Anda di halaman 1dari 20

Nama : Jonathan Albert Soempiet

NIM : 112016176
FK UKRIDA / Stase Kuit & Kelamin
Koass Stase Kulit RS Bayangkara Sartika Asih Bandung
Periode 2 Juli 2018 - 4 Agustus 2018

TUGAS

1. Penampang Kulit
Anatomi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi terhadap total berat tubuh sebanyak
7 %. Keberadaan kulit memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang
berlebihan, dan mencegah masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan
radiasi ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan mekanik seperti gesekan
(friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga
memungkinkan seseorang untuk menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun
sebuah barier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi
dalam berbagai fungsi tubuh vital.

Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu :

A. Epidermis
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multilayer). Epidermis
sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan
memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan
kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).
Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:

Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses


melanogenesis.Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit menyintesis
dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan hormon hipofisis anterior,
hormon perangsang melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan
sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai
kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang yang
berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang berkulit cerah (misal
puting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah yang lebih banyak. Warna kulit yang normal
bergantung pada ras dan bervariasi dari merah muda yang cerah hingga cokelat. Penyakit
sistemik juga akan memengaruhi warna kulit . Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila
terjadi inflamasi atau demam. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan demikian
akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang
berbahaya.

Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang, yang
merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel
Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-
sel imun yang disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans mengenali
partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan membangkitkan suatu serangan
imun. Sel Langerhans mungkin bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit
displastik dan neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-sarah simpatis
, yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit melawan
infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan
meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi
kemampuannya mencegah kanker.

Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan
fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.

Keratinosit, lapisan eksternal kulit tersusun atas keratinosit (zat tanduk) dan lapisan ini
akan berganti setiap 3-4 minggu sekali.

Keratinosit yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut:

Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma
yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan lapisan terluar dimana eleidin berubah menjadi
keratin yang tersusun tidak teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel
saling melekat erat.Lebih tebal pada area-area yang banyak terjadi gesekan (friction) dengan
permukaan luar, terutama pada tangan & kaki. Juga merupakan lapisan keratinosit terluar yang
tersusun atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati dan tidak berinti.
Stratum Lucidum, tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan tipis yang
homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum lucidum terdiri dari protein
eleidin.Merupakan lapisan sel gepeng yang tidak berinti dan lapisan ini banyak terdapat pada
telapak tangan & kaki.

Stratum Granulosum, terdiri atas 2-4lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya
berisikan granul keratohialin. Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan
materi perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing,
serta menyediakan efek pelindung pada kulit.2/3 lapisan ini merupakan lapisan gepeng, dimana
sitoplasma berbutir kasar serta mukosa tidak punya lapisan inti.

Stratum Spinosum,tersusun dari beberapa lapis sel di atas stratum basale. Sel pada
lapisan ini berbentuk polihedris dengan inti bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak
mempunyai tonjolan sehingga tampak seperti duri yang disebut spinadan terlihat saling
berhubungan dan di dalamnya terdapat fibril sebagai intercellularbridge.Sel-sel spinosum saling
terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas
(kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak
terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.

Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis,


tersusun dari selapis sel-sel pigmen basal, berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya
terdapat melanin.Pada lapisan basile ini terdapat sel-sel mitosis.

Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3- 4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete
ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan
yang disebut fingers prints.

Pada daerah kulit terdapat juga kelenjar keringat. Kelenjar keringat terdiri dari fundus
(bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan
kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat
dan lebih banyak terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak.
Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari
tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat
tertentu.

Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu : Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini
mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung 95 – 97 persen air dan mengandung
beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari
metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan
telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan
menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat
ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang
tidak ada rambutnya.

Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar,
daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan
sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar
sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak
dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah
usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.

B. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True
Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit.Terdiri atas jaringan ikat yang
menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung
saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut
(muskulus arektor pili). Lapisan ini elastis & tahan lama, berisi jaringan kompleks ujung-ujung
syaraf, kelenjar sudorifera, kelenjar. Sebasea, folikel jaringan rambut & pembuluh darah yang
juga merupakan penyedia nutrisi bagi lapisan dalam epidermis.

Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis. Penyusun utama
dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan
struktur pada kulit, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan
mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas
yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan
ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar
dari pembuluh (ekstravasasi). Lapisan papila dermis berada langsung di bawah epidermis
tersusun terutama dari sel-sel fibroblas yang dapat menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu
suatu komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah dan limfe, serabut
saraf , kelenjar keringat dan sebasea, serta akar rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat,
disekresikan oleh sel-sel jaringan ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan menyebabkan kulit
menjadi elastis dan memiliki turgor (tegangan). Pada seluruh dermis dijumpai pembuluh darah,
saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan palit.
Lapisan ini tipis mengandung jaringan ikat jarang.

Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan
ikat padat tak teratur. Terdiri atas serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks
(cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas). Serta terdiri dari sel
fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah ,
limfe, akar rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

Lapisan dermis juga ini mengandung sel-sel khusus yang membantu mengatur suhu,
melawan infeksi, air menyimpan dan suplai darah dan nutrisi ke kulit. Sel-sel khusus dari dermis
juga membantu dalam mendeteksi sensasi dan memberikan kekuatan dan fleksibilitas untuk kulit.

Komponen dermis meliputi :

 Pembuluh darah berfungsi sebagai transport oksigen dan nutrisi ke kulit dan
mengeluarkan produk sampah. Kapal ini juga mengangkut vitamin D dari kulit tubuh.
 Pembuluh getah bening sebagai pasokan (cairan susu yang mengandung sel-sel darah
putih dari sistem kekebalan tubuh) pada jaringan kulit untuk melawan mikroba.
 Kelenjar Keringat untuk mengatur suhu tubuh dengan mengangkut air ke permukaan
kulit di mana ia dapat menguap untuk mendinginkan kulit.
 Sebasea (minyak) kelenjar yaitu membantu untuk kulit tahan air dan melindungi terhadap
mikroba. Mereka melekat pada folikel rambut.
 Folikel rambut, seperti rongga berbentuk tabung yang melampirkan akar rambut dan
memberikan nutrisi pada rambut.
 Sensory reseptor syaraf yang mengirimkan sensasi seperti sentuhan, nyeri, dan intensitas
panas ke otak.
 Kolagen protein struktural tangguh yang memegang otot dan organ di tempat dan
memberikan kekuatan dan bentuk ke jaringan tubuh.
 Elastin protein karet yang memberikan elastisitas dan membuat kulit merenggang. Hal
ini juga ditemukan di ligamen, organ, otot dan dinding arteri.
C. Subkutan atau Hipodermis
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak
di dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
Untuk sel lemak pada subdermis, sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan
terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga
panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Berfungsi juga sebagai bantalan
antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan
energi.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-
saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh
dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai
bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur
tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi
sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata.
Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian
tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan
mengendur serta makin kehilangan kontur.

2. Elektrokauter
Elektrokauter adalah suatu teknik untuk memanaskan suatu jaringan dengan menggunakan
energi listrik. Elektrokauter menggunakan ujung filamen yang berfungsi memanaskan
dihubungkan arus listrik langsung (direct current/DC) tegangan tinggi, dan voltase rendah,
biasanya menggunakan baterai. Panas dialirkan dari filamen menuju jaringan target,
menyebabkan denaturasi protein dan koagulasi jaringan. Tidak ada aliran listrik yang
dipindahkan ke jaringan target, dan penderita tidak berada pada lingkaran sirkuit. Tujuan-nya
adalah mengambil atau melenyapkan jaringan yang tidak diinginkan misalnya tumor jinak
(bervariasi dapat berasal dari proses infeksi, kista epidermis, pembesaran dan pembuatan
kelenjar minyak serta penumpukan kolesterol).
Pada penderita dengan pacemakers implantable cardiac defibrillators (ICDs) yang
memiliki risiko yang tinggi pada tindakan bedah listrik, paling sering digunakan elektrokauter.
Selanjutnya, karena penderita bukan merupakan bagian dari lingkaran sirkuit, maka
elektrokauter bermanfaat untuk area jaringan yang nonkonduktif pada tubuh, seperti tulang
rawan, tulang dan kuku.

3. Berbagai Preparat Topikal

Anestesi lokal yang ideal mempunyai awitan yang cepat dan masa anestesi yang lama. Zat
anestesi lokal yang biasa digunakan terdiri atas 2 kelompok, yaitu ikatan ester dan amida.
Kelompok ester cepat diinaktivasi sehingga efek anestesi singkat, sedangkan kelompok amida
sulit dihidrolisis dalam jaringan sehingga efek anestesi bertahan lebih lama. Kelompok ester
terdiri atas prokain, tetrakain, benzokain, dan kokain.kelompok amida terdiri atas lidokain,
mevipakain, dibukain, bupivakain dan etidokain.

Tabel 1. Klasifikasi dan farmakologi obat-obat anestesi lokal

Obat Anestesi Golongan Awitan kerja Dosis maksimal Durasi kerja


dewasa (anak)
Prokain Ester Lambat 500 mg (2 mg/kg) 15’-30’

Mepivakain Amida 3’-5’ 300 mg (4 mg/kg) 30’-120’

Lidokain Amida 3’-5’ 300 mg (7 mg/kg) 45’-120’

Prilokain Amida <3’ 400 mg (5,7 30’-120’ 120’-


mg/kg)
Etidokain Amida 3’-5’ 180’
300 mg (4,2
Bupivakain Amida 3’-5’ mg/kg) 120’-180’

175 mg (2 mg/kg)

Keterangan: dosis dewasa dengan berat badan 70 kg.

Serabut saraf memiliki membran lipoprotein yang memisahkan matriks intraseluler dari
ekstraseluler. Cairan intraseluler terutama mengandung kalium, sedangkan cairan ekstraseluler
mengandung natrium. Pada fase istirahat, membran relatif permeabel terhadap kalium tetapi
kurang permeabel terhadap natrium, sehingga mempunyai potensi membran -70 mV di mana
bagian luar relatif positif dibandingkan bagian dalam dan membran dalam keadaan polarisasi.3
Bila saraf dirangsang maka terjadi peningkatan permeabilitas terhadap natrium, sehingga
terjadi depolarisasi dan peningkatan potensi membran +20 mV di mana bagian luar menjadi
relatif negatif dibandingkan bagian dalam. Kejadian berurutan di mana impuls menyebar
sepanjang saraf. Pada fase selanjutnya terjadi repolarisasi membran yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas terhadap kalium. Pada akhir potensi aksi, natrium dikeluarkan
melalui proses aktif, dan saraf kembali ke fase istirahat. Sebagian besar obat anestesi lokal
terikat pada reseptor ‘sodium channel’ dan bekerja mencegah terbukanya ‘sodium channel’
pada membran akson sehingga tidak terjadi depolarisasi dan potensi aksi tidak meningkat.
Dengan demikian, anestesi lokal menyebabkan peningkatan nilai ambang rangsang saraf,
menghambat penyebaran impuls, mengurangi kecepatan peningkatan potensi aksi, dan
akhirnya menghambat konduksi.

Teknik pemberian anestesi terdiri atas infiltrasi zat anestesi, blok saraf dan pemberian anestesi
topikal. Zat anestesi untuk infiltrasi adalah lidokain 0,5% - 2% dengan atau tanpa epinefrin.
Epinefrin dapat mengurangi perdarahan dan memperpanjang efek anestesi karena
vasokonstriksi yang memperlambat absorbs. Penggunaan jarum kecil ukuran 30G mengurangi
rasa nyeri karena tusukan jarum dan masuknya obat. Efek anestesi biasanya terjadi setelah 1-2
menit. Obat anestesi lokal yang ideal yaitu yang memiliki awitan kerja cepat, durasi kerja
cukup panjang, serta derajat toksisitas dan alergenisitas minimal. Sebagian besar kriteria ini
dipenuhi oleh anestesi lokal dengan golongan amida (Tabel 1.). Jika diperlukan anestesi
tambahan, injeksi ulang sebanyak 25% dari dosis maksimal dapat diberikan 30 menit setelah
injeksi awal. Tambahan obat-obat vasokonstriktor seperti epinefrin akan menyebabkan
vasokonstriksi sementara dan mengurangi perdarahan intraoperatif, mempercepat awitan kerja
dan memperpanjang durasi kerja, serta meningkatkan kadar obat anestesi dalam jaringan
karena obat anestesi yang masuk dalam sirkulasi darah berkurang. Kerugiannya yaitu bahwa
vasodilatasi yang terjadi setelah efek vasokonstriksi habis akan meningkatkan perdarahan

Blok saraf dilakukan dengan menghambat nyeri melalui saraf sensorik, sehingga efek anestesi
bertahan lama dan kelainan kulit tidak terganggu. Jarum yang digunakan berukuran 25-27G,
dengan tujuan menghindari tusukan intravascular yang dapat menyebabkan reaksi toksik
sistemik pada saat melakukan blockade saraf. Efek anestesi muncul 5-10 menit. Pengetahuan
yang harus dikuasai pada anestesi cara tersebut adalah letak anatomis saraf sensorik dan area
kulit saraf tersebut.

Anestesi topikal digunakan sebelum tindakan ringan, pada selaput lender dan kulit. Vehikulum
dapat berupa krim, salap, gel, cairan dan aerosol. Zat dingin juga dapat digunakan sebagai
anestesi topikal yang bersifat sementara dan singkat, misalnya etilklorida dan kloroform.

Penggunaan anestesi topikal yang paling sering seperti penggunaan EMLA cream (Eutetic
Mixture of Lokal Anesthetics) dan LMX4 (4% lidokain liposomal). EMLA merupakan
campuran lidokain 2,5% dengan prilokain 2,5% dalam vehikulum khusus dapat menghasilkan
anestesi yang cukup baik jika diaplikasikan dengan oklusi selama 45- 60 menit. EMLA telah
diteliti dengan sangat luas dan efektif untuk beragam jenis tindakan termasuk di dalamnya
kanulasi vena, punksi vena, imunisasi, akses suntikan subkutan, dan punksi lumbal. Walaupun
EMLA dikaitkan dengan methemoglobinemia, namun diperlihatkan bahwa penggunaannya
aman bila diberikan secara tepat bahkan pada bayi yang prematur. EMLA membutuhkan waktu
setidaknya 60 menit setelah dioleskan untuk dapat memberikan efek anestesi topikal yang
adekuat. EMLA tidak mempengaruhi imunogenisitas bila diberikan sebelum tindakan
imunisasi dilakukan.

LMX4 merupakan bentuk dengan dasar krim dan bila dioleskan 30 menit sebelum tindakan
dilakukan, akan memberikan tingkat kemanjuran yang sama pada tindakan akses vena dan
punksi vena dibandingkan dengan pengolesan EMLA selama 60 menit. Walaupun tidak
mengandung prilokain yang mungkin menjadikan LMX4 lebih aman digunakan, terdapat
beberapa data efek samping sistemik yang dapat ditimbulkan khusus dalam penggunaan produk
ini, yakni pada bayi dan bayi prematur. LMX4 belum diteliti lebih lanjut terhadap
penggunaannya selain pada tindakan akses vena. Semprot Vapocoolant seperti etil-klorida dan
florimetan bekerja dalam waktu 30 detik dan tidak mahal harganya. Terdapat kontradiksi bukti-
bukti yang ada terkait kemanjurannya dalam menanggni nyeri akibat tindakan injeksi dan
belum pernah ditunjukkan kemanjuran pada prosedur tindakan akese vena. Beberapa anak-
anak merasakan pemberian zat ini tidak begitu menyenangkan.

Penggunaan anestesi topikal dalam aturan perawatan utama dibatasi oleh onset yang cepat dan
dari segi biaya. Saat biaya tetap menjadi hal yang dipermasalahkan, beberapa zat anestesi
topikal memberikan reaksi anestesi yang lebih cepat dibandingkan dengan krim anestetik yang
tersedia. Zat ini menggunakan mekanisme yang berbeda dengan melakukan penetrasi ke
lapisan stratum korneum dan mempercepat onset anestesi topikal.

Semprotan krio menghasilkan anestesi sementara untuk prosedur superfisial. Penyemprotan


selama 5-10 detik menghasilkan anestesi parsial selama 1 menit; waktu ini cukup untuk
melakukan biopsi shave atau biopsi plong. Anestesi semprot yang pertama kali digunakan yaitu
etil klorida, dengan efek samping mudah meledak jika bercampur dengan udara, dapat
menyebabkan hepatotoksisitas, dan jika uapnya terhirup dalam jumlah besar dapat
menyebabkan anestesi sistemik. Anestesi semprot lain yang mengandung
diklorotetrafluoroetan kurang toksik dan lebih efektif daripada etil klorida, namun di Amerika
Serikat telah ditarik dari pasaran karena merusak lapisan ozon. Beberapa ahli menyebutkan
bahwa etil klorida tidak bermanfaat untuk biopsi plong karena menyebabkan trauma jaringan
dan menurunkan kualitas spesimen untuk pemeriksaan mikroskopis.

Efek samping anestesi lokal yang mungkin terjadi: kerusakan saraf, reaksi alergi, kerusakan
vaskuler, pneumotoraks (pada blok pleksus), infeksi pada area injeksi, injeksi intravaskuler,
nekrosis jaringan (jika menggunakan vasokonstriktor), reaksi toksik sistemik, reaksi sistem
saraf pusat, hiperventilasi, agitasi, depresi napas, hipotensi, atau aritmia

4. EPS (Erito Papulo Skumosa)

Ditandai dengan bercak pada kulit berwarna kemerahan. Penonjolan di atas permukaan kulit ,
sirkumskrip, berukuran <1 cm dan berisikan zat padat. Skuama merupakan lapisan dari
stratium korneum yang terlepas.

Klasifikasi

EPS sejati:

- Psoriasis
- D. Seboroik
- Pitiriasis rosea
- Eritematosa
- Parapsoriasis

Menyerupai EPS:

- Dermatofitosis
- Tinea vesikolor
- Drug eruption
- Sifilis II
- Lupus eritematosus
- Morbus hansen
- Mikosis fungoides

Psoriasis

Autoimun, kronik residif, bercak eritem, batas tegas, seperti kertas mika.

Etiologi: faktor emosi, infeksi lokal, penyakit metabolik, alkohol, merokok.

Gejala: bercak eritem yang meninggi, skuama tebal.


PF: fenomena tetesan lilin, auspitz sign, fenomena kobner,

Psoriasis Gutata

Psoriasis gutata biasanya muncul tiba-tiba atau 2-3 minggu setelah ISPA yang disebabkan oleh
Streptococcus beta-hemolyticus group A. Predileksi psoriasis gutata yang predominan adalah
badan dan ekstremitas proksimal. Jenis ini terjadi pada kurang dari 2% pasien psoriasis dengan
gambaran khas seperti tetesan embun dengan ukuran bervariasi antara 1-10 mm. Lesi kulit
berupa papul berwarna salmon-pink biasanya disertai skuama, paling sering menimbulkan
gatal yang bisa sangat parah.

Psoriasis Inverse

Psoriasis inverse bisanya muncul pada permukaan fleksural, ketiak, lipat paha, di bawah lipatan
payudara, dan pada lipatan kulit. Lesi ini seringkali salah terdiagnosa sebagai infeksi jamur,
karena area predileksi dari psoriasis inverse merupakan daerah yang lembab sehingga lesi yang
muncul cenderung memberikan gambaran plak eritem dengan skuama yang sedikit

Psoriasis Pustular

Psoriasis pustular adalah gambaran psoriasis yang muncul karena kumpulan neutrofil yang
sudah cukup besar untuk terlihat secara klinis. Setiap bentuk psoriasis mengandung netrofil
pada stratum korneum, ketika kumpulan netrofil sudah cukup besar untuk terlihat secara klinis,
maka dinamakan sebagai psoriasis pustular.

Lesi pada psoriasis pustular dapat terjadi secara lokal atau generalisata. Psoriasis pustular
generalisata (von Zumbusch) merupakan keadaan yang jarang dan sangat berat, disetai demam
dan toksisitas. Lesi berupa pustul dan eritem menyebar di seluruh tubuh. Pada lesi yang lokal,
biasanya melibatkan telapak tangan dan kaki.

Psoriasis Eritrodermik

Psoriasis eritrodermik terjadi pada hampir seluruh permukaan tubuh dengan gambaran kulit
kemerahan dan skuama yang tipis, mengelupas, dan difus. Lesi dapat muncul secara bertahap
sebagai perkembangan dari psoriasis plak kronis.

Pada jenis ini dapat terjadi gangguan regulasi suhuyang bisa menyebabkan kedinginan,
hipotermi, dan kehilangan cairan yang akan mengarah kepada dehidrasi. Terkadang bisa
disertai demam dan malaise.

Psoriasis Kuku

Psoriasis kuku dapat terjadi di semua subtipe psoriasis. Sekitar 50% pasien psoriasis dapat
terkena psoriasis pada kuku jarinya, dan sekitar 35% pada kuku ibu jarinya. Gambaran yang
biasa timbul berupa pitting, onikolisis, hiperkeratosis subungual, distrofi lempeng kuku dan
tanda “oil-drop” (warna jingga-kekuningan pada bagian bawah lempeng kuku).
Artritis Psoriatik

Artritis psoriatik merupakan oligoartritis seronegatif yang paling umum ditemukan pada pasien
psoriasis (setidaknya 5% dari pasien psoriasis akan berkembang menjadi kondisi ini). Terdapat
tanda keterlibatan sendi distal dan artritis mutilan

Parapsoriasis

Idiopatik, gambaran eritem dan skuama (tidak setebal psoriasis), tidak ada penebalan, gejala
menahun.

Gejala:

1. Parapsoriasis Gutata: bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria. Ruam terdiri
atas papul miliar serta lentikular, eritema dan skuama, dapat hemoragik, kadang berkonfluensi
dan umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat
predileksi pada badan, lengan atas dan paha, tidak terdapat pada kulit kepala, muka dan tangan.
Bentuk ini biasanya kronik, tetapi dapat akut dan disebut parapsoriasis gutata akuta (Penyakit
Mucha-abermann). Klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang telah disebutkan dapat
ditemukan vesikel, papulo-nekrotik dan krusta. Jika sembuh meninggalkan sikatrik seperti
variola, karena itu dinamakan pula parapsoriasis varioliformis akuta/pitiriasis likenoides et
varioliformis akuta/pitiriasis likenoides et varioliformis. Terdapat sedikit infiltrat
limfohistiositik disertai pembuluh darah superfisial, hiperplasia epidermal yang ringan dan
sedikit spongiosis setempat.

2. Parapsoriasis Variegata: Kelainan terdapat pada badan, bahu dan tungkai, bentuknya seperti
kulit zebra, terdiri atas skuama dan eritema yang bergaris-garis. Epidermis tampak menipis
disertai parakeratosis setempat. pada dermis terdapat infiltrat menyerupai pita terutama terdiri
atas limfosit.

3. Parapsoriasis en Plaques: Insiden penyakit ini pada orang kulit bwarna rendah. Umumnya
mulai pada usia pertengahan, dapat terus-menerus/mengalami remisi, lebih sering pada pria
dari pada wanita. Tempat predileksi pada badan dan ekstremitas. Kelainan kulit brupa bercak
eritematosa, permukaannya datar, bulat/lonjong, bdiameter 2.5 cm dengan sedikit skuama,
berwarna merah jambu, coklat/agak kuning. Bentuk ini sering berkembang menjadi mikosis
fungoides.

Pitiriasis rosea

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai dengan
sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang
lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu. Penyebab dari penyakit ini belum diketahui,
demikian pula cara penyebaran infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa
penyebabnya adalah virus karena merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang
umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother plaque/Medalion. Insidens
munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan pada banyak penelitian kira-kira
80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu
panjangnya, maka skuama cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini
disebut dengan “Hanging curtain sign”. Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu
atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculuan
dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan penyebaran efloresensi yang lain dapat
bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari
makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi.
Warnanya pink salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap)
dan khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi
berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang. Pada pitiriasis rosea
gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia mencapai puncaknya. Karenanya akan
ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara
perlahan-lahan akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu. Lesi-lesi ini muncul
terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit. Susunannya sejajar
dengan kosta, sehingga tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted
christmas tree appearance) yang merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.

Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul
berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun sesekali bisa
didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi berupa
bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat
mirip dengan Tinea corporis. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat
timbul gejala. Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi parah
pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau
akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak merasakan gatal. Relaps
dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan. Efek dari terapi yang
berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.

Ertroderma

Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa / dermatitis eksfoliata ) adalah kelainan kulit yang ditandai
dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama. Eritroderma
merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir atau di seluruh tubuh.

Etiologi Eritroderma / Penyebab Eritroderma

Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :

1. Eritrodarma eksfoliativa primer

Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis


konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder


- Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide ,
analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.

- Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis ,
pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.

- Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

Patofisiologi Eritroderma / Patogenesis Eritroderma

Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang paling luar )
yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan
nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas
akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh.

Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kult
sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel yang baru terbentuk
bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak jaringan
epidermis yang profus.

Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik
(alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik,
alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat
tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak
lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu
dengan protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen
obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.

Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis umum yang mudah


dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan seringkali dihubungkan dengan
peningkatan produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya
sebaseus pada wajah dan leher.Kulit yang terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi
dengan sisik berwarna kuning-coklat dan krusta

Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan warnakemerahan dan ditutupi
dengan sisik berminyak besar yang dapat dilepaskan dengan mudah.Pada kulit kepala, lesi
dapat bervariasi dari sisik kering (ketombe) sampai sisik berminyak dengan eritema. Pada
wajah, penyakit ini sering mengenai bagian medial alis, yaitu glabella, lipatan nasolabial,
concha dari daun telinga, dan daerah retroauricular. Lesi dapat bervariasi dalam tingkat
keparahan eritema sampai sisik halus. Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang, lesi mungkin
melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut, dan lesi hilang jika daerah tersebut dicukur.Daerah
dada medial pada pria terlihat petaloid yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah
terang di pusat dan merah gelap di tepi.Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar
dengan pertanda inflamasi.
5. Kortikosteroid Topikal & Sistemik
Efektifitas kortiksteroid berhubungan dengan 4 hal yaitu vasokonstriksi, antiproliferatif,
immunosupresif dan antiinflamasi. Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah di bagian superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk
menyebabkan vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan
biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik
dari suatu agen.

Kombinasi ini digunakan untuk membagi kortikosteroid topikal mejadi 7 golongan besar,
diantaranya Golongan I yang paling kuat daya anti-inflamasi dan antimitotiknya (super poten).
Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah).

Berikut tabel penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis.

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik

Golongan 1: (super Diprolene ointment 0,05% betamethason dipropionate


poten)
Diprolene AF cream

Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate

Temovate ointment 0,05% clobetasol propionate

Temovate cream

Olux foam

Ultravate ointment 0,05% halobetasol propionate

Ultravate cream

Cyclocort ointment 0,1% amcinonide


Golongan II: (potensi
Diprosone ointment 0,05% betamethasone dipropionate
tinggi)
Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate

Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate

Halog ointment 0,01% halcinonide

Halog cream
Halog solution

Lidex ointment 0,05% fluocinonide

Lidex cream

Lidex gel

Lidex solution

Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate

Maxivate ointment 0,05% betamethasone dipropionate

Maxivate cream

Topicort ointment 0,25% desoximetasone

Topicort cream

Topicort gel 0,05% desoximetasone

Golongan III: (potensi Aristocort A 0,1% triamcinolone acetonide


tinggi) ointment
0,005% fluticasone propionate
Cultivate ointment
0,1 amcinonide
Cyclocort cream

Cyclocort lotion
0,05% betamethasone dipropionate
Diprosone cream
0,05% diflorosone diacetate
Flurone cream
0,05% fluocinonide
Lidex E cream
0,05% diflorosone diacetate
Maxiflor cream
0,05% betamethasone dipropionate
Maxivate lotion
0,05% desoximetasone
Topicort LP cream
0,01% betamethasone valerate
Valisone ointment

Golongan IV: (potensi


0,1% triamcinolone acetonide
medium)
Aristocort ointment
0,05% flurandrenolide
Cordran ointment
Elocon cream 0,1% mometasone furoate

Elocon lotion

Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide

Kenalog cream

Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide

Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V: (potensi
medium)
Cordran cream 0,05% flurandrenolide

Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate

Dermatop cream 0,1% prednicarbate

Diprosone lotion 0,05% betamethasone dipropionate

Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide

Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate

Locoid cream

Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide

Tridesilon ointment 0,05% desonide

Valisone cream 0,1% betamethasone valerate

Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate


Golongan VI: (potensi
medium)
Aclovate ointment 0,05% aclometasone

Aclovate cream

Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide

Desowen cream 0,05% desonide

Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide

Kenalog lotion

Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate


Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide

Synalar solution

Tridesilon cream 0,05% desonide

Golongan VII: Valisone lotion 0,1% betamethasone valerate


(potensi lemah)

Obat topical dengan


hidrokortison, deka
metason,
glumetalone,
prednisolone, dan
metilprednisolone

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk
suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan
supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada
kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia
lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada
dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis
dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,
dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.

Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan
harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Yang harus diperhatikan adalah kadar kandungan
steroidnya. Dermatosis yang kurang responsif terhadap kortikosteroid ialah lupus
eritematousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika
diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema
fikstum. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1%. Pada penyakit
kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara
sistemik.

Pada pemberian kortikosteroid sistemik yang paling banyak digunakan adalah prednison
karena telah lama digunakan dan harganya murah. Bila ada gangguan hepar digunakan
prednisolon karena prednison dimetabolisme di hepar menjadi prednisolon. Kortikosteroid
yang memberi banyak efek mineralkortikoid jangan dipakai pada pemberian long term (lebih
daripada sebulan). Pada penyakit berat dan sukar menelan, misalnya toksik epidermal
nekrolisis dan sindrom Stevens-Jhonson harus diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi
biasa secara intravena. Jika masa kritis telah diatasi dan penderita telah dapat menelan diganti
dengan tablet prednison.6
Pengobatan kortikosteroid pada bayi dan anak harus dilakukan dengan lebih hati-hati.
Penggunaan pada anak-anak memiliki efektifitas yang tinggi dan sedikit efek samping terhadap
pemberian kortikosteroid topikal dengan potensi lemah dan dalam jangka waktu yang singkat.
Sedangkan pada bayi memiliki risiko efek samping yang tinggi karena kulit bayi masih belum
sempurna dan fungsinya belum berkembang seutuhnya. Secara umum, kulit bayi lebih tipis,
ikatan sel-sel epidermisnya masih longgar, lebih cepat menyerap obat sehingga kemungkinan
efek toksis lebih cepat terjadi serta sistem imun belum berfungsi secara sempurna Pada bayi
prematur lebih berisiko karena kulitnya lebih tipis dan angka penetrasi obat topikal sangat
tinggi. Pada geriatri memiliki kulit yang tipis sehingga penetrasi steroid topikal meningkat.
Selain itu, pada geriatric juga telah mengalami kulit yang atropi sekunder karena proses
penuaan. Kortikosteroid topikal harus digunakan secara tidak sering, waktu singkat dan dengan
pengawasan yang ketat.

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu
atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Pada kasus kelahiran prematur, sering
digunakan steroid untuk mempercepat kematangan paru-paru janin (standar pelayanan).
Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan
menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan
dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi
di absorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil terutama pada penggunaan dalam
jumlah yang besar, jangka waktu lama dan steroid potensi tinggi. Analisis yang baru saja
dilakukan memperlihatkan hubungan yang kecil tetapi penting antara kehamilan terutama
trisemester pertama dengan bimbing sumbing. Kemungkinannya 1 % dapat terjadi cleft lip atau
cleft palate saat penggunaan steroid selama kehamilan.

Kortikosteroid secara sistemik dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular, intravena.
Pemilihan preparat yang digunakan tergantung dengan keparahan penyakit. Pada suatu
penyakit dimana kortikosteroid digunakan karena efek samping seperti pada alopesia areata,
kortikosteroid yang diberikan adalah kortikosteroid dengan masa kerja yang panjang.
Kortikosteroid biasanya digunakan setiap hari atau selang sehari. Initial dose yang dugunakan
untu mengontrol penyakit rata-rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika
digunakan kurang dari 3-4 minggu, kortikosteroid diberhentikan tanpa tapering off. Dosis yang
paling kecil dengan masa kerja yang pendek dapat diberikan setiap pagi untuk meminimal efek
samping karena kortisol mencapai puncaknya sekitar jam 08.00 pagi dan terjadi umpan balik
yang maksimal dari seekresi ACTH. Sedangkan pada malam hari kortikosteroid level yang
rendah dan dengan sekresi ACTH yang normal sehingga dosis rendah dari prednison (2,5
sampai 5mg) pada malam hari sebelum tidur dapat digunakan untuk memaksimalkan supresi
adrenal pada kasus akne maupun hirsustisme.

Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan kortikosteroid, bila telah mengalami


perbaikan dosisnya diturunkan berangsur-angsur agar penyakitnya tidak mengalami
eksaaserbasi, tidak terjadi supresi korteks kelenjar adrenal dan sindrom putus obat. Jika terjadi
supresi korteks kelenjar adrenal, penderita tidak dapat melawan stress. Supresi terjadi kalau
dosis prednison meebihi 5 mg per hari dan kalau lebih dari sebulan. Pada sindrom putus obat
terdapat keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan yang jaranng melebihi 39ºC.
Penggunaan glukokortikoid jangka panjang yaitu lebih dari 3 sampai 4 minggu perlu
dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk mencari dosis pemeliharaan dan
menghindari terjadi supresi adrenal. Cara penurunan yang baik dengan menukar dari dosis
tunggal menjadi dosis selang sehari diikuti dengan penurunan jumlah dosis obat. Untuk
mencegah terjadinya supresi korteks kelenjar adrenal kortikosteroid dapat diberikan selang
sehari sebagai dosis tunggal pada pagi hari (jam8), karena kadar kortisol tertinggi dalam darah
pada pagi hari. Keburukan pemberian dosis selang sehari ialah pada hari bebas obat penyakit
dapat kambuh. Untuk mencegahnya, pada hari yang seharusnya bebas obat masih diberikan
kortikosteroid dengan dosis yang lebih rendah daripada dosis pada hari pemberian obat.
Kemudian perlahan-lahan dosisnya diturunkan. Bila dosis telah mencapi 7,5 mg prednison,
selanjutnya pada hari yang seharusnya bebas obat tidak diberikan kortikosteroid lagi.
Alasannya ialah bila diturunkan berarti hanya 5 mg dan dosis ini merupakan dosis fisiologik.
Seterusnya dapat diberikan selang sehari.

Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta dosisnya:

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis Prednison 4x5 mg atau 3x10mg

Erupsi alergi obat ringan Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

SJS berat dan NET Deksametason 6x5 mg

Eritrodermia Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Reaksi lepra Prednison 3x10 mg

DLE Prednison 3x10 mg

Pemfigoid bulosa Prednison 40-80 mg

Pemfigus vulgaris Prednison 60-150 mg

Pemfigus foliaseus Prednison 3x20 mg

Pemfigus eritematosa Prednison 3x20 mg

Psoriasis pustulosa Prednison 4x10 mg

Reaksi Jarish-Herxheimer Prednison 20-40 mg

Dosis yang tertulis ialah dosis patokan untuk orang dewasa menurut pengalaman, tidak
bersifat mutlak karena bergantung pada respons penderita. Dosis untuk anak disesuaikan
dengan berat badan / umur. Jika setelah beberapa hari belum tampak perbaikan, dosis
ditingkatkan sampai ada perbaikan.

Anda mungkin juga menyukai