Anda di halaman 1dari 20

REEFERAT

DEMENSIA VASKULAR

DISUSUN OLEH:
Romi Andriyana
(11.2016.304)

PEMBIMBING
dr. Rini Ismarijanti, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT TNI AU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 26 MARET 2018 S/D 28 APRIL 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat saya dengan judul “Demesia Vaskular”. Saya
berterimakasih kepada banyak pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung membantu
saya didalam pembuatan referat ini, salah satunya kepada dr. Rini Ismarijanti, Sp.S sebagai
pembimbing saya yang telah memberikan banyak bantuan, informasi kritik, dan saran.

Saya membuat referat ini untuk dapat lebih dalam memahami mengenai “Demensia
Vaskular” sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan saya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Jakarta, 10 April 2018

Romi Andriyana

2
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ....................................................................................................1
Kata Pengantar ....................................................................................................2
Daftar Isi ..............................................................................................................3
Pendahuluan ........................................................................................................4
Definisi .................................................................................................................5
Epidemiologi ........................................................................................................5
Etiologi ..................................................................................................................6
Patogenesis ...........................................................................................................7
Gambaran klinis ..................................................................................................8
Pemeriksaan ..........................................................................................................9
Diagnosis .............................................................................................................13
Tatalaksana ........................................................................................................15
Prognosis .........................................................................................................18
Penutup................................................................................................................19
Daftar Pustaka .................................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau
progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multiple), termasuk daya
ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan
daya kemampuan menilai.1,3 Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi
kognitif, ada kalanya diawali oleh kemersotan (deterition) dalam pengendalian emosi, perilaku
sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler,
dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.

Demensia yang terjadi akibat penyakit serebrovaskuler dapat disebut dengan demensia
vaskular. Jenis demensia ini merupakan jenis demensia kedua terbanyak (20%-25%) setelah
demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer (60%-70%) dan sisanya kombinasi demensia
vaskular dan demensia Alzheimer. Hipertensi dan diabetes melitus merupakan salah satu faktor
predisposisi bagi seseorang untuk menderita penyakit demensia vaskular, dan juga paling sering
ditemukan pada seseorang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki dari
pada wanita.1

Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia


sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada tahun 2010 angka kejadian penderita
demensia diperkirakan mencapai 35,6 juta orang. Adapun 9 negara di dunia pada tahun 2010 yang
memiliki prevalensi tertinggi adalah Cina 5,4 juta orang, Amerika Serikat 3,9 juta orang, India 3,7
juta orang, Jepang 2,5 juta orang, Jerman 1,5 juta orang, Rusia 1,2 juta orang, Perancis 1,1 juta
orang, Italia 1,1 juta orang, dan Brazil 1 juta orang. Di Indonesia pada tahun 2006, dari 20 juta
orang lansia diperkirakan satu juta orang mengalami demensia.1,2

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Demensia adalah suatu sindrom penurunan progresif kemampuan intelektual yang
menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial pekerjaan, dan aktivitas harian.2,4
Demensia vaskular (VaD) ialah sindrom demensia yang disebabkan disfungsi otak akibat
penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan iskemik, juga disebabkan oleh
penyakit substansia alba iskemik atau sekuale dari hipotensi atau hipoksia serebri. Demensia
vaskuler merupakan penyebab demensia kedua tersering setelah demensia Alzheimer.2
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu:2,3
- VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark, dan
stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan
terjadinya demensia.
- VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan kejadian
TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.
- Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi
dengan demensia Alzheimer (AD).

B. Epidemiologi
Demensia vaskuler adalah penyebab paling sering nomor dua dari demensia di AS dan
Eropa, tapi paling sering di beberapa Negara di Asia. Prevalensinya adalah 1.5% di Negara
Barat dan 2.2% di jepang. Di Jepang, demensia vaskular mencakup 50% dari semua demensia
yang terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun. Di Eropa, demensia vascular dan demensia
tipe campuran berturut-turut 20% dan 40% merupakan penyebab seluruh kasus. Prevalensi
demensia 9 kali lebih tinggi pada pasien yang pernah mengalami stroke. Satu tahun setelah
stroke, 25% pasien mengalami demensia.1,3

5
VD diperkirakan cukup tinggi di Indonesia, data dari Indonesia Stroke Registry 2013
dilaporkan bahwa 60,59% pasien pasca stroke mengalami gangguan kognisi saat pulang
pulang dari Rumah Sakit. Tingginya prevalensi stroke usia muda dan faktor risiko stroke
seperti hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskular mendukung akan terjadinya demensia
vaskular.

C. Etiologi
Penyebab demensia vaskular adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel. Ditemukan
umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor risiko kardiovaskuler
lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang
yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multiple yang menyebar luas pada
otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat lain (misalnya katup jantung).2
Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal, atau
pembesaran jantung. Penyebab lain dari demensia vaskular berupa kelainan genetik yang lebih
jarang muncul adalah:

Penyakit Gen Keterangan


Cerebral Autosomal Merupakan bentuk stroke herediter
Dominant Arteriopathy terbanyak; khas dikenali dari gejala migrain
with Subcortical Infarct Notch3 pada dengan aura, TIA/stroke lakunar, atau
and kromosom 19 gangguan mood diikuti dementia yang
Leukoencephalopathy disertai pseudobulbar palsy dan inkontinesia
(CADASIL) urin pada usia 35-55 tahun
Protein Penimbunan amiloid pada pembuluh darah
prekursorβ- serebral yang membuat pembuluh darah
Cerebral Amyloid amyloid rentan terhadap terjadinya ruptur dan
Angiopathy (CAA) (βAPP) perdarahan. Selain itu pula dapat
pada menyebabkan deposit yang dapat
kromosom 21 menghambat aliran darah otak.

6
Disertai gejala nyeri otot dan episode-episode
Mitochondrial
tRNA hemiparesis, penurunan kesadaran, nyeri
encephalomyopathy with Leu(UUR)
pada kepala berat yang mirip migraine, dan kejang.
Lactic Acidosis and
kromosom Onset gejala mungkin terjadi pada kanak-
Stroke-like episode
mitokondrial kanak, namun gejala mirip stroke biasanya
(MELAS)
muncul sebelum usia 40 tahun

D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya sebuah demensia vaskular berbeda-beda tergantung dari subtipe
demensia vaskular itu sendiri. Banyak teori yang dikemukakan tentang bagaimana demensia
vaskular dapat terjadi, tetapi Merritt dkk telah merangkum mekanisme tentang dementia
vaskular sebagai berikut:

Mekanisme Demensia Vaskular


1. Infark Tunggal di Lokasi yang Strategis
a. Afasia berat dengan gangguan kognitif (a. cerebri media)
b. Amnesia dengan kerusakan thalamus atau temporal inferomedial bilateral
(a. cerebri posterior)
c. Abulia, gangguan memori, atau gangguan bahasa dengan kerusakan frontal
inferomedial (a. cerebri anterior)
d. Konfusi akut atau psikosis dengan kerusakan lobus parietal yang tidak
dominan bahasa (a.cerebri media)

2. Demensia multi-infark: infark besar yang multipel, tidak di lokasi yang strategis namun
cukup besar menghancurkan volume otak.

3. Penyakit pembuluh darah kecil: Bervariasi mulai dari infark kecil multipel dalam
(lacuna) hingga lesi iskemik substansia alba serebri dalam yang difus atau menyebar
luas. Yang disebut terakhir, penyakit Binswanger, menghasilkan gejala abulia, perilaku
abnormal, pseudobulbar palsy, tanda piramidal, gangguan gait, dan inkontinesia urin.
CT scan memperlihatkan lusensi di periventrikular atau subkortikal (“leukoaraiosis”),
dan MRI memperlihatkan alterasi signal di lokasi yang sama. Bagaimanapun penemuan
demikian tidak spesifik terhadap baik penyakit serebrovaskular maupun demensia.

Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau hilangnya
komunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor yang dapat
mengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor ini namun tidak

7
dapat menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana
demensia terjadi.
Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek fokal atau difus pada otak
dan menyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular fokal terjadi sekunder dari
oklusi vaskular emboli atau trombotik. Area otak yang berhubungan dengan penurunan
kognitif adalah substansia alba dari hemisfera serebral dan nuklei abu-abu dalam, terutama
striatum dan thalamus.

E. Gambaran Klinik
Pada demensia jenis ini tidak didapatkan gangguan kesadaran. Gejala dan disabilitas telah
timbul paling sedikit 6 bulan pasca stroke.3 Gambaran utama demensia adalah munculnya
defisit kognitif multipleks, termasuk gangguan, setidak-tidaknya satu diantara gangguan
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit
kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke
sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, makan, kebersihan diri, mengurus uang, buang air
besar atau kecil dan kegiatan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan
menurunnya fungsi luhur sebelumnya.2,3,4
Rincian gambaran klinik demensia adalah sebagai berikut:
1. Gangguan memori, dalam bentuk ketidakmampuan untuk belajar tentang hal-hal baru, atau
lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagai penderita
demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tersebut. Pada demensia tahap lanjut,
gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga penderita lupa akan sekolah,
pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga dan bahkan terhadap namanya sendiri.2
2. Afasia, dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderia afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang
panjang dan menggunakan istilah-istilah “anu”,”itu”, “apa itu”. Bahasa lisan dan tertulis
dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut penderita dapat menjadi bisu atau mengalami
gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang di dengar) atau
palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus menerus.2,3
3. Apraksia, ialah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan
motorik, fungsi sensorik, dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat

8
mengalami kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau
melakukan gerakan yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat
mengganggu keterampilan memasak, mengenakan pakaian, menggambar.2,3
4. Agnosia, ialah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda meskipun
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh penderita tak mengenali kursi, pena, meskipun
visualnya baik, akhirnya, penderita tak mengenali lagi anggota keluarganya dan bahkan
dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya utuh,
penderita tak mampu mengenali benda yang diletakan di tangannya atau yang disentuhnya
misalnya kunci atau uang logam.2,3
5. Gangguan fungsi eksekusi, merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia.
Gangguan ini mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras
subkortikal yang berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan
kemampuan berpikir abstrak, merencanaan, mengambil inisiatif, membuat urutan,
memantau dan menghentikan kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam berfikir abstrak
dapat muncul sebagai kesulitan dalam hal menguasai tugas/ide baru serta menghindari
situasi yang memerlukan pengolahan informasi baru atau kompleks.Gejala yang lain,
sangat bervariasi. Penderita demensia dapat mengalami gangguan orientasi ruang, dengan
demikian akan sulit melakukan kegiatan yang berkaitan dengan ruangan. Sementara itu
wawasannya menjadi sempit dan sulit untuk menyatakan pendapat. Penderita kurang atau
tidak menyadari adanya gangguan memori atau kelainan kognitifnya. Demensia kadang-
kadang disertai gangguan motorik seperti mudah terjatuh pada saat berjalan. Beberapa
penderita menunjukan adanya gangguan ekstrapirtamidal, abnormalitas aktifitas susunan
saraf pusat dan tepi, inkontinensia urin dan feses. Kejang dapat terjadi tetapi sangat
jarang.2,3

F. Pemeriksaan
a) Anamnesis
Anamnesis pada penderita yang dicurigai demensia vaskular memiliki tujuan utama
untuk menentukan tiga faktor:
- Riwayat kesehatan

9
Riwayat kesehatan mencakup faktor risiko dementia vaskular seperti hipertensi, DM
dan hyperlipidemia serta stroke dan infeksi SSP sebelumnya.
- Riwayat obat-obatan dan alcohol
Riwayat penderita yang adalah seorang peminum alkohol atau pengkonsumsi obat-
obatan dapat memberikan kesan penurunan fungsi kognitif, misalnya obat tidur atau
antidepresan golongan trisiklik.
- Riwayat keluarga
Demensia pada keluarga atau bahkan riwayat penyakit serebrovaskular dapat
membantu diagnosis demensia vaskular.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada demensia, jika daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat
secara difus, maka hemiparesis, monoparesis dan diplegia dapat menyertai demensia.
Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-
tanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal
dapat membangkitkan refleks-refleks primitif dan/atau patologis. Refleks tersebut
merupakan petanda regresi atau kemunduran kualitas fungsi.2,5
A. Refleks glabela.
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya diketuk. Pada
orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali pada glabela hanya timbul dua
tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan memejam lagi.5
B. Refleks memegang (grasp reflex).
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si penderita.
Refleks memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa dipegang oleh tangan
penderita.5
C. Refleks palmomental.
Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis ipsilateral pada
penderita dengan demensia.5
D. Snout reflex.
Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah diketuk m. orbikularis
oris berkontraksi.
E. Refleks menetek (sucking reflex).

10
Refleks menetek adalah positif apabila bibir penderita dicucurkan secara reflektorik
seolah-olah mau menetek jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu misalnya sebatang
pensil.5

Setelah melakukan pemeriksaan rutin secara lengkap ada beberapa hal yang
spesifik yang berkaitan dengan demensia, hal ini memerlukan perhatian lebih khusus
yaitu:3,6
a. Pemeriksan memori
Secara formal pemeriksan memori dapat dilakukan dengan minta penderita untuk
mencatat, menyimpan, mengingat, dan mengenal informasi. Kemampuan untuk
mempelajari informasi baru dapt diperiksa dengan minta penderita untuk mempelajari
suatu daftar kata-kata. Memori lama dapat diperiksa dengan meminta penderita untuk
mengingat orang lain atau bahan-bahan lama yang dulu pernah diminatinya (politik,
olahraga, kesenangan). Keterangan dari pihak lain tentang keadaan penderita juga bisa
dimanfaatkan, misalnya tentang kemampuan bekerja, berbelanja, memasak, membayar
tagihan, pulang ke rumah tanpa kesasar.
b. Pemeriksan kemampuan berbahasa
Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan (misalnya dasi,
meja, baju, lampu) atau bagian dari tubuh (misalnya hidung, dagu, bahu). Mengikuti
perintah/ aba aba (misalnya menunjuk pintu kemudian meja) atau mengulangi
ungkapan.
c. Pemeriksaan apraksia
Keterampilan motorik dapat dapat diperiksa dengan cara meminta penderita untuk
melakukan gerakan tertentu, misalnya memperlihatkan bagaimana cara menggosok
gigi, memasang/menyusun balok-balok atau menyusun tongkat dalam desain tertentu.
d. Pemeriksaan daya abstraktif
Daya abstraktif dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh
penderita untuk menghitung sampai sepuluh, menyebut seluruh alphabet, menghitung
dengan kelipatan tujuh, menyeut nama binatag sebanyak-banyaknya dalam waktu satu
menit, atau menulis huruf m dan n secara bergantian
e. Mini Mental Stase Examination (MMSE)

11
Pemeriksaan MMSE yaitu suatu alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah
pemeriksaan status mental mini atau Mini-Mental State Examination (MMSE).
Pemeriksaan ini diciptakan oleh Folstein et al. pada tahun 1975 yang kemudian
digunakan secara luas di klinik psikiatrik maupun geriatrik. MMSE meliputi 30
pertanyaan sederhana untuk memperkirakan kognisi utama pada orang-orang tua.
Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dalam waktu 10-15 menit, dapat dikerjakan oleh
dokter, perawat, atau pekerja sosial tanpa memerlukan latihan. Hasil positive palsu
dapat diperoleh pada penderita usia tua dengan depresi.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi,
perhatian, daya ingat, kemampuan bahasa dan berhitung. Defisit lokal ditemukan pada
demensia vaskular sedangkan defisit global pada penyakit Alzheimer.

Tabel 1. Mini Mental Stase Examination (MMSE).6


Skor
Pertanyaan maksimum

Pertama, tanya pasien tanggal, hari, bulan, tahun dan 5


musim.
Orientasi
Kedua ditanyakan lokasi sekarang seperti fasilitas, 5
lantai, bandar, provinsi dan negara.
Namakan 3 objek (seperti bola, bendera, pintu) dan 3
Registrasi
minta pasien untuk mengulanginya
Minta pasien untuk mengeja perkataan ‘dunia’ secara 5
Atensi terbalik atau menolak 7 dari 100 secara berurutan
(berhenti setelah 5 jawaban).
Minta pasien untuk mengingat 3 objek dari bagian 3
Daya ingat
registrasi tes ini
Minta pasien untuk mengidentifikasi pensil dan arloji 2
Minta pasien untuk mengulang frasa ‘tidak jika, dan, 1
tetapi’
Minta pasien untuk mengikut arahan sebanyak 3- 3
langkah
Bahasa
Minta pasien untuk membaca dan mematuhi frasa ‘tutup 1
mata anda’
Minta pasien untuk menulis satu ayat 1
Minta pasien untuk mengkopi satu set pentagon yang 1
saling bertindih.

12
Skor 30

Skoring: skor maksimum yang mungkin adalah 30. Umumnya skor yang kurang dari
23 dianggap normal. Namun nilai batas tergantung pada tingkat edukasi seseorang pasien.
Oleh karena hasil untuk pemeriksaan ini dapat berubah mengikut waktu, dan untuk
beberapa inidividu dapat berubah pada siang hari, rekamlah tanggal dan waktu
pemeriksaan ini dilakukan.3,6

c) Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi


- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini didasarkan atas hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik, yang digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang
mengakibatkan timbulnya stroke dan demensia. Selain itu, pengujian laboratorium juga
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis selain demensia.
- Pencitraan
Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan kepala atau MRI dapat dipastikan
adanya perdarahan atau infark (tunggal atau multipel) yang besar serta lokasinya.
Selain itu, dapat juga menyingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat
memberikan gambaran mirip dengan demensia vaskular, misalnya metastatis dari
neoplasma.
Gambaran CT scan atau MRI yang mendukung demensia vaskular adalah infark
multiple bilateral yang terletak pada hemisfer yang dominan dan struktuk limbik, stroke
lacunar multiple atau adanya lesi periventricula yang meluas sampai ke daerah
substansia alba.
Pemeriksaan funtional imaging misalnya PET (positron-emmision tomography)
atau SPECT (single photon emmision computed tomography) tidak dikerjakan secara
rutin, namun demikian mampu memberi infomasi untuk diagnosis banding pada kasus-
kasus yang tidak memperlihatkan adanya kelainan pada CT-Scan maupun MRI,
misalya perubahan di lobus parietalis pada penyakit Alzheimer atau perubahan di lobus
frontalis pada degenerasi lobus frontalis.6
- Pemeriksaan lainnya

13
Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi untuk kasus
demensia vaskular adalah echocardiography, pemeriksaan Doppler, arteriografi dan
EEG.

G. Diagnosis
Untuk menentukan demensia diperlukan kriteria yang mencakup:2
1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan dan
lingkungan.
2. Defisit kognitif selalu melibatkan memori, biasanya didapatkan gangguan berpikir abstrak,
menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, afraksia, kesulitan kontruktional,
dan perubahan kepribadian.
3. Kesadaran masih baik

Pedoman diagnostik untuk menentukan demensia vaskuler antara lain:2


- Terdapat gejala demesia seperti diatas.
- Hendaknya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat,
ganguan daya pikir, gejala neurologi fokal). Tilikan (insight) dan daya nilai (jugment)
secara relative tetap baik.
- Awitan yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai gejala neurologis fokal,
meningkatkan kemungkinan diagnosis vaskuler.
- Pedoman diagnostik untuk demensia vaskuler awitan akut: biasanya terjadi secara cepat
sesudah serangkaian stroke akibat thrombosis serebrovaskuler, embolisme, atau
perdarahan. Pada kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat menjadi penyebab.

Kriteria Diagnosis Demensia Vaskular (DSM-IV).6


A. Adanya defisit kognitif multiple yang dicirikan oleh kedua keadaan berikut ini:
1. Gangguan memori (gangguan kemampuan untuk memperlajari hal baru atau menyebut
kembali informasi yang baru saja di perolehnya).
2. Satu (atau lebih) dari gangguan kognitif berikut ini:
a. Afasia (gangguan berbahasa).

14
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik, sementara
fungsi motoric normal).
c. Agnosia (tak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda walaupun fungsi
sensoriknya normal).
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya abstraksi,
membuat urutan).
B. Defisit kognitif pada A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan fungsi sosial dan
okupasional yang jelas dan menggambarkan penurunan tingkat kemampuan fungsional
sebelumnya secara jelas.
C. Tanda dan gejala neurologic fokal (refleks fisiologis meningkat refleks patologik positif,
paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak) atau bukti
radiologik yang menunjukkan adanya GPDO (infark multiple yang melibatkan korteks dan
subkorteks) yang dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.
D. Defisit yang tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.

Disamping krtiteria tersebut diatas, skor iskemik Hachinski dapat membantu penegakan
diagnostik klinik demensia vaskuler.2
Tabel 2. Skor Iskemik Hachinski
Riwayat dan Gejala Skor
Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1
Perjalan klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relative tidak terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatic 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit kardiovaskuler 2
Arteriosklerosis penyerta 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologi fokal 2

Skor iskemik Hachinski berguna untuk membedakan demensia Alzheimer dengan


demensia vaskuler. Bila skor ≤ 4 dikatakan demensia Alzheimer, sedangkan bila skor ≥ 7
adalah demensia vaskuler.2
15
Tabel 3. Perbedaan Demensia Vaskular dengan Demensia Alzheimer
Gejala klinik Demensia vaskular Penyakit Alzheimer
Riwayat TIA, stroke, faktor risiko
penyakit aterosklerosis seperti Diabetes Kurang
atherosklerosis melitus, hipertensi

Onset Mandadak atau bertahap Bertahap

Perlahan atau bertahap seperti Penurunan perlahan dan


Progresivitas
tangga progresif

Pemeriksaan
Defisit neurologi Normal
neurologi
Langkah Selalu terganggu Biasanya normal
Kemunduran ringan pada fase
Memori Prominen pada fase awal
awal
Dini dan kemunduran yang
Fungsi eksekutif Kemunduran lambat
nyata
Skor iskemik
≥7 ≤4
Hachinski
Neuroimaging Infark atau lesi substansia alba Normal atau atrofi hipokampus

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan demensia vaskular adalah:6
 Mencegah terjadinya serangan stroke baru
 Menjaga dan memaksimalkan fungsi
 Mengurangi gangguan tingkah laku
 Meringankan beban pengasuh
 Menunda progresifitas ke tingkat selanjutnya

Non-Medikamentosa
Tujuan terapi non-farmakologi adalah meningkatkan kualitas hidup Orang dengan
Demensia (ODD). Tidak ada pendekatan psikososial tunggal yang optimal, sehingga pendeatan
multidimensial sangat penting untuk intervensi yang efektif. Setiap pasien harus dievalusasi

16
perencanaan perawatan. Beberapa hal yang penting yang diperhatikan adalah seperti masalah
aktivitas sehari-hari agar mandiri, meningkatkan fungsi, beradaptasi dan belajar keterampilan,
serta meminimalkan bantuan.3,4
Berdasarkan tujuan akhir yang akan dicapai, intervensi dibagi menjadi 3 kelompok:
1. Mempertahankan fungsi:
a. Mengadopsi strategi untuk meningkatkan kemandirian
Ada strategi yang direkomendasikan untuk meningkatkan kemandirian yaitu aktivitas
yang dipilih harus bersifat individu sesuai kebutuhan pasien, kekuatan dan
keterbatasan.4 Beberapa aktivitas yang mempromosikan kemandirian:
o Strategi komuniasi (seperti: isyarat, buku memori)
o Pelatihan keterampilan ADL/perencanaan kegiatan
o Teknologi bantuan/telecare/adaptive aids
o Olahraga/meningkatkan pergerakan tubuh
o Program rehabilitasi
o Intervensi kombinasi
b. Memelihara fungsi kognitif
2. Manajemen perubahan perilaku - agiasi, agresi dan psikosis.
Gejala perubahan perilaku dan psikologis dari pasien demensia merupakan hasil
interaksi yang kompleks antara penyakit , lingkungan, kesehatan fisik, pengobatan dan
interaksi lainnya. Dimana hal-hal tersebut merupakan sumber utama distress pada pasien
dan caregiver, dan sering secara signifikan mengganggu kualitas hidup pada keduanya.
Sebuah tinjauan sistematis menunjukan bahwa pendidikan caregiver, musik, latihan fisik,
rekreasi, dan terapi validitasi mampu mengurangi gejala perubahan psikologis pada pasien
dengan demensia.4
3. Mengurangi gangguan emosional komorbid

Medikamentosa
a. Terapi medikamentosa terhadap faktor risiko vaskuler.
Progresifitas demensia vaskular dapat diperlambat jika faktor risiko vaskular
seperti hipertensi, hiperkolesterolemia dan diabetes diobati. Agen anti platlet berguna untuk

17
mencegah stroke berulang. Pada demensia vaskular, aspirin mempunyai efek positif pada
defisit kognitif. Agen antiplatelet yang lain adalah tioclodipine dan clopidogrel.2-4
 Aspirin: mencegah platelet-aggregating thromboxane A2 dengan memblokir aksi
prostaglandin sintetase yang seterusnya mencegah sintesis prostaglandin
 Tioclodipine: digunakan untuk pasien yang tidak toleransi terhadap terapi aspirin atau
gagal dengan terapi aspirin.
 Clopidogrel bisulfate: obat antiplatlet yang menginhibisi ikatan ADP ke reseptor platlet
secara direk.
Agen hemorheologik meningkatkan kualitas darah dengan menurunkan viskositas,
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat agregasi platelet dan formasi trombus
serta supresi adhesi leukosit.
b. Terapi simtomatik terhadap gangguan fungsi kognitif dan simptom perilaku
Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif dan gejala
perilaku dapat juga digunakan untuk pasien demensia vaskular.3,6,7
Obat-obat demensia adalah seperti berikut:
Nama obat Golongan Indikasi Dosis Efek samping
Donepezil Penghambat Demensia Dosis awal 5 mg/hr, Mual, muntah,
kolinesterase ringan- setelah 4-6 minggu diare, insomnia
sedang menjadi 10 mg/hr
Galantamine Penghambat Demensia Dosis awal 8 mg/hr, Mual, muntah,
kolinesterase ringan- setiap bulan dinaikkan 8 diare, anoreksia
sedang mg/hr sehingga dosis
maksimal 24 mg/hr
Rivastigmine Penghambat Demensia Dosis awal 2 x 1.5 mg/hr. Mual, muntah,
kolinesterase ringan- Setiap bulan dinaikkan 2 pusing, diare,
sedang x 1.5 mg/hr hingga anoreksia
maksimal 2 x6mg/hr
Memantine Penghambat Demensia Dosis awal 5 mg/hr, Pusing, nyeri
reseptor sedang- stelah 1 minggu dosis kepala, konstipasi
NMDA berat dinaikkan menjadi 2x5
mg/hr hingga maksimal 2
x 10 mg/hr
Obat-obat untuk gangguan psikiatrik dan perilaku pada demensia adalah:
Gangguan Nama obat Dosis Efek samping
perilaku
Depresi Sitalopram 10-40 mg/hr Mual, mengantuk, nyeri kepala, tremor
Esitalopram 5-20 mg/hr Insomnia, diare, mual, mulut kering,
mengantuk
Sertralin 25-100 mg/hr Mual, diare, mengantuk, mulut kering,
disfungsi seksual

18
Agitasi, Quetiapin 25-300 mg/hr Mengantuk, pusing, mulut kering,
ansietas, dispepsia
perilaku Olanzapin 2,5-10 mg/hr Meningkat berat badan, mulut kering,
obsesif pusing, tremor
Risperidon 0,5-1 mg, 3x/hr Mengantuk, tremor, insomnia,
pandangan kabur, nyeri kepala
Insomnia Zolpidem 5-10 mg malam Diare, mengantuk
hari
Trazodon 25-100 mg Pusing, nyeri kepala, mulut kering,
malam hari konstipasi

I. Prognosis
Tergantung pada usia timbulnya, tipe demensia, dan beratnya deteriorasi. Pasien dengan
onset yang dini dan ada riwayat keluarga dengan demensia mempunyai perjalanan penyakit
yang lebih progresif.

BAB III
PENUTUP

Demensia vaskular adalah suatu sindrom demensia yang disebabkan disfungsi otak akibat
penyakit serebrovaskular dan termasuk jenis yang paling sering ditemukan di Indonesia.
Demensia vaskular berkaitan dengan masalah sirkulasi sirkulasi darah ke otak sehingga dapat
menyebabkan kematian terhadap sel-sel otak yang ditandai dengan gejala-gejala seperti
penurunan fungsi kognitif, perubahan prilaku, gangguan fungsi mental yang menimbulkan
gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial. Diagnosis dementia vaskular
ditegakkan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh PPDGJ III dan DSM IV.
Untuk pengobatannya hanya bertujuan untuk mencegah risiko berulang terjadinya stroke dan
simtomatis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Wulan AJ, Zafirah NH. Hipertensi dan diabetes melitus sebagai faktor risiko demensia
vaskular. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2016.
2. Dewanto, G. dkk. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta; 2009. h. 170-184
3. Budiman Y. Pedoman standar pelayanan medik dan standar prosedur operasional
neurologi. Refiko Aditama. Bandung; 2013.
4. Perdossi. Panduan praktik klinik diagnosis dan penatalaksanaan demensia. Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2015.
5. Lindsay KW, Bone I, Fuller G. Neurology and neurosurgery illustrated. Churchill
Livingstone Elsevier. China; 2010.
6. Kapita selekta. Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta 2000.
7. Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGraw-Hill
Companies, Inc. Singapore.

20

Anda mungkin juga menyukai