Anda di halaman 1dari 42

TUGAS II

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT DAN FAKTOR HOST AGENT PADA


PENYAKIT STROKE

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas I

Dosen Pengampu :

Ani Auli Ilmi, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Rasdiyanah, S.Kep.,Ns.,M.kep.,Sp.Kep.Kom

Oleh:

AINUN NAIMA MAHARANI PUTRI

70300117070

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang
senantiasa memberikan ilmu serta limpahan nikmat,rahmat, dan hidayahnya
sehingga makalah “riwayat alamiah penyakit serta factor host dan agent
pada penyakit stroke” ini bisa terselesaikan. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw, keluarga,
para sahabat dan penegak risalahnya, semoga kita tetap menjadi umatnya
sampai akhir masa.

Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan


bahasa yang sederhana, singkat serta mudah dicerna isinya oleh para
pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan paper ini. maka kami
berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang
akan mendatang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

Samata, 27 november 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai

bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan

sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan dunia yang satu

dengan dunia yang lain seakan tampak menyatu sehingga

terbentuklah apa yang dinamakan global village. Ketika era globalsasi

menyebabkan informasi semakin mudah diperoleh, negara

berkembang dapat segera meniru kebiasaan negara barat yang

dianggap cermin pola hidup modern. Sejumlah prilaku seperti

mengkonsumsi makanan-makanan siap saji (fast food) yang

mengandung kadar lemak jenuh tinggi, kebiasaan merokok, minuman

beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stress, telah

menjadi gaya hidup manusia terutama di perkotaan. Padahal ke

semua prilaku tersebut dapat merupakan faktor-faktor penyebab

penyakit berbahaya seperti jantung dan stroke (Auryn, 2007).

Dengan semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi khususnya teknologi dibidang kedokteran dan kesehatan

telah merubah pola penyakit dalam masyarakat dari penyakit infeksi


sampai penyakit degeneratif. Dalam beberapa tahun terakhir ini telah

terjadi pegeseran pola penyakit yangterlihat dari peningkatan yang

sangat cepat pada berbagai penyakit tidak menular yang dirawat

dirumah sakit di antaranya adalah penyakit stroke. Peningkatan jumlah

penderita stroke ini identik dengan perubahan gaya hidup yaitu pola

makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak

terkecuali Indonesia.

Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor 3 di

Amerika dan merupakan penyebab nomor 1 untuk kecacatan di

negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan melihat jumlah

kematian dan kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit stroke ini

memang sudah seharusnya kita mengetahui apa sebenarnya stroke

tersebut. Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul

“Epidemiologi Penyakit Stroke” dengan harapan bisa mendapatkan

pengetahuan tentang penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Apa sebenarnya penyakit stoke itu termasuk definisi, jenis, gejala,

dan tanda?

2. Apa manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini?

3. Bagaimana hubungan antara variable epidemiologi dengan

terjadinya penyakit stroke?


4. Apa saja factor yang mempengaruhi terhadap terjadinya penyakit

stroke?

5. Bagaimana hubungan antara segitiga epidemiologi dengan

penyakit stroke?

6. Bagaimana riwayat alamiah penyakit stroke dan tahap

pencegahannya berdasarkan 5 level prevention?

7. Bagaimana hubungan penyakit stroke dengan penelitian

epidemiologi?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui

bagaimana epidemiologi penyakit stroke itu sendiri, yang bisa

digunakan untuk bekal dalam menginformasikan kepada masyarakat.

BAB II

ISI

2.1 Pengertian

2.1.1 Definisi

Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak fokal

maupun global akut dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak
yang terkena, yang sebelumnya tanpa peringatan, dan yang

dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat atau kematian

akibat gangguan aliran darah ke otak karena pendarahan

ataupun non pendarahan. Stroke juga dapat dikatakan sebagai

penyakit otak paling destruktif dengan konsekuensi berat,

termasuk beban psikologis, fisik dan keuangan yang besar pada

pasien, keluarga mereka dan masyarakat. Stroke juga

merupakan suatu penyakit deficit neurologis akut yang

disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi

secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang

sesuai dengan daerah otak yang terganggu.

2.1.2 Penyebab

Penyebab yang paling sering menimbulkan serangan stroke

adalah thrombosis serebral. Pada peristiwa ini terjadi

pembentukan suatu bekuan darah (trombus) yang menyumbat

pembuluh darah pada otak sehingga mengakibatkan krusakan

pada bagian otak tersebut. Penyebab lainnya mencakup

pendarahan otak (cerebral haemorrhage; pendarahan serebral)

dan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan yang lepas

dari bagian lain sistem sirkulasi tersebut (emboli cerebral).

Kadang-kadang penderita tumor otak memperlihatkan gejala-

gejala yang mirip dengan gejala penderita stroke.


Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi

menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke

otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa

mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan

stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan

seseorang pingsan. Strok bisa terjadi jika tekanan darah

rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika

seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena

cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung

yang abnormal.

2.1.3 Jenis atau Macam

Berdasarkan atas jenisnya stroke dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Stroke Non Hemoragik (Iskemik)


Jenis stroke ini pada dasarnya disebabkan oleh

oklusi pembuluh darah otak yang kemudian

menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa

ke otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh thrombosis

akibat plak aterosklerosis arteri otak atau yang memberi

vaskularisasi pada otak atau suatu emboli dari pembuluh

darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak. Stroke

jenis ini merupakan stroke tersering didapatkan, sekitar


80 % dari semua stroke. Stroke jenis ini juga bias

disebabkan berbagai hal yang menyebabkan terhentinya

aliran darah otak, antara lain syok atau hipovolemia dan

berbagai penyakit lain.


Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di

sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke

otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis

interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini

merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.


Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di

dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga

menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini

sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis

dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian

besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari

dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian

menyumbat arteri yang lebih kecil.


Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis

beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena

adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,

misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke

semacam ini disebut emboli serebral (emboli= sumbatan,

serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering

terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan

jantung dan penderita kelainan katup jantung atau


gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan strok. Emboli lemak

terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah

dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya

bergabung di dalam sebuah arteri.


 Stroke Iskemik terbagi lagi menjadi 3 yaitu:

 Stroke Trombotik: proses terbentuknya

thrombus yang membuat penggumpalan.

 Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri

oleh bekuan darah.

 Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran

darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya

gangguan denyut jantung.

2. Stroke Hemoragik
Stroke jenis ini merupakan sekitar 20 % dari semua

stroke, diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro aneurisma

dari charcot atau etat crible di otak. Dibedakan antara

lain, yaitu pendarahan intraserebral, subdural, dan

subaraknoid. Secara petologis pada stroke non

hemoragik, yang merupakan jenis terbanyak dari seluruh

stroke, apa yang terjadi pada pembuluh darah di otak

serupa dengan apa yang terjadi di jantung, terutama jenis

emboli dan trombosis.


 Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
1. Trancient Ischemic Attack (TIA).

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND).

3. Stroke in evolution atau progressing stroke.

4. Completed stroke.

 Berdasarkan sistem pembuluh darah:

1. Sistem karotis.

2. Sistem vertebro-basilar.

 Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan

dengan lokasi lesi otak, Bamford dkk

mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4

subtipe:

1. Total Anterior Circulation Infarct (TACI).

2. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI).

3. Posterior Circulation Infarct (POCI).

4. Lacunar infarct (LACI).


2.1.4 Gejala dan Tanda

Gejala stroke bisa dibedakan atas gejala/tanda akibat lesi

dan gejala yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat

lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis, akan tetapi

bisa sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan

tinggi untuk mengenalinya. Pasien bisa dating dalam keadaan

tidak sadar dengan kelyuhan lemah separuh badan saat bangun

tidur atau sedang bekerja, akan tetapi tidak jarang pasien dating

dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran

diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke. Secara umum

gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak, yang

menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh

bagian tersebut. Jenis patologi (hemoragik atau non hemoragik)

secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan

gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragik sering ditandai

dengan nyeri kepala hebat, terutama terjadi saat bekerja.

Beberapa perbedaan yang terdapat pada stroke hemisfer kiri dan

kanan dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapatkan dan

dengan pemeriksaan neorologis sederhana dapat diketahui kira-

kira letak lesi.

Sekitar dua per tiga stroke terjadi tanpa peringatan apapun,

sekitar seper tiga memang memperlihatkan tanda-tanda


peringatan, termasuk TIA (transient ischemic attack). Adapaun

gejalanya, yaitu:

 Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan

canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di

satu sisi, termasuk wajah, lengan, atau tungkai

 Rasa baal (hilangnya sensi) atau sensasi tak lazim

lain suatu bagian tubuh, terutama jika di salah satu

sisi

 Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu

sisi

 Tidak mampu berbicara dengan benar atau

memahami bahasa

 Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau

jatuh tanpa sebab

 Serangan sementara jenis lain, seprti vertigo, pusing

bergoyang, kesulitan menelan, kebingungan akut,

atau gangguan daya ingat

 Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak,

atau memiliki karekter tidak lazim, termasuk

perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat di

terangkan

 Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan

atau kejang
Tanda- tanda peringatan ini dapat timbul tersendiri atau

dalam beragam kombinasi. Gejala dapat menetap beberapa detik

(suatu TIA tipikal) atau hingga 24 jam (suatu TIA atipikal, parah),

dan mungkin satu kali sehari atau berulang,. Berdasarkan definisi,

selama 24 jam pertama setelah gejala muncul tidak mungkin

dipastikan apakah gejala tersebut disebabkan oleh TIA atau

stroke. Bahkan jika itu TIA, gejalanya mungkin menunjukkan

masalah aliran darah otak yang selama ini “tersembunyi” yang jika

diabaikan dapat menimbulakan stroke karena itu jangan menunda

untuk pergi berobat.

2.2 Manfaat

Adapun manfaat yang ditemukan dalam pembuatan makalah

ataupun karya tulis, biasanya dibagi menjadi 2, yaitu manfaat yang

dilihat dari aspek teoritis dan aspek aplikatif. Manfaat dari aspek

teoritis di sini bila dihubungkan dengan permasalahan stroke, yaitu:

- dapat mengetahui apa sebenarnya stroke, gejala, tanda,

dan penyebabnya

- dapat mengetahui sapa saja yang beresiko terkena

penyakit stroke

- mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit stroke


- dapat mengetahui bagaimana cara pencegahan dan

penanganan penyakit stroke

Tetapi perlu diketahui bahwa antara manfaat dari aspek

teoritis dan manfaat dari aspek aplikatif tidak bisa disamakan,

karena masing-masing memiliki penjelasan dan peranan yang

berbeda. Manfaat dari aspek teoritis di sini hanya sekedar untuk

memberikan informasi terhadap apa yang telah dibuat, namun

manfaat dari aspek aplikatif mengarah kepada bagaimana teori

atau ilmu tersebut dipraktikkan. Bila dihubungkan dengan

permasalahan stroke yang kami jabarkan, maka manfaat aplikatif

yang dapat diperoleh, yaitu:

- untuk menyiapkan mahasiswa fakultas kesehatan

masyarakat untuk mampu mengaplikasikan atau

mempraktekkan hal-hal yang berkaitan dengan

pemasalahan stroke tersebut.

- memberikan masukkan kepada dinas terkait dalam hal ini

Dinas Kesehatan, tentang pentingnya mengetahui

penyakit stroke, sehingga mampu diinformasikan kepada

masyarakat melalui media atau instrument lain yang

mudah diakses masyarakat.

- membekali mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat

pada saat turun ke lapangan, untuk dapat

menginformasikan kepada masyarakat tentang penyaikit


stroke, seperti pencegahan atau penanggulangannya.

Meskipun kesehatan masyarakat bergerak bukan ke arah

medis tetapi paling tidak memiliki pengetahuan mendasar

tenatng penyakit ini.

2.3 Variabel Epidemiologi

2.3.1 Orang (Person)

Person adalah karakteristik dari individu yang

mempengaruhi keterpaparan yang mereka dapatkan dan

susceptibilitasnya terhadap penyakit. Karakteristik dari

person ini bisa berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, kebiasaan, dan status sosial.

 Genetik

Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik

yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah

tinggi, penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk

pembuluh darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat


mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh

darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang

paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.

Tetapi ada beberapa penelitian mengatakan bahwa faktor

keturunan belum dapat dipastikan gen mana penentu

terjadinya stroke, Brass yang meneliti lebih dari 1200 kasus

kembar monozygot dibandingkan 1100 kasus kembar

dizygot, berbeda makna anara 17,7 % dan 3,6 %.

 Jenis kelamin

Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.

Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita

yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih

tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria

terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan

hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi

terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan

meninggal karena penyakit itu lebih besar.

 Pekerjaan

Jenis pekerjaan mempengaruhi terjadinyat stroke

berkaitan dengan apakah pekerjaan yang dilakukan

membutuhkan tenaga yang kuat/berlebih atau tidak. Orang

yang bekerja di pabrik (buruh pabrik) lebih berisiko terkena

stroke daripada yang bekerja di dalam kantor. Karena


pemakaian tenaga yang kuat dalam waktu lama akan

menyebabkan bertambahnya panas yang dihasilkan oleh

otot sehingga berisiko stroke

 Umur

Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk

mendapat kan serangan stroke. Setelah berusia 55 tahun,

risiko stroke berlipat ganda. Dua per tiga serangan stroke

terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun. Tetapi tidak

berarti hanya pada orang lanjut usia, stroke dapat

menyerang semua kelompok umur. Menurut Schutz

penderita yang berumur antara 70-79 tahun banyak

menderita perdarahan intracranial.

 Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi seseorang biasanya juga akan

berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke. Individu

yang mempunyai status sosial-ekonomi yang tinggi

cenderung lebih sering memanjakan tubuh dengan

mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol, kadar

gula, dan nutrisi yang berlebih. Hal ini akan berbanding

terbalik dengan individu yang status sosial-ekonominya

rendah. Sehingga resiko penyakit stroke akan cenderung

terjadi pada individu atau masyarakat yang status sosial-

ekonominya tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa masyarakat


dengan status sosial-ekonomi rendah pun bisa terkena

stroke, karena rokok yang merupakan salah satu penyebab

penyakit stroke rata-rata dikonsumsi oleh mereka dari

golongan ke bawah.

 Kebiasaan

Bila dilihat dari segi kebiasaan atau gaya hidup maka

hal ini juga akan sangat berkaitan dengan sosial ekonomi

individu tersebut. Adanya kebiasaan individu untuk selalu

mengkonsumsi makanan, minuman, obat-obatan, ataupun

rokok yang memang bisa menjadi pencetus stroke tentu

akan lebih mempercepat seseorang untuk menderita

penyakit stroke.

2.3.2 Tempat (Place)

Epidemiologi juga tertarik terhadap tempat kejadian.

Faktor tempat ini berkaitan degan karakteristik geografis.

Perbedaan ditribusi penyakit menurut tempat ini memberikan

petunjuk pola perbedaan penyakit yang dapat menjadi

pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum

diketahui.

Penyakit stroke ini terkadang dianalogikan sebagai

penyakitnya orang kaya, karena memang rata-rata

menyerang mereka yang memiliki status sosial-ekonomi


tinggi. Sehingga penyakit ini rata-rata menyerang

masyarakat di perkotaan, yang juga memiliki gaya hidup

yang sering terkesan hura-hura dengan mengkonsumsi

makanan junk food, alcohol, dll. Selain dikaitkan dengan

tingkat sosial-ekonomi tersebut seperti yang kita ketahui

bahwa dari segi lingkungan perkotaan, memang akan

mendukung terjadinya beberapa penyakit degeneratif

khususnya stroke. Tingkat polusi udara yang tinggi dengan

berjuta-juta polutan setiap detiknya yang bersifat

karsinogenik dan mengandung bahan kimia berbahaya, bila

setiap waktu terus-menerus menumpuk dan terakumulasi

dalam tubuh tentu akan lebih mempercepat seseorang

terjangkit penyakit stroke.

Dibandingkan dengan kondisi alam pedesaan yang

memiliki udara sejuk, tingkat polusi udara rendah, dan

makanan yang rata-rata masih alami tentu resiko terjangkit

stroke akan berbeda dengan masyarakat kota.

2.3.3 Waktu (Time)

Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam,

hari, bulan, atau tahun. Informasi waktu bisa menjadi

pedoman tentang kejadian yang timbul dalam masyarakat.

Misalnya banyaknya kelahiran dalam setahun dapat


menunjukkan keberadaan faktor-faktor terkait lainnya seperti

banyaknya perkawinan dan perceraian, banyaknya anak

yang diinginkan, keadaan ekonomi, migrasi yang terjadi,

pelayanan abortus yang ada, dan Progarm Keluarga

Berencana. Bila dikaitkan antara waktu dengan angka

kejadian stroke di suatu wilayah memang terkadang sering

diabaikan. Padahal memiliki hubungan yang cukup erat

terhadap kejadian stroke.

Misalnya saja untuk beberapa negara tertentu terdapat

beberapa tradisi kebudayaan yang dikaitkan juga dengan

kesehatan. Contohnya di Negara Amerika terdapat perayaan

Thank’s Giving dan Indonesia terdapat perayaan hari-hari

besar agama seperti Hari Raya Lebaran bagi umat Islam

dan Natal untuk umat Nasrani. Dalam perayaan-perayaan

hari-hari besar tersebut biasanya masyarakat

mengkonsumsi makanan-makanan yang banyak

mengandung kolesterol, gula, dan nutrisi yang berlebih bagi

tubuh. Sehingga untuk waktu-waktu tersebut resiko

seseorang untuk terserang penyakit stroke akan lebih tinggi

dibandingkan dengan hari-hari biasa.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

2.4.1 Faktor Penjamu (Host)


Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya,

termasuk burung dan artropoda, yang menjadi tempat terjadi

proses alamiah perkembangan penyakit. Faktor penjamu

yang berkaitan dengan kejadian penyakit dapat berupa:

umur, jenis kelamin, ras, etnik, anatomi tubuh, dan status

gizi. Yang termasuk dalam faktor pejamu adalah:

a. Genetik; misalnya sickle cell disease.

b. Umur: ada kecenderungan penyakit menyerang

umur tertentu.

c. Jenis kelamin (gender): ditemukan penyakit yang

terjadi lebih banyak atau hanya mungkin pada

wanita.

d. Suku/ras/warna kulit: dapat ditemukan perbedaan

antara ras kulit putih (white) dengan orang kulit

hitam (black) di Amerika.

e. Keadaan fisiologi tubuh: kelelahan, kehamilan,

pubertas, stress, atau keadaan gizi.

f. Keadaan imunologis: kekebalan yang diperoleh

karena adanya infeksi sebelumnya, memperoleh

antibodi dari ibu, atau pemberian kekebalan

buatan (vaksinasi).
g. Tingkah laku (behavior): gaya hidup (life style),

personal hygiene, hubungan antar pribadi, dan

rekreasi.

Dalam upaya pencegahannya maka diperlukan

identifikasi epidemiologiknya, bila dilihat dari faktor penjamu

itu sendiri yang dapat merupakan sebagai faktor resiko

stroke. Faktor resiko ini menyebabkan orang menjadi lebih

rentan atau mudah mengalami stroke.

a. Genetik

Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik

yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah

tinggi, penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk

pembuluh darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat

mendukung risiko stroke.

b. Umur

Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk

mendapatkan serangan stroke.

c. Jenis kelamin

Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita.

Tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita

yang meninggal karena stroke.

d. Suku/Ras/Warna Kulit
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit

putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke

dibandingkan dengan ras kulit hitam. Tingkat kejadian stroke

di seluruh dunia tertinggi dialami oleh orang Jepang dan

Cina, menurut Broderick dkk. Melaporkan orang negro

Amerika cenderung beresiko 1,4 kali lebih besar mengalami

perdarahan intraserebral (dalam otak) dibandingakn kulit

putihnya. Orang Jepang dan Afrika-Amerika cendrung

mengalami stroke perdarahan intracranial, sedang cendrung

terkena stroke iskemik, akibat sumbatan ekstrakranial lebih

banyak.

e. Keadaan Fisiologi Tubuh

Keadaan gizi yang berlebih pada tubuh seseorang

juga bisa menjadi pencetus terjadinya penyakit stroke.

Misalnya, kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan

menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah otak

yang bisa mengarah ke stroke.

f. Tingkah Laku (Behavior)

Hubungan tingkah laku dengan terjadinya penyakit

stroke adalah tentang bagaimana gaya hidup (life style).

Pola gaya hidup yang salah dengan mengkonsumsi

makanan dan minuman tidak sehat, alkohol, rokok, dan


jarang melakukan aktivitas olahraga tentu akan lebih

mempercepat resiko seseorang terjangkit penyakit stroke.

2.4.2 Faktor Agent

Agent (faktor penyebab) adalah suatu unsur,

organisme hidup atau kuman infektif yang dapat

menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Pada beberapa

penyakit agent ini adalah sendiri (single), misalnya pada

penyakit-penyakit infeksi, sedangkan yang lain bisa terdiri

dari beberapa agent yang bekerja sama, misalnya pada

penyakit kanker. Agent dapat berupa unsur biologis, unsur

nutrisi, unsur kimiawi, dan unsur fisik.

- Unsur biologis, terdapat bukti bahwa infeksi virus dan

bakteri, bersama dengan faktor resiko lain, dapat sedikit

meningkatkan resiko timbulnya stroke dengan meningkatkan

kemampuan darah untuk membeku.

- Unsur nutrisi, kelebihan zat gizi seperti tingginya

kadar kolesterol, kadar gula, dan lemak dalam tubuh juga

bisa menimbulkan stroke. Hal ini terkait dengan timbulnya

beberapa penyakit pencetus stroke, seperti DM, hipertensi,

obesitas, dan penyakit jantung.

- Unsur kimiawi, zat-zat karsinogenik yang terus

menerus terakumulasi dalam tubuh juga merupakan salah


satu faktor penyebab penyakit stroke. Selain itu penggunaan

alkohol, rokok, obat-obatan terlarang yang mengandung

berbagai bahan kimia berbahaya bagi tubuh, juga akan

semakin mempercepat seseorang terkena penyakit stroke.

Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut cenderung

akan meningkatkan suhu tubuh dan beresiko terjadi stroke.

- Unsur fisik, misalnya trauma mekanik. Trauma

mekanik yang terkait dengan terjadiya penyakit stroke ini

adalah seseorang terjatuh dan menghantam benda keras,

kemudian menyebabkan pembuluh darah dalam otak

menjadi pecah sehingga orang tersebut terkena stroke.

2.4.3 Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu

individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan

sosial. Yang tergolong faktor lingkungan meliputi:

a. Lingkungan fisik: geologi, iklim, geografik.

b. Lingkungan biologis: misalnya kepadatan

penduduk, flora (sebagai sumber bahan makanan)

dan fauna (sebagai sumber protein).

c. Lingkungan sosial: berupa migrasi/urbanisasi,

lingkungan kerja, keadaan perumahan, keadaan

sosial masyarakat (kekacauan, bencana alam,

perang dan banjir).


Misalnya saja dilihat dari lingkungan sosial seperti

urbanisasi, yaitu perpindahan masyarakat desa ke kota.

Masyarakat desa yang tadinya memiliki gaya hidup

sederhana dengan mengkonsumsi makanan yang sehat,

tentu saja akan berubah mengikuti gaya hidup orang kota

setelah mereka pindah dan bertempat tinggal di kota.

Kebiasaan hidup masyarakat kota yang lebih mewah dan

serba instan akan berbanding terbalik dengan masyarakat

desa yang lebih alami, sehingga urbanisasi juga akan

berpengaruh terhadap timbulnya penyakit stroke tersebut.

Dari lingkungan fisik, seperti suhu akan mempengaruhi juga

terhadap penyakit stroke. Suhu tinggi merupakan penyebab

utama terjadinya heat stroke. Suhu lingkungan yang tinggi

akan sering membuat dehidrasi. Jika terjadi dehidrasi dan

penderita tidak dapat mengeluarkan keringat yang cukup

untuk mendinginkan tubuhnya, maka suhu tubuh bisa

meningkat sampai pada tingkat yang berbahaya, sehingga

terjadi heat stroke. Lingkungan yang mempunyai

kelembaban tinggi dapat menyebabkan berkurangnya efek

pendingin oleh keringat sehingga jika seseorang berada

pada lingkungan dengan suhu tinggi dan kelembaban yang

tinggi pula maka risiko mengalami heat stroke-nya akan

tinggi.
2.5 Riwayat Alamiah Penyakit

2.5.1 Prepatogenesis

Pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara

pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih berada di

luar tubuh, dalam arti bibit penyakit belum masuk ke dalam tubuh

pejamu pada keadaan yang seperti ini, penyakit belum ditemukan

karena pada umumnya daya tahan tubuh pejamu masih kuat.

Dengan perkataan lai

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat

tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan

terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility)

walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi

interaksi pada pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini

masih terjadi di luar tubuh, dalam arti penyakit masih ada di luar

tubuh penjamu dimana para kuman mengembangkan potensi

infektifitas, siap menyerang pejamu. Pada tahap ini belum ada

tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh pejamu masih

kuat. Namun begitu penjamunya ‘lengah’ ataupun memang bibit

penyakit menjadi lebih ganas, ditambah dengan kondisi lingkungan

yang kurang menguntungkan penjamu, maka keadaan segera

dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya

memasuki fase berikutnya, tahap pathogenesis.


Pada tahap prepatogenesis dalam hal terjadinya penyakit

stroke, individu tersebut telah kontak dengan penyebab stroke itu

sendiri. Bukan dikaitkan dengan adanya bibit penyakit, namun lebih

kepada faktor-faktor resiko tersebut. Faktor resiko tersebut bersifat

pada faktor yang berasal dari luar tubuh individu tersebut, seperti

kelebihan konsumsi kolesterol, lemak jenuh, gula berlebih, dan

nutrisi lain yang bisa menjadi pencetus penyakit stroke tersebut.

Meskipun faktor penyebab stroke juga bisa berasal dari dalam

tubuh individu tersebut, seperti usia, jenis kelamin, ras, atau

genetik, tetapi hal tersebut memang tidak bisa dihindari karena

sudah alamiah ada di dalam tubuh individu tersebut. Yang menjadi

permasalahan adalah apakah individu tersebut ingin mempercepat

terkena stroke atau justru mencegah penyakit stroke dengan

menerapkan pola hidup sehat.

2.5.2 Patogenesis

Masa Inkubasi, Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu

antara masuknya bibit pen yakit kedalam tubuh yang peka

terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit.

Masa inkubasi ini bervariasi antara satu pe nyakit dengan penyakit

lainnya. Dan pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini

sengat penting, tidak sekedar sebagai pengetahuan riwayat


penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit

mempunyai masa inkubasi tersendiri, dan pe ngetahuan masa

inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis penyakit.

Perjalanan penyakit stroke pada tahap ini dimulai ketika

individu terus-menerus kontak dengan faktor resiko penyakit stroke

yang berasal dari luar tubuh. Contohnya pada saat individu tersebut

mulai menerapkan pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok,

alkohol, drug abuse, mengkonsumsi makanan junk food atau fast

food, kurang berolahraga, stress kerja, dan waktu istirahat yang

kurang. Akumulasi hal-hal tersebut tentu akan menimbulkan efek

lanjutan. Rentang waktu untuk masa inkubasi ini tidak dapat

ditentukan karena tergantung pada seberapa besar frekuensi pola

hidup tidak sehat tersebut diterapkan.

 Tahap Dini

Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang

kelihatannya ringan. Tahap ini sedah menjadi masalah kesehatan

karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes),

walaupun penyakit masih dalam masa sub klinik (stage of sub

clinical disease). Seandainya memungkinkan, pada tahap ini sudah

diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini.

Perjalanan penyakit pada tahap ini, ditandai dengan adanya

gejala-gejala stroke yang masih ringan, seperti kram, kesemutan,

rasa baal (hilangnya sensasi), hilangnya keseimbangan, kaku otot,


gangguan anggota tubuh sementara, dan rasa lemas. Gejala dapat

menetap beberapa detik atau hingga 24 jam, dan mungkin timbul

satu kali sehari atau berulang.

 Tahap Lanjut

Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan

mungkin bertambah berat dengan segala kelainan patologis dan

gejalanya (stage of clinical disease). Pada tahap ini penyakit sudah

menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga

diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah

diagnosis ditegakkan, diperlukan pengobatan yang tepat untuk

menghindari akibat lanjut yang kurang baik.

Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis, dan/atau

perilaku. Gejala fisik paling khas adalah paralisis, kelemahan

(kadang dilaporkan oleh pasien sebagai kecanggungan), hilangnya

sensasi di wajah, lengan atau tungkai di salah satu sisi tubuh,

kesulitan berbicara dan/atau memahami (tanpa gangguan

pendengaran), kesulitan menelan, dan hilangnya sebagian

penglihatan di satu sisi. Seseorang dikatakan terkena stroke jika

salah satu atau kombinasi apa pun dari gejala-gejala di atas

berlangsung selama 24 jam atau lebih. Namun, seseorang

dikatakan mengalami serangan iskemik sesaat (transient ischemic


attack atau TIA) jika semua gejala lenyap dalam 24 jam. Sehingga

pada tahap ini individu tersebut sudah didiagnosis terkena stroke

dan membutuhkan penanganan lebih lanjut.

 Tahap Akhir

Berakhirnya perjalanan penyakit dalam lima pilihan keadaan,

yaitu:

1. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan

tubuh menjadi pulih, sehat kembali.


2. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit

menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak

pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang

permanen berupa cacat.


3. Karier, dimana tubuh pendrita pulih kembali, namun

bibit penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa

memperlihatkan gangguan penyakit.


4. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
5. Berakhir dengan kematian.

Perjalanan penyakit stroke ini hanya dibagi menjadi empat

saja, yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, penyakit

tetap berlangsung secara kronik, dan berakhir dengan kematian.

Sembuh ini terjadi apabila individu tersebut tidak mengalami

gangguan fungsi anggota tubuh, sehingga dapat kembali pulih


seperti semula dan tidak menimbulkan kecacatan. Skala kecacatan

stroke, yaitu:

- kecacatan derajat 0, yaitu tidak ada gangguan fungsi

- kecacatan derajat 1, yaitu hampir tidak ada gangguan

fungsi pada aktivitas sehari-hari atau gangguan minimal.

Individu mampu melakukan tugas dan kewajiban sehari-

hari.

- Kecacatan derajat 2 (ringan), yaitu individu tidak mampu

melakukan beberapa aktivitas seperti sebelumnya, tetapi

tetap dapat melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

- Kecacatan derajat 3 (ringan), yaitu individu memrlukan

bantuan orang lain, tetapi masih mampu berjalan sendiri

tanpa bantuan orang lain, walaupun mungkin

menggunakan tongkat.

- Kecacatan derajat 4 (sedang), yaitu individu tidak dapat

berjalan tanpa bantuan orang lain. Perlu bantuan orang

lain untuk menyelesaikan sebagian aktivitas diri seperti

mandi, pergi ke toilet, merias diri, dan lain-lain.

- Kecacatan derajat 5 (berat), yaitu individu terpaksa

berbaring di tempat tidur dan kegiatan buang air besar

dan kecil tidak terasa (inkontinensia), selalu memerlukan

perawatan dan perhatian.


Penyakit berakhir pada kematian Penyakit stroke dapat

berakhir pada kematian jika tingkat keparahannya sangat tinggi,

yang menyebabkan kerusakan permanen pada organ-orang vital

seperti otak, jantung, paru-paru, hati dan ginjal.

Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah

penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan

upaya pencegahan. Artinya, dengan mengetahui perjalanan

penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan –perubahan yang

terjadi disetiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan upaya-upaya

pencegahan apa yang sesuia dan dapat dilakukan sehingga

penyakit itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak

menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya

pencegahan yang dapt dilakukan akan sesuai dengan

perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga

upaya pencegahan itu dibagi atas berbagai tingkat sesuai dengan

perjalanan penyakit. Dikenal ada empat tingkat utama pencegahan

penyakit, yaitu

 Pencegahan tingkat awal (priemordial prevention)

 Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

 Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

 Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan

keadaan oenyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis,


sedangkan pencgahan tingkat kedua dan ketiga sudah berada

dalam patogenesis atau penyakit sudah tampak.

Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan pada setiap

tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut:

1. Pencegahan tingkat awal (priemordial prevention),

berupa pemantapan status kesehatan (underlying

condition). Berdasarkan tingkat pencegahan ini,

penyakit stroke bisa diatasi atau dicegah dengan

mempertahankan kesehatan dengan pola hidup

sehat, istirahat cukup, hindari stres (hidup lebi santai),

aktif olahraga, mengurangi kebiasaan yang dapat

merugikan tubuh seperti merokok, makan berlebihan,

makan makanan yang banyak mengandung lemak

jenuh. Langakh pertama dalam mencegah stroke

adalah dengan memodifikasi gaya hidup dalam

segala hal, memodifikasi faktor resiko, dan kemudian

bila dianggap perlu atau gagal baru dilakukan terapi

dengan obat untuk mengatasi penyakit dasarnya,

seperti antihipertensi, antihiperlipidemik, dan

antidiabetes. Sasaran pada tahap ini adalah mereka

yang masih dikatakan sehat meskipun sudah ada

interaksi dengan faktor resiko stroke.


2. Pencegahan tingkat pertama (primary prevention),

berupa pomosi kesehatan (health promotion) dan

pencegahan khusus. Pada tahap pencegahan ini,

individu dianjurkan untuk mengindari rokok, stres

mental, minum kopi dan alkohol, kegemukan,

golongan obat-obatan yang mempengaruhi

serebrovaskuler, seperti amfetamin, kokain, dan

sejenisnya. Selain itu mengurangi asupan lemak,

asupan kaloro, asupan garam berlebihan (diet rendah

garam, dan kolesterol yang berlebihan). Dalam

pencegahan ini juga seorang individu dianjurkan

untuk mendapatkan pendidikan kesehatan atau

informasi yang dapat diperoleh melalui dinas terkait,

bisa juga dengan melakukan konsultasi gizi kepada

orang yang kompeten di bidang tersebut tentang

kemungkinan terkena stroke.

3. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention),

berupa diagnosis awal dan pengobatan tepat (early

diagnosis and prompt treatment). Dilakukan dalam

fase patologis dengan cara mengetahui perubahan

klinik atau fisiologis yang terjadi dalam awal penyakit

(eraly symptom) atau semasa masih dalam

presymptomatic, masa sangat awal kelainan klinik.


Pencegahan ini ditujukan untuk mendeteksi penyakit

sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang

tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-

kurangnya dapat mengahambat atau memperlambat

progesifitas, mencegah komplikasi, dan membatasi

kemungkinan kecacatan. Hal yang perlu dilakukan

adalah screening (penyaringan), yaitu dengan

melakukan beberapa pemeriksaan laboraturium.

Pada tahap ini pasien atau individu yang telah

menunjukan beberapa gejala penyakit stroke,perlu

melakukan serangkaian tes seperti CT scanning, tes

darah, USG, atau EKG (elektrokardiograf). Selain

melakukan pemeriksaan tersebut pasien stroke juga

perlu mengkonsumsi obat-obatan dalam pengelolaan

dan pencegahan stroke iskemik, yaitu dengan:

 Anti-agregasi trombosit; asetosal atai aspirin

80-200 mg per hari, tiklopidin dosis 250-500 mg per

hari (bila toleransi buruk terhadap asetosal), dan

klopidogrel (anti aterosklerosis) dosis 75 mg per hari.

 Anti koagulan, dapat diberikan misalnya

warfarin bila ada indikasi seperti penyakit jantung.

Dosis warfarin 20-30 mg perhari diberikan terbagi 2-3

kali, untuk pemeliharaan 2-10 mg per hari.


 Terapi obat-obatan perlu dipertimbangkan

apabila dengan modifikasi gaya hidup tidak mendapat

hasil yang memuaskan.

4. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention),

berupa rehabilitasi (rehabilitation). Kemudian

rehabilitasi ini terbagi menjadi 3, yaitu:

 Rehabilitasi fisik: rehabilitasi cacat tubuh

dengan pemberian alat bantu/protese.

 Rehabilitasi sosial: rumah perawatan wanita

tua/jompo

 Rehabilitasi kerja (vocational services):

rehabilitasi masuk ke temapt kerja sebelumnya,

mengatifkan optimum organ yang cacat.

Upaya rehabilitasi ditujukan untuk membatasi kecacatan sehingga

tidak menjadi tambah cacat dan melakukan rehabilitasi dari mereka

yang punya cacat atau kelainan akibat penyakit. Pada tahap ini

untuk kasus penyakit stroke, rahabilitasi yang dapat dilakukan

adalah sebagai berikut:

a. Rehabilitasi sosial

Bagi penderita, mengalami stroke merupakan pukulan

bagi dirinya dan juga bagi keluarganya, yang dapat

menimbulkan krisis sosial dan emosional. Keluarga

diharapkan memahami masalah yang dialami pendrita


mengenai masalah mediknya, implikasinya dalam

kehidupan sehari-hari. Keluarga diminta untuk

memahami keadaan baru yang memaksa penderita

menjadi tergantung pada orang lain, termasuk dalam

kebutuhan dasar, depresi, dan berkurangnya harga diri.

b. Rehabilitasi fisik

Rehabilitasi ini dilakukan dengan bantu ahli fisioterapi

dalam menilai dan mengobati masalah gerakan dan

sensoris pasien, termasuk masalah kekuatan otot, duduk,

berdiri, mobilitas di tempat idur, berjalan, koordinasi dan

keseimbangan, sensasi, dan kebugaran. Ahli fisioterapi

juga memberikan latihan fisik, menilai rentang gerakan

sendi psien, serta mempertahankan kebugaran dada dan

pernapasan. Jika pasien mengalami masalah untuk

duduk, turun dari tempat tidur, berdiri, atau berjalan,

pasien tersebut perlu tetap berada di tempat tidur hingga

dokter atau ahli fisioterapi memeriksa mereka dan

menentukkan bantuan apa yang dibutuhkan. Jika pasien

membutuhkan bantuan, misalnya bidang penunjang,

kursi roda, alat bantu berjalan atau asisten, maka ahli

fisioterapi dapat merencanakannya.


2.6 Hubungan Penyakit Stroke dengan Segitiga Epidemiologi

2.6.1 Karakteristik Segitiga Utama

Ketiga faktor dalam trias epidemiologi terus-menerus dalam

keadaan berinteraksi satu sama lain. Jika interaksinya seimbang

terciptalah keadaan sehat. Begitu terjadi gangguan keseimbangan,

muncul penyakit. Terjadninya gangguan keseimbanganbermula dari

perubahan unsur-unsur trias itu. Perubahan unsur trias yang

potensial menyebabkan kesakitan tergantung pada karakteristik

dari ketiganya dan interaksi antara ketiganya.

1. Karakteristik Penjamu

Manusia mempunyai karakteritik tersendiri dalam

mengahadapi ancaman penyakit, yang bisa berupa:

a. resistensi: kemampuan dari penjamu untuk bertahan

terhadap suatu infeksi. Terhadap suatu infeksi kuman

tertentu, manusia mempunyai mekanisme pertahanan

tersendiri dalam menghadapinya.

b. Imunitas: kesanggupan host untuk mengembangkan suatu

respon imunologis, dapat secara alamiah maupun perolehan

(non alamiah), sehingga tubuh kebal terhadap suatu

penyakit tertentu. Selain mempertahankan diri, pada jenis-


jenis penyakit tertentu mekanisme pertahanan tubuh dapat

menciptakan kekebalan tersendiri.

c. Infektifnes (infectiousness): potensi penjamu yang terinfeksi

untuk menularkan panykit kepada orang lain. Pada keadaan

sakit maupun sehat, kuman yang berada dalam tubuh

manusia dapat berpindah kepada manusia dan sekitarnya

2. Karakteristik Agent

a. Infektivitas: kesanggupan dari organisme untuk beradaptasi

sendiri terhadap lingkungan dari penjamu untuk mampu

tinggal dan berkembang biak (multiply) dalam jaringan

penjamu. Umumnya diperlukan jumlah tertentu dari suatu

mikroorganisme untuk mampu menimbulkan infeksi terhadap

penjamunya. Dosis infektivitas minimum (minimum infectious

dose) adalah jumlah minimal organisme yang dibutuhkan

untuk menyebabkan infeksi. Jumlah ini berbeda antara

berbagai spesies mikroba dan antara individu.

b. Patogenesis: kesanggupan mikroorgasnime untuk

menimbulkan suatu reaksi klilnik khusus yang patologis

setelah terjadinya infeksi pada penjamu yang diserang.

Dengan perkataan lain, jumlah penderita dibagi dengan

jumlah orang yang terinfeksi. Hampir semua orang yang

terinfeksi dengan virus smallpox menderita penyakit (high


pathogenicity), sedangkan orang yang terinfeksi poliovirus

tidak semua jatuh sakit (low pathogenicity).

c. Virulensi: kesanggupan organisme tertentu untuk

menghasilkan reaksi patologis yang berat yang selanjutnya

mungkin menyebabkan kenatian. Virulensi kuman

menunjukkan beratnya (severity) penyakit.

d. Toksisitas: kesanggupan organisme untuk memproduksi

reaksi kimia yang toksis dari substansi kimia yang dibuatnya.

Dalam upaya merusak jaringan untuk menyebabkan

penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksis.

e. Invasitas: kemampuan organisme untuk melakukan

penetrasi dan menyebar setelah memasuki jaringan.

f. Antigenisitas: kesanggupan organisme untuk merangsang

reaksi imunologis dalam penjamu. Beberapa organisme

mempunyai antigenisitas lebih kuat dibanding yang lain. Jika

mene\yerang pada aliran darah akan lebih merangsang

immunoresponse dari yang hanya menyerang permukaan

membran.

3. Karakteristik Lingkungan
a. topografi: situasi lokasi tertentu, baik yang natural maupun

buatan manusia yang mungkin mempengaruhi terjadinya

dan penyebaran suatu penyakit tertentu.

b. Geografis: keadaan yang berhubungan dengan struktur

geologi dari bumi yang berhubungan dengan kejadian

penyakit.

Anda mungkin juga menyukai