Anda di halaman 1dari 148

PRE TEST

STASE ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh :
Ani Suryani

H2A011008

Auliana Putri W

H2A011010

Nadiatul Haque

H2A011031

Ahmad Auli R

H2A012032

Ibnu Fajar Eka W

H2A012009

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang
2016

1 A. TERANGKAN STRUKTUR KULIT


Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh
bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di
dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata + 2 meter persegi dengan
berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak
atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang. Kulit memiliki
fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah
mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus
menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudahmati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar
ultra violet.
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan
seperti jaringan tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang
diambil lebih banyak dari aliran darah, begitu pula dalam pengeluaran
karbondioksida. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan
pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak faktor di
dalam maupun di luar kulit, seperti temperatur udara atau suhu, komposisi
gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit,
tekanan gas di dalam darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaan
vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit dan
pemakaian bahan kimia pada kulit.
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh
berbeda. Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat dengan
tuntutan-tuntutan faali yang berbeda di masing-masing daerah tubuh,
seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak
dan bagian lainnya merupakan pencerminan penyesuaiannya kepada
fungsinya di masing-masing tempat. Kulit di daerah-daerah tersebut
berbeda ketebalannya, keeratan hubungannya dengan lapisan bagian

dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya andeksa yang ada di
dalam lapisan kulitnya. Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau
garis-garis halus yang membentuk pola yang berbeda di berbagai daerah
tubuh serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari
tangan, telapak tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari
(dermatoglifi).

Gambar Struktur Kulit


Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu :
1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3. jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis
atau subkutis)
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik
untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada
bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian
tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan dan
telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada
kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit.
Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
3

memperoleh zat-zat makanan dancairan antar sel dari plasma yang


merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis
paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam.
Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki
inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat
sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat
resisten terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny.
Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan
digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya 28
hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses
pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan
memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses keratinisasi
berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-tahunan, proses
keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari, akibatnya lapisan
tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul
bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya dan penyebaran
melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan
tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan
lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air
dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus
dan turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup
besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier,
terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai
penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening
terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan
bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).

Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel
keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam
protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini
paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi
terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan
jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan
saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada
lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel
berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke
arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju
terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan
jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di
bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalamsusunan
kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju
mengandung kolesterol, asam amino dan glutation.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina
basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang
membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup
besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsifungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah
banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan
lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih
terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit)
pembuat pigmen melanin kulit.
2. Dermis

Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot
penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada
di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk
batang rambut.
Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut,
menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara
kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 %
kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat
diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata
serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dantelapak kaki. Susunan
dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriksinterfibrilar yang
menyerupai selai dan sel-sel.
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,
memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masingmasing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi
mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa
juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat
merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat
tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan
mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar
palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk
melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya
dikeluarkan

melalui

muara

kandung

rambut.

Kelenjar

keringat

menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit


melalui pori-pori kulit. Di permukaan kulit, minyak dan keringat
membentuk lapisan pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam
dengan nilai pH sekitar 5,5. sawar asammerupakan penghalang alami yang
efektif dalam menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai
jasad renik lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan

nilai pH, perlu terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai
menghilang oleh pemakaian kosmetika.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis
yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan
serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga
jaringan penunjang, karena fungsinya adalah membentuk jaringan-jaringan
kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Berkurangnya protein
akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur
hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu
faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa kolagen
mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Perlu
diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat menimbulkan
cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memilikikemampuan
memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.
Di dalam lapisan dermis terdapat dua macam kelenjar yaitu
kelenjar keringat dan kelenjar palit.
a. Kelenjar keringat
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan
duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit,
membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan
kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat di permukaan telapak tangan,
telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu
badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh.
Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan
obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih,
yaitu keringat yang mengandung 95 97 % air dan mengandung beberapa
mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat initerdapat di
seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kakisampai ke kulit
kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14

liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar
keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara
langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting
susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital)
menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta
berbau khas pada setiap orang Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya
alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan
muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitasnya dipengaruhi oleh hormon.
b. Kelenjar palit,
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan
dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang
bermuara

ke

dalam

kandung

rambut

(folikel).

Folikel

rambut

mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan


rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian
tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu
kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel
rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk
melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa,
ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar
sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada
bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar
sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat.
3. Subkutis

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah


dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.
Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan
kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman
jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah
pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua,
kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun.Bagian tubuh
yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan berkurang lemaknya dan
akibatnya kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.
Adneksa Kulit
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas kelenjar keringat dan
kelenjar palit. Ada 2 macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang
kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan
kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih
kental.
Kelenjar enkrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan
dan berfungsi 40 minggu setelah kehamilan. Saluran kelenjar ini berbentuk
spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh
permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan
aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan emosional.
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,
areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin
pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas
mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit,
asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4-6,8 .

Kelenjar palit terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di


telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin
karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasala dari dekomposisi
sel-sel kelenjar. Kelenjar palitbiasanya terdapat di samping akar rambut
dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum
mengandungi trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan
kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada anak-anak jumlah
kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta
mulai berfungsi secara aktif .
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian
kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang
terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai
badan kuku, dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku
tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm
per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku. Kulit tipis
yang yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang
kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium.
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian
yang berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang
merupakan rambut halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada
sbayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak
pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada orang
dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak,
rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi
hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut
velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun
dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen
berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase
katagen. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,,
nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen 20,80% .

10

1 B. TERANGKAN TENTANG UKK


Berdasarkan Morfologi lesinya, UKK dapat dibagi menjadi:
a. Lesi meninggi : Papul, Plak, Nodul, Kista, Urtika, Komedo
b. Lesi mencekung : Erosi, Ulkus, Atrofi, Poikiloderma, Striae, Burrow,
Sklerosis
c. Lesi mendatar : Makula, Patch
d. Perubahan permukaan : Skuama, Krusta, Ekskoriasi, Fisura, Likenifikasi,
Keratoderma
e. Berisi cairan : Vesikel, Bula, Pustula, Abses
f. Vaskular : Purpura, Telangiekstasia.
Berdasarkan Permukaan Kulit lesinya, UKK dapat dibagi menjadi:
a. Setinggi permukaan kulit : Makula
b. Bentuk peralihan, tidak terbatas pada permukaan kulit :

Eritema,

Telangiektasis
c. Diatas permukaan kulit: Urtika, Vesikel, Bula, Kista, Pustul, Abses, Papul,
Nodus, Tumor, Vegetasi
d. Bentuk peralihan: Sikatriks, Hipotrofi, Anetoderma, Erosi, Ekskoriasi,
Ulkus, Skuama, Krusta, Sel-sel asing dan hasil metabolism, Kotoran.
Berdasarkan Kejadiannya, UKK dibagi atas UKK primer, sekunder, dan
UKK khusus. UKK primer adalah bentuk lesi awal, sebelum mengalami
perubahan karena trauma, manipulasi (garukan, gesekan), infeksi sekunder,
atau perubahan alamiah. UKK khusus merupakan UKK yang terjadi pada
kondisi atau penyakit tertentu saja.
a. Lesi primer: Makula, Papula, Urtika, Patch, Plak, Vesikel, Bula,
Pustula, Nodul, Kista
b. Lesi sekunder: Krusta, Skuama, Ulkus, Erosi, Fisura, Ekskoriasi, Skar,
Likenifikasi, Atrofi
c. Lesi khusus: Teleangiektasia, Purpura, Ptekie, Komedo, Burrow, Lesi
target.
LESI PRIMER
a. Bulla dan Vesikel
Bulla adalah lesi yang terisi oleh cairan dengan ukuran > 0.5 cm
sedangkan vesikel > 0.5 cm.Dapat terjadi intraepidermal dan subepidermal.

11

Pada intraepidermal lesi tersebut longgar danmudah pecah dan subepidermal


tegang dan tidak mudah pecah
Patofisiologi: Terjadi karena plasma yang bocor dari pembuluh darah mengisi
ruang epidemis sehinggaterjadi penumpukan cairan.

Vesikel
b.

Bulla

Makula dan Patch


Makula adalah lesi kulit yang datar dimana terjadi perubahan warna

kulit yang dapat berbatastegas atau samar dibandingkan dengan kulit


sekitarnya dengan ukuran < 0.5 cm, sedangkanpatch berukuran > 0.5 cm.
Patofisiologi: Makula Hiperpigmentasi terjadi karena peningkatan sekresi
melanin.Makula Hipopigmentasi terjadi karena penurunan atau tidak adanya
sintesis melanin.Makula Eritem terjadi karena dilatasi pembuluh darah,
ekstravasasi sel-sel darah merahkepermukaan kulit.

Makula

Patch

c. Papul, Nodul, dan , Plak


Papul adalah massa solid dengan ukuran < 0.5 cm, sedangkan nodul
berukuran > 0.5cm.Adapun Plak adalah suatu lesi dengan peninggian yang
permukaannya datar di banding dengan kulit normal dibawahnya.

12

Patofisiologi: Terjadi karena peradangan yang sebagian besar terjadi di


dermis. Kemudiankomponen-komponen peradangan tersebut membentuk
masa yang solid

Nodul

Papul

Plak

d. Kista
Kista adalah suatu ruangan berkapsul dengan epitel yang terdiri dari
cairan atau dari bahanbahansemi solid berupa sel-sel yang telah mati atau
produk-produk sel itu sendiri, sepertikeratin.
Patofisiologi: Terjadi karena peradangan sehingga komponen-komponen
peradangan tersebut membentukmasa yang semisolid.

Kista
e. Urtika
Urtika adalah penonjolan di atas permukaan kulit akibat edema
setempat

dan

dapat

hilangperlahan-lahan,

misalnya

pada

dermatitis

medikamentosa, dan gigitan serangga


Patofisiologi: Terjadi karena edema atau pembekakan yang dihasilkan oleh
kebocoran plasma melaluidinding pembuluh darah di bagian atas dermis

13

Urtika
f. Pustula
Pustula adalah lesi kulit yang terisi dengan pus dibagian epidermis
Patofisiologi: Terjadi karena infeksi bakteri menyebabkan penumpukan
eksudat purulen yang terdiridari pus, leukosit dan debris.

Pustula
g. Abses
Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di
dalam jaringan.misalnya abses Bartholini dan abses banal.
Patofisiologi: Terjadi akumulasi bahan-bahan purulen di bagian dalam dermis
atau jaringanSubkutan

Abses

14

LESI SEKUNDER
a. Sikatriks
Sikatriks/scar adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan
dermis yangsudah hilang. Jaringan ikat ini dapat lebih cekung dari kulit
sekitarnya (sikatriks atrofi), dapatlebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan
dapat normal (uetrofi/luka sayat). sikatriks tampaklicin, garis kulit dan
adneksa hilang.
Patofisiologi: Terjadi karena proliferasi jaringan fibrosa digantikan oleh
jaringan kolagen setelahterjadinya luka atau ulserasi.

Sikatrik
b. Erosi
Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. kulit tampak
menjadi merahdan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak
Patofisiologi: Terjadi karena adanya trauma sehinggga terjadi pemisahan
lapisan epidermis denganlaserasi rupture vesikel atau bula dan nekrosis
epidermal.

Erosi
c. Likenifikasi
Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan kulit
tampak lebih jelas.

15

Patofisiologi: Terjadi karena perubahan kolagen pada bagian superficial


dermis menyebabkan penebalankulit.

Likenifikasi
d. Eksoriasi
Eksoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris
sehingga kulit tampakmerah disertai bintik-bintik perdarahan. ditemukan pada
dermatitis kontak dan ektima
Patofisiologi: Terjadi karena adanya lesi yang gatal sehingga di garuk dan
dapat menyebabkan perdarahan.

Eksoriasi
e. Krusta
Krusta adalah onggokan cairan darah, nanah, kotoran, dan obat yang
sudah mongering diatas permukaan kulit misal impetigo krustosa. Krusta
dapat berwarna hitam, merah atau coklat.
Patofisiologi: Terjadi karena ketika papul, pustule, vesikel bulla mengalami
rupture atau pecah cairan ataubahan-bahan yang terkandung di dalamnya akan
mengering.

16

Krusta
f. Atrofi
Atrofi adalah pengurangan ukuran sel, organ atau bagian tubuh tertentu
Patofisiologi:

Penurunan

jaringan

ikat

retikuler

dermis

sehingga

menyebabkan penekanan permukaan kulityang reversible.

Atrofi

Berbagai istilah ukuran, susunan kelainan/ bentuk serta penyebaran dan lokalisasi
dijelaskan berikut ini.
Ukuran
1. Miliar : sebesar kepata jarum pentul.
2. Lentikular : sebesar biji jagung
3. numular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah
4. plakat : en plaque, lebih besar dari nummular.
Susunan kelainan/bentuk
1. Liniar : seperti garis lurus
2. sirsinar/anular : seperti lingkaran
3. arsinar : berbentuk bulan sabit
4. polisiklik : bentuk pinggiran yang sambung menyambung
5. korimbiformis ; susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anakanaknya.

17

Bentuk lesi
1. teratur : misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya.
2. tidak teratur : tidak rnernpunyai bentuk teratur.
Penyebaran dan lokalisasi
1. sirkumskrip : berbatas tegas
2. difus : tidak berbatas tegas
3. genaralisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh
4. regional : mengenai daerah tertentu badan
5. universalis : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%- 100%)
6. solitar : hanya satu lesi
7. herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
8. konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
9. diskret : terpisah satu dengan yang lain
10. serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh
penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan
11. irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna
yang lebih gelap di tengahnya.
12. simatrik : mengenai kedua belah badan yang sama
13. bilateral : mengenai kedua belah badan
14. unilateral : mengenai sebelah badan.

18

19

20

2 A. TERANGKAN DAN TATALAKSANA URTIKARIA


Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya
dapat dikelilingi halo.
Etiologi
Pada

penyelidikan

ternyata

hampir

80%

tidak

diketahui

penyebabnya. Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:


1.

Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologik maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin,
sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria secara imunologik
tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan
zat kontras.

2.

Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut,
umumnya

akibat

reaksi

imunologik.

Makanan

yang

sering

menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat,


tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.

21

3.

Gigitan

atau

sengatan

serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika
setempat, hal ini lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe
seluler (tipe IV).
4.

Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid,
bahan kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

5.

Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap,
bulu binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan
urtikaria alergik (tipe I).

6.

Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang,
serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan,
bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga), dan
bahan kosmetik.

7.

Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas,
faktor tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara
imunologik maupun non imunologik. Dapat timbul urtika setelah
goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam
kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena
Darier.

8.

Infeksi dan infestasi


Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya
infeksi bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.

9.

Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .

10.

Genetik

22

Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun


jarang menunjukkan penurunan autosomal dominant.
11.

Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan
urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigenantibodi.

Klasifikasi
Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik
klinis daripada etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi
atau patogenesis urtikaria dan banyak kasus karena idiopatik. 3 Terdapat
bermacam-macam klasifikasi urtikaria, berdasarkan lamanya serangan
berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik.
1.

Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu
atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi
individu biasanya hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anakanak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20%-30% pasien
dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau rekuren.

2.

Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian)
selama lebih dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam.
Gejalanya mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait
dengan kualitas hidup.

3.

Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals
di tempat di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau
mukosa. Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi
(melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-independen).

4.

Urtikaria Fisik

23

a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria
fisik dan merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang
biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem yang muncul beberapa
detik setelah kulit digores.9,10 Dermographism tampak sebagai garis
biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara
muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan
tetapi, kulit biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat
muncul.

Gambar . Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear


wheal.

b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan
atau tanpa immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi
terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan
delayed pressure urticaria.9
c. Delayed pressure urticaria
Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema
lokal, sering disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi
tekanan terhadap kulit. Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang
keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan
setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.9

Gambar Delayed Pressure Urticaria pada Kaki.


24

Gambar . Cold Urticaria.

d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik
didapat, dapat berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah
beberapa tahun karena paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerjapekerja di pengasahan logam karena getaran-getaran gerinda.Urtikaria ini
dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan dalam
keluarga.Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan
diturunkan (herediter).Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah
paparan yang meliputi perubahan dalam temperatur lingkungan dan kontak
langsung dengan objek dingin.Jarak antara paparan dingin dan onset
munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode
adalah 12 jam.

f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti
tubuh.Cholinergic urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel
mast. Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil
kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas
merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.

Gambar . Cold Urticaria.

25

g. Local heat urticaria


Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran
terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal,
biasanya muncul 5 menit setelah kulit terpapar panas diatas 43C. Area
yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan menjadi merah,
bengkak dan indurasi.

h. Solar urticaria
. Local
Heat Urticaria.
Solar urticaria Gambar
timbul sebagai
biduran
eritema dengan pruritus,

dan kadang-kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit


setelah paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan.
Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat
ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA),
UVB, dan sinar/cahaya yang terlihat.

Gambar . Solar Urticaria.

26

i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks
terdiri dari pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan
intestinal), dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria. Exerciseinduced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai stimulusnya.

Gambar . Exercise-induced anaphylaxis.

j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh
white halo yang terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria
terjadi karena peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah
rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan
coklat.
k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus
Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat
menghasilkan urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria
karena bertindak sebagai pembawa antigen-antigen epidermal yang larut
air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan
cholinergic urticaria.

27

5.

Sindrom Khusus
a. Schnitzler syndrome
Schnitzler Syndromeadalah varian unik urtikaria kronis yang
ditandai oleh pruritic non-wheals yang berulang, demam intermiten, nyeri
tulang, arthralgias, atau radang sendi, terdapat peningkatan erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dan monoclonal IgM gammopathy.
b. Muckle-Wells syndrome
Muckle-Wells syndrome adalah suatu kelainan yang berhubungan
dengan autoinflammatory yang ditandai dengan urtikaria, arthralgia,
ketulian sensorineural yang progresif, dan amiloidosis.
c. Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy
Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak
disertai gatal yang dikenal dengan

Pruritic Urticarial Papules and

Plaques of Pregnancy (PUPP). Erupsi muncul secara tiba-tiba dengan 90%


di abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar secara simetris
dengan tidak melibatkan wajah.
d. Urticarial vasculitis
Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria
kronis. Berbeda dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial vasculitis
cenderung bertahan lebih lama dari 24 jam dan berkaitan dengan sensasi
panas, nyeri, dan gatal. Lesi ini juga digambarkan sebagai penyembuhan
dengan atau petechiae purpura karena garukan.
Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat,

sehingga

terjadi

transudasi

cairan

yang

mengakibatkan

pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat


disertai kemerahan.Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat
terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin,
serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin
oleh sel mast dan atau basofil.

28

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang


sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang
nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate)
memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein,
polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan
kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk
melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul,
sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa
keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat merangsang
langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi
sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah
pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.
Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema
angioneurotik yang herediter.

29

FAKTOR NON
IMUNOLOGIK

FAKTOR IMUNOLOGIK

Reaksi tipe I (IgE)

Bahan kimia pelepas


mediator

(inhalan, obat,
makanan, infeksi)

(morfin,kodein)

Reaksi tipe IV
(kontaktan)
Faktor fisik
Pengaruh komplemen

(panas, dingin,
trauma,
sinar X, cahaya)

SEL
MAS
BASOFI
L

Aktivasi komplemen
klasik alternatif
(Ag-Ab, venom,
toksin)
Reaksi tipe II

Efek kolinergik

Reaksi tipe III

Faktor genetik
(defisiensi C1 esterase
inhibitor)
PELEPASAN
MEDIATOR
Alkoho
l

(histamin, SRSA,
serotonin, kinin,
PEG, PAF)
VASODILATASI

Emosi
Dema
m

PERMEABILITAS

Idiopat
ik?

KAPILER

URTIKARIA

30

Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang


Menimbulkan Urtikaria

Gejala dan Tanda


Gejala
Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:
a. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
b. Biduran berwarna merah muda sampai merah.
c. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
d. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala
Tanda
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
a.

Klinis tampak eritema


dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang bagian tengah
tampak lebih pucat.

b.

Bentuknya

dapat

Jika

reaksi

papular, lentikular, numular, dan plakat.


c.

ada

anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory


distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
d.

Jika ada lesi yang


gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan, maka merupakan
lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan perubahan
pigmentasi.

31

e.

Pemeriksaan

untuk

dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan


diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.
f.

Edema jaringan kulit


yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi:

Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.

Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi


kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.

Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.

Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.

Diagnosis Banding
1. Angioedema
Angioedema

adalah

pembengkakan

yang

disebabkan

oleh

meningkatnya permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan


mukosa, dan lapisan submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran
cerna.
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering
dijumpai. Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter
terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus.
Lokalisasinya dapat tersebar di seluruh tubuh, terutama pada tempat yang
tertutup pakaian. Efloresensi berupa makula eritroskuamosa anular dan solitar,
bentuk lonjong dengan tepi hampir tidak nyata meninggi dan bagian sentral
bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang lesi sesuai dengan garis lipat kulit
dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon cemara. Lesi inisial (herald
patch = medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular, berdiameter 2-6 cm.
Jarang terdapat lebih dari 1 herald patch.

32

3. Urtikaria pigmentosa
Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa
hiperpigmentasi yang

berlangsung sementara, kadang-kadang disertai

pembengkakan dan rasa gatal. Lokalisasi terutama pada badan, tapi dapat juga
mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa makula coklatkemerahan atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat
juga berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel.
4. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah dermatitis pada individu dengan riwayat atopi
pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial,
rhinitis alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Gejala
utama adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya
lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga
timbul papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.
5. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Pada yang akut dimulai dengan
bercak

eritematosa

yang

berbatas

jelas

kemudian

diikuti

edema,

papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan
erosindan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama,
papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. 2 Pemeriksaan
darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit

penyerta.

Pemeriksaan-pemeriksaan

seperti

komplemen,

autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan
urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1
inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema

33

berulang tanpa urtikaria.19Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa


pada urtikaria dingin.
b.

Pemeriksaan

gigi,

telinga-hidung-

tenggorok, serta usapan vagina.


Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c.

Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik
(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan
serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai
sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya
faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies.

d.

Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila testes alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian,
tes provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin
keamanannya.

e.

Tes eleminasi makanan


Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.

f.

Tes foto tempel


Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.

g.

Suntikan mecholyl intradermal


Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa
urtikaria kolinergik.

h.

Tes fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test)atau air hangat apabila
dicurigai adanya alergi pada suhu tertentu.

i.

Pemeriksaan histopatologik
Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu
diagnosis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak antara

34

serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain itu


terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh
limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik
perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat
jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.
Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan
kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu
campuran limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel
inflamasi lainnya.
Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari
respon alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat
parah atau urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit.
Spektrum histopatologi berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai
dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, secondline therapy, dan third-line therapy.
a.

First-line therapy
First-line therapy terdiri dari:
a.

Edukasi

kepada

pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria tidak


mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi adekuat, dan fakta
jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b.

Langkah non medis


secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas,


stres, alcohol, dan agen fisik.

35

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE


inhibitor.

Menghindari agen lain yang mungkin menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1%


atau 2%.

c.

Antagonis

reseptor

histamin
Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya
menetap. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema
dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor H 1
namun efektifitas sering berkaitan dengan efek samping farmakologik
yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru
yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H 1 tetapi nonsedasi
golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.
Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah
terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini
diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam.
Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam
(misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah
pemberian oral. Efektifitas lebih lama dibandingkan AH1 yang klasik.
Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistaminlong acting.
Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi
karena tidak dapat menembus sawar darah otak.
Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada
beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah
tipe H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena
efeknya yang minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H 2
adalah cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan famotidine.
b.

Second-line therapy

36

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line
therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan nonfarmakologi.
a.

Photochemotherapy
Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen
plus UVA [PUVA] telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola
urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

b.

Antidepresan
Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis
reseptor H1dan H2 dan lebih efektif dan lebih sedikit efek sedasi daripada
diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik. Dosis doxepin
bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang
dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan berefek
signifikan pada reseptor H1dan antipruritus. Pada kasus urtikaria fisik
dandelayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.

c.

Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, terapi urtikaria
seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak
berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain
(misalnya, keganasan, mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat
digunakan dalam urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan
antihistamin. Sebuah kursus singkat dari kortikosteroid oral (diberikan
setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering) atau dosis
tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan untuk episode
urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid
harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria
kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia,
osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.
Contoh

obat

kortikosteroid

adalah

prednison,

prednisolone,

methylprednisolone, dantriamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi

37

prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis


dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak
0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat
mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60
mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis
anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis).
Methylprednisolone

dapat

membalikkan

peningkatan

permeabilitas

kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anakanak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.
d.

Leukotriene Receptor Antagonist


Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan
mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria
kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist
seperti montelukast, zafirlukast, danzileuton menunjukkan keunggulan
yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan
urtikaria kronik.

e.

Antagonis saluran kalsium


Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus
danwhealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri
atau

dikombinasikan

dengan

antihistamin.

Mekanisme

nifedipin

berhubungan dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast


kutaneus.
3. Third-line therapy
Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak
berespon

terhadap

first-linedansecond-line

therapy.

Third-line

therapy

menggunakan agen immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus,


methotrexate,

cyclophosphamide,

mycophenolate

mofetil,

danintravenous

immunoglobulin (IVIG). Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali


mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya
meliputi plasmapheresis, colchicine, dapsone, albuterol (salbutamol), asam
tranexamat, terbutaline, sulfasalazine, hydroxychloroquine, dan warfarin.

38

a.

Immunomudulatory Agents
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam

mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine


dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga
pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin.
Tacrolimus dengan dosis 20-g/mL setiap hari dapat mengobati pasien
dengan corticosteroid-dependent urticaria.
Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen
pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme
yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi
anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor
H1 dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG
endogen.
b.

Plasmapheresis
Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan

urtikaria autoimun kronikURTIKARI


yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup
A

untuk mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan


histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan
immunosuppressant pharmacotherapy.
c.

Obat lainnya
Dapsonedan/atau

colchicine

mungkin

dapat

bermanfaat

dalam

First-line
Second-line
Third-line
mengelola
urtikaria
ketika
infiltrat
neutrophil
terlihat
secara histologis, tetapi
Therapy
Therapy
Therapy

mungkin paling berguna


untuk urticarial vasculitis.
Hydroxychloroquine
Edukasi
Farmakologi
Immunomodulat
Langkah
ory pengobatan
agent
juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam
urtikaria
non-medis
Nonkronik
idiopatik; danfarmakologi
telah dikaitkan dengan respon
yang baik pada
Cyclosporine
Tacrolimus
hypocomplementemic urticarial
2-adrenoceptor
Antihistamin
PUVA vasculitis. Meskipun
Plasmapheresis
agonist terbutaline telah Antidepresa
dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik,
n
Obat lain:
penggunaannya umumnyaidtidak dianjurkan karena efek samping seperti
Colchicine
takikardia dan insomnia Leukotriene
yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh
Dapsone
receptor
Hydroxychlor
antagonist
banyak pasien.
oquine
CCB
Terbutaline
39
Gambar 11. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.

Identifikasi dan
menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat


vasodilatasi kulit
(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)
Ringan

SedangBerat

Antihistamin H1 non

Antihistamin H1 non

sedatif

sedatif

Berat
(Distress pernapasan,
asma, edema laring)

Epinefrin subkutan

Antihistamin H1 non
sedatif
+
Kortikosteroid oral
NAC selama 3
minggu

Kortikosteroid
sistemik
(oral atau IV)

NA
Antihistamin
H1 (IM)
C

NAC: not adequately


controlled

Gambar 12. Pedoman Penatalaksanaan


Urtikaria Akut.20

40

Identifikasi dan

Pada urtikaria akut, menghilangkan


identifikasi dan menghilangkan
penyebab adalah ideal,
penyebab.;
namuns sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus.
Mengurangi faktor non spesifik yang
memperberat vasodilatasi kulit

Meskipun demikian, faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau


dihilangkan. Kami menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria akut ringan

(alkohol, aspirin, olahraga,


NA stress emosional)
seharusnya memulai pengobatan dengan antihistamin
H 1 non sedatif. Pada pasien
C H non
Antihistamin

1
dengan urtikaria akut sedang-berat, antihistamin
H1 non sedatif seharusnya juga

sedatif

menjadi terapi pilihan utama. Jika keadaan


NAakut tidak dapat dikendalikan secara
Cnon pendek seharusnya ditambahkan.
adekuat, pemberian kortikosteroid
oral H
jangka
Antihistamin
1

Pada pasien yang menunjukkan sedatif


urtikaria akut yang berat dengan gejala distress
pernapasan, asma, atau edema laring,
+ pengobatan yang mungkin diberikan berupa
epinefrin subkutan, kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin
Tambahan obat:

H1 intramuskuler.

antihistamin H1 pada

malam hari,
antidepresan trisiklik,
Antihistamin
antihistamin
H2. H1 +
kostikosteroid oral
jangka pendek +
pencarian/penanganan
untuk urtikaria karena
vaskulitis, faktor
tekanan, dan lain-lain +
NAC: not adequately
dicoba obat lain
controlled
Gambar 13. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Kronik.

41

Urtikaria kronik memberikan tantangan yang agak banyak dan seharusnya


selalu dirujuk ke spesialis untuk evaluasi diagnostik dan program penanganan.
Strategi penanganan awal seharusnya kembali menggunakan antihistamin H1 non
sedatif. Terapi tambahan lain mungkin berguna, yaitu antihistamin H1 sedatif
menjelang tidur, antidepresan trisiklik, atau antihistamin H2. Sebagai tambahan
antihistamin H1 mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan kortikosteroid
jangka pendek dengan harapan dapat memotong siklus penyakit.
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit
dicari.
2 B. TERANGKAN DAN PENATALAKSANAAN ACNE

42

a. Pengertian akne
Penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustule, nodus, dan kista pada
tempat predileksinya
b. Klasifikasi
Klasifikasi yang dibuat oleh Plewig dan Kligman dalam buku mereka
yaitu :
1) Akne vulgaris dan varietasnya
- Akne tropikals
- Akne fulminan
- Piderma fasiale
- Akne mekanika, dan lainnya
2) Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya
- Akne kosmetika
- Pomade akne
- Akne klor
- Akne akibat kerja
- Akne detergen
3) Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya
- Solar comedones
- Akne radiasi (sinar X, kobal)
Penggolongan ini membedakannya secara jelas dengan kelainan secara
jelas dengan kelainan yang irip akne, erupsi akneiformis, akibat induksi
obat yang digunakan secara lama, misalnya kortikostreroid, ACTH,
INH,

iodide

dan

bromide,

vitamin

B12,

difenil

hidantoin,

trimetadion,Phenobarbital.
Pada akne vularis terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak
kelenjar, akibat pengaruh berbagai penyebab. Pada akne venenata
terjadi penutupan oleh massa eksternal. Pada akne fisis, saluran keluat
menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar
radioaktif.
c. Etiologi dan pathogenesis akne vulgaris
1) Perubahan pada keratinisasi dalam folikel yang biasanya berlangsung
longgar berubah menjdai padat sehingga sukar epas dari saluran foikel
tersebut.
2) Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan penigkatan unsure
komedogenik dan inflamatogeik penyebab lesi akne.

43

3) Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses


inflamasi folikel dalam sebu dan kekekntalan sebum yanh penting pada
pathogenesis penyakit.
4) Peningkatan jumlah flora folikel yang berperan pada proses kemotaktik
inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid
sebum.
5) Terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating anibodies
yang memperberat akne.
6) Peningkatan kadar hormone androgen, anabolic, kortikosteroid,
gonadotropin serta ACTH yang ungkin menjadi faktor penting kegiatan
kelenjar sebasea.
7) Terjadinya stress psikik yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea,
baik secara langsung atau mulai rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
8) Faktor lain; usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang secara tidak
langsung dapat memacu peningkatan proses pathogenesis.
d. Gejala klinis
Tempat predileksi akne vulgaris adalah dimuka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas, dan
glutea kadang-kadang terkena. Erups kulit polimorfi, dengan gejala
predominan salah satunya, komedo, papul, yang tidak beradang dan
pustule, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun
umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Komedo adalah gejala
patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang tengahnya mengandung
sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsure meanin
sisebut komedo hitam atau komedo terbuka. Sedang bila berwarna putih
letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsure melanin disebut
sebagai komedo putih atau komedo tertutup.

44

e. Gradasi
Gradasi menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan
pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris
yang dikemukakan, salah satunya sebagai berikut :
1) Komedo dimuka
2) Komedo, papul, pustule, dan peradangan lebih dalam dimuka.
3) Komedo, papul, pustule, dan peradangan lebih dalam dimuka, dada,
punggung.
4) Akne konglobata.

45

f. Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya
kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan
massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti
dengan jaringan ikat pebatas massa cair sebum yang bercampur dengan
dara, jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jassad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan pathogenesis penyakit dapat dilakukan dilaboratorium
mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, amun hasilnya sering
tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula dilakukan
untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas
meningkat dank arena itu pada pengobatan dan pencegahan digunakan cara
untuk mencegahnya.
g. Diagnosis banding
1) Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturate, bromide, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule

46

mendadak tanpa adanya komedo dihampir seuruh bagian tubuh. Dapat


disertai demam dan dapat terjaddi disemua usia.
2) Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3) Rosasea, merupakan penyakit peradangan kronik didaerah muka
dengan gejala eritema, pustule, telangiektasis dan kadang-kadang
disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila
kombinasi degan akne.
4) Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejal
klinis polimorfi eritema, papul, pustule, disekitar mulut yang terasa
gatal.
h. Penatalaksanaan
Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obat
topical, obat sistemik, bedah kulit atau ombinasi cara-cara tersebut.
1) Pengobatan topical
- Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit, sulfur (4-8%), resorsinol
(1-5%), asam salisilat dan lain-lain. Kemudian digunakan pula asam
alfa hidroksil, misalnya asam glikolat(3-8%). Obat lain ialah
retinoid. Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan cara
pemakaian yang berhati-hati dimulai dengan konsentrasi yang
paling rendah. Retinoid ialah suatu molekul yang secara langsung
atau melalui konversi metabolic mengikat dan mengaktifkan
reseptor asam retinoid. Sediaannya ada tiga ialah krim 0.025%,
0.05% dan 0.01%; solusio 0.05%. Obat yang lebih baru ialah gel
-

atau lotion adapolin dan gel atau krim tazarotin0.1%.


Antibiotika topical yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam
folikel yang berperan dalam etiopatogenesis akne vulgaris, misalnya

oksi tetrasiklin (1%), eritrimisin (1%), klindamisin fosfat (1%).


Antiperadangan topical, salap atau krim kortikosteroid kekuatan
ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi
kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid 10mg/cc) pada esi
nodulo-kistik.

47

Lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan

jasad renik.
2) Pengobatan sistemik
- Antibakteri sistemik, tetrasiklin (250mg-1.0mg/hari), azitromisin
250-500mg seminggu 3 kali, eritromisin 4x250mg/hari, dan
trimetroprim-sulfnetoksazol untuk akne yang parah dan tidak
responsive dengan obat lain, karena efek sampingnya. Obat lain
-

ialah klindamisin dan dapson (50-100 mg sehari).


Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara
kompetitif menduduki reseptor organ target dikelenjar sebasea,
misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau
antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan
untuk penderita wanita dewasa akne vulgaris beradang yang gagal
dengan terapi yang lain. Kortikosteroid sistemik iberikan unruk
menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal,
misalnya prednisone (7,5mg/hari) atau deksametason (0,25-

0,5mg/hari).
Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai
antikeratinisasi (50.000ui-150.000ui/hari) sudah jarang digunakan
karena

efek

sampingnya.

Isotretinoin

(0,5-1mg/kgBB/hari)

merupakan derivate retinoid yang menghambat produksi sebum


sebagai pilihan pada akne nodulokistik atau konglobata yang tidak
-

sembuh dengan pengobatan lain.


Obat lainnya, misalnya antiinflamasi

non-steroid/ibuprofen

(600mg/hari) dapson (2x100mg/hari), seng sulfat (2x200mg/hari).


3) Bedah kulit
- Bedah skalpe digunakan untuk meratakan sisi jaaaringan parut yang
menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik
-

yang dalam.
Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi

yang dapat mempercepat penyembuhan.


Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan
jaringan parut yang berbenjol.

48

Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk

mempercepat penyembuhan radang.


Dermebrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi

pasca akne yang luas.


4) Terapi terbaru
Spironolakton (aldakton, spiraktin) adalah steroid sintetik dan diuretic
lemah, dapat menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen
dan antiandrogen terhadap akne, apabila akne yang disertai geala sebore
dan atau hipertrikosis. Dosis yang diberikan adalah 50-100mg/hari
selama 6-9 bulan dan dapat diulangi setelah tenggng 3 hari. Efek
samping yang harus dicermati ialah hipotensi, sehingga dosisnya harus
diturunkan menjadi 25mg/hari.
5) Terapi sinar
Terapi sinar biru adalah terapi akne dengan memakai sinar biru
(panjang gelombang 420nm) yang dapat membasmi P.acne dengan cara
merusak porfirin dalam sel bakteri.
Photodynamic therapy (PDT) merupakan hal terbaru yang diujicobakan
pada pasien akne, terdiri atas 2 tahap/langkah terapi, yaitu pemberian
photosensitizer secara topical, oral atau intraena yang akan ditangkap
oleh sel target dalam jaringan hiperproliferatif (kelenjar sebasea),
kemudian diaktivasi menghasilkan oksigen oleh sumber sinar. Terapi
masih dalam penelitian
i. Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik. akne vulgaris umumnya sembuh
sebelum mencapai usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap
sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat-inap
dirumah sakit.
3 A. TERANGKAN PENGECATAN BTA, IM DAN IB
Pemeriksaan bakterioskopik
Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang
diperoleh melalui irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian diberi
pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae. Pemeriksaan ini
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan

49

pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan
kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil
tahan

asam

(BTA)

yaitu

dengan

menggunakan

Ziehl-Neelsen.

Bakterioskopik negatif pada seorang penderita bukan berarti orang


tersebut tidak mengandung kuman M. leprae.
Pertama harus ditentukan lesi kulit yang diharapkan paling padat
oleh kuman, setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan
diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk pemeriksaan
rutin sebaiknya minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian
bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif yaitu yang paling eritematosa
dan paling infiltratif. Pemilihan kedua cuping telinga tersebut tanpa
melihat ada tidaknya lesi di tempat tersebut, karena pada tempat tersebut
mengandung kuman paling banyak.
Mycobacterium leprae tergolong BTA tampak merah pada sediaan.
Dibedakan atas batang utuh (solid), batang terputus (fragmented) dan
butiran (granular). Bentuk solid adalah kuman hidup, sedangkan pada
bentuk fragmented dan granular adalah kuman mati. Kuman dalam bentuk
hidup lebih berbahaya karena dapat berkembang biak dan dapat
menularkan ke orang lain.
Cara Pengambilan Bahan
Cara pengambilan bahan dengan menggunakan skalpel steril.
Setelah lesi tersebut didesinfeksi kemudian di jepit antara ibu jari dan jari
telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga kerokan jaringan mengandung
sedikit mungkin darah yang akan mengganggu gambaraan sediaan. Irisan
yang dibuat harus sampai di dermis, melampaui supepidermal clear zone
agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow
(sel leprae) yang di dalamnya mengandung kuman M. leprae. Kerokan
jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yang klasik yaitu Ziehl Neelsen. Untuk
pewarnaan ini dapat digunakan modifikasi Ziehl Neelsen dan cara-cara

50

lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya disesuaikan dengan


keadaan setempat.
Sediaan mukosa hidung diperoleh dengan cara nose blows, terbaik
dilakukan pagi hari yang ditampung pada sehelai plastik. Perhatikan sifat
duh tubuh (discharge) tersebut, apakah cair, serosa, bening, mukoid,
mukopurulen, purulen, ada darah atau tidak. Sediaan dapat dibuat
langsung atau plastik tersebut dilipat dan dikirim ke laboratorium. Dengan
kapas lidi bahan dioleskan merata pada gelas alas.
Fiksasi harus pada hari yang sama, pewarnaan tidak perlupada hari
yang sama. Cara lain mengambil bahan kerokan mukosa hidung dengan
alat semacam skalpel kecil tumpul atau bahan olesan dengan kapas lidi.
Sebainya diambil dari daerah septum nasi, selanjutnya dikerjakan seperti
biasa =. Sediaan dari mukosa hidung jarang dilakukan karena. :
Kemungkinan adanya M. atipik
M. leprae tidak pernah positif kalau pada kulit negatif
Bila diobati, hasil pemeriksaan mukosa hidung negatif lebih dulu bila
dibandingkan dengan kerokan jaringan kulit.
Rasa nyeri saat pemeriksaan
M. leprae tergolong BTA, akan tampak merah pada sediaan.
Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan
butiran (granular). Bentuk solid adalah kuman hidup, sedangkan
fragmented dan granular merupakan bentuk mati. Secara teori penting
untuk membedakan antara yang hidup dan yang mati, sebab bentuk yang
hidup itulah yang lebih berbahaya, karena dapat berkembang biak dan
dapat menularkan ke orang lain. Dalam praktek sukar sekali menentukan
solid dan nonsolid, oleh karena dipengaruhi oleh banyak macam faktor.
Sejak pengambilan bahan kerokan jaringan sampai selesai menjadi
sediaan, perlengkapan laboratorium, siapa yang mengerjakan, yang melihat
dan yang menginterpretasikan sediaan, akan menentukan mutu hasil
bakterioskopik. Meskipun sudah ada ketentuan/patokan solid dan nonsolid,
interpretasi yang melihat itulah yang akan menimbulkan perbedaan.
Andaikata ada satu sediaan dilihat oleh dua atau beberapa orang, besar
51

kemungkinan akan memberikan hasil yang berbeda antara satu dengan


yang lain. Hal ini menyebabkan suatu institut terkenal dan termasuk tertua
di dunia tidak berani membedakan antara solid dan nonsolid.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan non-solid pada
sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan rentang nilai
dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. Interpretasi hasil adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

0 apabila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).


1+ apabila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ apabila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ apabila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ apabila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ apabila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ apabila >1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Indeks bakteri seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat


sediaan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya
dengan minyak emersi pada pembesaran lensa objektif 100 kali.
Indeks

morfologi

(IM)

adalah

persentase

bentuk

solid

dibandingkan dengan jumlah solid dan non-solid yang berguna untuk


mengetahui daya penularan kuman dan untuk menilai hasil pengobatan
dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
Rumus IM:

Syarat perhitungan :
- Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
- IB 1 + tidak perlu dibuat IM-nya, karena untuk mendapat 100 BTA
harus mencari dalam 1000 sampai 10.000 lapangan
- Mulai dari IB 3 + harus dihitung IM-nya, sebab dengan IB 3 +
maksimum harus dicari dalam 100 lapangan.
Contoh Perhitungan IB dan IM
Tempat Pengambilan

IB

Solid

Nonsolid

IM

52

Telinga kiri
Telinga kanan
Ujung jari tangan kiri
Ujng Jari tangan kanan
Lesi I
Lesi II

4+
3+
1+
2+
3+
5+
18

9
8
0
1
7
8
33

91
92
5
22
93
92
395

9%
8%
0
1/23%
7%
8%

IB penderita : 18 : 6 = 3+
IM penderita : 33 : (33+395) = ....%
Ada pendapat, bahwa jika jumlah BTA kurang dari 100,
dapat pula dihitung IM-nya tetapi tidak dinatakan dalam %, tetap
dalam pecahan yang tidak boleh diperkecil atau diperbesar. Sebagai
contoh umpamanya solid ada 4, nonsolid ada 44, maka IM 4:48.
Sebaiknya diadakan standarisasi embuatan sediaan dan
pengamatan

sediaan

antar

laboratorium,

nasional

maupun

international. Ada tindak lanjut sediaan bakterioskopik sebaiknya


dilakukan oleh laboratorium dan tenaga laboratorium yang sama
pula, agar obyektifitas dapat dipertahankan. Standarisasi IB masih
dapat dilaksanakan, tetapi untuk IM sangat sulit, bahkan ada yang
berpendapat tidak mungkin.
3 B. PEMBAGIAN LEPRA MENURUT WHO DAN RIDLEYJOPLING
Menurut Kongres Internasional Madrid (1953), lepra dibagi atas tipe
Indeterminan (I), tipe Tuberculoid (T),

tipe Lepromatosa dan tipe

Borderline (B). Ridley Jopling (1960) membagi lepra kedalam berbagai


tipe yaitu Indeterminan (I), Tuberculoid polar (TT), Borderline
Tuberculoid (BT), Mid Borderline (BB), Borderline Lepromatous (BL),
dan Lepromatosa polar (LL).
Tipe I tidak termasuk dalam spektrum. Tipe TT adalah tipe
tuberculoid polar yaitu tuberculoid 100% yang merupakan tipe stabil
sehingga tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga dengan tipe LL yang
merupakan tipe lepromatosa polar, yaitu lepramatosa 100% , mempunyai
sifat stabil dan tidak mungkin berubah lagi. BB merupakan tipe campuran
53

yang terdiri atas 50% tuberculoid dan 50% lepromatosa. Pada tipe BT
lebih banyak tuberculoid, sedangkan pada tipe BL lebih banyak
lepromatosa. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil yang berarti
bahwa dapat dengan bebas beralih tipe, baik ke arah tipe TT maupun tipe
LL.
Menurut WHO pada 1981, lepra dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe
Multibasilar (MB) dan tipe Pausibasilar (PB).
1) Lepra tipe PB ditemukan pada seseorang dengan SIS baik. Pada
tipe ini berarti mengandung sedikit kuman yaitu tipe TT, tipe BT
dan tipe I. Pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan Indeks Bakteri
(IB) kurang dari 2+.
2) Lepra tipe MB ditemukan pada seseorang dengan SIS yang
rendah. Pada tipe ini berarti bahwa mengandung banyak kuman
yaitu tipe LL, tipe BL dan tipe BB. Pada klasifikasi RidleyJopling dengan Indeks Bakteri (IB) lebih dari 2+.
Berkaitan dengan kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah
terjadi perubahan yaitu lepra PB adalah lepra dengan BTA negatif
pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit, yaitu tipe I, tipe TT dan tipe
BT menurut klasifikasi Ridley-Jopling. Apabila pada tipe-tipe tersebut
disertai BTA positif maka akan dimasukkan kedalam lepra tipe MB.
Sedangkan lepra tipe MB adalah semua penderita lepra tipe BB, tipe
BL dan tipe LL atau apapun klasifikasi klinisnya dengan BTA positif,
harus diobati dengan regimen MDT (Multi Drug Therapy)-MB.
Manifestasi Klinis Lepra
Tanda dan gejala penyakit lepra tergantung pada beberapa hal yaitu
multiplikasi dan diseminasi kuman M. leprae, respon imun penderita
terhadap kuman M. leprae serta komplikasi yang diakibatkan oleh
kerusakan saraf perifer.
Karakteristik klinis kerusakan saraf tepi:

54

1) Pada tipe tuberculoid yaitu awitan dini berkembang dengan cepat,


saraf yang terlibat terbatas (sesuai jumlah lesi), dan terjadi
penebalan saraf yang menyebabkan gangguan motorik, sensorik
dan otonom.
2) Pada tipe lepromatosa yaitu terjadi kerusakan saraf tersebar,
perlahan tetapi progresif, beberapa tahun kemudian terjadi
hipoestesi (bagian-bagian dingin pada tubuh), simetris pada
tangan dan kaki yang disebutglove dan stocking anaesthesia
terjadi penebalan saraf menyebabkan gangguan motorik, sensorik
dan otonom dan ada keadaan akut apabila terjadi reaksi tipe 2.
3) Tipe borderline merupakan campuran dari kedua tipe (tipe
tuberculoid dan tipe lepromatosa)
Tabel Gambaran klinis, bakteriologis dan imunologis lepra tipe
MB.
Sifat

Lepramatosa
(LL)

Borderline
Lepromatosa
(BL)

Mid
Borderline
(BB)

Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus
Tidak terhitung,
praktis tidak ada
kulit sehat

Makula
Plakat
Papul

Plakat
Dome-shaped
(kubah)
Punched-out
Dapat
dihitung, kulit
sehat jelas ada

Lesi
-

Bentuk

Jumlah

Distribusi

Simetris

Permukaan

Halus berkilat

Batas
Anestesia

Tidak jelas
Tidak
ada
sampai
tidak
jelas

Agak jelas
Tidak jelas

Agak kasar,
agak berilat
Agak jelas
Lebih jelas

BTA
-

Lesi kulit

Banyak
globus)
Banyak
globus)
Negatif

(ada

Banyak

Agak banyak

(ada

Biasanya
negatif
Negatif

Negatif

Sekret
hidung
Tes lepromin

Sukar
dihitung,
masih
ada
kulit seha
Hampir
simetris
Halus berkilat

Asimetris

Biasanya
negatif

55

Tabel .Gambaran klinis, bakteriologis dan imunologis lepra tipe


PB.1
Sifat

Tuberkuloid
(TT)

Borderline
Tuberkuloid
(BT)

Indeterminate
(I)

Makula saja;
makula
dibatasi
infiltrat
Satu, dapat
beberapa

Hanya makula

Lesi
-

Bentuk

Jumlah

Distribusi

Asimetris

Permukaan

Batas

Kering
bersisik
Jelas

Makula
dibatasi
infiltrat;
infiltrat saja
Beberapa
atau
satu
dengan
satelit
Masih
asimetris
Kering
bersisik
Jelas

Anestesia

Jelas

Jelas

BTA
-

Lesi kulit

Hampir
selalu negatif
Positif kuat
(3+)

Negatif atau
hanya 1+
Positif lemah

Tes lepromin

Satu
beberapa

atau

Variasi
Halus,
agak
berkilat
Dapat
jelas
atau tidak jelas
Tidak
ada,
sampai tidak
jelas
Biasanya
negatif
Dapat positif
lemah
atau
negatif

WHOs Cardinal Sign (1997) .


Cardinal sign
Hipopigmentasi atau eritema
dengan disertai kehilangan sensasi
Penebalan saraf perifer
Hasil positif dalam pemeriksaan
skin smear atau biopsi

Klasifikasi
Pausibasilar (1-5 lesi kulit)
Multibasilar ( 6 atau lebih lesi
kulit)

Reaksi lepra dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu:


1) Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi reversal.
Reaksi tipe 1 ini disebabkan peningkatan aktivitas sistem
kekebalan tubuh dalam melawan basil lepra atau bahkan sisa basil
yang mati. Peningkatan aktivitas ini menyebabkan terjadi

56

peradangan setiap terdapat basil lepra pada tubuh, terutama kulit


dan saraf. Penderita lepra dengan tipe MB maupun PB dapat
mengalami reaksi tipe 1. Sekitar seperempat dari seluruh
penderita lepra kemungkinan akan mengalami reaksi tipe 1.
Reaksi tipe 1 paling sering terjadi dalam enam bulan setelah
mulai minum obat. Beberapa penderita mengalami reaksi tipe 1
sebelum mulai berobat dimana belum terdiagnosis. Reaksi
merupakan tanda penyakit yang sering muncul pertama yang
menyebabkan penderita datang untuk berobat. Sebagian kecil
penderita mengalami reaksi lebih lambat, baik selama masa
pengobatan maupun sesudahnya.
2) Reaksi tipe 2 disebut juga reaksi Erythema Nodusum Leprosum
(ENL).
Reaksi tipe 2 ini terjadi apabila basil leprae dalam jumlah
besar terbunuh dan secara bertahap dipecah. Protein dari basil
yang mati mencetuskan reaksi alergi. Reaksi tipe 2 akan
mengenai seluruh tubuh dan menyebabkan gejala sistemikkarena
protein ini terdapat dialiran pembuluh darah.
Erythema nodusum leprosum hanya terjadi pada penderita tipe
MB, terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula
pada tipe BL, serta pada ENL tidak terjadi perubahan tipe, berarti
bahwa semakin tinggi tingkat multibasilarnya semakin besar
kemungkinan timbulnya ENL. Secara imunopatologis, ENL
termasuk respon imun humoral, berupa fenomena kompleks imun
akibat reaksi antara antigen M. leprae, antibodi (IgM, IgG) dan
komplemen, maka ENL termasuk didalam golongan penyakit
kompleks imun, karena salah satu protein M. leprae bersifat
antigenik maka antibodi dapat terbentuk. Kadar imunoglobulin
penderita lepra lepromatosa lebih tinggi daripada tipe tuberculoid.
Hal ini terjadi oleh karena tipe lepromatosa jumlah kuman jauh
lebih banyak daripada tipe tuberculoid. ENL lebih sering terjadi
pada masa pengobatan. Hal ini dapat terjadi karena banyak kuman

57

lepra yang mati dan hancur, berarti banyak antigen yang


dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi, serta mengaktifkan
sistem komplemen. Kompleks imun tersebut terus beredar dalam
sirkulasi darah yang akhirnya dapat melibatkan berbagai organ.

Tabel Perbedaan reaksi tipe 1 dan tipe 2


No
1

Gejala/tanda
Keadaan umum

Peradangan di kulit

Saraf

Reaksi tipe 1
Umumnya
baik,
demam ringan (sub
febris)
atau
tanpa
demam
Bercak kulit lama
menjadi
lebih
meradang
(merah),
dapat timbul bercak
baru
Sering
terjadi,
umumnya berupa nyeri
tekan saraf dan atau
gangguan fungsi saraf

Reaksi tipe 2
Ringan sampai berat disertai
kelemahan
umum
dan
demam tinggi
Timbul nodul kemerahan,
lunak dan nyeri tekan.
Biasanya pada lengan dan
tungkai. Nodul dapat pecah
(ulserasi)
Dapat terjadi

58

Peradangan
organ lain

Waktu timbul

Tipe lepra

pada

Hampir tidak ada

Terjadi pada mata, kelenjar


getah bening, sendi, ginjal,
testis, dll
Biasanya saat pengobatan

Biasanya segera setelah


pengobatan
Dapat terjadi pada
lepra tipe PB maupun
MB

Hanya pada lepra tipe MB

Tabel Perbedaan reaksi ringan dan berat pada reaksi lepra tipe 1 dan tipe 2.
No

Gejala/tanda

Kulit

Saraf tepi

Keadaan
umum
Gangguan
pada organ
lain

Reaksi tipe 1
Ringan
Berat
Bercak: merah, Bercak: merah,
tebal,
panas, tebal,
panas,
nyeri*
nyeri
yang
bertambah parah
sampai pecah
Nyeri
pada Nyeri
pada
perabaan: (-)
perabaan: (+)
Gangguan
Gangguan fungsi:
fungsi: (-)
(+)
Demam: (-)
Demam:

Reaksi tipe 2
Ringan
Berat
Nodul: merah, Nodul:
merah,
panas, nyeri
panas, nyeri yang
bertambah parah
sampai pecah
Nyeri
pada
perabaan: (-)
Gangguan
fungsi: (-)
Demam:

Nyeri
pada
perabaan: (+)
Gangguan fungsi:
(+)
Demam: (+)

Terjadi
perdanngan pada:
Mata:
Iridocyclitis
Testis:
epididimoorchitis
Ginjal: nephritis
Kelenjar
limfe:
limfadenitis
Gangguan pada
tulang,
hidung
dan tenggorokan

*) Apabila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf
dikategorikan sebagai reaksi berat.
4 A. TERANGKAN PENGOBATAN LEPRA MENURUT WHO DAN
JANGKA PENDEK
Penatalaksanaan Lepra menurut WHO
Obat-obatan yang digunakan dalam World Health OrganizationMultydrug Therapy (WHO-MDT) adalah kombinasi rifampisin,
klofazimin dan dapson untuk penderita lepra tipe MB serta rifampisin
dan dapson untuk penderita lepra tipe PB. Rifampisin ini adalah obat
antilepra yang paling penting dan termasuk dalam perawatan kedua

59

jenis lepra. Pengobatan lepra dengan monoterapi akan menghasilkan


resistensi obat. Adanya MDT adalah sebagai usaha untuk mencegah
dan mengobati resistensi, memperpendek masa pengobatan, dan
mempercepat pemutusan mata rantai penularan.
Prosedur pemberian MDT adalah sebagai berikut:
1) MDT untuk lepra tipe MB
Dewasa diberikan selama 12 bulan yaitu rifampisin 600 mg
setiap bulan, klofamizin 300 mg setiap bulan dan 50 mg

setiap hari, dan dapsone 100 mg setiap hari.


Anak-anak, diberikan selama 12 bulan dengan kombinasi
rifampisin 450 mg setiap bulan, klofamizin 150 mg setiap

bulan dan 50 mg setiap hari, serta dapsone 50 mg setiap hari.


2) MDT untuk lepra tipe PB
Dewasa diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi
rifampisin 600 mg setiap bulan dan dapsone 100 mg setiap

bulan.
Anak-anak diberikan selama 6 bulan dengan kombinasi
rifampisin 450 mg setiap bulan dan dapsone 50 mg setiap
bulan.
Note: anak-anak dengan usia dibawah 10 tahun,
rifampisin 10 mg/kg berat badan setiap bulan,
dapsone 2 mg/kg berat badan setiap hari
klofamizin 1 mg/kg berat badan diberikan pada

pergantian hari, tergantung dosis


Untuk pengobatan timbulnya reaksi lepra adalah sebagai berikut:
1) Pengobatan reaksi reversal (tipe 1)
Pengobatan tambahan diberikan apabila disertai neuritis akut,
obat pilihan pertama adalah korikosteroid. Biasanya diberikan
prednison 40 mg/hari kemudian diturunkan perlahan. Pengobatan
harus secepatnya dan dengan dosis yang adekuat untuk
mengurangi terjadinya kerusakan saraf secara menndadak.
Anggota gerak yang terkena neuritis akut harus diistirahatkan.
Apabila diperlukan dapat diberikan analgetik dan sedativa.
2) Pengobatan reaksi ENL (tipe 2)
Obat yang paling sering dipakai adalah tablet kortikosteroid
antara lain prednison dengan dosis yang disesuaikan berat
60

ringannya reaksi, biasanya diberikan dengan dosis 15-30 mg/hari.


Dosis diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali
sesuai perbaikan reaksi. Apabila diperlukan dapat ditambahkan
analgetik-antipiretik dan sedativa.
Penderita lepra dengan diagnosis terlambat dan tidak
mendapat MDT mempunyai risiko tinggi terjadinya kerusakan
saraf. Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya
sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot. Keluhan yang timbul
berupa nyeri saraf atau luka yang tidak sakit, lepuh kulit atau
hanya berbentuk daerah yang kehilangan sensibilitasnya, serta
adanya kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya
memasang kancing baju, memegang benda kecil atau kesulitan
berjalan.

4 B. TERANGKAN DAN PENATALAKSANAAN FLUOR ALBUS


A. Definisi
Fluor albus merupakan gejala penyakit organ reproduksi wanita
keluarnya cairan dari vagina selain darah haid.
B. Etiologi
Penyebab Fluor albus tergantung dari jenisnya yaitu penyebab dari
Fluor albus yang fisiologik dan patologik.
1) Fluor albus fisiologik
Penyebab Fluor albus fisiologik adalah faktor hormonal, seperti
bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari disebabkan pengaruh
estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin. Pada waktu
menarche karena mulai terpengaruh hormon estrogen. Rangsangan
birahi disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
Kelelahan fisik dan kejiwaan juga merupakan penyebab Fluor albus.
2) Fluor albus Patologik
a) Infeksi
Infeksi yang sering terjadi pada organ kewanitaan yaitu
vaginitis, candidiasis, trichomoniasis.
Vaginitis

61

Penyebabnya adalah pertumbuhan bakteri normal yang


berlebihan pada vagina. Dengan gejala cairan vagina encer,
berwana kuning kehijauan, berbusa dan bebau busuk, vulva
agak bengkak dan kemerahan, gatal, terasa tidak nyaman serta
nyeri saat berhubungan seksual dan saat kencing.
Vaginosis bakterialis merupakan sindrom klinik akibat
pergantian Bacillus Duoderlin yang merupakan flora normal
vagina dengan bakteri

anaerob seperti Bacteroides Spp,

Mobiluncus Sp, Peptostreptococcus Sp dan Gardnerella


vaginalis bakterialis dapat dijumpai duh tubuh vagina yang
banyak, Homogen dengan bau yang khas seperti bau ikan,
terutama

waktu

berhubungan

seksual.

Bau

tersebut

disebabkan adanya amino yang menguap bila cairan vagina


menjadi basa. Cairan seminal yang basa menimbulkan
terlepasnya amino dari perlekatannya pada protein dan
vitamin yang menguap menimbulkan bau yang khas.
Candidiasis
Penyebab berasal dari jamur kandida albican. Gejalanya
adalah Fluor albus berwarna putih susu, begumpal seperti
susu basi, disertai rasa gatal dan kemerahan pada kelamin dan
disekitarnya. Infeksi jamur pada vagina paling sering
disebabkan oleh Candida,spp, terutama Candida albicans.
Gejala yang muncul adalah kemerahan pada vulva, bengkak,
iritasi, dan rasa panas. Tanda klinis yang tampak adalah
eritema, fissuring, sekret menggumpal seperti keju, lesi satelit
dan edema.
Trichomoniasis
Gejalanya Fluor albus berwarna kuning atau kehijauan,
berbau dan berbusa, kecoklatan seperti susu ovaltin, biasanya
disertai dengan gejala gatal dibagian labia mayora, nyeri saat
kencing dan terkadang sakit pinggang. Trichomoniasis
merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh

62

Trichomonas

vaginalis,

biasanya

ditularkan

melalui

hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis


bagian bawah.
Pada wanita sering tidak menunjukan keluhan, bila ada
biasanya berupa duh tubuh vagina yang banyak, berwarna
kehijauan dan berbusa yang patognomonic (bersifat khas)
untuk penyakit ini. Pada pemeriksaan dengan kolposkopi
tampak gambaran Strawberry cervix yang dianggap khas
untuk trichomoniasis.
b) Adanya benda asing dan penyebab lain
Infeksi ini timbul jika penyebab infeksi (bakteri atau
organisme lain ) Masuk melalui prosedur medis, saperti; haid,
abortus yang disengaja, insersi IUD, saat melahirkan, infeksi
pada saluran reproduksi bagian bawah yang terdorong sampai ke
serviks atau sampai pada saluran reproduksi bagian atas.
C. Patofisiologi
Fluor albus merupakan salah satu tanda dan gejala penyakit organ
reproduksi wanita, di daerah alat genitalia eksternal bermuara saluran
kencing dan saluran pembuangan sisa-sisa pencernaan yang disebut anus.
Apabila tidak dibersihkan secara sempurna akan ditemukan berbagai
bakteri, jamur dan parasit, akan menjalar kesekitar organ genitalia. Hal ini
dapat menyebabkan infeksi dengan gejala Fluor albus. Selain itu dalam hal
melakukan hubungan seksual terkadang terjadi pelecetan, dengan adanya
pelecetan merupakan pintu masuk mikroorganisme penyebab infeksi
penyakit hubungan seksual (PHS) yang kontak dengan air mani dan
mukosa
Diagnosa Fluor Albus
1) Fluor Albus Fisiologis
Fluor albus fisiologis biasanya lendirnya encer, muncul saat ovulasi,
menjelang haid dan saat mendapat rangsangan seksual. Fluor albus normal
tidak gatal, tidak berbau dan tidak menular karena tidak ada bibit
penyakitnya.

63

2) Fluor Albus Patologis


Fluor albus patologis dapat didiagnosa dengan anamnese keluhan pasien
dengan ciri-ciri keluar cairan jumlah banyak, warnanya seperti susu basi,
cairannya mengandung leukosit yang berwarna kekuning-kuningan sampai
hijau, disertai rasa gatal, pedih, terkadang berbau amis dan berbau busuk.
Amsel et al merekomendasikan diagnosa klinik vaginosis bakterialis
berdasarkan adanya tiga tanda-tanda berikut :
Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan, melekat pada dinding
vagina.
Jumlah pH vagina lebih besar dari 4,5.
Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau sesudah
penambahan KOH 10% (whiff test).
Adanya clue cells pada pemeriksaan mikroskop sediaan basah. Clue
cell merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina
sehingga memberikan gambaran granular dengan batas sel yang kabur
karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang kecil.
Diagnosis Trichomonoasis ditegakan bila ditemukan Trichomonas
vaginalis pada sediaan basah.
D. Penatalaksanaan Fluor albus
Apabila Fluor albus yang dialami adalah yang fisiologik tidak perlu
pengobatan, cukup hanya menjaga kebersihan pada bagian kemaluan.
Apabila Fluor albus yang patologik,

sebaiknya segera memeriksakan

kedokter agar diberikan pemeriksaan dan pengobatan yang tepat. Fluor


albus yang patologik yang paling sering dijumpai yaitu Fluor albus yang
disebabkan Vaginitis, Candidiasis, dan Trichomoniasis.
1) Terapi farmakologi
Pengobatan Fluor albus yang disebabkan oleh Candidiasis

dapat

diobati dengan anti jamur atau krim. Biasanya jenis obat anti jamur yang
sering digunakan adalah Imidazol yang disemprotkan dalam vagina
sebanyak 1 atau 3 ml. Ada juga obat oral anti jamur yaitu ketoconazole
dengan dosis 2x1 hari selama 5 hari. Apabila ada keluhan gatal dapat
dioleskan salep anti jamur.

64

Pengobatan Fluor albus yang disebabkan oleh Trichomoniasis


mudah dan efektif yaitu setelah dilakukan pemeriksaan dapat diberikan
tablet metronidazol atau tablet Tinidazol dengan dosis 3x1 hari selama 710 hari. Pengobatan Fluor albus yang disebabkan oleh vaginitis sama
dengan pengobatan infeksi Trichomoniasis.
Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu: gel, krim,
losion, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral. Nama obat adalah
sebagai berikut: (1) Derivat Rosanillin,

Gentian violet 1-2 % dalam

bentuk larutan atau gel, selama 10 hari. (2) Povidone iodine, Merupakan
bahan aktif yang bersifat antibakteri maupun anti jamur. (3) Derivat
Polien; Nistatin 100.000 unit krim/tablet vagina selama 14 hari. Nistatin
100.000 unit tablet oral selama 14 hari. (4) Derivat Imidazole:
Topical( Mikonazol : 2% krim vaginal selama 7 hari, 100 mg tablet
vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 1200 mg tablet
vaginal dosis tunggal.
Ekonazol 150 mg tablet vaginal selama 3 hari. Fentikonazol 2%
krim vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 600 mg
tablet vaginal dosis tunggal. Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari,
6,5 % krim vaginal dosis tunggal. Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7
14 hari, 10% krim vaginal sekali aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7
hari, 500 mg tablet vaginal dosis tunggal. Butokonazol 2% krim vaginal
selama 3 hari. Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari).Sistemik
( Ketokanazol 400 mg selama 5 hari. Trakanazol 200 mg selama 3 hari
atau 400 mg dosis tunggal. Flukonazol 150 mg dosis tunggal.
2) Terapi Nonfarmakologi
a) Perubahan Tingkah Laku
Fluor albus yang disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang
dilingkungan yang hangat dan basah maka sebaiknya menggunakan
pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak menggunakan
pakaian dalam yang ketat.
b) Personal Hygiene
Menjaga daerah kewanitaan harus tetap bersih dan kering, seperti
penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus steril.

65

Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil. Setelah


bersih, mengeringkan dengan tisu kering atau handuk khusus. Alat
kelamin jangan dibiarkan dalam keadaan lembab.

A. TERANGKAN DAN PENATALAKSANAAN NSU ( NON

SPECIFIC URETHRITIS)
a. Pengertian NSU
Peradangan terjadi hanya pada uretra yang disebabkan oleh kuman non
spesifik.
b. Etiologi
1) Chlamydia trachomatis
Lebih dari 50% dari semua kasus NSU disebabkan oleh kuman ini.
Kuman ini merupakan parasit intraobligat, menyerupai bakteri gram
negatif. Dalam perkembangannya, kuman ini mengalami 2 fase:
- Fase I (fase noninfeksiosa), terjadi keadaan laten, dapat
ditemukan pada genitalia maupun konjungtiva. Saat ini kuman
bersifat intraselular dan berada didalam vakuol yang letaknya
melekat pada inti sel hospes, disebut badan inklusi.
- Fase II (fase penularan), bila vakuol pecah kuman keluar dalam
bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel
hospes yang baru.
2) Ureaplasma urealyticum
Merupakan 25% penyebab NSU dan sering bersamaan dengan
Chlamydia trachomatis.
3) Alergi
Ada dugaan bahwa NSU disebabkan oleh reaksi alergi terhadap
komponen sekret alat urogenital pasangan seksual apabila pada
pemeriksaan sekret ternyata steril dan pemberian antihistamin dan
kortikosteroid mengurangi gejala.
4) Bakteri
Staphylococcus dan Difteroid dapat tumbuh komensal dan
menyebabkan uretritis hanya pada beberapa kasus.
c. Gejala Klinis
1) Pria

66

Gejala baru timbul setelah 1-3 minggu kontak seksual dan


umumnya tidak seberat gonore. Gejalanya berupa disuria ringan,
perasaan tidak enak di uretra, sering kencing dan keluarnya duh
tubuh seropurulen / tanpa duh tubuh. Komplikasi yang dapat terjadi
berupa prostatitis, vesikulitis, epididimis, epidimitis, dan striktur
uretra.
2) Wanita
Infeksi lebih sering terjadi di serviks dibandingkan vagina,
kelenjar

Bartholini,

atau

uretra.

Umumnya

wanita

tidak

menunjukkan gejala. Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh


tubuh vagina, disuria ringan, sering kencing, nyeri didaerah pelvis,
dan disparenia. Pada pemeriksaan serviks dapat dilihat tanda-tanda
servisitis disertai adanya folikel kecil yang mudah berdarah.
Komplikasi dapat berupa Bartholinitis, proktitis, salpingitis, dan
sistitis.
d. Diagnosis
Secara klinis sukar membedakan infeksi akibat gonore atau non
gonore. Menegakkan diagnosis servisitis atau uretritis oleh klamidia,
perlu pemeriksaan khusus untuk menentukan adanya C. trachomatis.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan sediaan sitologi
langsung dan biakan dari inokulum yang diambil dari specimen
urogenital. Metode terbaru adalah dengan cara mendeteksi asam nukleat
C. trachomatis.
e. Pengobatan
Obat yang paling efektif adalah golongan tertrasiklin dan eritromisin.
Disamping itu dapat juga digabung dengan sulfa-trimetoprim,
spiramisin dan kuinolon.
Dosisnya:
1) Tetrasiklin
: 4 x 500 mg/hari selama 1 minggu atau 2 x 250
mg/hari selama
2 minggu.
2) Oksitetrasiklin : 4 x 250 mg/hari selama 2 minggu.
3) Doksisiklin
: 2x100 mg/hari selama 7 hari
4) Eritromisin
: Untuk penderita tidak tahan tetrasiklin, wanita
hamil, atau

usia < 12 tahun, 4 x 500 mg/hari

67

selama seminggu atau 4 x

250 mg/hari selama

2 minggu.
5) Sulfa-trimetoprim: 2 x 2 tablet sehari selama seminggu
6) Azitromisin
: 1 gram dosis tunggal
7) Spiramisin
: 4 x 500mg/hari selama seminggu
8) Ofloksasin
: 2 x 200 mg/hari selama 10 hari.
f. Prognosis
Kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan
akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan).
Setelah pengobatan, lebih kurang 10% penderita akan mengalami
eksaserbasi/rekurens.
5

B. TERANGKAN PENATALAKSANAAN STS


Tes Serologik Sifilis (T.S.S) atau Serologic Tests for Syphilis (S.T.S)
merupakan pembantu diagnosis yang penting bagi sifilis. Sebagai ukuran
untuk mengevaluasi tes serologi ialah sensitivitas dan spesifitas.
Sensitivitas ialah kemampuan untuk bereaksi pada penyakit sifilis.
Sedangkan spesifitas berarti kemampuan nonreaktif pada penyakit bukan
sifilis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin baik tes tersebut dipakai
untuk tes screening. Tes dengan spesifitas tinggi sangat baik untuk
diagnosis. Makin spesifik suatu tes, makin sedikit memberi hasil semu
positif.
Bahan Pemeriksaan
Spesimen untuk tes serologis adalah darah vena yang bisa disimpan
dalam tabung tanpa koagulan. Setelah darah membeku, serum dipisahkan
dengan sentrifugasi 1500-2000 rotasi/menit selama 5 menit. Serum dapat
disimpan dalam keadaan beku atau pada suhu 4-8 selama beberapa hari.
Produksi Immunoglobulin
Dikenal 4 kelas Ig yang dapat terjadi di dalam darah penderita sifilis
yaitu IgG, IgA, IgM dan IgE. Bertambahnya konsentrasi IgE spesifik
terhadap

Treponema

telah

dapat

dibuktikan.

Terjadi

penundaan

pembentukan antibodi pada sifilis primer, karena kemungkinan terjadi

68

penghambatan diferensiasi sel limfosit B. Antibodi yang pertama timbul


ialah IgM spesifik yang berhubungan dengan aktivitas penyakit.
T.S.S dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai, yakni tes
nontreponemal yang dipakai untuk screening dan melihat respon terapi serta
tes treponemal yang biasanya digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan
menilai dari sifilis stadium awal, kongenital atau neurosifilis.
Tes Nontreponemal
Pada tes ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolipin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat
memberi reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positive (BFP).
Tes ini mendeteksi antibodi IgG dan IgM anti lipid yang dibentuk oleh
tubuh sebagai respons terhadap lipid yang terdapat pada permukaan sel
treponema. Karena sifat lipid dari antigen atau sifat antibodi tidak biasa,
kompleks antigen-antibodi tetap berbentuk suspensi, sehingga yang terjadi
reaksi flokulasi dan bukan reaksi aglutinasi atau presipitasi. Dalam tes
nontreponemal antigen dicampur dengan serum pasien dan digoyang atau
diputar selama beberapa menit, kemudian dilihat ada tidaknya flokulasi.
Salah satu tes nontreponemal, misalnya VDRL memakai formula
antigen yang terdiri dari kardiolipin 0,03%, kolesterol 0,9% dan lesitin
0,21%. Tes VDRL dimanfaatkan untuk penapisan atau screening dan untuk
menilai hasil pengobatan. Selain hasil reaktif, nonreaktif atau reaktif lemah,
tes VDRL juga memberikan hasil kuantitatif, yaitu dalam bentuk titer,
misalnya , , 1/8, 1/16 dan seterusnya.
Hasil positif palsu pada tes nontreponemal dalam populasi masyarakat
umum mencapai 1-2%, sedangkan dalam lingkungan pemakai narkotik
intravena, hasil positif palsu mencapai lebih dari 10%. Biasanya 90% kasus
positif palsu tersebut titernya kurang dari 1/8. Tetapi harus diingat bahwa
pada sifilis laten dan lanjut juga dapat dijumpai titer yang rendah. Dalam
populasi dengan resiko rendah, semua hasil tes reaktif harus dikonfirmasi
dengan tes treponemal, karena dalam populasi ini 50% dari hasil tes yang
dinyatakan reaktif ternyata positif palsu.

69

Tes Treponemal
Tes ini menggunakan fragmen atau seluruh bagian T. pallidum sebagai
bahan antigen. Dibandingkan dengan tes non-treponemal, tes ini lebih tidak
praktis untuk dikerjakan. Akan tetapi, tes ini memiliki sensitivitas yang
lebih tinggi pada fase primer dan lanjut serta memiliki spesifisitas yang
lebih tinggi. Tes ini digunakan secara luas untuk mengkonfirmasi hasil tes
non-treponemal yang reaktif. Tes ini bersifat spesifik dan dapat digolongkan
menjadi empat kelompok :
a. Tes imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Imobilization Test)
TPI merupakan tes paling spesifik, tetapi mempunyai kekurangan;
biayanya mahal, teknis sulit, butuh waktu banyak, reaksi lambat (baru
positif pada akhir stadium primer), tidak dapat digunakan untuk menilai
hasil pengobatan, hasil dapat negatif pada sifilis dini dan sangat lanjut.
b. Tes fiksasi komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation
Test).
RPCF sering digunakan untuk tes screening karena biayanya murah;
kadang-kadang didapatkan reaksi positif semu.
c. Tes imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody
Absorption Test) ada 2 yakni IgM dan IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent
Treponemal Antibody Absorption Double Staining Test)
FTA-Abs merupakan tes antibodi imunofluoresensi tidak langsung dan
reaktivitasnya mulai muncul pada minggu ketiga infeksi. Serum yang
akan dites diencerkan 1/5 dalam sorben, yaitu ekstrak hasil kultur T.
pallidum strain Reiter. Sorben akan menyerap antibodi treponema
nonpatogen dalam serum. Kemudian serum diteteskan pada gelas objek
dengan permukaan telah terfiksasi antigen T. pallidum. Terakhir
diteteskan konjugat berupa globulin antihuman yang telah dilabel dengan
fluoresin. Jika dalam serum terdapat antibodi spesifik terhadap T.
pallidum, maka kuman akan bersinar dibawah mikroskop fluoresensi. Tes
ini sangat sensitif, sehingga memerlukan kontrol.

70

FTA-Abs paling sensitif (90%), terdapat 2 macam yaitu untuk IgM dan
IgG yang sudah positif pada waktu timbul kelainan. IgM sangat reaktif
pada sifilis dini, pada terapi yang berhasil titer IgM cepat turun,
sedangkan IgG lambat. IgM penting untuk mendiagnosis sifilis
kongenital.
d. Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Asssay); 19s IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay); HATTS
(Hemagglutination

Treponemal

Test

for

Syphilis);

MHA-TP

(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponemal pallidum).


TPHA merupakan tes treponemal yang menerapkan teknik
hemaglutinasi tidak langsung untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap T. pallidum. Dalam tes ini dipakai sel darah merah unggas yang
dilapisi dengan komponen T. pallidum. jika serum pasien mengandung
antibodi spesifik terhadap T. pallidum, maka akan terjadi hemaglutinasi
dan membentuk pola yang khas pada pelat mikrotitrasi. Tes ini dimulai
dengan titer 1/80, 1/160, 1/320 dan seterusnya.
Bila hasil tes serologik tidak sesuai dengan klinis, tes tersebut perlu
diulangi karena mungkin terjadi kesalahan teknis. Kalau perlu di
laboratorium lain. Demikian pula jika hasil tes yang satu dengan yang
lain tidak sesuai, misalnya titer VDRL rendah (1/4) sedangkan titer
TPHA tinggi (1/1024).

Tabel 1. Interpretasi tes serologik sifilis

71

Interpretasi hasil tes serologik


Semua serum untuk diagnosis sifilis harus diperiksa dengan tes
nontreponemal. Hasil tes reaktif berarti sedang ada infeksi atau pernah
terkena infeksi, sementara pengobatan adekuat mungkin sudah diberikan,
mungkin juga belum. Hasil tes reaktif dapat pula berarti positif palsu.
Hasil tes nonreaktif dapat berarti tidak ada infeksi, masih dalam masa
inkubasi atau telah mendapat pengobatan secara efektif.
Pada umumnya kenaikan titer 4 kali lipat berarti ada infeksi,
reinfeksi atau kegagalan pengobatan; sebaliknya penurunan titer sampai 4
kali lipat menunjukkan bahwa telah mendapat pengobatan secara adekuat.
Kesalahan interpretasi dalam tes nontreponemal biasanya terjadi sebagai
akibat kesulitan dalam menentukan titer, berkaitan dengan jenis tes
serologik yang dipakai atau kesulitan dalam memastikan reaktivitas hasil
tes. Kesalahan interpretasi pada umumnya terjadi karena digunakannya
lebih dari 1 jenis tes nontreponemal dalam memantau hasil pengobatan.
Tes treponemal reaktif biasanya menunjukkan bahwa pasien pernah
terkena atau sedang terkena infeksi treponema patogen. Pada kebanyakan
kasus, sekali tes treponemal reaktif, akan tetap resktif seumur hidup.
Namun jika pengobatan telah diberikan pada sifilis awal, maka 10%
diantaranya akan menjadi nonreaktif dalam waktu 2 tahun.
Positif Semu Biologik (P.S.B.)

72

P.S.B. atau Biologic False Positive (BFP) atau yang sering disebut
positif semu saja adalah suatu keadaan penderita tanpa menderita sifilis
atau treponematosis yang lain, akan tetapi pada pemeriksaan serum
memberi reaksi positif, terutama dengan tes nontreponemal.
Serum seseorang tanpa menderita treponematosis dapat mengandung
sedikit antibodi treponemal. Jika mendapat infeksi dengan berbagai
mikroorganisme, antibodi tersebut dapat bertambah hingga memberi hasil
tes nontreponemal positif; biasanya titernya rendah.
P.S.B. dibagi menjadi 2 macam; akut dan kronis.
P.S.B akut
Ciri khas pada P.S.B. akut: hasil tes nontreponemal positif lemah,
tidak ada persesuaian antara kedua tes; berakhir dalam beberapa
hari/minggu, jarang melebihi enam bulan sesudah penyakitnya sembuh.
P.S.B Kronis
Pada bentuk ini tes treponemal akan memberikan reaksi positif yang
berulang dalam beberapa bulan/tahun. Hasil tes likuor serebrospinalis
negatif. Contoh: Lepra terutama tipe LL, penyakit autoimun (misalnya
lupus eritematosa sistemik/diskoid, skleroderma, anemia hemolitik
autoimun), rheumatic heart disease, multiple sclerosis like neuropathy,
sirosis hepatis, poliarteritis nodosa, psikosis, nefritis kronis, adiksi heroin,
sklerosis sistemik dan penyakit vaskular perifer. Tes yang dianjurkan untuk
menyingkirkan P.S.B. ialah TPI, karena mempunyai spesifisitas yang
tinggi.

Tabel 2. Penyebab reaksi positif palsu pada tes serologik nontreponemal

73

Tabel 3. Penyebab umum positif palsu pada tes treponemal

Positif Sejati
Positif sejati (true positive) pada T.S.S ialah penyakit treponematosis
yang menyebabkan tes nontreponemal dan tes treponemal positif. Penyakit
tersebut ialah penyakit tropis/subtropis seperti frambusia, bejel dan pinta.
Tes serologik yang dapat membedakan sifilis dengan infeksi oleh
treponema yang lain belum ada.

74

Menilai T.S.S harus berhati-hati, harus ditanyakan apakah penderita


berasal dari daerah frambusia, diperiksa apakah terdapat tanda-tanda
frambusia atau bekasnya.
Aplikasi pemeriksaan serologik
Pada sifilis primer, jika sarana pemeriksaan mikroskopik tidak ada,
tetapi hasil tes nontreponemal reaktif dan disertai lesi yang khas, maka hal
ini juga merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya hasil tes
nontreponemal inisial 30-50% negatif, maka tes harus diulang setelah 1
minggu, 1 bulan dan 3 bulan. Jika setelah 3 bulan hasil tes tetap
nonreaktif, maka diagnosis sifilis dapat dikesampingkan.
Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan dengan menemukan T.
pallidum dalam lesi atau dalam kelenjar getah bening. Diagnosis juga
ditegakkan berdasarkan ditemukannya lesi yang khas disertai titer tes
reagin > 1/16. Hampir semua penderita sifilis sekunder menunjukkan hasil
tes nontreponemal reaktif, mungkin 2% diantaranya menunjukkan reaksi
lemah sebagai akibat fenomena prozone, yaitu setelah serum diencerkan
akan terdeteksi titer 1/16 atau lebih. Pada pasien dengan lesi tidak khas
dan/atau titer tes nontreponemal << 1/16, harus dilakukan tes
nontreponemal ulang dan tes treponemal konfirmasi.
Pasien dengan tes nontreponemal dan treponemal reaktif tanpa gejala
klinik dan tanpa riwayat penyakit yang jelas, kemungkinan terkena sifilis
laten. Adanya kemungkinan positif palsu dapat disingkirkan dengan
mengulang tes segera dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika pasien pada
tahun sebelumnya diketahui menunjukkan tes serologi nonreaktif atau
menunjukkan

gejala

sifilis

primer

atau

sekunder,

maka

pasien

dikategorikan menderita sifilis laten awal; diluar itu semua, pasien


dikategorikan menderita sifilis laten lanjut dan harus waspada terhadap
kemungkinan neurosifilis asimtomatik.
Jika tidak diketahui berapa lama pasien menderita sifilis atau jika
ada dugaan pasien menderita sifilis lanjut, maka dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan cairan otak atau liquor. Pada neurosifilis

75

asimtomatik hasil tes serum nontreponemal dan/atau treponemal reaktif,


sel darah putih dalam liquor 5/mm2 dan hasil tes VDRL liquor reaktif.
Pasien dengan riwayat pengobatan sifilis adekuat dan curiga terkena
reinfeksi perlu pengobatan ulang, jika pada pemeriksaan lesi menunjukkan
hasil positif dalam mikroskop lapangan gelap atau ada kenaikan titer tes
serologi 4 kali atau baru terjadi kontak seksual dengan penderita sifilis
awal.
Untuk diagnosis sifilis pada orang yang pernah mendapat
pengobatan sifilis, perlu menemukan T. pallidum dalam pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap atau mendeteksi adanya kenaikan titer 4 kali
pada tes nontreponemal. Sementara pasien yang pernah kontak dengan
penderita sifilis awal harus diberikan pengobatan, jika tes nontreponemal
reaktif dan tes treponemal juga reaktif pada pemeriksaan berikutnya.
Mengenai pemantauan efektifitas pengobatan, dapat dilakukan
dengan tes nontreponemal kuantitatif, interval waktu 3 bulan, selama
paling sedikit satu tahun. Dengan pengobatan adekuat pada sifilis primer
dan sekunder, seharusnya terjadi perubahan titer paling sedikit 4 kali
penurunan setelah 3 sampai 4 bulan dan 8 kali penurunan setelah 6 sampai
8 bulan.

76

Tabel 4. Interpretasi pemeriksaan serologik sifilis

T.S.S. dan kehamilan


Prenatal care harus diawali dan diakhiri dengan tes serologi sifilis.
Dalam populasi resiko tinggi juga harus dilakukan tes antara, yaitu pada
awal trimester 3 atau masa kehamilan 28 minggu. Meskipun ada dugaan
hasil tes positif palsu pada seorang calon ibu dengan tes nontreponemal
dan treponemal reaktif, jika penyebabnya tidak dapat segera dijelaskan,
maka

pengobatan

harus

diberikan.

Pada

saat

kehamilan,

ada

kecenderungan titer tes nontreponemal setelah pengobatan meningkat


kembali tanpa adanya reinfeksi.
Sifilis kongenital pada neonatus dipastikan dengan menemukan T.
pallidum dalam sekret hidung atau dalam spesimen yang berasal dari lesi

77

kulit. Pada fetus yang terkena sifilis, T. pallidum juga banyak ditemukan
dalam organ hati. Jika tidak dapat menemukan treponema, diagnosis
didasarkan atas hasil tes serologi. Tes nontreponemal positif yang
dikonfirmasi dengan tes treponemal positif dianggap sebagai sifilis,
sampai terbukti sesuatu yang lain. Untuk membedakan kemungkinan
transfer IgG pasif dari ibu, perlu dilakukan penentuan IgM total dan IgM
antibodi antitreponema dengan tes TFA-Abs. Seperti diketahui IgM tidak
dapat melewati sawar plasenta, namun jika sampai terjadi kontaminasi
darah fetus dengan IgM ibu akibat kerusakan plasenta, maka IgM ini akan
menghilang secara cepat dari peredaran darah begitu bayi lahir. Akan
tetapi IgM yang disintesis secara aktif dalam semester ketiga oleh fetus
yang terkena infeksi, akan menetap dalam darah selama masih ada infeksi.
Dalam waktu 5 hari setelah bayi lahir, kadar IgM akan meningkat sebagai
respons terhadap kolonisasi bakteri, sehingga untuk dapat menyatakan
adanya kenaikan, kadarnya harus lebih dari 50 mg/dl. Adanya kenaikan
kadar IgM bersamaan dengan hasil tes nontreponemal dan treponemal
positif menunjukkan petunjuk kuat adanya sifilis.
T.S.S. pada neurosifilis
Reaktivitas dengan tes treponemal, terutama FTA-Abs dan/atau
TPHA, dapat disebabkan oleh transudasi IgG dari serum pada penderita
yang telah diobati secara adekuat. Jadi tidak selalu berarti terdapat
neurosifilis yang aktif. Sebaliknya, jika hasilnya nonreaktif dapat
menyingkirkan

diagnosis

neurosifilis.

Tes

yang

berguna

untuk

mendiagnosis neurosifilis ialah 19S IgM SPHA, karena adanya IgM dalam
cairan serebrospinalis yang merupakan indikator tepat bagi neurosifilis.
6 A. TERANGKAN DAN PENGOBATAN SIFILIS
Definisi
Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu
kepada bayi, akan tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan seksual

78

pada daerah yang mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk.


Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi darah.
Patogenesis
Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput
lender, biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan
bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan
sel- sel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil
berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel radang. Treponema
tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan perivaskular di
sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofikendotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis
obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi
manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu sesudah
S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan
akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII juga mengalami regresi perlahanlahan dan lalu menghilang.Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala,
meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium
ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis kongenital.
Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun,

rupanya

treponema dalam keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada


dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan
dapat sekonyong-konyong berubah, sebabnya belum jelas, mungkin
trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat itu muncullah
SIII berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan
T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung

79

bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma


tersebut timbul di tempat-tempat lain.
Gambaran Klinis
Sifilis primer (SI) / Ulkus Durum
Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre),
tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu. Tukak dapat terjadi dimana saja
di daerah genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keraskarena terdapat indurasi.
Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari
beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi
dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas
dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer.Pada
pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada
wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital,
misalnya di lidah, tonsil, dan anus.Pada pria selalu disertai pembesaran
kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar
getah bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks
primer. Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya
lentikular, tidak supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak
menunjukkan tanda-tanda radang akut.

Gambar. Lesi sifilis primer


Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh
minggu.Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer.
Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse
darah atau suntikan.
Pemeriksaan penunjang

80

Untuk

menegakkan

diagnosis

sifilis,

diagnosis

klinis

harus

dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :


1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis.
Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi
sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap
menggunakan minyak imersi. T. pall berbentuk ramping, gerakan lambat,
dan angulasi. Hares hati-hati membedakannya dengan Treponema lain
yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai
Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak
dapat digunakan.
2. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan
aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian
diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa
pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik dan kurang dapat
dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.
3. Penentuan antibodi di dalam serum.
Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan
sifilis, frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi
nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga
IgG, ialah
Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.
Tes Wasserman
Tes Kahn
Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini
mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud
mencegah proses lebih lanjut.
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.
1. Penilisin

81

Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat


menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat
menyembuhkan janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang
dari 0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum
selama sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh
sate hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari
angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka
kuman dapat berkembang biak.
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM),
a.

lama kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.


Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua
sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral

tidak dianjurkankarena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan


suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masingmasing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang
ketiga biasanya setiap minggu.
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam
serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik
setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini
mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karena sukar
masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain
dalam akua. Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi.
Demikian pula PAM memberi rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat
mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.
2. Antibiotik Lain
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan
sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.

82

Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari,


atau aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama
pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin
bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik
daripada tetrasiklin, yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500
mg sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau
i.v. selama 15 hari.
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara
yang sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.Dosisnya 500 mg sehari
sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari.
6 B. TERANGKAN DAN PENGOBATAN PIODERMA
Definisi
Pioderma ialah penyakit kulit yang menyebabkan oleh staphylococcus,
streptococcus, atau oleh kedua-duanya.

Etiologi
Penyebabnya yang utama ialah staphylococcus aureus dan streptococcus B
hemolyticus, sedangkan staphylococcus epidermidis merupakan penghuninormal
di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.
Faktor predisposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan misalnya; kekurangan gizi,anemia, penyakit kronik,
neoplasma ganas ,diabetes mellitus.
3. Telah ada penyakit lain di kulit karena terjadi kerusakan diepidermis, maka
fungsi kulit pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya
infeksi.
Klasikasi
1. Pioderma Primer

83

Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,


penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain, gambaran klinisnya tak khas
dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma
sekunder disebut impetigenista, contohnya; dermatitis impatigenista,scabies
impetigenista. Tanda impetigenista, ialah jika terdapat pus,pustule, krusta
berwarna

kuning

kehijauan,

pembesaran

kelenjar

getah

bening

regional,leukositosis,dapat pula disertai demam.


Pengobatan umum
1. Sistematik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini
disebutkan contoh-contohnya.
a) Penisilin g prokain dan semisitetiknya
- Penisilin g prokain
Dosisnya 1,2 juta per hari i.m. obat ini tidak dipakai dengan dosis
tinggi, dan makin sering terjadi syok anafilaktik.
- Ampisilin
Dosisnya kali 500 mg, diberikan sejam sebelum makan.
- Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena
dapat diberikan setelah makan. Jugaa cepat diabsorbsi dibandingkan
dengan ampisilin sehingga konsentral dalam plasma lebih tinggi.
b) Golongan obat resisten-penisiline
Yang termasuk golongan ini contohnya; okasilin, kloksasilin, dikloksilin,
perhari sebelum makan. golongan obat ini mempunyai kelebihan karena
juga berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah membentuk
penisilinase.
c) Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 kali 500 mg perhari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 kali 150 mg sehari per os. Pada
infeksi untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resistenpenesilinase. Efek samping yang di sebut kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah penulis temukan. Linkomiskin agar

84

tidak karena potensi antibakterialnya lebih sedikit, pada pemberian per oral
tidak terlalau dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.
d) Eritromisin
Dosisnya 4 kali 500 mg perhari per os. Efektivitasnya kurang
dibandingkan dengan linkomisin/klindimisin dan obat golongan penisilin
resisten-penesilinase dan obat golongan penisilin. Obat ini cepat
menyebabkan resisistensi sering member rasa tak enak di lambung.
e) Sefalosporin
Pada pioderma yang betat atau yang tidak member renspons dengan obatobatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin . Ada empat generasi
yang berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, Juga generasi
Iv. Contohnya sefadroksil yang generasi 1 dengan dosis untuk orang
dewasa 2 kali 500% mg atau 2 kali 100 mg perhari.
2. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengobatan
pioderma. Obat topikal anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hiversensitivitas, contohnya
ialah basitrasin,neomisin, dan mipirosin. Niomisin juga berkasiat untuk kuman
negative-gram. Neomisin , yang di negeri Barat dikatakan sering menyebabkan
sensitisasi, menurut pengalaman penulis jarang, teramisin dan kioramfenikol
tidak begitu efektif,banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat
tersebut sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topikal juga kompres terbuka, contohnya; larutan
permanganas kalikus 1/500, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5%
yang dilarutkan 10 kali. Yang terakhir ini lebih efektif hanya pada sebagian
kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempuyai kekurangan
karena mengotori seprei.
Pemeriksaan Pembantu
Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus
yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada
kemungkinan penyebabnya bukan stafilokokus atau streptokokus melainkan

85

kuman negative-gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong, invivo


tidak selalu sesuai dengan in vitro.
Bentuk Pioderma
Berbagai bentuk pioderma akan di bicarakan satu persatu.
A. Imfetigo
a. Definisi
Imfetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas dan epidermis)
b. Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk ialah imfetigo krustosa dan impetigo bulosa.
1. Impetigo Krustosa
Sinonim
Impetigo kontogiosa, infetigo vulgaris, invetigo tillbury fox.
Etiologi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.
Gejala klinis
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak, tempat
redileksi muka,karena di anggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Kelainan kulit ialah eritema dan vesikel yang cepat memecah
sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal
berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak serperti erosi
dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh dibagian
tengah.
Komplikasi ; glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe
tertentu.
Diagnosis banding
Ektima
Pengobatan
Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotic. Kalau
banyak diberi pula tibiotik sistemik.
2. Impetigo bulosa
Sinonim

86

Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.


Etiologi
Biasanya staphylococcus aurerus.
Gejala klinis
Keadaan umumnya tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,
dada, pinggung. Sering kali miliaria. Terdapat pada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema,bula, dan bula hipopion.
Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak koleret dan dasarnya masih
eritematosa.

Diagnosis banding
Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema,
maka mirip dematofitosis. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan,
apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya ialah
impetigo bulosa.
Pengobatan
Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi
salap antibiotic atau cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula
antibiotic sistemik. Faktor predisposasi dicari, jika karena banyak
keringat, ventilasi diperbaiki.
3. Imfetigo neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat
pada neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya
menyeluruh, dapat disertai demam.
Diagnosis banding
Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak
tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo
paralisis parrot.
Pengobatan

87

Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan


bedak salisil 2%
B. Folikulitis
a. Definisi
Radang folikel rambut
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
c. Klasifikasi
1. Folikulitis superfisialis; terbatas didalam epidermis
Sinonim
Impetigo bockhart
Gejala klinis Tempat predileksi ditungkai bawah. Kelainan berupa
papul atau pastul yang eritamatosa dan tengahnya terdapat rambut,
biasanya multipel.
2. Folikulitis protunda; sampai ke subkutan.
Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya seperti diatas, hanya seraba infitrat di subkutan.
Contohnya sikosis barbe yang berlokas dibibir atas dan di dagu,
bilateral.
d. Diagnosis banding
Tinea barbe, lokalisasinya di mandibula/submandibula, unilateral. Pada
tineo bare sediaan dengan KOH positif.
e. Pengobatan
Antibiotic sistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.
C. Furunkel/Karbunkel
a. Definisi
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya . jika lebih daripada
sebuah disebut furunkulosis. Karbunkel ialah kumpulan furunkel.
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
c. Gejala klinis
Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang
berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat
predileksi ialah tempat yang banyak friksi, misalnya aksial dan bokong.
d. Pengobatan
Jika sedikit cukup dengan antibiotic topikal. Jika banyak digabung
dengan antibiotic sistemik . kalau berulang-ulang mendapatkan

88

furunkulosis atau karbunkel, cari faktor predisposisi,misalnya diabetes


militus.
D. Ektima
a. Definisi
Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan
infeksi oleh streptococcus.
b. Etiologi
Streptococcus B hemolyticus
c. Gejala klinis
Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning,biasanya berlokasi di
tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika
krusta diangkat teryata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.
d. Diagnosis banding
Impetigo krustosa, persamaannya, kedua-duanya berkrusta berwarna
kuning, perbedanya impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi
dimuka, dan dasrnya ialah erosi. Sebaliknya ektima predilekai di tungkai
bawah, dan dasarnya ialah ulkus.
e. Pengobatan
Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotic.
Kalau banyak juga diobati antibiotic sistemik.
E. Pionikia
a. Definisi
Staphylococcus aureus dan/atau streptococcus B hemolyticus.
b. Gejala klinis
Penyakit ini didahului trauma. Mulainya infeksi pada lipat kuku, terlihat
tanda-tanda radang, kemudian menjalar ke metrics dan lempeng kuku
(nail plate), dapat terbentuk abses subungual.
c. Pengobatan
Kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika
terjadi abses subungual kuku diekstraksi.

F. Erisipelas konsitusi
a. Definisi
Erysipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh
streptococcus, gejala utamanya ialah eritema berwarna cerah. Dan
berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi.
89

b. Etilogi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.
c. Gejala klinis
Terdapat gejala konsititusi; demam,malese. Lapisan kulit diserang
ialah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahuluka trauma, karena itu
biasanya tempat predileksinya tungkai bawah. Kelainan kulit yang utama
ialah eritema yang berwarna merah cerah, terbatas tegas, dan pinggirnya
meninggi

dengan

tanda-tanda

radang

akut.

Dapat

disertai

edema,vesikel,dan bula. Terdapat leukositosis.


Jika tidak diobati akan menjalar kesekitarnya terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elephantiasis.
d. Diagnosis banding
Selulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrate di subkutan.
e. Pengobatan
Istirahat, tungkai bawah kaki yg di serang ditinggikan (elevasi), tingginya
sedikit lebih tinggi dari pada letak kor, pengobatan sistemik ialah
antibiotic, topikal diberikal kompres terbuka dengan larutan antiseptic.
Jika di berikan diuretika.
G. Selulitis
Etiologi, gejala konsitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan
laboratorik, dan terapinya sama dengan erysipelas.
Kelainan kulit berupa infiltrate yang diful disubkutan dengan tanda-tanda
radang akut.
H. Flegmon
Flegmon ialah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan
selulitis hanya ditambah insisi.
I. Ulkus Piogenik
Berbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai pus diatasnya.
Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman negative-gram,
oleh karena itu perlu dilakukan kultur
J. Abses Multipel Kelenjar Keringat
a. Definisi
Abses multipel kelenjar keringat ialah infeksi yang biasanya disebabkan
oleh staphylococcus aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multipel
tak nyeri berbentuk kubah.
90

b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus.
c. Gejala klinis
Didapati pada anak. Faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun
(misalnya;malnutrisi,morbili), juga banyak keringat, karena itu bersamasama miliaria. Gambaran klinisnya berupa nodus eritematosa, multipel,
tsk nyeri, berbentuk kubah, dan lama memecah. Lokasinya ditempat yang
banyak keringat.
d. Diagnosis banding
Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri batuknya seperti kerucut
dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat memecah.
e. Pengobatan
Antibiotik sistematik dan tropical. Ingat faktor predisposisi.
K. Hidraadenitis
a. Definitis
Hidraadenitis ialah infeksi kelenjar apokrin, biasanya

oleh

staphylococcus aureus.
b. Etiologi
Staphylococcus aureus.
c. Gejala klinis
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia
sesuatu akil balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh
trauma/mikrotrauma, misalnya; banyak keringat, pemakaian Deodorant
atau rambut ketiak digunting.
Penyakit ini disertai gejala konstitusi; demam,malese. Awalnya
berupa nodul

dengan kelima tanda radang akut. Kemudisn dapat

melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistel dan disebut


hidraadenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk abses,fistel,
dan sinus yang mutipel. Terbanyak berlokasi diketiak, juga di perineum,
jadi tempat-tempat yang banyak kelenjar apokrim. Terdapat leukositosis.
d. Diagnosis banding
Skrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel.
Perbedaannya, pada hidraadenitis supurativa pada skrofuloderma tidak
terdapat tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis.
e. Pengobatan

91

Antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses, diinsisi. Kalau belum


melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik residif kelenjar
apokrin dieksisi.
L. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
a. Definisi
S.S.S.S. ialah infeksi kulit oleh staphylococcus aureus tipe tertentu
dengan cirri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.
b. Epidemiologi
Penyakit itu terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, pria lebih
banyak daripada wanita.
c. Etiologi
Etiologinya ialah diantaranya staphylococcus aureus grup II faga 52,55
dan/atau faga 71
d. Patogenenesis
Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata,hidung,tenggorok,
dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat efidermolitik
(epidermolin,eksfoliatin) yang beredar diseluruh

tubuh, sampai pada

epidermis dan menyebabkan kerusakan , karena epidermis merupakan


jaringan yang rentan terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu
ditemukan kuman penyebab.
Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan
ekspoliatin. Pada anak-anak dan bayi diduga fungsi ekskreasi ginjal
belum sempurna, karena itu umumnya penyakit ini terdapat pada
golongan orang dewasa diduga karena terdapat kegagalan fungsi ginjal,
atau terdapat gangguan imunologik, termasuk yang mendapat obat
imunosupresif.
e. Gejala klinis
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi di
saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul ialah
eritema yang timbul mendadak pada muka,leher,ketiak,dan lipat paha,
kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 24-48 jam
akan timbul bula-bula besar berdinding kendur. Jika kulit yang
tampaknya normal ditekan dan digeser kulit tersebut akan terkelupas
sehingga member tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi
92

pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit


sehingga

tampak

daerah-daerah

erosive.

Akibat

eidermolisis

tersebut,gambarannya mirip kombusito. Daerah-daerah tersebut akan


mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Deskuamasi
pada daerah yang tidak eritmatosa, yang tidak mengelupas terjadi dalam
waktu 10 hari. Meskipun bibir sering dikenai, tetapi mukosa jarang
diserang. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa
disertai sikatriks.
f. Komplikasi
Meskipun S.S.S.S. dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi pula
terjadi komplikasi, misalnya; selulitis pneumonia, dan septicemia.
g. Pemeriksaan bakteriologi
Jika terdapat infeksi ditempat lain, misalnya disaluran napas dapat
dilakukan

pemeriksaan

bakteriologik.

Juga

sebaliknya

diperiksa

mengenai tipe kuman,karena S.S.S.S disebabkan oleh staphylococcus


aureus tipe tertentu. Pada kulit, seperti telah disebutkan, tidak didapati
kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.
h. Histopatologi
Pada S.S.S.S terdapat gambaran yang khas, yakni terlihat lepuh
intraepidermal, cerah terdapat di stratum granulosum. Meskipun ruang
lepuh sering mengandung sel-sel akan tolitik, epidermis sisanya
tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.
i. Diagnosis banding
Penyakit ini sangat mirip N.E.T. perbedaannya, S.S.S.S. Umumnya
menyerang anak dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit di
muka,leher,aksila dan lipat paha; mukosa umumnya tidak dikenal, alatalat dalam tidak diserang, dan angka kematiannya lebih rendah. Kedua
penyaki tersebut agak sulit dibedakan,oleh karena itu hendaknya
dilakukan pemeriksaan histopatologik secara frozen section agar hasilnya
cepat diketahui,karena prinsip terapi kedua penyakit tersebut berbeda.
Perbedaannya terletak pada letak cerah, pada S.S.S.S. stratum
granulosum,sedangkan pada N.E.T di subepidermal. Perbedaan lain, pada

93

N.E.T. terdapat sel-sel nekrosis di sekitar cerah dan banyak terdapat di


radang.
j. Pengobatan
Perbedaan dengan pengobatan pada N.E.T. maka kortikosteroid
tidak perlu diberikan. Pengobatannya ialah antibiotic, jika dipilih derivate
penisilin hendaknya yang juga efektif bagi staphylococcus aureus yang
membentuk penisilinase, misalnya kloksasilin dengn dosis 3 kali 250%
mg untuk orang dewasa sehari per os. Pada neonates (penyakit ritter)
dosisnya 3kali 50 mg sehari per os. Obat lain yang dapat diberikan ialah
klindamisin dan sefalosporin generasi I. Topikal dapat diberikan
sufratulle atau krim antibiotic. Selain itu juga harus diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektroit.
k. Prognosis
Kematian dapat terjadi,terutama pada bayi berusia 1-10%.
Penyebab

utama

kematian

ialah

tidak

adanya

keseimbangan

cairan/elektrolit dan sepsis.


7

A. TERANGKAN PEMERIKSAAN PENYAKIT VIRUS PADA

KULIT DAN PENGOBATANNYA


A. Herpes Zoster
Definisi
Herpes zoster/dampa/cacar ular adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Gejala klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun
daerah-daerah lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita
sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat, gejala prodromal baik sistemik
(demam, pusing, malese), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang,
gatal, pegal dan sebagainya). Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu
singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang
eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi
94

keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang


vesikel mengandung darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik.
Dapat pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan
penyembuhan berupa sikatriks.
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru
yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi
berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di samping gejala kulit dapat juga dijumpai
pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada
susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf
pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi
gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena
gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus
fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, di samping itu juga
cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus
fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis
Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan. Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam
waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan
eritem. Pada herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan
segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa
vesikel yang solitar dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang
tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada
penderita limfoma malignum.
Pemeriksaan
1.

Tzancksmear

95

Preparatdiambildaridiscrapingdasarvesikelyangmasihbaru,kemudian
diwarnaidenganpewarnaanyaituhematoxylineosin,Giemsas,Wrights,
toluidineblueataupunPapanicolaous.Denganmenggunakanmikroskop

cahayaakandijumpaimultinucleatedgiantcells.
Pemeriksaaninisensitifitasnyasekitar84%.
Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan

herpessimpleksvirus
2. Directfluorescentassay(DFA)
Preparatdiambildariscrapingdasarvesikeltetapiapabilasudahberbentuk

krustapemeriksaandenganDFAkurangsensitif.
Hasilpemeriksaancepat.
Membutuhkanmikroskopfluorescence.
Testinidapatmenemukanantigenvirusvaricellazoster
PemeriksaaninidapatmembedakanantaraVZVdenganherpessimpleks
virus.

3.
Polymerasechainreaction(PCR)
Pemeriksaandenganmetodeinisangatcepatdansangatsensitif.
Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti
scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga
digunakansebagaipreparat,danCSF.
Sensitifitasnyaberkisar97100%.
Testinidapatmenemukannucleicaciddarivirusvaricellazoster.
4. Biopsikulit
Hasilpemeriksaanhistopatologis:tampakvesikelintraepidermaldengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas
dijumpaiadanyalymphocyticinfiltrate.
Pengobatan
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan
defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan
ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru
ialah famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi

96

yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat-obat


tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5x800 mg sehari dan biasanya
diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3x1000 mg sehari karena
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obatobat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi
baru tidak timbul lagi.
Isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya
baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya
seminggu.
Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan, dapat dicoba
dengan akupungtur.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat digunakan untuk nyeri neuropatik
pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia pasca herpetik ialah pregabalin.
Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog ialah gabapentin,
karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih
cepat, serta pengaturan dosisnya lebih sederhana. Dosis awalnya ialah 2x75
mg sehari, setelah 3-7 hari bila responsnya kurang dapat dinaikkan menjadi
2x150 mg sehari. Dosis maksimumnya 600 mg sehari.
Efek sampingnya ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan
menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah antidepresi trisiklik (misalnya
nortriptilin dan amitriptilin yang akan menghilangkan rasa nyeri pada 44-67%
kasus.
Efek sampingya antara lain gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis
awal amitriptilin ialah 75 mg sehari, kemudia ditinggikan sampai timbul efek
terapeutik, biasanya antara 150-300 mg sehari. Dosis nortriptilin ialah 50-150
mg sehari.
Nyeri neuralgia pasca herpetik (derajat nyeri dan lamanya) bersifat
individual. Nyeri tersebut dapat hilang spontan, meskipun ada yang sampai
bertahun-tahun.

97

Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt.


Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang
biasa kami berikan ialah prednison dengan dosis 3x20 mg sehari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi
itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral.
Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres
terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
B. Veruka
Definisi
Veruka ialah hiperplasi epidermis disebabkan oleh human papilloma virus
tipe tertentu.
Etiologi
Virus penyebabnya tergolong dalam virus papiloma (grup papova), virus
DNA dengan karakteristik replikasi terjadi intranuklear.
Gejala Klinis
Veruka vulgaris
Kutil ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa dan
orang tua. Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor,
walaupun demikian penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh termasuk
mukosa mulut dan hidung. Kutil ini bentuknya bulat berwarna abu-abu,
besarnya lentikular atau kalau berkonfluensi berbentuk plakat, permukaan
kasar (verukosa). Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang
goresan (fenomen Kbner).
Dikenal pula induk kutil yang pada suatu saat akan menimbulkan anakanak kutil dalam jumlah yang banyak. Ada pendapat yang menggolongkan
sebagai penyakit yang sembuh sendiri tanpa pengobatan. Varian veruka
vulgaris yang terdapat di daerah muka dan kulit kepala berbentuk sebagai

98

penonjolan yang tegak lurus pada permukaan kulit dan permukaannya verukosa
disebut sebagai verukosa filiformis.
Veruka Plana Juvenilis
Kutil ini besarnya miliar atau lentikular, permukaan licin dan rata,
berwarna sama dengan warna kulit atau agak kecoklatan. Penyebarannya
terutama di daerah muka dan leher, dorsum manus dan pedis, pergelangan
tangan, serta lutut. Juga terdapat fenomen Kbner dan termasuk penyakit yang
dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Jumlah kutil dapat sangat banyak.
Terutama terdapat pada anak dan usia muda, walaupun juga dapat ditemukan
pada orang tua.
Veruka Plantaris
Kutil ini terdapat di telapak kaki terutama di daerah yang mengalami
tekanan. Bentuknya berupa cincin yang keras dengan di tengah agak lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Permukaannya licin karena gesekan dan
menimbulkan rasa nyeri pada waktu berjalan, yang disebabkan oleh penekanan
oleh massa yang terdapat di daerah tengah cincin. Kalau beberapa veruka
bersatu dapat timbul gambaran seperti mozaik.
Pemeriksaan
Jika

gambaran

histopatologik

klinis

melalui

tidak

biopsi

jelas

kulit.

dapat

dilakukan

Gambaran

pemeriksaan

histopatologis

dapat

membedakan bermacam-macam papiloma.


Pengobatan
Macam-macam terapi topikal:
1. Bahan kaustik, misalnya larutan Ag NO3 25%, asam triklorosetat 50%,
2.
3.
4.
5.

dan fenol likuifaktum.


Bedah beku, misalnya CO2, N2 dan N2O.
Bedah skalpel
Bedah listrik
Bedah laser

C. Kondiloma Akuminatum

99

Definisi
Kondiloma akuminatum ialah vegetasi oleh human papilloma virus tipe
tertentu, bertangkai, dan permukaannya berjonjot.
Etiologi
Virus penyebabnya adalah Virus Papilloma Humanus (VPH), ialah virus
DNA yang tergolong dalam keluarga virus Papova. Sampai saat ini telah
dikenal sekitar 70 tipe VPH, namun tidak seluruhnya dapat menyebabkan
kondiloma akuminatum. Tipe yang pernah ditemui pada kondiloma
akuminatum adalah tipe 6, 11, 16, 18, 30, 31, 33, 35, 39, 41, 42, 44, 51, 52, dan
56.
Beberapa tipe VPH tertentu mempunyai potensi onkogenik yang tinggi,
yaitu tipe 16 dan 18. Tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering
dijumpai pada kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering dijumpai
pada kondiloma akuminatum dan neoplasia intraepitelial serviks derajat ringan.
Gejala Klinis
Penyakit ini terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di
daerah genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan
sekitar anus, sulkus koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus, dan
pangkal penis. Pada wanita di daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina,
kadang-kadang pada porsio uteri. Pada wanita yang banyak mengeluarkan fluor
albus atau wanita yang hamil pertumbuhan penyakit lebih cepat.
Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan
kalau masih baru, jika telah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot
(papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan
sondase. Jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan akan berubah menjadi
keabu-abuan dan berbau tidak enak.
Pemeriksaan
1.

Tesasamasetat
Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai.

Dalam15menitlesiakanberubahwarnamenjadiputih(acetowhite).
2.

Kolposkopi
100

Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat lesi kondiloma

akuminatayangsubklinis.Kolposkopimenggunakansumbercahayayangkuat
dan lensa binokular sehingga lesi dari infeksi HPV dapat diidentifikasi.
Biasanya kolposkopi digunakan bersama asam asetat untuk membantu
visualisasidarijaringanyangterkena.
3.

CervikalIntraepithelialNeoplasia(CIN)
Penggunaantessitologitidakberperanuntukmendiagnosakutilkelamin,

tetapiwanitayangterkenakutilkelamintetapharusdiskriningdengantespap.
SamadenganhubunganantarakondilomaakuminatadenganCIN,adaresiko
dari anal intra epithelial neoplasia pada pria dan wanita dengan kutil
anogenital.
4.

Histologi
Pemeriksaanhistologismenunjukkankelainanpadaepidermis,termasuk

akantosis(menebalnyastratumspinosum),parakeratosis(retensinukleidisel
stratum korneum), dan hiperkeratosis (menebalnya stratum korneum),
menyebabkanpembentukanpapillomatosisyangkhas.Karakteristiklainyang
ditemukandaripemeriksaanjaringanyangdibiopsiadalahkoilosit(selepitel
squamousdengannukleusabnormaldidalamhalositoplasmayangbesar).
Pengobatan
1. Kemoterapi
a. Podofilin
Yang digunakan ialah tingtur podofilin 25%. Kulit di sekitarnya
dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi, setelah 4-6
jam dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangin setelah 3 hari.
Setiap kali pemberian jangan melebihi 0,3 cc karena akan diserap dan
bersifat toksik. Gejala toksisitas ialah mual, muntah, nyeri abdomen,
gangguan alat napas, dan keringat yang disertai kulit dingin. Dapat pula
terjadi supresi sumsum tulang yang disertai trombositopenia dan
leukopenia. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan kerena dapat
terjadi kematian fetus.

101

Cara pengobatan dengan podofilin ini sering dipakai. Hasilnya baik


pada lesi yang baru, tetapi kurang memuaskan pada lesi yang lama atau
yang berbentuk pipih.
b. Asam triklorasetat
Digunakan larutan dengan konsentrasi 50%, dioleskan setiap minggu.
Pemberiannya harus berhati-hati karena dapat menimbulkan ulkus yang
dalam. Dapat diberikan pada wanita hamil.
c. 5-fluorourasil
Konsentrasinya antara 1-5% dalam krim, dipakai terutama pada lesi di
meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya
penderita tidak miksi selama 2 jam setelah pengobatan.
2.
3.
4.
5.

Bedah listrik (elektrokauterisasi)


Bedah beku (N2, N2O cair)
Bedah skalpel
Laser karbondioksida
Luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila

dibandingkan elektrokauterisasi.
6. Interferon
Dapat diberikan dalam bentuk suntikan (i.m. atau intralesi) dan topikal
(krim). Interferon afa diberikan dengan dosis 4-6 mU. i.m. 3 kali seminggu
selama 6 minggu atau dengan dosis 1-5 mU. i.m. selama 6 minggu.
Interferon beta diberikan dengan dosis 2x106 unit i.m. selama 10 hari
berturut-turut.
7. Imunoterapi
Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap pengobatan
dapat diberikan pengobatan bersama dengan imunostimulator.

D. Moluskum Kontagiosum
Definisi

102

Moluskum kontagiosum adalah penyakit disebabkan oleh virus poks,


klinis berupa papul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa
yang mengandung badan moluskum.
Gejala Klinis
Masa inkubasi berlangsung satu sampai beberapa minggu. Kelainan kulit
berupa papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin,
berbentuk kubah yang kemudian di tengahnya terdapat lekukan (delle). Jika
dipijit akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi. Lokalisasi
penyakit ini di daerah muka, badan dan ektremitas, sedangkan pada orang
dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang-kadang dapat timbul
infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.
Pemeriksaan
Diagnosis biasanyadapatlangsungditegakkan. Evaluasi dengankonten
sentramenggunakanpersiapancrushdanpewarnaanGiemsadanpemeriksaan
histopatologik dapat dilakukan jika diperlukan.Pada pemeriksaan
histopatologisakanditemukanepidermishipertropidanhiperplastik.Diatas
lapisanbasal,dapatdilihatselyangmembesarberisiinklusiintrasitoplasmik
besar (HendersonPaterson bodies). Hal ini dapat meningkatkan ukuran sel
sehinggadapatmenyentuhHornylayer.
Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah megeluarkan massa yang mengandung badan
moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik, atau
kuret. Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan
CO2, N2 dan sebagainya. Pada orang dewasa harus juga dilakukan terapi
terhadap pasangan seksualnya.

E. Varisela
Definisi
103

Infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh.
Etiologi
Virus varisela-zoster. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa
infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit varisela, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Gejala klinis
mulai gejala prodormal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk
vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan
gambaran polimorfi.
Pemeriksaan
Sama seperti pemeriksaan herpes zoster
Pengobatan
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dan diberikan sedativa. Lokal diberikan bedak yang
ditambah dengan zat anti gatal (mentol, kamfora) untuk mencegah pecahnya
vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotika berupa salap dan oral. Dapat pula
diberikan obat-obat antivirus (lihat pengobatan herpes zoster). V.Z.I.G.
(varicella zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan
varisela, diberikan intramuskular dalam 4 hari setelah terpajan.

Vaksinasi

104

Vaksin varisela berasal dari galur yang telah dilemahkan. Angka


serokonversi mencapai 97%-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi
ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun.
Pemberiannya secara subkutan, 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai
12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu
diulangi dengan dosis yang sama.
Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang
diberikan masih terjadi. Sedangkan antibodi yang cukup sudah timbul antara
3-6 hari setelah vaksinasi.
Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.
7 B. TERANGKAN TENTANG DERMATISIS DAN
PENATALAKSANAANYA
Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, esema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis. Sinonim dermatitis ialah ekzem. Ada yang membedakan antara
dermatitis dan ekzem , tetapi pada umumnya menganggap sama.
Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), isalnya bahan kimia
(contoh: detergen, asam, basa, oli, semen,), fisik (contoh: sinar,suhu),
mikroorganisme (baktteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya
dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.

105

Patogenesis
Banyak dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama
yang penyebabnya daktor endogen. Yang telah banyak dipelajai adalah dermatitiis
kontak (baik tipe alergik maupun iritan), dan dermatitis atopik.
A. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus.
Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.
Pada stadium akut kelainan kulit berua edema, vesikel, atau bula, erosi dan
eksudasi, sehingga tampak basah (madidans). Stadium subakut, eritema dan
edema berkurang, eksudat mengering menjadi krusta. Sedang pada stadium
kronis lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi,
mungkin juga terdapat erosi dan ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut
tidak selalu berurutan, bisa saja suatu gambaran dermatitis sejak awal
memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis. Demikian pula
jenis efloresensi tidak selalu harus polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.
B. Tata nama (nomenklatur) dan klasifikasi
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan
klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya ang multi faktor, tetapi
juga karena seseorang dapat menderita lebih dari satu janis dermatitis pada
waktu yang bersamaan atau bergantian.
Ada yang memberi nama berdasarkan etiologi (contoh: dermatitis kontak,
radiodermatitis, dermatitis medikamentosa), morfologi (contoh: dermatitis
papulosa, dermatitis vesikulosa, dermatitis madidans, dermatitis eksfoliativa),
bentuk (contoh: dermatitis tangan, dermatitis intertriginosa), dan ada pula
yang berdasarkan stadium penyakit (contoh: dermatitis akut, dermatitis
kronis).
C. Histologi
Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis,
bergantung pada stadiumnya. Pada stadium akut kelinan di epidermis berupa
spongiosis, vesikel, atau bula, edema intrasel, dan eksositosis terutama sel
mononuklear, kadang eosinofil juga ditemukan, bergantung pada penyebab
dermatitis.

106

Perubahan histologik pada stadium subakut hampir seperti pada stadium


akut, spongiosis, jumlah vesikel berkurang, epidermis mulai menebal
(akantosis ringan), tertutup krusta, stadium korneum mengalami parakeratosis
setempat; eksositosis berkurang; edema di dermis berkurang, vasodilatasi
masih jelas, sebukan sel radang masih jelas, fibroblas mulai meningkat
jumlahnya.
Epidermis pada stadium kronis menebal (akantosis), stratum korneum
menebal (hiperkeratosis dan parakeratosis setempat), rete ridges memanjang,
kadang ditemukan spongiosis ringan, tidak lagi terlihat vesikel, eksositosis
sedikit, pigmen melanin terutama di sel basal bertembah. Papila dermis
memanjang (papilomatosis), dinding pembuluh darah bersebukan sel radang
mononuklear, jumlah fibroblas bertambah, kolagen menebal.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyebab dermatitis multi faktor,
kadang juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis,
yaitu dengan menghilangkan/mengurangi gejala, dan menekan peradangan.
1) Sistemik
Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin. Pada kasus berat dapat
diberikan kortikosteroid.
2) Topikal
Prinsip umum topikal sebagai berikut:
Dermatitis akut/basah (madidans) diobati secara basah (kompres terbuka),
bila subakut diberi losio (bedak kocok), krim, pasta, atau linimentum
(pasta pendingin). Krim diberikan pada daerah yang tidak berambut. Bila
kronik diberi salep.
Makin berat atau akut penyaktnya, makin rendah persentase obat spesifik.
8 A. TERANGKAN TENTANG DERMATOMIKOSIS DAN
TATALAKSANANYA

107

Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa


yang disebabkan infeksi jamur. Dermatomikosis mempunyai

arti umum,

yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.

Etiologi Dermatomikois
Dermatofit merupakan kelompok fungi patogen terbesar pada manusia.Ada
tiga genera penyebab dermatomikosis yaitu; Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton. Fase aseksual pada kapang-kapang tersebut menghasilkan
mikrokonidia amerospora ( hanya satu sel ) yang tidak berpigmen, berbentuk
seperti tetesan air mata, dan berdinding halus. Di samping itu juga dihasilkan
makro-konidia yang terbentuk pada bagian tepi atau pada ujung hifa, berbentuk
silindris atau seperti cerutu, berdinding halus atau kasar, dan bersepta lebih dari
satu.
Ketiga

genera

tersebut

dihasilkan.Trichophyton
makrokonidia, sedangkan

dapat

dibedakan

danMicrosporum
Epidermophyton

dari

memiliki

tipe

konidia

mikrokonidia

yang
dan

tidak memiliki mikrokonidia.

Makrokonidia pada Microsporum berdinding kasar dan halus serupa dengan


Trichophyton. Trichophyton dan Microsporumadalah Ascomycetes. Fase seksual (
teleomorf ) pada Trichophyton adalah genus Nannizzia. Kapang-kapang tersebut
bersifat keratinofilik, yaitu menyerang rambut, kulit, dan kuku. Mikosis tersebut
juga ditemukan pada hewan, misalnya Trichophyton mentagrophytes ditemukan
pada binatang mengerat, Trichophyton verrucosum pada ternak, dan Microsporum
canis pada anjing.
Faktor faktoryangmempengaruhi Dermatomikosis
108

Faktor yang mempengaruhi adalah:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Udara yang lembab


Lingkungan yang padat
Sosial ekonomi yang rendah
Adanya sumber penularan disekitarnya
Sering berkontak dengan tanah, air, binatang
Pakaian berlapis / tidak menyerap keringat
Obesitas
Penyakit sistemik
Penggunaan steroid
Sistem imun tubuh
Higienitas dan gizi kurang

Klasifikasi Dermatomikosis
Ada dua golongan jamur yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu non
dermatofita dan dermatofita
Jamur

Lokasi

Penyakit

Dermatofita
Microsporum canis

rambut, kulit

Microsporum audouini

rambut

Microsporun gypseum

kulit, rambut

Trychophyton tonsurans

rambut, kulit, buku

Trychophyton rubrum

rambut, kulit,

Trychophyton mentagrophytes

rambut, kulit

Trychophyton violaceum

Rambut,kulit,kuku

Epidermophyton flocosum

kulit

kuku

Non-Dermatofita
Pityrosporum orbiculare

kulit

Tinea vesikolor

(Malasezia furfur)

109

Clasdoporium werneckii

kulit

Tinea nigra

Piedraia

rambut

Piedra hitam

Trichosporon beigelii

rambut

Piedra putih

a. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang menjadi zat
tanduk, seperti kuku, rambut, dan sratumkorneum pada epidermis yang
disebabkan oleh jamur dermatofita.
Dermatofitosis

(Tinea)

adalah

infeksi

jamur

dermatofit

(species

microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis


bagian superficial (stratumkorneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang
rambut dan kulit.

Trichophyton

menyerang

rambut, kulit

dan kuku.

Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.


Golongan jamurini bersifat mencernakan keratin, dermatifita termasuk
kelas fungi imperfecti. Gambaran klinik

jamur dermatofita menyebabkan

beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis
yang berbeda tergantung lokasi anatominya.

BentukBentuk gejala klinis Dermatofitosis


1) TineaKapitis

110

Adalah kelainan kulit pada daerah kepala rambut yang disebabkan jamur
golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita trichophyton dan
microsporum. Gambaran klinik keluhan penderita berupa bercak pada kepala,
gatal sering disertai rambut rontok ditempatlesi. Ditemukan juga Grey patch ring
worm, kerion, blck dot, dan favus.
Mikosis pada rambut dapat dibedakan sebagai penyakit rambut ;
a) ektoriks (fungi ada di bagian luar rambut) misalnya; Microsporum
audouinii, M, canis, M. ferrugineum, Trichophyton verrucosum, T.
mentagrophytes, T. megnini, dan T. rubrum.
b) endotriks (fungi ada di dalam rambut) misalnya; Trichophyton tonsurans,
t. violaceum, T. soudanensis, T. gourvilli, dan T. youndei.

111

Penyakit favus disebabkan oleh T. schoenleinii,

yaitu skutula dibentuk di

dalam folikel rambut, sedangkan hifa tumbuh di dalam rambut.


Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu wood
dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, pada pemeriksaan mikroskopis
terlihat spora diluar rambut atau didalam rambut.
Pengobatan pada anak peroral griseofulvin10-25 mg/kg BB perhari,
pada dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu.
2) Tinea Favosa
Adalah infeksi jamur kronis terutama oleh

trychophiton schoen lini,

trychophithon violaceum, dan microsporum gypseum. Penyakit ini mirip tinea


kapitis yang ditandai oleh skutula warna kekuningan

bau seperti tikus pada

kulit kepala, lesi menjadi sikatrik alopecia permanen. Gambaran klinik mulai
dari gambaran ringan berupa kemerahan pada kulit kepala dan terkenanya
folikel rambut tanpa kerontokan hingga skutula dan kerontokan rambut serta
lesi menjadi lebih merah dan luas kemudian terjadi kerontokan lebih luas,
kulit mengalami atropi sembuh dengan jaringan parut permanen.
Diagnosis dengan pemeriksaan mikroskopis langsung. Prinsip pengobatan
tinea

favosa sama dengan pengobatan tinea kapitis yaitu pengobatan pada

anak peroral griseofulvin 10-25 mg/kg BB perhari, pada dewasa 500 mg/hr
selama 6 minggu. Higienitas harus dijaga.

3) Tinea Korporis

112

Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurusskin) di daerah


muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T.rubrum dan T.
mentagropytes. Gambaran klinik biasanya berupa lesi terdiri atas bermacammacam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau
polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan lebih jelas. Daerah
sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi meluas
sampai keperifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh,

tetapi tetap

meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar.


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya serta
kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH10-20% untuk
melihat hifa atau spora jamur.
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4minggu,
itrakenazol 100mg sehari selama 2minggu, obat topical salep whit field.
4) Tinea Imbrikata
Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan
gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkar- lingkar

dan gatal.

Disebabkan olehd ermatofita T.concentricum. Gambaran klinik dapat menyerang


seluruh permukaan kulit halus, sehingga sering digolongkan dalam

tinea

korporis. Lesi bermula sebagai macula eritematosa yang gatal, kemudian timbul
skuama agak tebal terletak konsensif dengan susunan seperti genting, lesi tambah
melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian tangahnya.

113

Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris.


Pengobatan sistemik griseofulvin 500mg sehari selama 4 minggu, sering kambuh
setelah pengobatan sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama,
ketokonazol 200 mg sehari, obat topical tidak begitu efektif karena daerah yang
terserang luas.
5) TineaKruris

Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar
anus, yang dapat meluas kebokong

dan perut bagian bawah. Penyebab E.

floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi


simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa,
gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi
skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel-vesikel kecil.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur
pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan
KOH 10-20%.
Pengobatan sistemik griseofulvin 500mg sehari selama 3-4 minggu,
ketokonazol,

obat

topical

salp

white

field,

tolsiklat,

haloprogin,

siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCL

6) Tinea Manus et Pedis

114

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh

infeksi jamur dermatofita

didaerah kilit telapak tangan dan kaki, punggung tangandan kaki,jari-jaritan


gandan kaki serta daerah interdigital. Penyebab

tersering T.rubrum,

T.mentagrophytes, E.floccosum. Gambaran klinik ada 3 bentuk klinis yang sering


dijumpai yaitu:
a) Bentuk intertriginosa berupa maserasi, deskuamasi, danerosi pada
sela jari tampak warna keputihan basah terjadi fisura terasa nyeri bila
disentuh, lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki
lesi sering mulai dari selajari III,IV danV.
b) Bentuk vesikular akut ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan
bila terletak agak dalam dibawah kulit sangat gatal, lokasi yang
sering adalah telapak kaki bagian tengah melebar serta vesikulanya
memecah.
c) Bentuk moccasinfoot pada bentuk ini seluruh kaki dan telapak tepi
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan berskuama, eritema
biasanya ringan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinik dan pemeriksaan kerokan
kulit dengan larutan KOH 10-20% yang menunjukkan elemen jamur.
Pengobatan cukup topical saja dengan obat-obat antijamur untuk interdigital
dan vesikular selama 4-6 minggu.
7) Tinea unguium

115

Adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab


tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya
menyertai tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna
menjadi suram tergantung penyebabnya, destruksi kuku mulai dari distal,lateral,
ataupun keseluruhan.
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab
danpermulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari
pangkal kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia
trikofita bila dimulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak
mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku
tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur.
Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan kuku
dengan KOH 10-20% atau biakan untuk menemukan elemen jamur.
Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerja sama dan
kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan

lama.

Pemberian griseofulvin 500mg sehari selama 3-4 bulan untuk jari tangan untuk
jari kaki 9-12 bulan. Obat topical dapat diberikan dalam bentuk losion atau krim.
8) Kandidiasis
Adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur
intermediate yang menyerang kulit, kuku, selaput lender dan alat- alat dalam.
Penyebab jamur golongan candida yang pathogen dan merupakan kandidiasis
116

adalah candida albicans. Gambaran klinik berbentuk kandidiasis sistemik dan


lokal.
Kandidiasis local terdiri dari:
a) Kandidiasis oral dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi berupa bercak
putih seperti membran pada mukosa mulut dan lidah bila membran tersebut
diangkat tampak dasar kemerahan dan erosif.

b)

Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila tersentuh

c)

makanan atau air.


Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa
yang eritematosa erosif, mulai dari servik sampai introitus vagina,
didapatkan fluoralbus putih kekuningan disertai semacam butiran
tepung

kadang

seperti

susu

pecah

terasa

gatal

serta

dispareunikarena ada erosi.

117

d) Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa gatal
disertai timbulnya

membran

atau bercak putih pada gland

penis.
Kandidiasis kulit terdiri dari:
a)

Kandidiasis intertriginosa sering terjadi pada orang gemuk menyerang


lipatan kulit yang besar seperti inguinal, aksila, lipat payudara, yang
khas adalah bercak kemerahan agak lebar dengan dikelilingi oleh lesilesi satelit.

b) Kandidiasis kuku infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitar terasa
nyeri dan peradangan sekitar, kuku rusak dan menebal lesi berwarna
c)

kehijauan.
Kandidiasis granulomatosa

bentuk ini jarang dijumpai, manifestasi

berupa granuloma terjadi akibat penumpukan krusta serta

hipertropi

setempat, biasa terdapat dikepala atau ektremitas.


d) Kandidid adalah suatu alergi terhadap elemen jamur atau metabolit
candida SSP.
Diagnosis dengan pemeriksaan langsung

kerokan kulit atau usap

mukokutan dengan larutan KOH 10% atau pewarnaan gram yang terlihat sel ragi,
blastospora atau hifa semu. Pengobatan kandidiasis kulit dan kandidiasis selaput
lendir yang lokal dengan memberi obat anti jamur topikal.
Pengobatan

kandidiasis

oral

berupa lozenges atau oral gel yang

mengandung nistatin atau mikonazole, pengobatan kandidiasis vaginal obat yang

118

dipakai adalah preparat khusus intravaginal yang mengandung imidasol selama


1-5hari, terapi oral juga diberikan 1-5 hari.
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh
lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan anti jamur topikal.
walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan
biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang
kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe
kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan

terapi

sistemik.

Idealnya,

konfirmasi

diagnosis

mikologi

hendaknya diperoleh sebelum terapi sistemik anti jamur dimulai. Pengobatan


oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah:
Infeksi
Tinea

Rekomendasi

Alternatif

unguium Terbinafine 250 mg/hr 6 Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau

(Onychomycosis)

minggu untuk kuku jari 400 mg/hr seminggu per bulan selama 3tangan, 12 minggu untuk 4
kuku jari kaki

bulan

Fluconazole

berturut-turut.
150-300

mg/

mgg

s.d

sembuh (6-12 bln) Griseofulvin 500-1000


mg/hr s.d sembuh (12-18 bulan)
Tinea capitis

Griseofulvin
(
sampai

500mg/day Terbinafine

10mg/kgBB/hari) Itraconazole
sembuh

250

mg/hr/4

100

mg/hr/4mgg

mgg

(6-8 Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg

minggu)
Tinea corporis

Griseofulvin
sampai

500

sembuh

minggu),

mg/hr

selama

2-4

(4-6 minggu Itraconazole 100 mg/hr selama


dengan Fluconazole 150-300 mg/mggu selama 4

imidazol.

mgg.

Griseofulvin
sampai

250

sering 15 hr atau 200mg/hr selama 1 mgg.

dikombinasikan

Tinea cruris

mg/hr Terbinafine

500

mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg

sembuh

(4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau

minggu)

200 mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole


150-300 mg/hr selama 4 mgg.

Tinea pedis

Griseofulvin

500mg/hrTerbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg

119

sampai

sembuh

minggu)

(4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau


200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole
150-300 mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic

and/or Terbinafine

widespread

250

mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.

selama 4-6 minggu

Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai

non-responsive

sembuh (3-6 bulan).

tinea.

b. Non Dermatofitosis
Pitiriasis versikolor (Panu)
Adalah penyakit

jamur superfisial yang kronik biasanya tidak

memberikan keluhan subjektif berupa bercak skuama halus warna putih


sampai coklat hitam, meliputi badan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat
paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut.
Disebabkan oleh malassezia furfur robin. Gambaran klinik kelainan terlihat
bercak- bercak warna warni, bentuk teratur sampai tidak teratur batas jelas
sampai difus kadang penderita merasa gatal ringan.
Diagnosis pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20%
terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat
berkelompok.
Pengobatan harus dilakukan menyeluruh tekun dan konsisten. Obat yang
dapat dipakai suspense selenium sulfida ( selsun) dipakai sebagai sampo 2-3
x seminggu. Obat lain derivate azol missal mikonazole,jika sulit
disembuhkan ketokonazole dapat dipertimbangkan dengan dosis 1x200mg
sehari selama 10 minggu.
Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik
sebagai anti inflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolone 3x4 mg
sehari selama dua minggu, bersamaaan dengan pemberian grisiofulvine yang
diberikan berlanjut 2 minggu setelah lesi hilang. Terbinafine juga diberikan

120

sebagai pengganti griseofulvine selama 2-3 minggu dosis 62,5-250 mg sehari


tergantung berat badan.
Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan
ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lain berupa
gangguan traktus digestifus yaitu: nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut
bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang
tersering gangguan gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri
lambung, diarea, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping lain berupa
ganguan pengecapan, persentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian
atau keseluruhan setelah beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat
sementara. Sefalgia ringan dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.
Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol
sebagai terapi sistemik 200 mg per hari selam 10 hari sampai 2 minggu pada
pagi hari setelah makan. Ketokonazol kontraindikasi untuk kelainan hepar .
8

B.

TERANGKAN SEDIAAN GENERIK DAN PATEN CREAM,

PERORAL, TOPIKAL, INJEKSI UNTUK KORTIKOSTEROID


Tabel. Beberapa Sediaan Kortikosteroid
Nama generic

Bentuk oral

Desoksikortikosteron asetat
0,1 mg

Kortisol/hidrokortison

5-20 mg

Kortisol asetat

Kortison asetat
Prednisone

Topical

Topical pada
mata

5 mg/ml (minyak)

Fluodrokortison asetat

Kortisol sipionat

Parenteral

2 mg/ml
(suspens
i)
5-25 mg

25, 50 mg/ml
0,1-2% (krim, 0,2% (suspensi,
(suspensi)
salep,
salep)
losion)
25 mg/5 ml
0,1-1% (krim, 1,5% (salep)
(suspensi)
salep,
losion)

25, 50 mg/ml
(suspensi)

5 mg

121

Prednisolon

5 mg

Metilprednisolon

4 mg

40 mg/ml

6-metil prednisolon

4 mg

20, 40, 80 mg/ml


(suspensi)
40-1.000 mg
bubuk
4 mg/ml

Metilprednisolon Na suksinat
Deksametason

0,5 mg
(eliksir)

Deksametason asetat

0,01-0,1%

0,1%

0,1%

0,05; 0,1%

2-16 mg/ml
(suspensi)
4-24 mg/ml

Deksametason Na-fosfat
Parametason asetat

0,25, 1%

1,2 mg

Flusinolon asetonid

0,01-0,2%

Flumetason pivalat

0,025% (krim)

Betametason

0,6 mg

Betametason dipropionat

0,05; 0,1%

Betametason valerat

0,01; 0,1%

Triamsinolon

4 mg

Triamsinolon asetonid
Triamsinolon diasetat

40 mg/ml
(suspensi)
2 dan 4 mg/ 5
ml
(sirup)

0,1; 0,5 mg
(krim,
dll)

25, 40 mg/ml
(suspensi)

Halsinonid

0,025; 0,1%

Tabel. Sediaan Kortikosteroid Peroral dan Injeksi


Nama Obat
Dexamethason

Metilprednisolon

Dosis
Anak: 0,006-0,4
mg/kgBB/hari
Dewasa : 0,2-0,5
mg/kgBB/hari
0,4-1,6 mg/kgBB/hari

Prednison

1-2 mg/kgBB/hari (3x)

Sediaan
Tab 0,5 mg
Inj 5 mg/ml

Nama paten
Cortidex
Kalmetason

Tab 4, 8, 16 mg
Inj 125mg/2ml,
500mg/ml
Tab 5 mg

Lameson
Medixon
Pehacort

Tabel. Sediaan Kortikosteroid Topikal

122

Obat
Potensi
(kelompok)

GenericUmum

Ultra high (I)


Augmented betametason
Ultra tinggi (I) dipropionate 0,05%

Merek

Dosage
vehicle Tersedia ukuran

Diprolene*
Diprolene *

G, O G, 15, 45, 50 g 15,


O
45, 50 g

Clobetasol propionat 0,05% Clobex Clobex L, Sh L, 59, 118 mL (L);


Sh
118 mL (Sh) 59,
118 mL (L); 118
mL (Sh)
Olux* Olux * F F

Temovate*
Temovate *

50, 100 g 50, 100


g

C, G, O 15, 30, 45 g (C,


C, G, O O); 15, 30, 60 g
(G) 15, 30, 45 g
(C, O), 15, 30, 60
g (G)

Temovate E* C C
Temovate E *

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g

Diflorasone diacetate
Apexicon*
0.05% Diflorasone diasetat Apexicon *
0,05%

OO

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g

Fluocinonide
0.1%Fluocinonide 0,1%

CC

30, 60 g 30, 60 g

Flurandrenolide 4 mcg per Cordran


m 2 Flurandrenolide 4 mcg Cordran
per m 2

TT

24 3 and 80
3 rolls 24 " 3"
dan 80 " 3"
gulungan

Halobetasol propionate
0.05% Halobetasol
propionat 0,05%

Ultravate*
Ultravate *

C, O C, 15, 50 g 15, 50 g
O

OO

High (II) Tinggi Amcinonide 0.1%


(II)
Amcinonide 0,1%

Vanos Vanos

Augmented betamethasone Diprolene*


LL
dipropionate 0.05%
Diprolene *
Augmented betametason
dipropionate 0,05%
Diprolene AF* C C

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g
30, 60 mL 30, 60
mL
15, 50 g 15, 50 g

123

Obat
Potensi
(kelompok)

GenericUmum

Merek

Dosage
vehicle Tersedia ukuran

Diprolene AF *
Betamethasone
Diprosone* O O
dipropionate 0.05%
Diprosone *
Betametason dipropionate
0,05%
Desoximetasone
Desoximetasone

15, 45 g 15, 45 g

Topicort
C, O C, 15, 60 g 15, 60 g
0.25%*
O
Topicort 0,25%
*
Topicort
GG
0.05%*
Topicort 0,05%
*

Diflorasone diacetate
Apexicon E* C C
0.05% Diflorasone diasetat Apexicon E *
0,05%

15, 60 g 15, 60 g

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g

Fluocinonide 0.05%
Fluocinonide 0,05%

Lidex* Lidex * C, G, 15, 30, 60 g 15,


O C, G, 30, 60 g
O

Halcinonide 0.1%
Halcinonide 0,1%

Halog Halog

C, O, So 15, 30, 60, 240 g


C, O,
(C, O); 30, 60 mL
Jadi
(So) 15, 30, 60,
240 g (C, O), 30,
60 mL (Jadi)

Cyclocort
Cyclocort

CC

4, 15, 30, 60 g 4,
15, 30, 60 g

Betanate*
Betanate *

CC

15, 45 g 15, 45 g

Cutivate*
Cutivate *

OO

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g

Medium to high Amcinonide 0.1%


(III) Sedang
Amcinonide 0,1%
sampai tinggi
(III)
Betamethasone
dipropionate 0.05%
Betametason dipropionate
0,05%
Fluticasone propionate
0.005% Flutikason
propionat 0,005%

124

Obat
Potensi
(kelompok)

GenericUmum

Merek

Dosage
vehicle Tersedia ukuran

Triamcinolone acetonide
0.5% Asetonid
triamcinolone 0,5%

Cinalog*
Cinalog *

C, O C, 15 g 15 g
O

Medium (IV and Betamethasone valerate


V) Sedang (IV Betametason Valerat
dan V)

Beta-Val 0.1%* C, L C, L 14, 45 g (C); 60


Beta-Val 0,1%
mL (L) 14, 45 g
*
(C); 60 mL (L)
Luxiq 0.12%
Luxiq 0,12%

FF

Desoximetasone 0.05%
Desoximetasone 0,05%

Topicort LP* C C
Topicort LP *

Fluocinolone acetonide
0.025% Fluocinolone
asetonid 0,025%

Synalar*
Synalar *

100 g 100 g

15, 60 g 15, 60 g

C, O C, 15, 60 g 15, 60 g
O

Fluticasone propionate
Cutivate*
0.05% Flutikason propionat Cutivate *
0,05%

CC

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g

Hydrocortisone butyrate
Locoid*
0.1% Hidrokortison butirat Locoid *
0,1%

OO

5, 10, 15, 30, 45 g


5, 10, 15, 30, 45 g

Hydrocortisone probutate
0.1% Probutate
hidrokortison 0,1%

Pandel Pandel C C

15, 45, 80 g 15,


45, 80 g

Hydrocortisone valerate
Westcort*
0.2% Valerat hidrokortison Westcort *
0,2%

C, O C, 14, 45, 60 g (C,


O
O); 120 g (C) 14,
45, 60 g (C, O);
120 g (C)

Mometasone furoate 0.1% Elocon*


Mometasone furoate 0,1% Elocon *

C, L, O 15, 45 g (C, O);


C, L, O 30, 60 mL (L) 15,
45 g (C, O), 30, 60
mL (L)

Triamcinolone acetonide
0.025% Triamcinolone
asetonid 0,025%

C, L, O 15, 80, 454 g (C,


C, L, O O); 60 mL (L) 15,
80, 454 g (C, O);

Kenalog*
Kenalog *

125

Obat
Potensi
(kelompok)

GenericUmum

Merek

Dosage
vehicle Tersedia ukuran
60 mL (L)

Triamcinolone acetonide
0.1% Asetonid
triamcinolone 0,1%

Low (VI)
Rendah (VI)

Triderm*
Triderm *

C, L, 15, 80, 454 g (C,


O C, L, O); 15, 60 mL (L)
O
15, 80, 454 g (C,
O), 15, 60 mL (L)

Alclometasone dipropionate Aclovate*


0.05% Alclometasone
Aclovate *
dipropionate 0,05%

C, O C, 15, 45, 60 g 15,


O
45, 60 g

Desonide 0.05% Desonide Desonate


0,05%
Desonate

GG

Desowen*
Desowen *

Fluocinolone 0.01%
Fluocinolone 0,01%

15, 30, 60 g 15,


30, 60 g

C, O C, 15, 60 g 15, 60 g
O

Lokara Lokara L L

60, 120 mL 60,


120 mL

Verdeso
Verdeso

FF

100 g 100 g

CC

15, 60 g 15, 60 g

CC

5, 10, 15, 30, 45 g


5, 10, 15, 30, 45 g

Hydrocortisone butyrate
Locoid*
0.1% Hidrokortison butirat Locoid *
0,1%
Least potent
Hydrocortisone 1%, 2.5% (VII) Least kuat Hidrokortison 1%, 2,5%
(VII)

C, L, O 20, 30, 120 g (C,


C, L, O O); 60, 120 mL
(L) 20, 30, 120 g
(C, O), 60, 120 mL
(L)

Keterangan: C = cream; F = foam; G = gel; L = lotion; O = ointment; Sh =


shampoo; So = solution; T = tape .C = krim; F = busa; G = gel; L = lotion; O =
salep; Sh = sampo. *= generik tersedia, =Brand tidak tersedia dalam formulasi
ini, =Merek tidak lagi tersedia di Amerika Serikat.

126

Steroid topikal
Nama obat
Sediaan
Hydrocortisone acetat 1% Cream 5gr
Betamethasone
valerat Cream 5gr

Merek
Molason

1mg/gr
Fluocinolon

acetonide Cream 5gr, salep 10gr

Esinol, dermasolon

0,025%
Cobetasol

propionat Cream

5gr,

10

gr Clobesan,

kloderma,

0,05%
ointment, gel
Desonide cream 0,05%
Cream 5gr
Momethasone
furoate Cream 5gr, 10 gr

Lotasbat
Desolex
Dermovel

0,1%
Desoximethasone 0,25%

Dexigen, Dexosyn

Cream 5gr

A. JELASKAN SEDIAAN GENERIK DAN PATEN CREAM,

PERORAL, TOPIKAL, INJEKSI UNTUK ANTIHISTAMIN


Antihistamin
Antihistamin dalam dosis terapi, efektif untuk mengobati
edema, eritem dan pruritus, tetapi tidak dapat melawan efek
hipersekresi asam lambung akibat histamin.

Antihistamin

tersebut digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor


H1 (AH1). Setelah tahun 1972 ditemukan kelompok antihistamin
baru yang dapat menghambat

sekresi asam lambung akibat

histamin. Antihistamin ini digolongkan sebagai antihistamin


penghambat reseptor H2 (AH2). Kedua jenis antihistamin ini
bekerja secara kompetitif yaitu dengan menghambat interaksi
histamin dan reseptor histamin H1 atau H2.
Histamin sudah lama dikenal karena merupakan mediator
utama timbulnya peradangan dan gejala alergi. Mekanisme kerja

127

obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala alergi


berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamin
berikatan dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran. Histamin
yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor
H1. Reseptor yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin.
Peristiwa

molekular

ini

akan

mencegah

untuk

sementara

timbulnya reaksi alergi.


Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medula
adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot
polos saluran nafas, saluran cerna, saluran genitourinarius dan
jaringan vaskular. Reseptor H2 terdapat di saluran cerna dan
dalam jantung

Tabel 5. Penggolongan anthistamin (AH1) golongan I

128

Tabel 6. Sediaan antihistamin oral, injeksi, topikal

129

Obat
Peroral

Sediaan
Injeksi

Dosis
Topikal

AKRIVASTIN

Oral : 3 x 8 mg/hari

Semprex
AZATADIN MELEAT

8 mg kap

Kec. anak < 12 thn & lansia


Oral : 2 x 1-2 mg /hari

Bufazad

1 mg kap

1-6 th : 2 x 250 mikro

Zadin

1 mg tab

gram / hari , 6-12 th: 2 x

0,1 mg/mL syr

0,5-1 mg / hari

DEKSBROMFENIRAMIN
MELEAT
Bufarasmin

2 mg kap

Dece

2 mg tab

Dexteem

2 mg tab

Fentika

Dewasa : 2 mg

2mg kaptab

Anak : 2-6 th : 0,5 mg

Histaclor

2mg tab

6-12 th : 1 mg.

Polaris

2 mg tab

Berikan 3 4 x/hari

Vilergi

2 mg tab

Ramahist

2 mg tab

Polaramin

2 mg tab

DEFENHIDRAMIN

2 mg /5 mL syr
12,5 mg/5mL

10mg/mL

HIDROCLORIDA
Adidryl
Drimpy
Neo Utradip

10mg/mL
25 mg tabsal

Dewasa : 3 x 25 50mg/hari

50mg kap

Novadryl

Anak: 5 mg / kgBB/ hari


10mg/mL

Otede

50 mg tab

Recodryl
DENEBHIDRINAT

50 mg tab

Amnum

50 mg tab

Antimab

50mg tab

Dewasa : 2-3 x 50-100 mg /

Antimo

50mg tab

hari,

10mg/mL
-

12,5mg/5mL

Anak 7-12 th : 25-50 mg

susp
Dramamim
KLOFERAMIN MELEAT
CTM (generik)

50 mg tab
4 mg tab

50 mg/ mL

4 mg kaptab

Aficitom

4 mg tab

Allergen

4 mg kaptab

Oral : 4 mg tiap 4-6 jam,


max 24 mg/hari

130

Alleron

4 mg kaptab

Bephenon
Bernamin

Anak 1-2 th : 2 x 1 mg
10 mg/mL

2-5 th : 1 mg tiap 4-6 jam 6-

2mg/5mL syr

12 th : 2 mg tiap 4-6 jam.

Ceteem

4 mg kap

Chlophenon

4 mg tab

Cohistan

4 mg tab

Decaphenon

4 mg tab

Defemin

4 mg tab

20 mg dalam spuit dengan

Histacure

4 mg tab

NaCl 0,9%

Hufaphenon

4 mg tab

Metachlor

4 mg tab

Paraphenon
LORATADIN

4 mg tab
10 mg tab

10 mg/mL

Inj. Subk / IM 10-20 mg,


max 40mg dalam 24 jam.

10 mg/mL

Inj. IV lambat 1menit : 10-

10 mg kap
1 mg / mL syr
5 mg / 5mL syr
Alernitis

10 mg tab

Oral : 10 mg /hari

Allohex

10 mg tab

Anak 1-12 th : < 30 kg,

5mg/5mL syr
Claradin

10 mg tab

Dinazen

10 mg tab

Folerin

10 mg tab

5mg/hari,
> 30kg 10 mg/hari

5 mg/5mL syr
Imunex

5 mg/5mL syr
10 mg tab

SETIRIZIN HCL
Cetirizin (generik)

10mg kapsalsel

10mg tabsalsel
10 mg kap

Dewasa dan anak > 6 th :

Alergin

10 mg tap

10 mg / hari malam hari

Cerini

10 mg kap

bersama makanan.

Cetymin

10 mg tab

Cetryn

5 mg/mL syr
10 mg tabsal
10mg/mL drop

Rydian
ASTEMIZOL
Hismanal

10 mg tabsalsel
10 mg tab

131

5mg/5mL syr
Ikazol

10 mg tab

Dosis dewasa maks : 10

Scanthis

10 mg tab

mg/hari

5mg / 5mL

6-12 th : maks 5 mg/hari

Talensip

susp
10 mg tab

9 A. JELASKAN SEDIAAN GENERIK DAN PATEN CREAM, PERORAL,


TOPIKAL, INJEKSI UNTUK ANTIBIOTIK
Golongan Penisilin
No

2.

Nama Obat

Sediaan

Amoxillin

500 mg

Ampicilin

500 mg

Sultamisilin tesilat

375 mg

Tetrasiklin Hcl

250 mg

Sulbenisilin

Na kloksasilin

250 mg

Oksitetrasiklin Hcl

50 mg

Levoflaksasin

500 mg

1g

Golongan Aminoglikosida
No

Nama Obat

Sediaan

132

Amikasin Sulfat

500 mg

Tobramisin

40 mg / ml

Gentamisin

40 mg / ml inj

Paromomisin Basa

250 mg / tab 125 mg / 5 ml

Kenamisin Sulfat

1 g / vial

3. Golongan Kloramfenikol
No

4.

Nama Obat

Kloramfenikol

Tiamfenikol

250 mg / tab , 125 mg / 5 ml sirup


500 mg

Golongan Kuinolon
No

5.

Sediaan

Nama Obat

Sediaan

Pefloksasin

400 mg

Ofloksasin

200 mg , 400 mg

Siprofloksasin

250 mg , 500 mg

Levoflaksasin

500 mg

Getifloksasin

400 mg

Norfloksasin

400 mg

Golongan Makrolid

133

No

Nama Obat

Sediaan

Klaritromisin

250 mg , 500 mg

Roksitromisin

150 mg

Azitromisin basa

250 mg

Eritromisin

250 mg

Siprofloksasin

500 mg

6.

Golongan Sefalosporin
No

7.

Nama Obat

Sediaan

Sefuroksim

500 mg

Sefadroksil

250 mg , 500 mg

Sefotaksim

1g

Na . Seftriakson

1g

Na . Sefazolin

1g

Sefaklor

500 mg

Sefditoren Pivoksil

100 mg

Sefpironil

Sefdinir

1g
100 mg

Golongan Tetrasiklin
No

Nama Obat

Sediaan

Tetrasiklin Hcl

250 mg , 500 mg

Oksitetrasiklin

250 mg

Doksisiklin

100 mg

134

8. Golongan Lain-lain
No

Nama Obat

Sediaan

Klindamisin

150 mg , 200 mg

Metronidazol

250 mg , 500 mg

Lincomisin

500 mg

Etrinidazol

200 mg

Sekridazol

500 mg

Spiramisin

500 mg

Merupeneum

100 mg , 1 g

Berdasarkan rumus kimianya, golongan ini dibagi menjadi :


NO

GENE
RIK

Strepto
misin

NAMA
DAGANG
Diagon
Stop
(Sreptomisi
n Sulfat 65
mg,
ftalilsulfati
azol, 250
mg, CaPantotenat
50 mg,
kliokinol
100mg)

SEDIAAN

FUNGSI

DOSIS

Sirup (60
mL)

Antiefektikum
saluran cerna

Botol (60
mL)

Pengobatan
penyakit infeksi
usus, termasuk
diare pada bayi
maupun diare
karena infeksi yag
disebabkan oleh
mikroorganisme
yang peka atau zat
beracun

Bayi: sehari
3-4 x 1
sendok the,
anak: sehari
4-6 x 1
sendok teh,
dewasa:
sehari 6x 2
sendok teh

Entromix

Botol (60
mL)

Gastroenteritis
disebabkan kuman
yang pake obat ini
dan berbagai toksin

Viostreptin

Botol (60
mL)

Semua bentuk diare


basiler despeptik
enteritis

Kaolana

Dewasa 6 x
sehari 10
mL, anak 6 x
sehari 5 mL,
bayi 4 x
sehari 5 mL
Dewasa 1-2
sendok takar
3 x sehari;
anak-anak 1
sendok takar
135

2-3 x sehari

2.

3.

Neomis
yn

Kanami
syn

Bevalex
(Betametas
on 17
Valerat
0,1%,
Neomisin
Sulfat
0,5%)

Krim tube 5
g

Neocenta
(Neomisin
Sulfat
0,5%,
Ekstrak
Plasenta
10%)

Krim tube 15
g

Neosinol
(Neomisin
Sulfat 5mg,
Fluosinolon
asetonida
0,25 mg per
g)
Nabacetin
Serbuk
(Neomisin
sulfat 5 mg,
basitrasin
250 UI per
g)

Oleskan pada
tempat yang
sakit sehari
2-3 x

Oleskan pada
daerah yang
sakit sehari
4-6 x

Krim tube 10
g

Untuk mengobati
dermatitis yang
terinfeksi oleh
kuman yang peka
terhadap neomisin

Oleskan tipis
sehari 2-3 x

Botol 5 g
serbuk

Untuk pencegahan
dan pengobatan
infeksi lokal pada
kulit dan mukosa

Sehari
beberapa
kali, taburkan
pada bagian
yang sakit

NB Topical
(Neomisisn
sulfat 5 mg,
Zn
Basitrasin
500 UI per
g)

Salep 5g

Kanabiotic
(Kanamisin
sulfat 1000
mg/vial)

Injeksi Dus
10 Vial

Kanamycin
INJ MEIJI

Untuk mengobati
inflamasi dari
dermatosis
responsif terhadap
kortikosteroid bila
terkomplikasi
dengan infeksi
sekunder
disebabkan
organisme rentan
terhadap neomisin
Untuk mengobati
terapi luka bakar,
Ulkus kronik, ulkus
dekubital, eksim
pioderma,
impetigo,
furunkulosis dan
penyakit kulit
lainnya

Injeksi: Vial

Untuk mengobati
impetigo, terbakar,
pioderma,
folikulitis barbae,
furunkolitis, akne
nekrotika, ulse
dekubitus, eksema
disertai infeksi
Infeksi kuman peka
kanamisisn atau
kuman yang
resisren terhadap
antibiotik lain
Infeksi saluran
nafas, TB, ISK, GO

Oleskan
langsung
pada daerah
lesi

Sehari 15
mg/KgBB
dalam 2-4
dosis
Infeksi akut:
Sehari 1-2 g,

136

4.

Gentami
syn

(Kanamisin
500 mg, 1g,
2g)

dan supuratif,
petusis, disentri
basiler, diare akut,
adnektisis, peny.
Weil, profilaksis
infeksi paska
operasi

TB:
Seminggu
sehari 3 x 1 g
atau
semingggu
sehari 2x 2 g,
Go: Dosis
tunggal

Kanarco
(Kanamisin
sulfat 1g)

Infeksi saluran
nafas, taringtis,
bronkitis
bronkopneumonia,
ISK, sistitis, GO,
uretritis, otitis
media,
osteomielitis dan
karbunkel

10mg / kgBB
/ hari terbagi
dalam 2 dosis

Injeksi: Vial

Kanoxin
(Kanamisin
sulfat 1g)

Injeksi: Vial

Garamycin
(Gentamisi
n Sulfat 1
mg/g krim

Tube 5g dan
15g Krim,
Tube 5 g dan
15 g salep

Digenta
(Gentamisi
n 1 mg,
betametaso
n 0,5 mg)

Tube 10 g
krim

Derticort
(Gentamisi
n sulfat,
betametaso
n

Tube 5 g
Krim dan 10
g

ISK, saluran nafas,


TBC paru, infeksi
bakteri supuratif
dan pencegah
infeksi setelah
operasi

Untuk infeksi kulit


primer dan
sekunder karenna
bakteri yang rentan
Dermatitis atopik,
dermatitis kontak,
dermatitis statis,
dermtitis
eksfoliatif,
neurodermatitis,
linchen planus,
eksim, intertigo,
psoriasis, pruritus
anogenital dan
senilis
Terapi inflamasi
kulit yang resposif
terhadap
kortikosteroid
dengan infeksi

Dewasa: IM
sehari 1-2 g
dalam dosis;
anak, Im, 1030
mg/kgBB/har
i dalam 2
dosis ;
gonore, IM 2
g, TBC paru,
IM seminggu
2x 2 g dalam
2 dosis
Oleskan tipis
pada bagian
yang sakit
sehari 3-4 x

Oleskan tiap
hari 2-3 x

Oleskan tipis
dan merata
pada bagian
yang sakit

137

dipropriona
t

sekunder oleh
organisme yang
sensitif terhadap
gentamisin sulfat

Topifram
(Gramisisdi
na 0,25 mg,
desoksimet
on 2,5 mg,
framisetina
7,5 mg)

Krim

Eksem, Dermatitis,
epidermatitis, luka
bakar,
fotosensitisasi yang
terinfksi bakteri

1-4 x sehari
oleskan paa
bagian yang
sakit

Amp 1,5
mL/60 mg;
vial 2 mL/80
mg

Septikimia, sepsis
neonatus, infeksi
pernapasan bawah
dan
gastrointestinum
salurran kemih,
kulitt, tulang,
jaringan lunak
terutama oleh
Pseudomonas
aeruginosa E.Coli,
Klebsiela,
Streptococcus
faecalis,
staphylococcus;
aereus

Infeksi
sedang, 2-3
mg/kgBB/har
i; infeksi
berat 3
mg/kgBB/har
i; Infeksi
paling berat:
>5
mg/KgBB/ha
ri

Injeksi: Dus
1 Vial

Infeksi gigi T,
peritinitis, Infeksi
saluran nafas
bawah, kulit, tulang
dan jaringan lunak

35mg/kgBB/h
ari dalam 3
dosis terbagi;
anak-anak
1,5-1,9
mg/kgBB
tiap 12 jam

Salep

Infeksi mata

Injeksi: Vial
500 mg

Infeksi kuman
gram negatif pada
intra abdominal,
jaringan lunak,
combustio, jaringan
tulang dan sendi.
Saluran nafas
bawah, saluran
kemih, paska
operasi.

IM:
15mg/kgBB/
hari dibagi 2
dosis.
Neonatus dan
prematur:
Dosis Awal
10mg/kgBB/
hari
dilanjtkan 15

Nebcin
(Tobramisi
n sulfat 60
mg/1,5 mL

Tobryne
(Trobramisi
sn sulfat
40mg/mL)

5.

Amikas
yn

Tobradex
(Tobramisi
n 0,3%,
deksametas
on 0,1%)
Alostil
(Amikasin
Sulfat 500
mg)

138

Amikin
(Amikasin
Sulfat 250
mg, 500 mg
dan 1g)

Mikasin
(Amikasin
sulfat 250
mg, 500
mg)

Injeksi: Vial

Injeksi: Vial

Terapi pendek
infeksi parah
disebabkan kuman
gram negatif yang
peka termasuk
spesies
pseudomonas,
E.Coli, Proteus Sp,
Providencia,
Klebsiella,
Enterobacter
serratia, sp, dan
acinobacter sp
Bakteremia,
septikemia, infeksi
saluran nafas,
tulang dan sendi
berat, infeksi SSP,
kulit,
intraabdominal,
luka bakar
terinfeksi, infeksi
paska OP, ISK
dengan komplikasi
dan ISK berulang

mg/kgBB/har
i dibagi 2
dosis. IV:
500 mg
alostin
dilarutkan
dalam
NaCl/dekstro
sa 5%
Dewasa/anak
: IV dalam 12 jam. Dosis
maksimal
sehari 1,5 g,
pengobatan
jangan lebih
dari 10 hari
Sehari
15mg/kgBB
dibagi dalm 2
dosis. Bayi
baru lahir
atau byi
prematur.
Dosis awal:
10mg/kgBB/
hari diikuti
dengan
sehari
15mg/kgBB
dibagi dalam
2 dosis
Dewasa,
anak dan
bayi yang
lebih besar:
7,5 mg/kgBB
tiap 12 jam
atau 5
mg/kgBB
tiap 8 jam,
bayi baru
lahir:
10mg/kgBB/
hari
kemudian 7,5
mg/kgBB
tiap 12 jam.
Maksimal 15
mg/kgBB/

139

6.

10

Netilmis
yn

Netromycin

Injeksi: Vial

Infeksi bakteri
serius karena strain
yang resisten
gentamisin

hari. Lama
terapi 7-10
hari; ISK:
sehari 2x
250mg
BB> 50 kg,
Sehari:
2x150mg
atau sehari 1
x 300mg,
BB<50kg
sehari:
2x100mg
atau sehari
1x200 mg.
Dosis ratarata 4-6
mg/kgBB/har
i

A. TERANGKAN DAN JELASKAN PENATALAKSANAAN


PSORIASIS
Definisi
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang
muncul

pada

kulit.

Penyakit

ini

tergolong

dalam

dermatosis

eritroskuamosa. Penyakit ini menimbulkan warna kemerahan, plak


bersisik muncul di kulit, disertai oleh fenomena tetesan lilin, tanda
Auspitz, dan Kobner.
Psoriasis dapat menyerang perempuan maupun laki-laki dengan resiko
yang sama. Mengenai semua umur terutama 30-40 tahun. Faktor genetik
mempunyai keterkaitan yang besar dengan psoriasis tipe satu: yaitu
psoriasis dengan awitan sebelum berumur 40 tahun. Sebaliknya psoriasis
tipe dua yaitu bila awitannya lebih dari 40 tahun sedikit dikaitkan dengan
faktor genetik. Biasanya psoriasis menempati daerah ekstensor, skalp,
siku, lutut, dan bokong. Dapat juga mengenai lipatan (psoriasis inversa)
atau palmo-plantar (psoriasis plamoplantar). Berbagai bentuk ragam
psoriasis dapat dijumpai: Bila ukuran lesi lentikular disebut psoriasis
gutata, bentuk tersering adalah psoriasis vulgaris dengan ukuran lebih

140

besar dari lentikular. Selain kulit badan, psoriasis juga menyerang kulit
kepala, kuku, sendi dan mukosa (geographic tounge).
Psoriasis berat adalah psoriasis yang luas, psoriasis pustulosa
generalisata, psoriasis eritroderma, dan psoriasis arthritis,dan umumnya
1/3 kasus termasuk dalam kategori ini. Kualitas hidup pasien menjadi
perhatian utama. Lesi sering terasa gatal, panas dan kering. Garukan atau
trauma akan memicu reaksi Koebner, yaitu timbul lesi baru pada daerah
tersebut. Berbagai faktor dapat menimbulkan kekambuhan antara lain:
trauma, infeksi, faktor endokrin, hipokalsemia, stress emosional, obatobatan (antimalaria, litium, beta andrenergic blocking agent) dan alkohol.
Penatalaksanaan
Saat ini terdapat berbagai pengobatan psoriasis yang aman dan efektif.
Pengobatan tersebut memperbaiki keadaan kulit serta mengurangi keluhan
gatal. Dari banyaknya jenis pengobatan, hanya sebagian kecil saja
pengobatan psoriasis dapat membersihkan kelainan kulit. Proses tersebut
dinamakan clearance atau remisi. Setelah remisi masih diperlukan
pengobatan lanjutan (pengobatan pemeliharaan) yang diberikan dalam
jangka waktu lama untuk mempertahankan remisi atau mengontrol
timbulnya kelainan kulit baru. Semua pengobatan yang ada hanya dapat
menekan gejala psoriasis. Sebagian besar penderita tidak pernah mencapai
suatu keadaan remisi yang bebas pengobatan.
Pengobatan psoriasis terdiri dari:
a. Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dengan dosis kira-kira
ekuivalen dengan prednison 30 mg/hari, setelah membaik, dosis
diturunkan perlahan kemudian diberikan dosis pemeliharaan.

2. Obat Sitostatik

141

Yang biasa digunakan adalah metotreksat, mula-mula diberiksan dosis


inisial 5 mg per os untuk mengetahui adakah gejala sensitivitas atau
gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak diinginkan, diberikan
dosis 3 x 2,5 mg, interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total
7,5 mg.
3. Levodopa
Menurut uji cobayang dilakukan, berhasil menyembuhkan 40% kasus
psoriasis. Dosis antara 2x 250 mg 3 x 500 mg.
4. DDS (Diaminodifenilsulfon)
Sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe Barber, dengan dosis 2 x
100 mg/hari
5. Etretinat dan asitretin
Merupakan retinoid aromatik, untuk pasien psorisis yang sukar
disembuhkan dengan obat lain. Dosisnya bervariasi, pada bulan
pertama diberikan 1 mg/kgBB, jika belum perbaikan dosis dinaikkan
1,5 mg/kgBB. Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat, sama
dengan etretinat, kelebihannya adalah waktu paruh eliminasinya hanya
2 hari.
6. Siklosporin
Memiliki efek imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB/hari.
b. Pengobatan topikal
1. Preparat ter
Ter dibagi menjadi 3 yaitu fosil (iktiol), kayu (oleum kadini dan oleum
ruski), batubara (liantral dan likuor karbonis detergens). Konsentrasi
yang digunakan 2-5%, dimulai konsentrasi rendah dan bila tidak ada
perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya

lebih efektif dapat

ditambahkan asam salisilat 3-5%. Salap digunakan sebagai vehikulum


karena memiliki daya penetrasi terbaik.

2. Kortikosteroid

142

Pada skalp, muka dan lipatan diberikan krim, lainnya menggunakan


salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi
sedang. Pada batang tubuh dan ekstermitas digunakan salap dengan
potensi kuat atau sangat kuat bergantung lama penyakit.
3. Ditranol
Konsentrasi yang digunakan 0,2-0,8% dalam pasta, salap atau krim.
Pemakaian - jam sehari sekali untuk cegah iritasi. Penyembuhan
dalam 3 minggu.
4. Pengobatan penyinaran
Sinar ultraviolet mempunyai efek untuk menghambat mitosis sehingga
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara terbaik adalah penyinaran
alamiah namun tidak dapat diukur, maka digunakan sinar ultraviolet
artivisial (UVA), baik tersendiri maupun dikombinasi dengan psoralen
(PUVA) atau dengan preparat ter. Sinar UVB juga dapat digunakan
unutk pengobatan psoriasis plak, gutata, pustular dan eritroderma.
Dosis pertama 12-23 m J menurut tipe kulit.
5. Calcipotriol (MC 903)
Merupakan sintetik vitamin D, preparat berupa salap atau krim 50
mg/g, efek antiproliferasi. Perbaikan setelah 1 minggu.
6. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetinilik topikal, efek antiproliferasi dan
hambat petanda

diferensiasi keratinosit dan hambat

petanda

proinflamasi pada sel radang. Sediaan bentuk gel dan krim,


konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Dapat dikombinasikan dengan steroid
topikal potensi sedang dan kuat.
7. Emolien
Dapat melembutkan kulit dan meninggikan daya penetrasi bahan aktif.
Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstermitas atas dan bawah
digunakan bahan dasar vaselin. Emolien lain adalah lanolin dan
minyak mineral.

143

Gambar 1. Psoriasis
10 B. TERANGKAN DAN JELASKAN PENATALAKSANAAN ULKUS
Ulkus digolongkan berdasarkan penanganannya, yaitu ulkus akut,
ulkus kronik, ulkus complicated dan ulkus rekuren. Ulkus akut adalah
ulkus yang menunjukkan adanya infeksi akut dan peradangan akut. Daerah
terkena menjadi bengkak dan hiperemi, dan dasarnya kotor. Mungkin
dijumpai limfadenitis inguinal dan tanda serta gejala infeksi akut seperti
demam, leukositosis dsb. Ulkus kronik lebih tenang, sedikit discharge,
terdapat hiperkeratotik, dengan jaringan fibrosa yang padat dan dasar
ulkus berwarna pucat tertutup jaringan granulasi yang tidak sehat.
Ulkus complicated, dapat akut atau kronik memperlihatkan gambaran
yang kompleks seperti osteomielitis, artritis septik, dan tenosinovitis
septik, sebagai akibat penyebaran infeksi ke tulang, sendi dan tendon.
Infeksi yang mengancam jiwa seperti gangren, tetanus dan septikemia
adalah komplikasi lain yang dapat terjadi. Lebih lanjut, gambaran
komplikasi adalah adanya deformitas yang dapat mengakibatkan ulkus,
atau deformitas terjadi akibat ulkus terdahulu, yang saat ini menimbulkan
terjadinya ulkus rekuren. Kebanyakan ulkus plantar menjadi rekuren
karena tidak dilakukan perawatan. Tetapi ada pula yang meskipun telah
dirawat dengan baik ulkus tetap timbul dengan mudah walau hanya
berjalan jarak dekat, dan ini memerlukan perawatan khusus, yang
ditujukan untuk mencegah ulkus rekuren.
144

Tahap ulkus mengancam biasanya terlewati, dan bila diketahui


maka kaki harus diistirahatkan secara absolut (tidak boleh menahan beban,
berjalan atau duduk) dan dilakukan elevasi selama 48-72 jam, untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Penderita diinstruksikan untuk
melakukan perawatan diri dan memakai alas kaki.
Bila ditemukan bula nekrosis, pemecahan bula harus dihindari, dan
bila terpaksa dilakukan dapat dilakukan dengan cara ditusuk dan kulit
yang terluka ditutup dengan kasa steril. Penderita juga dinstruksikan untuk
melakukan perawatan diri dan menggunakan alas kaki pelindung.
Ketika sudah terjadi ulkus yang terbuka, harus ditentukan apakah
ulkus tersebut akut, kronik, dengan komplikasi atau rekuren. Pada ulkus
akut diusahakan secepatnya mengontrol infeksi dan meminimalkan
kerusakan jaringan. Tirah baring, elevasi tungkai, irigasi serta pemakaian
antibiotika bila diperlukan. Tindakan pada kasus ini terbatas hanya
untuk mengambil jaringan yang benar-benar mati dan prosedur drainase,
yang harus dilakukan secara hati-hati. Setelah 10 hari, keadaan dievaluasi
kembali.
Ulkus kronik tanpa komplikasi sulit untuk sembuh karena
penderita terus dan terjadi proses pemecahan jaringan granulasi. Tujuan
pengobatan pada tahap ini adalah melindungi ulkus selama berjalan dan
membiarkan ulkus menyembuh tanpa interfensi. Ini dapat dicapai dengan
menutup luka dengan pembalut plester dan penderita diperbolehkan
berjalan setelah jaringan mengeras. Biasanya dalam waktu 6 minggu ulkus
mulai membaik. Terkadang diperlukan perawatan 6 minggu lagi untuk
mendapatkan hasil kesembuhan yang nyata. Setelah mengangkat pembalut
penderita harus melakukan perawatan diri dan memakai alas kaki
pelindung. Untuk ulkus superfisial, pembalut plester dapat diganti dengan
plester yang mengandung zinc oksida. Plester diganti bila diperlukan
misalnya bila terdapat eksudat atau terlepas. Plester dipakai sampai 2
minggu setelah luka menyembuh. Selama itu, jalan harus dibatasi dan
penderita harus memakai alas kaki pelindung bila berjalan. Bial ulkus luas

145

dan bersih penyembuhan dapat dipercepat dengan melakukan tandur kulit


dan dibalut selama 4 minggu untuk melindungi tandur. Terkadang ulkus
sulit menyembuh karena aliran darah ke telapak kaki berkurang dari yang
seharusnya. Pada kasus seperti ini dapat dilakukan dekompresi
neurovaskular tibialis posterior.
Seperti telah disebutkan terdahulu, komplikasi yang sering terajadi
adalah infeksi pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus seperti ini, bila
terdapat fase akut diterapi seperti ulkus akut. Bila sudah teratasi, dilakukan
evaluasi untuk mengidentifikasi komplikasi yang timbul. Debridement
dilakukan untuk infeksi yang lebih dalam. Beberapa hari setelah prosedur
ini dilakukan, ulkus dirawat seperti ulkus tanpa komplikasi. Pada kasus
ulkus seperti bunga kol harus dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk
menentukan ganas tidaknya.
dilakukan

amputasi.

Bila

Dilakukan eksisi lokal, dan bila diperlukan


terdapat

ulkus

dan deformitas,

ulkus

disembuhkan dahulu, baru kemudian dilakukan koreksi deformitas.

DAFTRA PUSTAKA

146

Ariani, Cindy. 2012. Kadar Profil Lipid Serum sebagai salah satu faktor pada
kejadian Psoriasis. Thesis Univeristas Udayana Bali.
Departemen Kesehatan RI. Buku pedoman nasional pengendalian penyakit kusta.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2007.
Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi keenam. Badan
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Freddberg IM, Elsen AZ, Wolff K, et al: Fitzpatricks Dermatology General
Medicine, 7th edition. New York: McGraw-Hill, 2008.
Ganiswarna G Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Kosasih A, Wisnu IM, Sjamsoe-Daili ES, Menaldi SL.Kusta. Dalam: Adhi
Djuanda. (ed). Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 6. Jakarta:Badan Penerbit
FKUI;2013.p.73-88.
Movita, Theresia. 2013. Acne Vulgaris. Cermin Dunnia Kedokteran Volume 40
nomor 3 tahun 2013. Hal. 269-271.
Rosmelia. 2010.

Dasar-Dasar Diagnosis Dalam Dermatologi. Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.


Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC. Jakarta.
Sibagariang, E. E., Pusmaika, R., & Rismalinda. 2010. Kesehatan Reproduksi
Perempuan. Jakarta: Trans Info Media.
WHO.

Leprosy

elimination:

classification

of

leprosy.

http://www.who.int/lep/classification/en/index.html

147

World Health Organization. WHO Expert committee on leprosy, eighth report.


WHO Technical Report Series. 2012.
Badan POM RI. IONI. Informatorium Obat Nasional Indonesia. 2008

148

Anda mungkin juga menyukai