Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA

RESPIRATORY DISTRESS OF NEWBORN (RDN) DI RUANG NICU


RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh:
Hafifa Yahya S.Kep
NIM : 70900122003

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline
Membrane Disease (HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt),
retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk
pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60%
bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau
memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani,
2016)
B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2016) etiologi dari RDS yaitu :
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga
agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
6) Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/ pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
7) Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan
ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia
kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
C. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurangsempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak
tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi
untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari
rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli
type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Penilaian tingkat kegawatan napas dengan downe skor
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi
,60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
napas

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat


Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun
dengan O2
diberikan O2

Penurunan
Tidak ada udara
Air entry Udara masuk ringan udara
masuk
masuk

Dapat didengar
Dapat didengar
Merintih Tidak merintih dengan
tanpa bantuan
stetoskop

Evaluasi :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi
D. Manifestasi Klinik
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS
yaitu:
1) Terdapat sedikit bercak  retikulogranular dan  sedikit bronchogram
udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran  udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :
1) Pernapasan cepat
2) Pernapasan terlihat parodaks
3) Cuping hidung
4) Apnea
5) Murmur
6) Sianosis pusat
E. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk  melihat  densitas  atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk  menentukan  maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35
minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari
60 mmHg,  saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari
sel alveolar yang rusak
F. Penatalaksananaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila  bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah

Gangguan nafas ringan :


Pemberian nutrisi adekuat  Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau
derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan
pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of
the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya
kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang :


1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam) .
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan  antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
seposis
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2
secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2
jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3
hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit
bayi dapat dipulangkan .

Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60
kali/menit.

Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan.
G. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara
( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba
memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi
atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke
otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume
dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi
mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar
10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya
hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
H. WOC
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Anamnesa :
a. Data Demografi
a) Nama
b) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
c)  Jenis Kelamin
d) Suku / Bangsa
e) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok
ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak
responsive, penurunan bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah
letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot
menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi
supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting expirasi. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan
paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan
surfactan, lahir premature dengan operasi Caesar serta penurunan
suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau
premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus,
kondisi seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama
persalinan, stress fetal atau  intrapartus, dan  makrosomnia (bayi
dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai
perokok, dan  pengkonsumsi minuman keras serta tidak
memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit
-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature /
Caesar sehinnga menimbulakan membrane hyialin disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
a) Prematur, umur kehamilan.
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
c) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk
mengevaluasi keadaan umum bayi baru lahir.
d) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan
cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas
menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung,
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas
dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor
dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik
usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin.
d. Kardiovaskuler
a) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,
ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi
jantung.
b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan
tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah
atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit
kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat
dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan
atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan.
Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi
agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan
dilatasi pupil.
3) ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat  bayi belum minum
atau menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun
kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi  
Penurunan pengeluaran urine
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang sering muncul berdasarkan SDKI adalah:
1. Gangguan pertukaran gas
a. Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea PCO2 meningkat/menurun PO2
menurun
Takikardia
pH arteri meningkat/menurun
Bunyi napas tambahan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Pusing Penglihatan Sianosis
kabur Diaforesis
Gelisah
Napas cuping hidung
Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular,
dalam/dangkal)
Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
Kesadaran menurun
c. Faktor yang Berhubungan
1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler
2. Pola nafas tidak efektif
a. Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea Penggunaan otot bantu pernapasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola napas abnormal (mis. takipnea.
bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Ortopnea Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
Ventilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi menurun
Tekanan inspirasi menurun
Ekskursi dada berubah
c. Faktor yang Berhubungan
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG]
positif, cedera kepala ganguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
3. Bersihan jalan napas tidak efektif
a. Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas
tetap paten.
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Batuk tidak efektif Tidak
mampu batuk Sputum
berlebih
Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
kering
Mekonium di jalan nafas (pada
neonatus)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Dispnea Sulit Gelisah
bicara Ortopnea Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah Pola
napas berubah

c. Faktor yang Berhubungan


Fisiologis:
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hiperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
4. Risiko infeksi
a. Definisi : beresiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogonik
b. Faktor Risiko :
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme pathogen
5) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh
Kondisi klinis terkait :
1) Tindakan invasif
2) Kondisi penggunaan steroid
3) Kanker
4) Gagal ginjal
5. Hipotermia
a. Definisi : suhu tubuh dibawah rentang normal tubuh
b. Batasan karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Kulit teraba dingin,menggigil,suhu
tubuh dibawah nilai norml
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Dasar kuku sianotik Konsumsi
oksigen meningkat
Ventilasi menurun
Takikardia
6. Bersihan jalan napas tidak efektif
d. Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas
tetap paten.
e. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Batuk tidak efektif Tidak
mampu batuk Sputum
berlebih
Mengi, wheezing dan/atau ronkhi
kering
Mekonium di jalan nafas (pada
neonatus)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Dispnea Sulit Gelisah
bicara Ortopnea Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah Pola
napas berubah

f. Faktor yang Berhubungan


Fisiologis:
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hiperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
7. Risiko infeksi
c. Definisi : beresiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogonik
d. Faktor Risiko :
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme pathogen
5) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh
Kondisi klinis terkait :
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan steroid
7) Kanker
8) Gagal ginjal
8. Hipotermia
c. Definisi : suhu tubuh dibawah rentang normal tubuh
d. Batasan karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Kulit teraba dingin,menggigil,suhu
tubuh dibawah nilai norml
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
tidak tersedia Dasar kuku sianotik Konsumsi
oksigen meningkat
Ventilasi menurun
Takikardia
C. Intervensi dan Rasional
Intervensi keperawatan merupakan tahap ketiga dalam proses
keperawatan. intervensi disusun berdasarkan SIKI
1. Diagnosis 1 : Gangguan Pertukaran Gas
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan Pertukaran gas meningkat dengan
2) Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Bunyi napas tambahan menurun
Takikardia menurun
PCO2 membaik
PO2 membaik
PH arteri membaik
3) Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen Untuk melihat ada tidaknya aliran
oksigen yang masuk
Monitor posisi alat terapi oksigen Untuk mengetahui apakah alat
yang digunakan pasien sudah tepat
Monitor aliran oksigen secara periodic Memaksimalkan kebutuhan
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup oksigen yang
dibutuhkan pasien
Monitor kemampuan melepaskan oksigen Melihat kemandirian pasien
saat makan dalam pemasangan oksigen
Monitor tanda-tanda hipoventilasi Untuk mengetahui terjadinya
gangguan hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi Untuk mengetahui kelainan
oksigen dan atelectasis toksikasi oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi Untuk mengetahui tingkat
oksigen kecemasan saat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat Untuk mengetahui adanya kelainan
pemasangan oksigen akibat pemasangan oksigen
Teraupetik
Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan Mencegah obstruksi respirasi
trachea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas Pasien dapat bernapas dengan
mudah
Berikan oksigen tambahan, jika perlu Memaksimalkan bernapas
dan menurunkan kerja napas
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara Untuk memudahkan
menggunakan oksigen di rumah menggunakan oksigen
perawatan di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen Untuk menentukan berapa dosis
oksigen yang diberikan
Kolaborasi penggunaan oksigen saat Untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas dan/atau tidur oksigen pasien

2. Diagnosis 2 : Pola Napas Tidak Efektif


1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24 jam, diharapkan Pola napas membaik dengan
2) Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Penggunaan otot bantu napas menurun Pemanjangan fase ekspirasi menurun
Frekuensi napas membaik
Kedalaman napas membaik
3) Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Jalan Napas
Observasi Penurunan bunyi napas
Monitor pola napas (frekuensi, dapat menunjukkan
kedalaman, usaha napas) atelectasis, ronkhi mengi
menunjukkan akumulasi secret,
ketidakmampuan
membersihkan jalan
napas menimbulkan penggunaan otot
bantu dan peningkatan kerja napas
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Mengetahui ada tidaknya suara
Gurgling, mengi, ronkhi kering) napas
tambahan yang menghalangi jalan
napas
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Untuk mengetahui seberapa parah
kondisi
pasien
Teraupetik
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan Untuk mempertahankan dan
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika memelihara kepatenan jalan napas
curiga trauma cervical)
Posisikan semi-Fowler atau Fowler Untuk memudahkan pasien
dalam
bernapas
Berikan minum hangat Untuk mengencerkan secret
dan
memudahkan dalam bernapas
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu Membantu membersihkan
dan mengelurkan sekret serta
melonggarkan
jalan napas
Lakukan penghisapan lendir kurang dari Mengurangi sesak, melonggarkan
15 detik jalan
napas dan mengencerkan sekret
Lakukan hiperoksigenasi sebelum Menghindari hipoksemi akibat suction
penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan Membebaskan sumbatan dari benda
forsepMcGill padat
Berikan oksigen, jika perlu Untuk mencegah kegagalan napas
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika Untuk mengganti cairan tubuh
tidak kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif Batuk efektif dapat mengelurakan
dahak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, Pemberian obat bronkodilator untuk
ekspektoran, mukolitik, jika perlu melebarkan jalan napas, ekspektoran
obat untuk merangsang pengeluaran
sputum, mukolitik membuat hancur
formasi sputum atau tidak lagi bersifat
kental

3. Diagnosis 3 : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
x 24 jam, diharapkan Bersihan jalan napas meningkat dengan
2) Kriteria Hasil:
Batuk efektif meningkat Sputum berlebih menurun
Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering menurun
3) Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pemantauan Respirasi
Observasi Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
Monitor frekuensi, irama, kedalaman, atelectasis, ronkhi mengi menunjukkan
dan upaya nafas akumulasi secret, ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan napas menimbulkan
penggunaan otot bantu pernapasan dan
peningkatan kerja napas
Monitor pola nafas (seperti bradipnea, Untuk mengetahui perkembangan status
takipnea, hiperventilasi, kesehatan pasien
Kussmaul, Cheyne-Stokes,
Biot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif Batuk efektif dapat mengeluarkan dahak (bila
ada)
Monitor adanya produksi sputum Untuk memastikan adanya sputum di saluran
napas dan mengetahui seberapa parah kondisi
pasien
Monitor adanya sumbatan jalan nafas Mengetahui adanya suara napas tambahan
dan keefektifan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru Mengetahui kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi nafas Mengetahui adanya suara napas tambahan
Monitor saturasi oksigen Mengetahui adanya perubahan nilai SpO2
Monitor nilai AGD Untuk mengukur jumlah oksigen dan
karbondioksida dalam darah dan menentukan
tingkat keasaman atau pH darah
Monitor hasil X-ray toraks Mengetahui keadaan paru pasien
Teraupetik
Atur interval pemantauan respirasi Mengetahui keadaaan napas pasien apakah
sesuai kondisi pasien teratur atau tidak
Dokumentasi hasil pemantauan Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi
terhadap tindakan yang telah dilakukan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur Memberikan pemahaman mengenai manfaat
pemantauan tindakan yang dilakukan
Informasikan hasil pemantauan, jika Untuk menginformasikan hasil tindakan yang
perlu telah dilakukan
4. Diagnosis 4 : Risiko infeksi
1) Tujuan : setelah dilakukan intervensikeperawatan selama…
X24 jam maka, tingkat infeksi menurun.
2) Dengan kriteria hasil nyeri menurun, dan bengkak menurun,
kemerahan menurun
3) Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pencegahan infeksi
Observasi - Agar mengetahui tanda
Monitor tanda dan gejala infeksi local dan gejala infeksi
dan sistemik

Teraupetik
Batasi jumlah pengunjung Untuk menghindari penyebaran
Cuci tangan sebelum dan sesudah virus Untuk menghindari
kontak dengan pasien dan lingkungan transimisi virus akibat kontak
pasien lngsung

Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi Untuk menjelaskan bagimana
Ajarkan cara mencuci tangan dengan tanda dan gejala dari infeksi
benar Untuk mengedukasi pasien
bagaimana cara mencuci tangan
yang baik dan benar
Kolaborasi Untuk mencegah masuknya virus di
Kolaborasi pemberian imunisasi dalam tubuh
5. Diagnosis 5: Hipotermia
1) Tujuan : setelah dilakukan intervensikeperawatan
selama…X24 jam maka, termoregulasi membaik.
2) Dengan kriteria hasil suhu tubuh membaik, pucat
menurun, menggigil menurun
3) Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen hipotermia
Observasi Untuk mengetahui penyebab
Identifikasi penyebab hipotermia hipotermia
Monitor suhu tubuh Untuk mengetahui suhu tubuh klien
Monitor tanda dan gejala hipotermia Untuk mengetahui tanda dan
gejala
hipotermia
Teraupetik
Sediakan lingkungan yang hangat untuk memberi kehangatan pada
pasien
Ganti pakaian dan atau linen yang basah Untuk membantu memberikan
kehangatan
Lakukan penghangatan pasif dan aktif Untuk membantu memberikan
kehangatan serta mengembalikan
suhu tubuh kearah
normal
Edukasi
Anjurkan makan/minum hangat Untuk memberikan rasa nyaman
pada klien
D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implemetasi
keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain
untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.

E. Evaluasi

Menurut Surasmi (2013) Evaluasi adalah tindakan intelektual


untuk melengkapi proses keperawatan yg menandakan seberapa j auh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Mengakhiri rencana tindakan (klien telah mencapai
tujuan yg ditetapkan).

DAFTAR PUSTAKA

Dinkes, Kota Palembang. 2013. Profil Kesehatan Palembang


Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Profil Kesehatan Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang 2011-2013
Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika
Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC
Wijayakusuma. 2009. Terapi Juz Untuk Cegah danAtasi Asma. Jakarta :
INDOCAMP
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan :
definisi & klasifikasi 2015 ed 10, jakarta : EGC
Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions
Classification (NIC), 6th edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification
(NOC), 5th edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

Anda mungkin juga menyukai