PROLONGED FEVER
(DEMAM BERKEPANJANGAN)
Disusun Oleh :
Agnes Listyanakristi Prabawati
161.0221.034
Tutor :
dr. Yenny Kumalawati, Sp.A
Moderator :
dr. Adi Kusumadi, Sp.A
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Prolonged Fever (Demam Berkepanjangan)”.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Penyusunan laporan kasus ini
terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang turut membantu
terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Yenny
Kumalawati, Sp.A selaku tutor pembimbing, dr. Adi Kusumadi, Sp.A selaku
moderator dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Bagian Departemen Kulit
dan Kelamin, atas kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS
I.2 Anamnesis
Autoanamnesa pada tanggal 23 Oktober 2017 pukul 14.00 WIB
Di atas 1 tahun :
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 3 x sehari, 1 piring @ 1 centong nasi
Sayuran 3 x sehari @ 1 sendok sayur / 1 x makan
Daging 1-2 x sebulan @ 1 potong / 1 x makan
Telur 1 x sehari @1 butir / 1 x makan
Ikan 1x seminggu @ 1 potong / 1 x makan
Tahu 3 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Tempe 3 x sehari @ 1 potong / 1 x makan
Susu Susu formula 4-5 x 100 mL
Kesan : Kebutuhan makanan pasien cukup baik secara kualitatif dan kuantitas
Jenis
Usia
Imunisasi
Hepatitis B Lahir 2 bulan 3 bulan
Polio Lahir
BCG 1 bulan
DTP 2 bulan 3 bulan
HiB 2 bulan 3 bulan
Campak 9 bulan
Imunisasi Lain:
PCV (-)
Rotavirus (-)
Influenza (-)
2 tahun
MMR (MR)
Tifoid (-)
Hepatitis A (-)
Varisela (-)
Kesan : Imunisasi dasar dan imunisasi ulangan tidak lengkap.
KEPALA
- Bentuk : mesocephal, simetris, normocephal
- Rambut : Hitam, distribusi normal, tidak mudah dicabut
- Ubun-ubun besar : sudah tertutup
- Kulit kepala : tidak ada eritema, tidak ada skuama
- Sutura : sudah tertutup
- Transiluminasi : tidak ada kesuraman
MATA
Palpebra dalam batas normal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
kornea jernih pada kedua mata, lensa jernih jernih pada kedua mata, bola mata
dalam batas normal, visus dalam batas normal, refleks cahaya langsung dan tak
langsung positif pada kedua mata, sekret tidak ada.
TELINGA
Daun telinga normotia; liang telinga lapang, hiperemis (-); gendang telinga intak,
hiperemis (-),bulging (-), perdarahan/ sekret (-).
HIDUNG
Bentuk normal, deviasi septum (-), hipertrofi konka (-), mukosa hiperemis (-).
MULUT
Bibir lembab, sianosis (-), lesi (-); Lidah tidak kotor, hiperemis (-), perdarahan (-);
Langit-langit normal, lesi (-), hiperemis (-) ; Tonsil T1-T1; Faring tidak
hiperemis; Mukosa tidak hiperemis, tidak ada bercak; Gusi tidak hipertrofi, tidak
hiperemis dan tidak terdapat perdarahan gusi.
LEHER
Bentuk simetris; Kulit dalam batas normal ; Pergerakan dalam batas normal;
tiroid tidak teraba membesar; trakhea di tengah; JVP 5 ± 2 cm.
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba sela iga V garis midklavikula
Sinistra, tidak ada thrill.
- Perkusi : Batas atas sela iga II garis parasternal sinistra
Batas jantung kanan sela iga IV garis parasternal dextra.
Batas jantung kiri sela iga IV garis midklavikula sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
PARU
- Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, tidak ada
retraksi
- Palpasi : Taktil vokal fremitus sama pada kedua lapang paru
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, tidak terdapat efusi pleura
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada wheezing
maupun ronki
ABDOMEN
- Inspeksi : Datar, simetris, tidak ada distensi
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : supel, turgor baik, tidak ada nyeri tekan, hepar tidak
teraba membesar, limpa tidak teraba pembesaran, ginjal
balloment (-), shifting dullness tidak ditemukan
- Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada acites
GENITALIA
Pria
Lubang uretra : Sulit nilai letaknya.
EKSTREMITAS
Bentuk normal, simetris, tidak ada deformitas, posisi dalam batas normal, kulit
lembab, kekuatan motoric 5 pada keempat ekstremitas,edema tidak ada,
tonus baik, sianosis : tidak ada, jari tabuh : tidak ada, akral hangat, tidak ada
sianosis, CRT <2 detik, tidak terdapat pteki pada kulit, tidak ada nyeri pada
keempat ekstremitas
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Klinik Tanggal 18/10/2017
Tanggal 18/10/2017
Jenis Pemeriksaan
Hematokrit 37 32-33 %
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1* 1-3%
Batang 3 2-6%
Neutrofil 61 50-70%
Limfosit 26 20-40%
Monosit 9* 2-8%
MCH 24 24-30 pq
Elektrolit
Na 138 135-147 mmol/L
K 2,8 (L) 3,5-5,0 mmol/L
Cl 99 95-105 mmol/L
Tanggal 19/10/2017
Jenis Pemeriksaan
Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
LED 47 (H) < 15 mm/jam
Kimia Klinik
CRP kuantitatif > 32 < 1 mg/dL
Imunoserologi Negative ≤2 negatif
Anti Salmonella Thypii IgM 3borderline
4 positif lemah
6-10 positif
Procalcitonin 12,62(H) 0,002-0,5 ug/L
Tanggal 20/10/2017
Jenis Pemeriksaan
I.9 PENATALAKSANAAN
KURATIF
a. Rehidrasi cairan
Infus D5 ¼ salin 1000 ml/iv
b. Antipiretik
Farmadol drip 4 x 150 mg/ iv
c. Pemberian Antibiotik
Injeksi Meropenem 1/3 gram iv tiap 8 jam
Injeksi Amikasin 85 mg iv tiap 12 jam
d. Obat Anti Tuberculosis (OAT)
INH 1 x 100 mg p.o
Rifampisin 1 x 150 mg p.o
Pirazinamid 2 x 125 mg p.o
e. Rencana transfusi PRC 100 - 100 (seling 12 jam)
f. Nutrisi
Makan biasa 1200 kcal.
PROMOTIF
- Memberikan edukasi kepada orang tua pasien mengenai kondisi serta penyakit
pasien
- Memberikan edukasi mengenai pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan
beserta tujuannya
- Memberikan edukasi untuk menjaga pola makan serta kebersihan pasien
- Memberikan edukasi untuk mengawasi pasien dalam mengonsumsi obat
- Memberikan edukasi kepada orang tua untuk memberikan obat demam setiap
pasien demam.
PREVENTIF
- Memonitor keadaan umum dan tanda vital
- Pemeriksaan darah rutin untuk evaluasi
- Melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyebab penyakit dan
mendeteksi dini jika ada neoplasma.
I.10 FOLLOW UP
23/10/2017 24/10/2017
S orang tua pasien mengatakan anak masih orang tua pasien mengatakan anak
demam naik-turun, tidak nafsu makan, masih demam naik-turun, tidak nafsu
lemas. BAB sudah tidak cair. makan, tidak ada sesak.
O KU: tampak sakit sedang, Kesadaran: KU: tampak sakit sedang, Kesadaran:
compos mentis, Nadi 105x/menit, RR compos mentis, Nadi 112x/menit, RR
26x/menit, Suhu 38,5oC, teraba 28x/menit, Suhu 38,5oC, teraba
pembesaran KGB colli, dan pembesaran KGB.
supraklavikula.
Tanggal 24/10/2017
Jenis Pemeriksaan
Trombosit 150.000-400.000/µL
357000
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1 1-3%
Neutrofil Batang 3 2-6%
Neutrofil Segmen 81 50-70%
Limfosit 22 20-40%
Monosit 7 2-8%
MCV 65 75-87 fL
MCH 19 24-30 pq
*Setelah menerima hasil Lab, diputuskan untuk transfuse 200 mL. (100-100
selang 12 jam)
25/10/2017 26/10/2017
S demam naik-turun, nafsu makan membaik, orang tua pasien mengatakan anak masih
lemas. BAB sudah tidak cair, tidak ada demam naik-turun, anak mulai batuk tidak
keluhan batuk, pilek atau sesak berdahak, tidak ada pilek dan sesak.
O KU: tampak sakit sedang, Kesadaran: KU: tampak sakit sedang, Kesadaran:
compos mentis, Nadi 102x/menit, RR compos mentis, Nadi 102x/menit, RR
27x/menit, Suhu 38,3oC, teraba 32x/menit, Suhu 38,4oC, teraba pembesaran
pembesaran KGB colli, dan KGB colli, dan supraklavikula.
supraklavikula.
A - Sepsis - Sepsis
- Susp. Neoplasma maligna paru - Susp. Neoplasma maligna paru sinistra
sinistra - TB paru
- TB paru - ISK
- ISK - Hiponatremi
- Hiponatremi - Fimosis
- Fimosis - Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra
- Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Reponible
Reponible - Anemia e.c. susp neoplasma,
- Anemia e.c. susp neoplasma, DD/infeksi kronik
DD/infeksi kronik
Jenis Pemeriksaan
Hematokrit 37 34-40 %
Trombosit 150.000-400.000/µL
523000 (H)
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-3%
Neutrofil Batang 2 2-6%
Neutrofil Segmen 75 (H) 50-70%
Limfosit 15(H) 20-40%
Monosit 8 2-8%
Koagulasi
PT
- Kontrol 11,1 Detik
- Pasien 13,7 * 9,3-11,9 detik
APTT
- Kontrol 34,1 Detik
- Pasien 69,9* 31-47 detik
Kimia Klinik
Besi 27* 50-120 ug/dL
TIBC 170* 274-475 ug/dL
SGOT 27 < 35 U/L
SGPT 24 < 40 U/L
Na 137* 132-145 mmol/L
K 2.3** 3,1-5,1 mmol/L
Cl 90* 96-111 mmol/L
Imunoserologi
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
Imunoserologi
CD4 202 410-1590 Cell/uL
1.11 PROGNOSIS
- Ad vitam : dubia
- Ad functionam : dubia
- Ad sanationam : dubia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang diakibatkan oleh kenaikan titik
ambang regulasi panas hipotalamus. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi
dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan tubuh hospes dan pada
akhirnya terbentuk pirogen endogen yang kemudian terjadi produksi
prostaglandin E2 (PGE2), dan secara langsung mengubah titik ambang suhu
hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas.9
Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center
tahun 2000, disebut demam pada anak jika pengukuran suhu di rektal > 38 oC, dan
aksila di atas 37,5oC. Sedangkan demam tinggi adalah bila suhu tubuh > 39,5oC,
dan hiperpireksia jika suhu > 41,1oC.10
Demam pada anak dapat digolongkan menjadi9 :
1. Demam singkat dan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga
diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik,
dengan atau tanpa uji laboratorium.
2. Demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga
riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnostik tetapi uji
laboratorium dapat menegakkan etiologi.
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya.
II.2 Demam Tanpa Penyebab yang Jelas/ Fever of Unknown Origin (FUO)
II.2.1. Definisi
Demam adalah keadaan di mana suhu rektal lebih dari 38ºC. Demam tanpa
penyebab yang jelas atau disebut juga Fever of Unknown Origin (FUO) adalah
gejala demam akut dengan penyebab yang tidak jelas sesudah anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara teliti dalam periode demam kurang dari 7 hari. Keadaan
ini menggambarkan gejala demam tanpa infeksi yang jelas atau noninfeksius. 1,2
Menurut Behrman dkk., pada kebanyakan kasus, manifestasi klinis tambahan
yang relative singkat menyebabkan sifat infeksius tidak tampak. Dengan
demikian, istilah ini dipergunakan untuk,2
1) Riwayat demam lama yang lebih dari 1 minggu
2) Dokumentasi demam oleh pemberi perawatan kesehatan
3) Tidak ada diagnosis yang jelas setelah 1 minggu pemeriksaan fisis, baik
pada pasien rawat inap maupun rawat jalan
Literatus asli memberikan kriteria Demam Tanpa Penyebab yang jelas sebagai
demam yang berlangsung 3 minggu tanpa diagnosis yang jelas. Namun onset
demam dipersingkat menjadi beberapa hari saja supaya bisa
mempertimbangkan diagnosis penyebabnya lebih dini.3
II.2.2. Epidemiologi
Menurut IDAI, demam merupakan 15% kunjungan pasien poliklinik dan 10%
kunjungan pasien IGD. Demam tanpa sebab yang jelas sering terjadi pada anak
usia kurang dari 3 tahun.1
Pada umumnya demam sebagai gejala atipik pada penyakit yang lazim. Di
Amerika Serikat, demam tanpa penyebab yang jelas disebabkan antara lain oleh
salmonellosis, tuberculosis, riketsia, sifilis, penyakit Lyme, infeksi
sitomegalovirus, hepatitis, histoplasmosis, toksoplasmosis dan malaria.
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, 50% kasus disebabkan oleh
infeksi 20-40% disebabkan oleh penyakit kolagen-vaskular dan 10% disebabkan
oleh keganasan.3
II.2.3. Etiologi
Penyebab Demam yang Tidak Diketahui Penyebabnya pada anak-anak antara
lain, 2
Tabel 1. Penyebab DemamTanpa Penyebab yang Jelas2
INFEKSI
- Meningokoksemia kronis
- Salmonelosis
- Tuberkulosis
- Yersiniosis
- Kolangitis
- Endokarditis
- Mastoiditis
- Osteomielitis
- Infeksi
- Spirokaeta
- Leptospirosis
- Penyakit Lyme (B. burgdorferi)
- Sifilis
- Penyakit Klamidia
- Penyakit Riketsia
- Histoplasmosis
- Amoebiasis
- Giardiasis
- Malaria
- Tripanosomiasis
NON INFEKSI
- Penyakit Hipersensitivitas Autoimun: Artritis Reumatoid Juvenil, Demam Reumatik,
Lupus Eritematosus Sistemik
- Neoplasma: Leukemia, Limfoma, Neuroblastoma, Tumor Wilms
- Penyakit Granulomatosa: Sarkoidosis, Penyakit Crohn, Hepatitis granulomatosa
- Penyakit Herediter-Familial: Krisis sel sabit, Iktiosis
II.2.4. Klasifikasi
Secara umum, FUO dibagi menjadi11 :
1. FUO klasik
Pada FUO klasik, terdapat lima kategori :
- Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK)
- Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
- Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia rheumatika,
sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid)
- Lain-lain : kondisi granulomatosis
- Kondisi yang tak terdiagnosis
2. Defisiensi imun
Imunodefisiensi dapat ditemukan pada pasien yang mendapat kemoterapi atau
keganasan darah. Demam ditemukan bersamaan dengan neutropenia (neutrofil
<500/uL). Keterbatasan sistem imun dapat menyebabkan hal yang berbahaya,
salah satunya adalah infeksi.
3. Penyakit yang berhubungan dengan HIV
Pasien yang terinfeksi HIV merupakan bagian dari FUO dengan
imunodefisiensi. Fase primer menunjukkan demam yang tampak seperti
mononukleosis. Pada fase lanjut, demam merupakan hasil akhir dari infeksi
tahap lanjut.
FUO yang berakhir lebih dari 6 bulan, jarang terjadi pada anak dan akan
memberi kesan penyakit granulomatosis atau autoimun.9
II.2.6. Diagnosis
a. Anamnesis1
Yang perlu diperhatikan dari anamnesis antara lain,1,2
- Usia, penyebab tersering pada anak usia di bawah 6 tahun adalah infeksi.
Sedangkan autoimun dan neoplasma lebih sering terjadi pada anak
remaja.
- Perjalanan penyakit
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pengobatan
- Riwayat imunisasi
- Riwayat perjalanan
- Paparan infeksi
- Adanya gejala lain, seperti: nyeri menelan, nyeri telinga, batuk, sesak
napas, muntah, diare, nyeri atau menangis saat buang air kecil
b. Pemeriksaan Fisis1,2
- Suhu tubuh
- Derajat sakit
- Subyektif: kualitas tangis, reaksi terhadap orang tua, tingkat kesadaran,
warna kulit atau selaput lendir, derajat hidrasi, interaksi
- Obyektif: tampak sakit/ tidak, sakit berat/ toksik
- Pemeriksaan fisis mata sampai ekstremitas
c. Pemeriksaan Penunjang1
Diperiksaan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, serologis, urinalisis
maupun biakan urin.1,2
- Leukosit > 15.000 meningkatkan risiko bacteremia 3-5%, leukosit >
20.000 meningkatkan risiko bakteremi 8-10%
- Untuk mendeteksi bacteremia tersembunyi perlu hitung jenis leukosit
untuk menentukan neutrophil absolut dan netrofil batang, hitung absolut
neutrophil > 10.000 meningkatkan risiko bacteremia 8-10%
- Kenaikan Laju Endap Darah (LED) > 30 mm/jam menandakan adanya
peradangan yang perlu pemeriksaan lebih lanjut. Kenaikan LED > 100
mm/jam memberi kesan tuberkulosis, sindrom Kawasaki, keganasan atau
autoimun.
- Pemeriksaan biakan darah dianjurkan karena 6-10% anak dengan
bacteremia berkembang menjadi infeksi berat.
- Uji serologis dapat membantu menegakkan diagnosis salmonellosis,
leptospirosis, sitomegalovirus dan sebagainya.
Selain itu, diperlukan juga uji Tuberkulin untuk mendiagnosis tuberculosis.
Foto polos dada, sinus dan mastoid juga diperlukan sesuai dengan kondisi
dan gejala lain yang dialami pasien.2
c. Pneumonia
Pneumonia bacterial jika demam > 39ºC dan leukosit > 20.000/uL
Catatan:
- Jika demam > 39ºC dengan leukosit normal, tidak ada distress
pernapasan, takipneu, ronkhi atau suara napas melemah maka diagnosis
pneumonia dapat disingkirkan
- Umur menjadi patokan penyebab pneumonia. Pneumonia virus terjadi
pada usia kurang dari 2 tahun.
- Foto dada tidak selalu menentukan diagnosis pneumonia.
- Pneumonia dan bacteremia jarang terjadi bersamaan.
d. Meningitis
- Anak tampak sakit berat
- Pada pemeriksaan fisis terdapat letargik, kaku kuduk dan muntah.
Diagnosis ditegakkan dengan pungsi lumbal.
e. Gastroenteritis
- Pada umumnya disertai muntah dan diare
- Penyebab tersering adalah rotavirus
- Jika diare terdapat lendir dan darah biasanya karena infeksi bakteri.
f. Keganasan
Keganasan yang sering terjadi pada anak, antara lain Leukemia, Limfoma,
Retinoblastoma, Osteosarkoma, dan sebagainya. Pada keganasan juga dapat
terjadi demam tanpa penyebab yang jelas. Gejala demam disertai juga antara
lain dengan,8
- Hepatomegali dan splenomegali
- Kejang sampai penurunan kesadaran
- Perdarahan kulit dan perdarahan spontan
- Penurunan berat badan dan mudah lelah
II.2.8. Tatalaksana
a. Medikamentosa1
- Jika anak tidak tampak sakit, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium dan tidak perlu diberikan antibiotik.
- Jika dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
tampak risiko bacteremia maka anak perlu diberikan antibiotic secara
empiric. (terutama jika leukosit > 15.000 dan neutrofil absolut > 10.000)
b. Antibiotik1
Secara empiric, antibiotic pilihan antara lain,
- Amoksisilin 60-100 mg/kgBB/ hari
- Seftriakson 50-75 mg/kgBB/hari
Jika anak alergi terhadap kedua obat tersebut maka perlu dikonsulkan
kepada Dokter Spesialis Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropik.
c. Indikasi Rawat1
- Jika anak risiko rendah dan orang tua kurang kooperatif untuk berobat
jalan
- Demam sebagai predictor bacteremia tersembunyi
Suhu 39ºC – 39,4ºC < 2%
Suhu 39,4ºC – 40ºC 2-3%
Suhu 40ºC-40,5ºC 3-4%
Suhu > 40,5ºC risiko 4-5%
BAB III
ANALISIS KASUS
Anamnesis
Pasien anak ADR, laki-laki, berusia 2 tahun 7 bulan datang dengan demam
sejak 2 bulan yang lalu. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari. Suhu
tertinggi 41oC. Demam turun hanya dengan obat demam , namun tidak mencapai
normal. Awalnya demam disertai batuk tidak berdahak dan pilek. Pasien dibawa
berobat ke klinik dokter umum dan diberi paracetamol serta baby cough’s syrup.
Tujuh minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), batuk dan pilek reda namun
demam masih ada.
Berdasarkan keluhan awal pada pasien ini, terdapat demam tanpa
penyebab yang jelas atau Fever of Unknown Origin (FUO) karena demam lebih
dari 38ºC selama lebih dari 1 minggu. Setelah 1 minggu didiagnosis dan
ditatalaksana, keluhan lain hilang namun demam masih ada. Dengan demikian
diagnosis sebelumnya bukan menjadi penyebab yang tepat dari keluhan demam.
Setelah 7 hari bebas dari batuk dan pilek, pasien masih demam disertai mual
dan muntah sebanyak 3 kali dalam sehari. Muntah sebanyak setengah gelas aqua
berisi makanan dan cairan. Pasian juga buang air besar (BAB) cair sebanyak 2
kali, berisi air dan ampas, tidak ada darah ataupun lendir. Pasien dibawa berobat
ke klinik dokter umum yang lain dan didiagnosis tifoid. Kemudian pasien
diberikan obat penurun panas dan antibiotik.
Diagnosis yang dibuat oleh dokter klinik tersebut mungkin karena pasien
demam lebih dari 7 hari, disertai mual, muntah dan diare. Hanya saja di klinik
tidak ada pemeriksaan serologi untuk memastikan adanya demam tifoid. Dengan
demikian penegakan diagnosis dan pemberian obat saat ini dengan gambaran
klinis saja.
Lima minggu SMRS, gejala mual, muntah dan BAB cair membaik namun
demam masih ada. Pasien dibawa ke puskesmas untuk berobat. Saat itu pasien
diduga infeksi saluran kemih (ISK) oleh karena ditemukan fimosis. Dari
puskesmas, pasien diberikan obat antibiotik. Tiga minggu SMRS, demam tidak
juga turun. Menurut dokter puskesmas, fokus infeksi berasal dari fimosis sehingga
harus dioperasi. Selain itu, pasien memang sudah ada benjolan di selangkangan
kiri hingga kantung buah zakar dan sudah didiagnosis hernia skrotalis. Oleh
dokter puskesmas, pasien dirujuk ke RS Thamrin.
Infeksi saluran kemih (ISK) juga merupakan penyebab tersering demam pada
anak kurang dari 3 tahun . Hal ini diperkuat dengan adanya fimosis pada pasien
yang merupakan faktor predisposisi infeksi saluran kemih. Meskipun demikian,
sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan urinalisa untuk penegakan diagnosis
infeksi saluran kemih.
Delapan hari SMRS, pasien direncanakan untuk operasi Hernia Skrotalis di
RS Thamrin. Saat itu pasien masih demam tinggi, bahkan gejala mual, muntah
dan BAB cair muncul kembali. Tiga hari SMRS, pasien dipulangkan untuk
perbaikan kondisi terlebih dahulu. Pasien dirujuk RSPAD. Pada hari pasien masuk
rumah sakit, pasien demam tinggi sehingga orang tua langsung membawa pasien
ke IGD RSPAD Gatot Soebroto.
Hal ini menjadi rancu apakah demam disebabkan oleh ISK atau
gastroenteritis karena gejala mual,muntah dan diare muncul kembali. Dengan
demikian kecurigaan dengan gastroenteritis dan demam tifoid belum dapat
disingkirkan.
Saat ini, pasien sudah dirawat selama 5 hari. Pasien sudah mendapatkan obat
demam, antibiotik dan obat untuk diarenya. Selama perawatan pasien masih
demam tetapi setelah diberikan antibiotik, demam dapat turun hingga suhu normal
dengan obat demam. Gejala mual, muntah dan diare sudah tidak ada. Selama
sakit, pasien tidak tampak menangis atau kesakitan saat menggerakkan sendi
tangan dan kakinya. Pasien juga tidak pernah terlihat menangis atau kesakitan saat
buang air kecil. Menurut ibu, sejak awal sakit hingga sekarang berat pasien turun
dari 13 kg menjadi 11 kg.
Penurunan berat badan sebesar 2 kg pada anak ini menambah kecurigaan
terhadap tuberkulosis. Tuberkulosis juga kerap menjadi penyebab FUO pada anak
kurang dari 3 tahun. Selain itu, hal ini juga mengarahkan kepada kecurigaan
keganasan namun hanya 10% FUO disebabkan oleh keganasan.
Pasien menderita hernia skrotalis dan fimosis namun belum dioperasi hingga
saat ini. Kedua hal tersebut juga bisa menyebabkan infeksi hingga sepsis. Dalam
keluarga dan lingkungan tidak ada yang menderita keluhan serupa, tidak ada yang
sedang menderita TB. Hal ini cukup melemahkan kecurigaan terhadap
tuberculosis karena tidak jelas asal kontaknya. Kakek pasien meninggal karena
penyakit paru, namun ibu pasien tidak tahu apakah penyakit tersebut merupakan
keganasan atau bukan sehingga riwayat keganasan belum dapat disingkirkan.
Pada riwayat nutrisi pada pasien, pasien tidak ASI eksklusif. Riwayat
imunisasi dasar dan ulangan pada pasien tidak lengkap. Hal ini menandakan
bahwa daya tahan tubuh pasien kurang karena ketidaklengkapan imunisasi serta
nutrisi.
Pasien adalah anak tunggal yang tinggal bersama orang tua dan neneknya di
pemukiman padat penduduk yang tepat berada di bawah sutet. Daerah sekitar
sutet memang terjadi radiasi yang dapat menyebabkan keganasan. Dengan
demikian memperkuat kecurigaan terhadap keganasan meskipun persentasenya
sedikit.
Dari anamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami demam tanpa
penyebab yang jelas. Penyebab demam mengarah ke infeksi saluran kemih,
gastroenteritis, demam tifoid, tuberkulosis dan keganasan.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tampak sakit
sedang. Tanda vital nadi 105x/menit, respirasi 26x/menit, suhu: 38,5,oC. Dalam
hal ini, pasien masih dalam episode febris. Status gizi kesan gizi cukup,
perawakan sedang menandakan tidak ada kekurangan gizi pada pasien.
Kepala, mata dan THT dalam batas normal. Pada mulut, lidah tampak tidak
kotor. Hal ini melemahkan kemungkinan demam tifoid. Pada leher terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regio servikalis posterior dan supraklavikula,
KGB multiple, ukuran terbesar 1x1 cm, ukuran terkecil 0,5 x 0,5 cm, konsistensi
lunak, mobile, tidak nyeri tekan. Pembesaran KGB menandakan adanya
kemungkinan tuberkulosis primer pada anak atau adanya keganasan.
Thorax, jantung, paru dan abdomen dalam batas normal. Pada genitalia
tampak prepusium menutupi glans penis dan tidak dapat diretraksi. Hal ini
menandakan adanya fimosis pada pasien. Fimosis dapat menyebabkan obstruksi
pada saluran kemih dengan demikian dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.
Meskipun demikian, hal ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan urinalisa.
Pada skrotum kiri tampak benjolan lunak sampai ke inguinal kiri dan dapat
direposisi. Pada pasien ini ditemukan adanya hernia inguinalis lateralis yang dapat
berkembang menjadi hernia skrotalis. Hernia skrotalis dapat menyebabkan
obstruksi pada usus. Jika obstruksi menghambat vaskularisasi dapat menyebabkan
nekrosis dan menjadi akut abdomen. Selain itu, dapat terjadi hambatan pasase
usus yang menyebabkan anak muntah disertai menyebabkan infeksi berkembang
di saluran cerna. Namun pada pasien ini hernia dapat direposisi sehingga tidak ada
strangulasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium pemeriksaan darah didapatkan Hb
9 ng/dL, Ht 29%. Hal ini menandakan adanya anemia. Anemia dapat terjadi
karena defisiensi besi ataupun infeksi kronis.
Leukosis 16490, trombosit 510000/ uL, LED 47 mm/jam, CRP > 32 mg/ dL,
anti salmonella IgM negative, procalsitonin 12,62. Leukositosis, trombositosis
disertai peningkatan CRP dan procalsitonin menandakan sepsis. Peningkatan LED
> 30 mm/jam menandakan adanya peradangan yang perlu dicari penyebabnya.
Anti Salmonella negatif menyingkirkan diagnosis demam tifoid.
Pemeriksaan urinalisa dalam batas normal. Hal ini menyingkirkan diagnosis
ISK dari kasus ini. Berbeda dengan hasil assessment dalam follow up, menurut
analisis ini tidak ada diagnosis ISK. Pada pemeriksaan feses dalam batas normal.
Dengan demikian menyingkirkan gastroenteritis.
Pemeriksaan Mantoux dinyatakan positif dengan indurasi 17 mm. Dengan
demikian menandakan bahwa pada pasien terdapat infeksi TB.
Pada pemeriksaan penunjang radiologi, foto polos thoraks AP terdapat
infiltrat di kedua lapang paru dengan opasitas bulat di lapang tengah bawah paru
kiri dengan diagnosis banding round pneumonia dan massa. Infiltrat pada
gambaran foto thoraks meneguhkan diagnosis TB paru, namun pada foto polos ini
ditemukan juga adanya opasitas bulat seperti tumor yang dikelilingi gambaran
infiltrat. Hal ini menjadi rancu antara kesan TB paru dengan tumor paru. Oleh
karena itu, dibutuhkan pemeriksaan CT Scan untuk memastikan apakah ada massa
pada paru.
Diagnosis
Dengan demikian, diagnosis yang sudah tegak maupun diagnosis yang belum
dapat disingkirkan antara lain,
1. Prolonged Fever e.c Sepsis
2. Suspek Neoplasma Maligna Paru Kiri
2. TB paru
3. Anemia e.c. infeksi kronik
4. Fimosis
5. Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra
6. Imbalance elektrolit
Penatalaksanaan
a. Infus D5 ¼ salin 1000 ml/iv
Kebutuhan cairan pada pasien ini dihitung menggunakan rumus Holiday
Segar yaitu: Rumus : 1000 + (50 x sisa BB). Berat Badan pasien 11 kg, maka
didapatkan kebutuhan cairan sebagai berikut, 1000+(50x1)=1050 mL. Kebutuhan
cairan dapat diberikan secara parenteral maupun oral. Dengan demikin pada
pasien ini diberikan infus D5 ¼ Salin sebanyak 1000 mL, sisanya dapat diberikan
secara oral.
b. Antipiretik
Farmadol drip 4 x 150 mg/ iv
Dosis paracetamol adalah 10.15 mg/kgBB/ kali. Dengan berat badan 11 kg, maka
paracetamol yang diberikan sebesar,
11x(10-15 mg)/hari = 110-165 mg/kali. Dengan rentang demikian, maka
diberikan paracetamol 150 mg/ kali. Paracetamol dapat diberikan 4-6 kali. Pada
pasien ini diberikan farmadol 4 x 150m.
f. Nutrisi
Makan biasa 1200 kcal.
Dengan kurva didapatkan usia ideal berdasarkan tinggi badan adalah 1 tahun
10 bulan.
RDA Calorie untuk usia 1 tahun 10 bulan adalah 100kcal/kgBB. Dengan
demikian RDA calorie pasien ini adalah 100x 11= 1100 kcal.
Meskipun tidak berbeda jauh, namun berdasarkan perhitungan pemberian
nutrisi 1100 kcal/ hari cukup.
DAFTAR PUSTAKA