Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

SIROSIS HEPATIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Disusun Oleh:
Elsa Oktavia
20120310097

Diajukan Kepada:
dr. Widhi Prassiddha Sunu, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO PROGRAM PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

SIROSIS HEPATIS

1
Telah dipresentasikan pada tanggal:
Febuari 2016
Bertempat di RSUD Setjonegoro Wonosobo

Disusun oleh:
Elsa Oktavia
20120310097

Disahkan dan disetujui oleh:


Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. Widhi Prassiddha Sunu, Sp. PD

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat, petunjuk dan
kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus
Sirosis Hepatis.
Presentasi kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak ternilai
kepada:

1. dr. Widhi Prassiddha Sunu, Sp. Pd selaku dokter pembimbing bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah mengarahkan dan
membimbing dalam menjalani stase Ilmu Penyakit Dalam serta dalam penyusunan
presentasi kasus ini.

2
2. Perawat Bangsal khususnya bangsal cempaka dan flamboyan RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo.
3. Rekan-rekan Co-Assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Dan seluruh pihak-pihak terkait yang membantu penyelesaian presentasi kasus ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Wonosobo, Febuari 2016

Elsa Oktavia

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................................4
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR...........................................................................................5
BAB I.........................................................................................................................................6
LAPORAN KASUS...................................................................................................................6
1. IDENTITAS PASIEN......................................................................................................6
2. ANAMNESIS.................................................................................................................6
3. PEMERIKSAAN FISIK.................................................................................................7
4. RINGKASAN...............................................................................................................10
5. DIAGNOSIS.................................................................................................................10

3
6. RENCANA PENATALAKSANAAN...........................................................................11
7. CATATAN REKAM MEDIK........................................................................................13
BAB II......................................................................................................................................15
PENDAHULUAN....................................................................................................................15
a. Faktor Resiko................................................................................................................16
b. Patofisiologi..................................................................................................................16
c. Klasifikasi.....................................................................................................................18
d. Diagnosis.......................................................................................................................19
e. Penatalaksanaan............................................................................................................24
f. Komplikasi....................................................................................................................38
g. Prognosis.......................................................................................................................38
BAB III.....................................................................................................................................40
PEMBAHASAN......................................................................................................................40
BAB IV....................................................................................................................................42
KESIMPULAN........................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................43

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 2. Catatan Rekam Medik

Tabel 3. Gejala Penyakit Sirosis Hepatis

Tabel 4. Prognosis sirosis hepatis berdasarkan kriteria Child-Turcotte-Pugh

Gambar 1. USG Abdomen

Gambar 2. Vaskularisasi Hepar

Gambar 3. Patofisiologi Sirosis Hati

4
BAB I

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Tn. T
b. No. RM : 687311
c. Alamat : Siterus 3/5 Sikunang Kejajar Kejar
d. Tanggal lahir : 31/12/1977
e. Umur : 40 tahun
f. Pekerjaan : Petani
g. Berat Badan : 60 kg
h. Tanggal masuk RS : 11 Febuari 2016
i. Tanggal keluar RS : 15 Febuari 2016

5
2. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri ulu hati sejak 2 minggu yang lalu dan perut terasa kembung. Sejak 3
bulan SMRS perutnya dikatakan membesar secara perlahan pada seluruh
bagian perut. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan
bertambah tegang, namun keluhan perut membesar ini tidak sampai membuat
pasien sesak dan kesulitan bernapas. Pasien mengatakan pola kebiasaan BAB
normal dan konsistensinya pun normal. Keluhan nyeri juga disertai keluhan
mual yang dirasakan hilang timbul namun dirasakan sepanjang hari dan nafsu
makan menurun. Keluhan tanpa disertai muntah. Pasien juga mengeluh lemas
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas dikatakan
dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah
beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan
semakin memberat dari hari ke hari hingga akhirnya 3 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien
mengatakan buang air kecil dikatakan berwarna seperti teh sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi 4-5 kali per hari dan volumenya
kurang lebih gelas tiap kali kencing. Rasa nyeri ketika buang air kecil
disangkal oleh pasien. Pasien kemudian berobat rawat jalan di RS PKU namun
tidak ada perbaikan. Sejak 3 minggu SMRS pasien mengaku minum-minuman
beralkohol. Pasien mengatakan berat badannya turun 4 kg dalam 2 bulan
terakhir.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
Riwayat sakit kuning disangkal
Riwayat transfusi darah dan mengalami pembedahan disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada dari pihak keluarganya yang pernah atau sedang
mengalami keluhan yang serupa.

e. Riwayat Personal Sosial


Pasien mengaku sehari-hari bekerja sebagai petani, kebiasaan merokok (+),
Riwayat kebiasaan minum alkohol (+) 1-2 tahun yang lalu.
Riwayat menggunakan tatto disangkal.

6
f. Anamnesis Sistem
Kepala : Pusing (-)
Paru : Sesak nafas (-)
Jantung : Berdebar-debar (-)
Gastrointestinal : Nyeri pada ulu hati (+), mual (+), muntah (-),
BAB normal
Saluran kemih : BAK frekuensi 4x, warna seperti teh (+) nyeri

3. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang

b. Kesadaran
Komposmentis

c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 113/76mmHg
Nadi : 83x/m
Irama regular
Isi cukup, ekual
Suhu : 36,7oC aksila
Frekuensi nafas : 20x/m
SpO2 : 91%

d. Kepala
Mesocephal
Distribusi rambut merata

e. Mata
Conjuctiva anemis kanan (+) / kiri (+)
Sklera ikterik kanan (+) / kiri (+)

f. Hidung
Deformitas kanan (-) / kiri (-)
Deviasi septum (-)

g. Telinga
Bentuk normal kanan (-) / kiri (-)
Deformitas kanan (-) / kiri (-)

h. Mulut
Normoglosus

7
i. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Trakea di tengah
JVP normal

j. Thorax
i. Pulmo
Inspeksi
Tidak nampak penggunaan otot tambahan
Perkusi
Sonor pada paru kanan dan kiri.
Palpasi
Pengembangan paru kanan dan kiri simetris.
Auskultasi
Suara dasar vesikuler (+/+)
ii. Cor
Inspeksi
Pulsasi ictus cordis tidak nampak
Palpasi
Teraba pulsasi ictus cordis 2 jari medial dari garis midklavikula
sinistra
Auskultasi
BJI > BJII pada apeks, irama regular, bising (-)

k. Abdomen
Inspeksi
Cembung, caput medusa (-)
Perkusi
Timpani, Pekak alih (+)
Palpasi
NT (+) epigastrium & hipocondriaca dextra hepar teraba membesar, 4
jari BACD, lien teraba schuffner 2, permukaan rata, tepi tajam,
incisura lienalis teraba, shifting dullnes (+)
Auskultasi
Bising usus (+) normal

l. Genitalia
Dalam batas normal

m. Ekstremitas
Ekstermitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut
(-), pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor
kembali lambat (-), eritema palmaris (-), akrosianosis(-)

8
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-) pada kedua
tungkai, jaringan parut (-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor kembali
lambat (-), akrosianosis (-)

4. RINGKASAN

Seorang laki-laki datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati
disertai perut membesar.Sejak 3 bulan SMRS perutnya dikatakan membesar
secara perlahan pada seluruh bagian perut. Perutnya dirasakan semakin hari
semakin membesar dan bertambah tegang, namun keluhan perut membesar ini
tidak sampai membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas. Frekuensi BAB
normal dan konsistensi normal.BAK kecil normal dengan warna urin seperti teh.
Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien .Keluhan disertai mual dan
muntah. Pasien juga mengeluh lemas. Pasien mengatakan BAB normal. Sejak 3
minggu SMRS pasien mengaku minum-minuman beralkohol dan 1-2 tahun
terakhir sering minum alkohol. Pasien mengatakan berat badannya turun 4 kg
dalam 2 bulan terakhir. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat transfusi
disangkal. Riwayat memakai tatto disangkal.

5. DIAGNOSIS KERJA

- Gastritis
- Asites
- Early sirosis hepatis stadium dekompensata hepatomegali, splenomegali
- Anemia

6. RENCANA PENATALAKSANAAN

a. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Hematologi Hasil Nilai Rujukan


Hemoglobin 11,2 13,2 - 17,3

9
Leukosit 7,4 3,8 - 10,6
Eosinofil 5,00 2,00 - 4,00
Basofil 1,10 0 - 4,00
Netrofil 61.30 50,00 - 40,00
Limfosit 23,00 25,00 - 40,00
Monosit 9,10 2,00 - 8,00
Hematokrit 33 44 - 58
Eritrosit 3,9 4,40 - 5,90
MCV 86 80 - 100
MCH 29 26 - 34
MCHC 34 32 - 36
Trombosit 227 150 - 400
GDS 111 70 - 150
Ureum 19,5 < 50
Kreatinin 0.83 0,60 - 1,10
Bilirubin Total 6,30 2,4
Bilirubin Direk 3,81 <1,0
Bilirubin Indirek 2,49 < 0,3
Cholesterol Total 229 < 220
Trigliserida 211 70,0 140,0
SGOT 96,3 0 - 50
SGPT 25,5 0 50
HbsAg Positif Negatif
Tabel 1. Hasil Laboratorium

Hasil Pemeriksaan USG Abdomen

Gambar 1. Foto USG Abdomen


Hepar : Membesar, struktur echo parenchyma kasar heterogen
Systema vascular & biliateral tak melebar

10
V Fellea : Besar normal, sludge (-), batu (-)
Lien : Membesar, struktur echo parenchyma homogen
Pancreas : Besar normal, parenchyma dbn
Gaster : udara meningkat, nyeri tekan (-) dinding reguler
Ren dx & sn : besar normal, PCS melebar, batu (-), parenchyma baik
V urinaria : dinding reguler, batu (-), endapan (-)
Tampak asites minimal ( Morizon puch dan paravesical )

Kesan : Hepatomegali dengan cenderung sirosis hepatis


Asites
Splenomegali
Gastritis
7. DIAGNOSIS UTAMA
Gastritis
Asites
Early sirosis hepatis stadium dekompensata hepatomegali, splenomegali
Anemia
8. RENCANA PENGOBATAN
- Non- medikamentosa
Tirah baring & posisi semi-fowler
Oksigenasi 2-3 liter/menit
Pasang kateter urin
Awasi tanda perdarahan
- Medikamentosa
Infus Asering 20 tpm
IUFD Aminofusin Hepar : D5 % + drip SNMC 2 ampul dalam 500 cc
D5% continue
Inj Cefotaxime 2 x 1 g
Ondansentron 3 x1 ampul
Omeprazole 1 x 1 ampul
PO : Antasida syr 3 x 1 c
Urdanex 3 x1
Curcuma 3 x 1
Opilac syr 3 x 1 c
Furosemid 2 x 1
Spironolacton 2 x 1

9. CATATAN REKAM MEDIK

11
12/02/2017 S. Mengeluh nyeri perut dan terasa kembung, mual (+) muntah (-). BAB BAK (+)
lancar. Warna kencing seperti teh.
O. KU Sedang
TD 113/76 N 83x/m
RR 20x S 36,5oC
Kepala : CA -/-, Sklera Ikterik +/+
Thorax : Pulmo SDV +/+
Cor BJI BJII irama regular
Abdomen : BU (+), NT (+) epigastrik
13/02/2017 S. Mengeluh nyeri perut dan terasa kembung, mual (+) muntah (-). BAB BAK (+)
lancar. Warna kencing seperti teh
O. KU Baik
TD : 120/70 N : 75x/m
RR : 22x S : 36,9oC
Kepala : CA -/-, Sklera Ikterik +/+
Thorax : Pulmo SDV +/+
Cor BJI BJII irama regular
Abdomen : BU (+), NT (+) epigastrik
14/02/2017 S. Mengeluh mual dan muntah sebanyak 1 kali. Perut terasa penuh. BAB BAK (+)
lancar
O. KU Baik
TD : 120/70 N : 68x/m
RR : 20x S : 37oC
Kepala : CA -/-, Sklera Ikterik +/+
Thorax : Pulmo SDV +/+
Cor BJI BJII irama regular
Abdomen : Tampak cembung, BU (+), NT (+) epigastrik
15/02/2017 S. Mengatakan lemas , mual (+), keluhan nyeri perut sudah membaik dan tidak
muntah lagi
O. KU Baik
TD : 120/70 N : 86x/m
RR : 19x S : 37 oC
Kepala : CA -/-, Sklera Ikterik +/+
Thorax : Pulmo SDV +/+
Cor BJI BJII irama regular
Abdomen : Tampak cembung, BU (+), NT (+) epigastrik minimal
Tabel 2. Catatan Rekam Medik

12
BAB II

PENDAHULUAN

1. Anatomi dan Fisiologi Hepar

Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat antara 1400-
1800 gram pada pria dan antara 1200 gram-1400grampada wanita, kira-kira
berat tubuh. Konsistensinya kenyal,berwarna merah tua. Bagian-bagian hepar
diantaranya :

a. Facies diaphragmatica

Licin, sesuai bentuk cekungan diafragma. Terbagi menjadi facies ventro


cranalis, facies dorsalis, dan facies dextra.

13
b. Facies viisceralis atau caudalis

Mengandung lobus quadratus dan lobus caudatus yang dipisahkan oleh celah
berbentuk huruf H. Bagian celah yang melintang ditempati oleh porta hepatis
(hilus daripada hati) yang berisi ductus hepaticus, vena porta, dan arteri
hepatica propria. Pembagian hepar secara anatomis dan fungsional adalah
sebagai berikut :

- Anatomic Lobation
Terdiri dari lobus dextra yang besar, lobus sinistra yang kecil, dan 2
buah lobus yang rudimenter.
- Functional lobation
Pembagian ini berdasarkan percabangan pembuluh darah dan ductus
hepaticus. Jadi disini tidak ada perbedaan fungsi dari masing-masing
bagian hepar, pembagian ini untuk kepentingan klinis/bedah.
Hepar dibagi menjadi 2 lobus yang hampir sama besar yaitu lobus
dextra dan lobus sinistra hepatis.
- Anatomi permukaan
Letaknya sebagian besar tertutup kerangka thorax dan diafragma. Di sebelah
kanan batas cranial terletak di sebelah cranial dari batas caudal paru-paru
karena diafragma yang cembung ke cranial. Biopsi pada hepar (mengambil
sebagian kecil dari hepar) penting untuk mengetahui struktur dan fungsi
jaringan hepar dalam keadaan tidur, sehingga diagnosa penyakit lebih tepat
Hati menerima darah dari dua sumber yaitu dari arteri hepatika dan
vena porta. Cabang dari kedua arteri hati dan vena porta hati membawa darah
ke sinusoid hati, di mana oksigen, sebagian besar nutrisi, dan zat beracun
tertentu diambil oleh hepatosit. Pada kondisi normal, darah mengalir dari hati
menuju ke vena hepatica, kemudian ke vena cava, jantung, dan arteri
hepatika. Pada hati, ada 3 saluran (triad portal) yaitu arteri hepatica, vena
porta hepatica, dan saluran empedu. Vena porta merupakan gabungan dari
pembuluh darah yang berasal dari usus, lambung, limfa, dan pancreas. Vena
porta bersifat fungsional, membawa darah dari lien dan usus (yang
mengandung bahan-bahan yang telah diserap usus) kecuali lemak (diangkut
oleh pembuluh pembuluh limfa).1

14
Gambar 2. Vaskularisasi hepar
Fungsi-fungsi hepar secara fisiologi diantaranya :

a. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,


protein) setelah penyerapan mereka dari saluran pencernaan.

b. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan
senyawa asing lainnya.

c.Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein penting


untuk pembekuan darah serta mengangkut hormon tiroid, steroid, dan
kolesterol dalam darah.

d. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.


e. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama ginjal.
f. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang, berkat adanya
makrofag residen.

g. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk


penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah
usang

2. Sirosis hepatis

a. Definisi

15
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat
mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus lebih lanjut menyebabkan
kegagalan fungsi hati secara bertahap.

b.Epidemiologi

Di negara barat penyebab sirosis hepatis yang tersering adalah akibat dari
konsumsi alkohol, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan
sirosis sebesar 40- 50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Penelitian
pada pasien dengan diagnosis tersebut menunjukkan bahwa umur mereka rata-rata
sekitar 60 tahun dan mayoritas pasien adalah pria dengan rasio pria dan wanita 4 : 1,3.
Kematian terbesar dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Penyebab
sirosis hepatis sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronis. Sirosis akibat alkohol merupakan penyebab kematian nomor sembilan pada
tahun 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000. Dalam penelitian
Kristianto menunjukkan bahwa dari 12 variabel yang diteliti (umur, jenis kelamin,
status hepatitis, riwayat hepatitis, status alkoholisme, riwayat alkoholisme berisiko
sebelum hepatitis, riwayat alkoholisme setelah hepatitis, status diabetes melitus,
kebiasaan begadang, kebiasaan makan pagi, kebiasaan buang air di pagi hari, dan
kejadian sirosis hati), umur (p<0,01, OR=3,667) dan status hepatitis (p<0,01,
OR=2,697) memiliki hubungan dengan kejadian sirosis hati di Ruang Penyakit Dalam
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 1 Januari
2006 - 31 Maret 2007.3

Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata


prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal. Penyakit
Dalam. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-
rata 44 tahun (PPHI-INA ASL, 2013). Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien
sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis hepatis adalah ikterus,
edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma spidernevi,

16
ensefalopati hepatik, splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi
sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal (Price & Wilson, 2005). Asites adalah akumulasi
cairan yang bersifat patologis di dalam rongga peritoneum. Asites merupakan salah
satu komplikasi utama dari sirosis hepatis, komplikasi lainnya adalah ensefalopati
hepatik dan perdarahan varises. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hepatis
kompensata tanpa memperlihatkan gejala dari salah satu komplikasi tersebut, namun
terlihat perkembangan asites selama 10 tahun dari hasil observasi. Selain itu edema
juga sering terjadi pada pasien sirosis hepatis karena penurunan volume darah ke sel
hati, yang menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga terjadi peningkatan
aldosteron dan ADH yang dapat meningkatkan retensi natrium dan air.

c. Faktor Resiko

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan
antara lain4 :

a. Faktor Kekurangan Nutrisi


Berdasarkan dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati
di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan
terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita
sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah,
kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis
hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965
dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan
yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik
telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau

17
degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang muda
dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin
pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit
ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum
diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga
dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
Sebab-Sebab Lain :
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai
pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50%
kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20% penyebabnya
tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.

d. Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol
kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik
langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan
asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat
yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus
hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut,
berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan

18
parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu
hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan
kegagalan fungsi hati.
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan
hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung,
rektum, umbilikus). Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi
portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang
peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi
aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang
akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema. Kerusakan
fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin) menimbulkan
ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan metabolisme
glukosa meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme
lemak pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan,
penurunan sintesis albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites),
penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah
meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga ureum
dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati hepatikum.
Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis,
ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan
dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi
vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan
produksi sel darah merah.3

19
Gambar 3. Patofisiologi Sirosis

e. Klasifikasi

Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:

1. Sirosis Laennec

Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati
yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel
hati (infiltrasi lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang
mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran
trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak (Price & Wilson, 2005).

Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:

1) Perlemakan hati alkoholik

20
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh penimbunan
trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis. Alkohol dapat
menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas hingga mengenai
lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak dan berwarna kuning .

2) Hepatitis alkoholik

Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu alkohol
kronis. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk akhir
metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati
(dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler dan juga
terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular flamen
intermediet), reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan
fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal).

3) Sirosis alkoholik

Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita fibrosa
terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi serta melilit
di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan timbulnya
pembengkakan dan edema interstisium yang membuat kolapsnya pembuluh darah
kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang melalui hati yang
menyebabkan hipertensi portal dan asites. Hati mengalami transformasi dari hati
yang berlemak (fatty liver) dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak
(nonfatty), mengecil dan berwarna cokelat.

Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal


terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul nodul halus. Nodul
ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti sel yang
rusak. Pada stadium akhir sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki
parenkim normal yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.
Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoselular).

2. Sirosis Pascanekrotik

21
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi
dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi
dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan
banyak nodul.

3. Sirosis biliaris

Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-
sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras,
bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi
duktus empedu di ulu hati) 5

f. Gejala dan Tanda Klinis

1. Gejala

Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang
mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan
lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip
laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

2. Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

22
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan
sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.

b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk


pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.

c. Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.

d. Hipertensi portal.

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati.6

Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda
klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan
fundamental tersebut.Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat di
tabel

23
Tabel 3. Gejala pada penyakit sirosis hepatis3

g. Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati.


Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan
pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisis,laboratorium,dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang
berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi
hati. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena
gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. Pada pasien
ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda
yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa
pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan endoskopi juga mendukung diagnosis
sirosis hati dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa varises
esophagus dan gastropati hipertensi porta. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold
standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-tanda
klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas. Selain itu,

24
pemeriksaan biopsi yang invasif juga dapat menimbulkan resiko perdarahan dan
infeksi peritoneal pada pasien dengan sirosis hepatis.7
Tidak ada data laboratorium yang spesifik untuk diagnosis penyakit sirosis.
Tapi dapat digunakan gabungan beberapa data lab yang hasilnya saling mendukung
untuk diagnosis penyakit sirosis.7
1. Albumin
Pada pasien sirosis, produksi albumin menurun karena sel hepar mengalami
kerusakan. Nilai normal albumin : 3,3 5,5 g/dL
2. Protrombin time
Pada pasien sirosis, faktor pembekuan darah tidak terbentuk. Bila salah satu
faktor tidak terbentuk maka waktu protrombin (FII) menjadi lebih panjang. Harga
normal prothrombin time : 8,8-11,6 detik.
3. Trombosit
Pada pasien sirosis, pasien dapat mengalami splenomegali sehingga jumlah
trombositnya berkurang dan mengalami trombositopeni. Harga normal : 150.000-
400.000/mm3
4. Alkalin fosfatase dan GGT (Gamma Glutamyl Transpeptidase)
Peningkatan Alkalin fosfatase dan GGT terjadi karena perlukaan liver yang
disertai penyakit seperti sirosis bilier. Baik alkalin fosfatase maupun GGT merupakan
biomarker dari berbagai macam penyakit hati yang mempengaruhi jaringan tubuh
yang lain. Kombinasi peningkatan kadar alkalin fosfatase dan GGT dapat diduga
akibat kerusakan hepar. Harga normal : Wanita : 30-100 U/L (0.5-1.67 mkat/L SI
units) Pria : 45-115 U/L (0.75-1.92 mkat/L SI units)
5. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase)/ AST (Aspartat
Aminotransferase)
Kadarnya meningkat pada :
- Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler
akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut,
mononukleosis infeksiosa.
- Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran
empedu, aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati
(metastasis atau primer), distrophia muscularis.
- Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis,
infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA).
Kadar normal SGOT : Pria : 10-40 U/L Wanita : 9-25 U/L
6. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase)/ALT (Alanin Transferase)
Kadarnya meningkat pada :
- Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut,
nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia).

25
- Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis
aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark
miokard (SGOT>SGPT).
- Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis biliaris.
Kadar normal SGPT : Pria : 10-55 U/L Wanita : 7-30 U/L
7. Bilirubin
Pada pasien sirosis, kadar bilirubin dalam darah meningkat.
- Total = 0,3-1,0 mg/dL - Direct bilirubin (conjugated bilirubin) = 0,0-0,4
mg/dL - Indirect bilirubin (unconjugated bilirubin) = 0,1-1,0 mg/dL
8. Seromarker
Seromarker adalah serum yang menjadi penanda adanya virus dalam darah.
Misalnya seromarker untuk TB adalah ICT TB dan anti mycotec TB. Pada Hepatitis B
seromarkernya antara lain :
a. HBsAg dan anti HBs
Merupakan menifestasi pertama infeksi hepatitis B. HBsAg telah positif dalam
masa inkubasi, biasanya 2-6 minggu sebelum timbulnya gejala klinis dan titernya
akan meningkat setelah tampak gejala klinis. Pada kondisi akut HbsAg hilang dalam
waktu beberapa minggu atau bulan, kemudian timbul Anti-HBs. Bila HBsAg tidak
hilang, dan persisten lebih dari 6 bulan maka akan menjadi Hepatitis B kronik atau
penderita akan menjadi pembawa virus (carrier).
b. HBcAg dan Anti HBc
HBcAg tidak terdapat bebas pada serum, dan Anti HBc adalah antibody
terhadap HBcAg. Anti HBc akan ditemukan sebelum atau sesudah ada gejala klinik di
mana titernya akan segera meninggi. Pada masa jendela, Anti HBc merupakan
pertanda yang penting dari Hepatitis B Akut. Anti HBc merupakan antibody yang
ditemukan seumur hidup, namun titernya akan menurun sesuai dengan waktu.
c.HBeAg dan Anti Hbe
HBeAg timbul bersama-sama bersama-sama atau segera setelah timbulnya
HBsAg. HBeAg menandakan invektivitas yang tinggi pada penderita, karena
ditemukannya HBeAg menunjukkan jumlah virus yang banyak dan aktivitas DNA
polymerase yang tinggi. Bila HBeAg masih ada lebih dari 10 minggu sesudah
timbulnya gejala klinik, menunjukkan penyakit berkembang menjadi kronis.
d. HBV DNA
Seperti HBeAg, HBV DNA adalah penanda bahwa ada replikasi HBV yang
masih aktif. Ditemukan dan hilang dari serum kira-kira bersamaan dengan HbeAg.

26
h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan sirosis hepatis dibagi menjadi 2 yaitu medika mentosa
dan non medika mentosa.

- Non Medikamentosa
a. Tirah Baring
Tirah baring dapat memperbaikiefektifitas diuretika pada pasien sirosis hati
dengan komplikasi asites transudat yang berhubungan dengan hipertensi porta.
Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan dengan perbaikan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus akibat tirah baring. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas
simpatis dan siste renin angiotensin aldosteron enurun. Tirah baring pada pasien
sirosis yaitu dengan tidur terlentang, kaki sedikit diangkat selama beberapa jam
setelah minum obat diuretika.
b. Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi
garam NaCl sebaiknya dibatasi 40-60 mEq/hari.
- Medikamentosa
a. Diuretika
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron,
misalnya spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium yang bekerja
di tubulus distal dan menahan reabsorbsi natrium. Efektifitas obat ini tergantung
dengan konsentrasinya di plasma semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang
diperlukan antara 100-600 mg/hari. Diuretik loop sering dibutuhkan sebagai
kombinasi.
Target yang diharapkan dari penatalaksanaan pasien dengan sirosis hepatis
disertai komplikasi asites adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan turun 400-
800 g/hari. Sebagian besar pasien berhasil baik dengan terapikombinasi tirah baring,
diet garam, dan diuretik kombinasi. Setelah cairan asites dapat dimobilisasi, dosis
diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah garam dan spironolakton masih
tetap diperlukan untuk memperthankan diuresis dan natriuresis sehingga asites tidak
terbentuk lagi.

i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati :
1. Perdarahan varises esofagus
Akibat tingginya tekanan dalam vena porta maka tubuh melakukan adpatasi dengan
melakukan vasodilatasi agar hipertensi portal dapat diatasi. Sehingga, vena dari
eosophagus dan gaster mengalami dilatasi atau yang disebut dengan varises. Varises

27
dapat terjadi bila tekanan portal mencapai 8-10 mmHg dan perdarahan varises dapat
terjadi bila tekanan portal mencapai >12 mmHg. Pembuluh vena merupakan
pembuluh darah yang tipis sehingga rawan terjadi bleeding bila ada tekanan yang
tinggi. Gambaran klinis dari terjadinya bleeding akibat pecahnya varises adalah
terjadinya hematemesis (muntah darah) atau melena (berak darah). Terapi yang
dilakukan untuk menangani varises ini dibagi menjadi 3 yakni primary prophylaxis,
treatment of acute variceal hemorrhage,dan secondary prohylaxis. Primary
prophylaxis dilakukan agar tidak terjadi variceal hemorrhage yang dapat
menyebabkan GI bleeding. Terapi utama pada primary prophylaxis dipilih -bloker
non-selektif (propranolol dan nadolol). Pada small varises sebaiknya diberi -bloker
non-selektif. Sedangkan pada pasien dengan large varises dapat diberi -bloker non-
selektif dan atau EVL (Endoscopic Variceal Ligation). Dosis untuk propranolol adalah
20 mg 2x sehari sedangkan untuk nadolol adalah 40 mg 1x sehari. Terapi kedua obat
tersebut tidak boleh diberikan pada pasien asma, pasien yang mengalami IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Mellitus). EVL adalah metode endoskopi untuk
mengetahui lokasi terjadinya varises lalu varises tersebut diikat dengan band rubber.
Kemudian 48-72 jam kemudian akan terjadi obliterasi varises yang telah diikat
tersebut. Terapi untuk mengatasi acute variceal hemorrhage sebagai berikut yang
pertama penggantian cairan dan darah yang hilang dengan koloid atau kristaloid
seperti infus NS, RL dan RCP (Red Cell Packed) atau whole blood. Tujuannya yakni
untuk menjaga stabilitas hemodinamik tubuh dan mengembalikan sistem koagulasi
hingga tercapai Hb 8 g/dL, Tekanan sistolik 90-100 mmHg dan denyut jantung <100
bpm. Lalu, pasien diberi octreotide atau vasopressin. Vasopressin memiliki efek
samping yang lebih banyak dibanding octreotide maka lebih dianjurkan menggunakan
octreotide dibanding dengan vasopressin. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 50 g/
jam hingga 5 hari setelah bleeding secara i.v. infus. Selain diberi vasokonstriktor,
pasien juga diberi antibiotik profilaksis untuk mencegah timbulnya infeksi
oportunistik dan menurunkan insidensi rebleeding . Antibiotik yang digunakan adalah
Norfloxacim p.o 2x 400 mg sehari atau ciprofloksasin i.v. Langkah selanjutnya adalah
dilakukan endoskopi untuk mengetahui apakah bleeding terjadi akibat variceal
hemorrhage. Selain untuk diagnosis endoskopi juga dapat dimanfaatkan sebagai terapi
yakni EVL dan sclerotherapy. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan
diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-tanda klinis dari kegagalan
fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan biopsi

28
yang invasif juga dapat menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal pada
pasien ini
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Timbulnya koma hepatikum
akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna.
Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan,
akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa
ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun
dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut, ditandai oleh kerusakan
fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri menyebabkan vasokonstriksi ginjal
yang nyata dan penurunan GFR.37 Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5 Sindroma hepatopulmoner
Sindroma ini jarang terjadi pada pasien sirosis. Akibat penumpukan cairan di rongga
peritoneal dan rongga abdomen maka terjadi hambatan aliran darah di paru-paru.
Sehingga, aliran darah yang melewati paru-paru menurun, ambilan oksigen oleh darah
dari alveoli berkurang yang pada akhirnya menyebabkan pasien mengalami kesulitan
bernafas, terjadi sesak nafas atau nafas pendek. Terapi yang dapat dilakukan adalah
suplementasi oksigen dan ekskresi cairan ascites.
6. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang dianggap merupakan
faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B kronik, sirosis hati dan
hepatokarsinogen dalam makanan.38 Meskipun prevalensi dan etiologi dari sirosis
berbeda-beda di seluruh dunia, namun jelas bahwa di seluruh negara, karsinoma
hepatoseluler sering ditemukan bersama sirosis, terutama tipe makronoduler.
7. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem pengaturan volume
cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi retensi air dan natrium. Asites

29
dapat bersifat ringan, sedang dan berat. Asites berat dengan jumlah cairan banyak
menyebabkan rasa tidak nyaman pada abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari.
8. Defek Koagulasi

Penyebab terjadinya defek koagulasi darah antara lain :

a. Defisiensi Vitamin K Vitamin K adalah koenzim dalam proses sintesis faktor


pembekuan darah antara lain II, VII, IX dan X.Vit. K merupakan senyawa yang
bersifat lipofil dan agar ia dapat diabsorbsi perlu bantuan empedu untuk
emulsifikasi. Tetapi, empedu tidak dapat terbentuk karena empedu berasal dari
metabolisme kolesterol. Sedangkan sel-sel hepar tidak dapat melakukan
metabolisme tsb. sehingga pada akhirnya vit. K tidak dapat diabsorbsi dan faktor
II, VII, IX dan X tidak terbentuk. Bila ada bleeding maka tidak akan terhenti.
b. Sintesis faktor pembekuan darah Faktor pembekuan darah diproduksi oleh hepar.
Sedangkan hepar pada pasien sirosis mengalami kerusakan. Akibatnya faktor
pembekuan darah tidak terbentuk.
c. Defisiensi bersihan hati Fungsi normal hati salah satunya adalah metabolisme zat-
zat yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh termasuk zat aktivator dan
prokoagulan. Kedua senyawa ini dapat mencegah proses koagulasi. Zak aktivator
akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin yang menyebabkan fibrinolisis.9

j. Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,


beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Prognosis
sirosis hati dapat diukur dengan kriteria Child-Turcotte-Pugh.

Kriteria Child-Turcotte-Pugh

30
Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria Child-Pugh, banyak
digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini digunakan untuk mengukur
derajat kerusakan hati dalam menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan hati
kronik

Tabel 4. Prognosis sirosis hepatis berdasarkan kriteria Child-Turcotte-Pugh7

Child-Turcotte-Pugh A : 5-6 (prognosis baik)

Child-Turcotte-Pugh B : 7-9 (prognosis sedang)

Child-Turcotte-Pugh C : 10-15 (prognosis buruk)

31
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien Tn.T laki-laki, 40 tahun, petani, wonosobo. Pasien memiliki keluhan utama
nyeri ulu hati. Pasien datang sadar dan diantar oleh keluarga ke IGD RSUD KRT
Setjonegoro pada tanggal 11 Febuari 2017 mengeluh nyeri ulu hati sejak 1 bulan lalu.
Nyeri ulu hati disertai perut membesar. Perutnya dikatakan membesar secara perlahan
pada seluruh bagian perut sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Perutnya
dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang, namun keluhan
perut membesar ini tidak sampai membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas.
Keluhan nyeri juga disertai keluhan mual yang dirasakan hilang timbul namun
dirasakan sepanjang hari dan pasien mengeluh nafsu makan menurun. Pasien juga
mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas
dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah
beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh bagian tubuh dan semakin
memberat dari hari ke hari hingga akhirnya 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

Pasien mengatakan buang air kecil dikatakan berwarna seperti teh sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi 4-5 kali per hari dan volumenya kurang
lebih gelas tiap kali kencing. Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh
pasien. Riwayat kulit tubuh pasien menguning disangkal. Riwayat transfusi disangkal.
Riwayat mondok disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan penderita yang tampak kesakitan,


kesadaran kompos mentis, berat badan 60 kg, tekanan darah 113/76 mmHg, nadi 83x
per menit, laju respirasi 20x per menit, suhu axilla 36,7 Oc, Terlihat juga tanda-tanda
anemis pada kedua konjungtiva mata dan tampak ikterik pada kedua sklera. Pada

32
pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-
tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara
nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru.Dari pemeriksaan abdomen,
pada inspeksi ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen, dari
palpasi didapatkan hepar dan lien tampak pembesaran dievaluasi dan ada nyeri tekan
pada regio epigastrium dan hipokondrium dextra dan didapatkan undulasi (+). Dari
perkusi abdomen terdapat traube space redup, tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan
shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif.

Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis pasien ini,
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, , bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai
aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan
dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan
kecurigaan adanya sirosis. Pada pasien ini ditemukan adanya peningkatan SGOT
dengan nilai SGPT masih dalam batas normal. Selain itu, ditemukan juga bilirubin
total normal dengan peningkatan nilai bilirubin indirek, dan bilirubin direk yang
menandakan adanya gangguan transportasi dan pembentukan bilirubin intrahepatik.

Pemeriksaan hematologi pada pasien ini mengalami anemia yaitu terdapat penurunan
kadar hemoglobin dengan nilai MCV MHC normal . Selain itu terdapat peningkatan
total kolesterol dan trigliserida. Pemeriksaan HbsAg positif menandakan pasien
sedang mengidap penyakit hepatitis B kronis. Berdasarkan pemeriksaan USG
abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa adanya hepatosplenomegali dengan
tanda-tanda sirosis hepatis yang disertai ascites yang merupakan salah satu tanda dari
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta.

Pada pasien ini diberikan nutrisi secara parenteral dengan pemberian infus Asering 20
tpm, IVFD Aminofluid Hepar : D5 % + drip SNMC 2 ampul dalam 500 cc D5%
continue. Aminofusin hepar diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
sistem saraf pusat atau terjadinya encephalopati hepatikum. Selain itu diberikan obat-
obatan pelindung mukosa lambung seperti antasida 3xCI. Antasida bekerja
menetralkan asam lambung dan meningkatkan pH sehingga menurunkan aktivitas

33
perubahan pepsinogen menjadi pepsin. Selain itu diberikan injeksi omeprazole 3x1
amp yaitu Proton Pump Inhibitor untuk mencegah stress ulcer dan diberikan opilac
3xCI dilakukan agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta.
Pasien juga mengeluh mual sehingga diberikan ondancentron melalui injeksi untuk
mengurangi keluhan ini. Pada pasien ini mengalami asites maka dari itu dilakukan
tatalaksana non medika mentosa juga yaitu tirah baring dengan tidur terlentang, kaki
sedikit diangkat selama beberapa jam setelah minum obat diuretika. Diet rendah
garam dengan konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet
rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretic yang diberikan yaitu
spironolakton dengan dosis per oral 2x1. Selain itu diberikan kombinasi furosemid per
oral 1x1. Selain itu diberikan curcuma per oral 3x1 penambah nafsu makan karena
pasien mengeluh nafsu makan menurun dan terasa lemas.

BAB IV

KESIMPULAN

34
Seorang laki-laki datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati. Nyeri ulu hati disertai
perut membesar.Sejak 3 bulan SMRS perutnya dikatakan membesar secara perlahan pada
seluruh bagian perut. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah
tegang, namun keluhan perut membesar ini tidak sampai membuat pasien sesak dan kesulitan
bernapas. Frekuensi BAB normal dan konsistensi normal.BAK kecil normal dengan warna
urin seperti teh. Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien .Keluhan disertai
mual dan muntah. Pasien juga mengeluh lemas. Pasien mengatakan BAB normal. Sejak 3
minggu SMRS pasien mengaku minum-minuman beralkohol dan 1-2 tahun terakhir sering
minum alkohol. Pasien mengatakan berat badannya turun 4 kg dalam 2 bulan terakhir.
Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat transfusi disangkal. Riwayat memakai tatto
disangkal. Pada saat di RS dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
laboratorium dan USG abdomen. Dari hasil pemeriksaan fisik tampak conjungtiva anemis
dan kedua sklera ikterik. Selain itu pada pemeriksaan thoraks tidak didapatkan adanya
ginekomastia. Pemeriksaan abdomen didapatkan pembesaran hepar 4 jari BACD dan spleen
pada garis scuffner 2 yang menunjukan adanya splenomegali. Namun tidak ditemukan
adanya spider nevi . Pada ekstermitas tidak ditemukan edema dan eritema palmaris.Dari hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb, peningkatan bilirubin total, direk dan
indirek, didapatkan HbsAg (+). Pada USG didapatkan gambaran hepatomegali dengan
cenderung sirosis hepatis,asites , splenomegali dengan gastritis.Pasien diberikan terapi
medikamentosa dan non medikamentosa. Tatalaksana non medikamentosa berupa tirah baring
dan pembatasan makan makanan mengandung garam tinggi. Untuk medikamentosa diberikan
kombinasi terapi injeksi dan oral. Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk
menghilangkan gejala dan mengurangi cairan pada perut pasien. Selain itu diberikan nutrisi
parenteral berupa infus asering untuk mencakupi kebutuhan pasien dan aminofusin untuk
membantu regenerasi sel-sel hati yang rusak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bosch, Jaime, et. al., 2000.Complications of cirrhosis. I. Portal hypertension.
Journal of Hepatology, 32 (suppl. 1), page 141-156.
2. Butterworth, F. Roger, et. al., 2000.Complications of cirrhosis. III. Hepatic
encephalopathy. Journal of Hepatology, 32 (suppl. 1), page 171-180

35
3. Dipiro, T. Joseph, et. al., 2011. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach
8th Edition. New York : The McGraw-Hill Company. Section 4 Chapter 44.
4. Fauci, dkk.2008. Harrison's Principles of Internal Medicine.Seventeen.th.Edition.
United states: The McGraw-Hill Companies, Inc
5. Gines, Pere, et. al., June 1997. Ascites and Renal Functional Abnormalities in
Cirrhosis, Pathogenesis and Treatment . Baillieres Clinical Gastroenterology
Volume 11 No. 2, page 365-385
6. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi
I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45
7. Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta
8. Runyon BA: AASLD Practice Guidelines Committee: Management of
adultpatients with ascites due to cirrhosis: an update. Hepatology. 2009; 49(6):
20872107
9. Wilson, L.M & Sylvia A. Price, 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai