Anda di halaman 1dari 16

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan


Pada Pasien Anak dengan Distress Respirasi
Di Ruang Perinatologi RS Ben Mari Malang
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa
Devi Anggraeni
16143149011008

Pembimbing Institusi Pembimbing Wahana Klinik

......................................... .........................................

Mengetahui,

Kepala Ruang Perinatologi RS Ben Mari Malang

.........................................
Distress Respirasi

1. Definisi
Respiratory Distress Syndrome adalah gangguan pernafasan
yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue
(>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit,
adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila
didapatkan sesak nafas berat (dyspnea), frekuensi nafas meningkat
(tachypnea), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan
daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata
pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan,
edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic
respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis,
radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru
dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak
menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane
Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS
(Bobak, 2005).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan
Yulianni, 2006).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Fisiologi Paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak
sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping
mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta
struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru
berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam
bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke
mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru
mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher
sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial,
terdapat hilus pu]\lmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus,
pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks
pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan
dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu
lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi
oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.
Paru paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx,
yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur
percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah
kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan
alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua
dan ketiga. Ketidak matangan paru paru akan mengurangi peluang
kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang
disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan
sistem kapiler paru paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
a. Mengeluarkan cairan dalam paru.
b. Mengembangkan jaringan alveolus paru paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup
dan aliran darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20
minggu kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru
matang sekitar 30-34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi
tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan
alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini
memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai
peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya
sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru parunya.
Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga
cairan ini diperas keluar dari paru paru. Pada bayi yang dilahirkan
melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga
dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih
lama. Dengan sisa cairan di dalam paru paru dikeluarkan dari paru
dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru paru
akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
3. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit
oleh makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
f. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
4. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (>60x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium
RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
1) Pernapasan cepat.
2) Pernapasan terlihat parodaks.
3) Cuping hidung.
4) Apnea.
5) Murmur.
6) Sianosis.
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali
per menit).
Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi.
Grunting : suara merintih saat ekspirasi.
Pernapasan cuping hidung.
Tabel : Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4.5 = gawat napas sedang
4.6 > 6 = gawat napas berat
5. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang
diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini
mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada
minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional
pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
a. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolik.
b. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,
penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan
pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan
asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya
stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
6. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress
Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen
7. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis
hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan
tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD
meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoksia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
8. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi, dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 %.
Pantau selalu tanda vital.
Jaga kepatenan jalan nafas.
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal).
b. Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
Lakukan penilaian lanjut.
c. Bila terjadi kejang potong kejang.
d. Segera periksa kadar gula darah.
e. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan
pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea
of the Newborn (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar.
Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus gangguan
napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
a. Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup.
b. Bayi jangan diberi minum
c. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
Suhu aksiler <> 39C.
Air ketuban bercampur mekonium.
Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam).
d. Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C tangani untuk
masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
sepsis.
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
e. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah
2 jam.
f. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
g. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
O2 secara bertahap. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap
2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
memakai salah satu cara pemberian minum.
h. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama
3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah
Sakit bayi dapat dipulangkan.
Gangguan nafas berat
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan
tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah
sakit rujukan.
c. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.
9. Penatalaksanaan medis :
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
Fenobarbital
Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksigen (derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan.
10. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Anamnesa
a. Pengkajian
1) Data Demografi : Nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, alamat.
2) Keluhan Utama : Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti
sesak, mengorok ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah,
lesu, apneu, tidak responsive, penurunan bunyi napas.
3) Riwayat Penyakit Sekarang : Pada pasien RDS, biasanya akan
diawali dengan tanda-tanda mudah letih, dispnea, sianosis,
bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/
epigastrik/ intercosta, grunting ekspirasi. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan
tersebut.
4) Riwayat Penyakit Dahulu : Perlu ditanyakan apakah pasien
mengalami prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi
dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature dengan
operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat
kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes
mellitus, hipoksia, asidosis.
5) Riwayat Maternal : meliputi riwayat menderita penyakit seperti
diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan placenta, placenta
previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau intrapartus, dan
makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki
riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
6) Riwayat penyakit keluarga : Perlu ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang terkena penyakit -penyakit yang disinyalir sebagai
penyebab kelahiran premature / Caesar sehinnga menimbulakan
membrane hyialin disease.
7) Riwayat psikososial : meliputi perasaan keluarga pasien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap bayinya.
8) Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan.
Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
Apgar score adalah : suatu ukuran yang dipakai untuk
mengevaluasi keadaan umum bayi baru lahir.
Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar.
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (>60x/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan
cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas
mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara,
nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung,
retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan
nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih,
stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan
mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
Frekuensi jantung dan tekanan darah : adanya sinus tachikardi
merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
Kualitas nadi : pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk
mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak
adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan
berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
Nail Bed Pressure (tekan pada kuku)
Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak
tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak
kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah
diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain
terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang
dan dilatasi pupil.
c. ADL (Activity daily life)
1. Nutrisi : Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum
minum atau menghisap.
2. Istirahat tidur : Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak
nafas ataupun kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis.
3. Eliminasi : Penurunan pengeluaran urine.
d. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen thorak
Pola retikulo granular difus bersama bromkogram udara yang
saling tumpang tindih.
Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, inflasi paru
buruk.
Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga
terkepa (bayi dari ; ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung
kongestif).
Bayangan timus yang besar .
Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan
penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
2. Pemeriksa darah
Asidosis metabolik :
PH menurun (N : PH 7,35- 7,45)
Penurunan Bicarbonat (N : 22-26 meg/L)
PaCO2 Normal (N : 35-45 mmHg)
Peningkatan serum K
Asidosis respiratorik
PH menurun (N : PH 7,35-7,45)
Peningkatan PaCO2 (N : 35-45 mmHg)
Penurunan PaO2 (N : 80-100 mmHg)
Imatur lecithin / sphingomylin (L/S)
2) Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar).
b. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang
dingin.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolar.
d. Resiko infeksi
3) Rencana Keperawatan
No Diagnose Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas b.d keperawatan selama 5x 1. Monitor rata-rata irama, kedalaman
perubahan membran 24 jam, pertukaran gas dan usaha untuk bernafas.
kapiler-alveoli pasien menjadi efektif, 2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
dengan kriteria : penggunaan otot bantu dan retraksi
Batasan dinding dada.
karakteristik : Status Respirasi : 3. Monitor suara nafas, saturasi oksigen,
- Takikardia Ventilasi (0403) : sianosis
Hiperkapnea Pasien menunjukkan 4. Monitor kelemahan otot diafragma
Iritabilitas peningkatan ventilasai 5. Catat onset, karakteristik dan durasi
Dispnea dan oksigenasi adequat batuk
Sianosis berdasarkan nilai AGD 6. Catat hasil foto rontgen
Hipoksemia sesuai parameter normel
Hiperkarbia pasien Terapi Oksigen (3320) :
- Abnormal frek, Menunjukkan fungsi paru1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai
irama, kedalaman yang normal dan bebas peralatan
nafas dari tanda-tanda distres 2. Siapkan peralatan oksigenasi
Nafas cuping hidung pernafasan 3. Kelola O2 sesuai indikasi
4. Monitor terapi O2 dan observasi tanda
keracunan O2

Manajemen Jalan Nafas (3140) :


Bersihkan saluran nafas dan pastikan
airway paten
Monitor perilaku dan status mental
pasien, kelemahan , agitasi
dan konfusi
Posisikan klien dgn elevasi tempat
tidur
Bila klien mengalami unilateral
penyakit paru, berikan posisi semi
fowlers dengan posisi lateral 10-15
derajat / sesuai tole-ransi
5. Monitor efek sedasi dan analgetik
pada pola nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


1. Kelola pemeriksaan laboratorium
2. Monitor nilai AGD dan saturasi
oksigen dalam batas normal
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (3140) :
efektif b.d imaturitas tindakan keperawatan 1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
(defisiensi surfaktan selama ..x 24 jam leher ektensi jika memungkinkan.
dan ketidak-stabilan diharapkan pola nafas 2. Posisikan klien untuk memaksimalkan
alveolar). efektif denga kriteria ventilasi dan mengurangi dispnea
hasil : 3. Auskultasi suara nafas
Batasan 4. Monitor respirasi dan status oksigen
karakteristik : Status Respirasi :
Bernafas mengguna- Ventilasi (0403) : Monitor Respirasi (3350) :
kan otot pernafasan Pernapasan pasien 30- 1. Monitoring kecepatan, irama,
tambahan 60X/menit. kedalaman dan upaya nafas.
Dispnea Pengembangan dada 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada,
Nafas pendek simetris. retraksi dada dan alat bantu pernafasan
Pernafasan rata-rata Irama pernapasan teratur3. Monitor adanya cuping hidung
< 25 atau > 60 kali 4. Monitor pola nafas : bradipnea,
Tidak ada retraksi dada
permenit takipnea, hiperventilasi, respirasi
saat bernapas
kusmaul, apnea
Inspirasi dalam tidak
5. Monitor adanya lelemahan otot
ditemukan diafragma
Saat bernapas tidak 6. Auskultasi suara nafas, catat area
memakai otot napas penurunan dan ketidak adanya
tambahan ventilasi dan bunyi nafas
Bernapas mudah
Tidak ada suara napas
tambahan
3 Hipotermia b.d Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800) :
berada di lingkungan tindakan keperawatan 1. Pindahkan bayi dari lingkungan
yang dingin selama ..x 24 jam yang dingin ke dalam lingkungan /
hipotermia tidak terjadi tempat yang hangat (didalam inkubator
Batasan dengan kriteria : atau lampu sorot)
karakteristik : 2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin
Penurunan suhu tu- Termoregulasi Neonatus dan basah dengan pakaian yang hangat
buh di bawah ren- (0801) : dan kering, berikan selimut.
tang normal Suhu axila 36-37 C 3. Monitor gejala dari hopotermia :
Pucat RR : 30-60 X/menit fatigue, lemah, apatis, perubahan
Menggigil Warna kulit merah muda warna kulit
Kulit dingin Tidak ada distress 4. Monitor status pernafasan
Dasar kuku respirasi 5. Monitor intake dan output
sianosis
Tidak menggigil
pengisian kapiler
Bayi tidak gelisah
lambat
Bayi tidak letargi
DAFTAR PUSTAKA

Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome


(RDS), diakses pada tanggal 1 Desember 2016
<http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>
Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri
Dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
https://id.scribd.com/doc/61289718/Respiratory-Distress
Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas
Pada Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Dr.Kariadi/ FK UNDIP Semarang
Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, Jakarta
http://trisnajayuakperpembina.blogspot.co.id/2014/12/tugas-mata-kuliah-
dokumentasi.html
Nur .A., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur
Dengan Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1
Jakarta : CV Sagung https://id.scribd.com/doc/145462712/ASKEP-RDS
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi, 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Jilid
1. Jogja : MediAction

Anda mungkin juga menyukai