteoarthritis di Komunitas. Skripsi. Surakarta: Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta:2019
5. Silvia AP, Lorranie MW. Patofisiologi. Vol. 2 Ed.6 Jakarta: EGC. 2006
6. Denny AP. Intervensi Fisioterapi pada Kasus Osteoarthritis Genu di
RSPAD Gatot Soebroto. Jurnal Sosial Humaniora Terapan. Vol. 1 No.2.
2019
7. Paerunan C, Gessal J, Sengkey H. Hubungan antara Usia dan Derajat
Kerusakan Sendi pada Pasien Osteoarthritis Lutut di Instalasi Rehabilitas
Medika RSUP. Prof. Dr. R. D Kandou Periode Januari- Juni 2018. Jurnal
Medika Rehabilitas. Vol. 1 No. 3. 2019
8. Dziedzic K, Hammond A. Rheumatology. Hal 236. 2010
9. Setiati S, Alwi L, Sudoyo A, Simadibrata MK, Setiyohadi B, Fahrial AS.
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed. VI. Jakarta: EGC 2014
10. Noor ZH. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika. Hal: 308.2016
11. Paulsen F, Waschke J. Sobotta. 2013. Jilid 1.Ed. 23. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai