Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah


kardiovaskular dan kanker. Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan
ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit ini. Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa
gejala sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan
dinegara maju, maka kasus sirosis hepatis yang datang berobat ke dokter hanya
kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya
ditemukan secara kebetulan ketika berobat.

Di Indonesia sangat tinggi angka kasus penyakit hati menahun. Jika tidak
segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati,
sekitar 20 juta penduduk di Indonesia terserang penyakit hati menahun. Angka ini
merupakan perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis B di
Indonesia berkisar 5-10% dan hepatitis C 2-3%. Dalam perjalanan penyakitnya,
20-40 % dari jumlah penderita penyakit hati menahun itu akan menjadi sirosis hati
dalam waktu berkisar 15 tahun tergantung sudah berapa lama seseorang menderita
hepatitis menahun itu.

Sirosis Hepatis adalah suatu keadaan terjadinya akumulasi dari matriks


ekstraseluler atau jaringan parut sebagai respon terhadap jejas hati akut maupun
kronis. Penyebabnya beraneka ragam namun mayoritas merupakan penderita
penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus maupun kebiasaan minum
alkohol. Sirosis hepatis seringkali muncul tanpa gejala dan ditemukan saat
pemeriksaan rutin, namun dalam keadaan lanjut dapat timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta. Terapi pada penderita sirosis hepatis bertujuan
untuk mengurangi progresifitas penyakit berupa menghindarkan kerusakan hati
lebih lanjut, pencegahan, dan penanganan komplikasi.

1
1.2 Tujuan Pembahasan

a. Tujuan Umum
Untuk melengkapi persyaratan tugas kepaniteraan klinik stase Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Kumpulan Pane Tebing
Tinggi tentang Sirosis Hepatis.
b. Tujuan Khusus
Memberikan penjelasan tentang definisi sampai penanganan Sirosis
Hepatis.

1.3 Metode dan Tehnik

Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode dan teknik


secara deskriptif dimana mencari sumber data dan menganalisisnya sehingga
diperoleh informasi tentang masalah setelah itu berbagai referensi yang
didapatkan dari berbagai sumber tersebut disimpulkan sesuai dengan judul
makalah dan dengan tujuan pembuatan makalah ini.

BAB 2

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan


difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati.
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat
dan nodul tersebut.

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :


1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

3
2.3 Etiologi dan faktor resiko

Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di
dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember
1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita
kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang
berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,
petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Semua jenis virus Hepatitis bisa menimbulkan komplikasi berupa serosis
hepatis kecuali virus hepatitis A. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus
hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-
50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-
20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B
dan C.
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis
hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Sebab Sebab Lain
- Hemokromatis
- Penyakit Wilson
- Obstruksi Billier

4
2.4 Anatomi dan fungsi hati

Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang
dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. .
Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3
bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates.Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica,
cabang dari arteri iliaka yang kaya akan oksigen.

5
Gambar 1. Anatomi Hati

Fungsi Hati

Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;


1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan
dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya
pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3. Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine
akan dialirkan ke organ melalui sistem portal.

Fungsi dari sel-sel hati dapat dibagi


1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:

Sebagai pusat metabolisme

Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme.

6
Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan
mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.

Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun


endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara
oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.

2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo
endothelial.

Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin

Membentuk a-globulin dan immune bodies


Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.

2.5 Patofisiologi
Adanya faktor etiologi menyebabkan peradangan dan nekrosis meliputi
daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan memacu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel
hati. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga kolaps dan berubah
menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah portal
yang satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging nekrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran, dan
ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh darah hepatik dan gangguan
aliran daerah portal dan menimbulkan hipertensi portal.

Pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoseluler dan


asidosis laktat merupakan faktor perangsang. Dalam hal mekanisme terjadinya
sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul
peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai
pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik.

7
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara immunologis dimulai dengan
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati, nekrosis
dengan melalui hepatitis kronik agresif diikuti timbulnya serosis hepatis.
Perkembangan ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun. Sel yang mengandung virus
ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses immunologis yang
berlangsung terus menerus sampai terjadi kerusakan hati.

Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah
normal menuju lobus hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang
menjadi varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan
sirosis menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal
tersebut dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati.

2.6 Manifestasi klinis

Gejala-gejala serosis
Pada stadium awal (kompensata);

Dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati masih baik, Gejala-gejala


awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, ginekomastia pada pria.

Stadium dekompensata;
Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta.

8
Gambar 2. Manifestasi klinis sirosis hepatis

9
Gambar 3. Hipertensi portal
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1. Adanya ikterus pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit
dan tidak bisa menyerap bilirubin.

2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air


menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul
setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam
dan air.

3. Hipertensi portal
Diagnosa Sirosis Hepatis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas
(Nurdjanah,2009).

2.7 Diagnosa

1. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal (Hadi, 2002).

2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah,

10
di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman (Hadi, 2002).

3. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni (Hadi, 2002).
4. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin
menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan
diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa
antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL.
Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin
adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes
faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini (Hadi, 2002).
Untuk pengelolaan lebih lanjut , maka penderita sirosis hepatis dengan
tanda-tanda hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan
kriteria/klasifikasi dari Child, yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik.
Child B mempunyai prognosis sedang, dan Child C yang mempunyai prognosis
buruk (Hadi, 2002).
A B C
Serum Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Serum Albumin (mg/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites Tidak Ada Mudah Sulit Dikontrol
Dikontrol
Gangguan Neurologi Tidak Ada Minimal Koma Lanjut
Waktu Protrombin <4 4-6 >6
Table 1. Klasifikasi child Diagnosa Sirosis Hepatis
Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang

11
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah pemeriksaan foto
toraks dapat melihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi porta,
splenoportografi untuk melihat spleenomegali (Hadi, 2002).

2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di
hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan
irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu
tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar
dan sebagian lagi dalam batas nomal (Hadi, 2002).

2.8 Komplikasi
1. Edema dan Asites
Dengan semakin beratnya sirosis hepatis,maka terjadi pengiriman sinyal
ke ginjal untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang
berlebihan, pada awalnya akan mengumpul dalam jaringan di bawah kulit sekitar
tumit dan kaki , karena efek gravitasi pada waktu berdiri atau duduk. Penumpukan
cairan ini disebut edema atau sembab pitting (pitting edema). Pembengkakan ini
menjadi lebih berat pada sore hari setelah berdiri atau duduk dan berkurang pada
malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur.
Kemudian dengan semakin beratnya sirosis dan semakin banyaknya garam dan air
yang diretensi, air akhirnya juga akan mengumpul dalam rongga abdomen antara
dinding dan perut dan organ dalam perut. Penimbunan cairan ini disebut asites
yang berakibat pembesaran perut, keluhan rasa tak enak dalam perut dan
peningkatan berat badan.

2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

12
Cairan dalam rongga perut merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan
kuman. Dalam keadaan normal, rongga perut hanya mengandung sedikit cairan,
sehingga mampu menghambat infeksi dan memusnahkan bakteri yang masuk ke
dalam rongga perut (biasanya dari usus), atau mengarahkan bakteri ke vena porta
atau hati, di mana mereka akan dibunuh semua. Pada sirosis, cairan yang
mengumpul dalam perut tidak mampu lagi untuk menghambat invasi bakteri
secara normal.

3. Perdarahan Varises Esofagus


Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran darah dari
usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam
vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan
peningkatan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian
bawah atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan
lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya. Semakin besar varisesnya, dan makin
besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan varises.
Hipertensi portal adalah peningkatan patologis dalam gradien tekanan
portal (perbedaan antara tekanan dalam vena portal dan vena cava inferior). Hal
ini terjadi karena peningkatan aliran darah portal atau peningkatan resistensi
vaskuler atau kombinasi keduanya. Pada sirosis hepatis, faktor utama yang
menyebabkan hipertensi portal adalah peningkatan resistensi aliran darah portal
dan kemudian berkembang menjadi peningkatan aliran darah portal. Perdarahan
varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat, dapat berakibat fatal.

4. Enselopati Hepatik
Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan
oleh bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan
akan terbentuk dalam usus.Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali ke
dalam tubuh. Beberapa diantaranya misalnya amonia, berbahaya terhadap otak.
Dalam keadaan normal, bahan-bahan toksik dibawa dari usus lewat vena porta
masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi.

5. Sindroma Hepatorenal

13
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi
sindroma hepatorenal. Sindroma ini merupakan komplikasi serius karena terdapat
penurunan fungsi ginjal namun ginjal secasa fisik sebenarnya tidak mengalami
kerusakan sama sekali. Penurunan fungsi ginjal ini disebabkan perubahan aliran
darah ke dalam ginjal. Ada dua tipe sindroma hepatorenal : tipe 1, penurunan
fungsi terjadi dalam beberapa bulan, dan tipe 2, penurunan fungsi ginjal terjadi
sangat cepat dalam wakti satu sampai dua minggu (Hernomo, 2007).

6. Hipersplenisme
Limpa dalam keadaan normal berfungsi menyaring sel-sel darah merah,
leukosit dan trombosit yang sudah tua .Darah dari limpa akan bergabung dengan
aliran darah dari usus masuk ke dalam vena porta. Akibat peningkatan tekanan
vena porta karena sirosis, terjadi peningkatan blokade aliran darah dari limpa.
Akibatnya terjadi aliran darah kembali ke limpa, dan limpa membesar. Terjadilah
splenomegali. Hipersplenisme merupakan istilah yang di pakai untuk
menunjukkan kondisi sebagai berikut : penurunan jumlah sel darah merah
(anemia), penurunan sel darah putih (leukopenia), dan atau trombosit yang rendah
(trombositopenia). Anemia menyebabkan perasaan lemah, leukopenia
menyebabkan peka terhadap infeksi, trombositopenia menyebabkan pembekuan
darah dan menimbulkan perdarahan yang memanjang.

2.9 Penatalaksanaan

1. Pasien dalam keadaan serosis hati dilakukan kontrol cairan yang teratur,
istirahat yang cukup, susunan diet yang tepat.

a. Diet Hati
- Memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal haati tanpa
memperberat kerjanya
- Pada pasien serosis hepatis dilakukan diet tinggi protein dan tinggi kalori untuk
memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita sirosis
disesuaikan dengan komplikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat
mengakibatkan peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan

14
kekurangan protein akan menghambat penyembuhan sel hati. Protein yang
disarankan disini adalah protein nabati karena dalam tumbuh-tumbuhan terdapat
kandungan asam amino esensial, mengandung sedikit non nitrogen serta lebih
ditoleransi oleh tubuh dari pada protein hewani (Ratnasari, 2001).
Selain itu, protein nabati memberikan keuntungan karena kandungan serat
yang mempercepat pengeluaran amonia melalui feses.

Diet Hati I Diberikan pada Serosis Hati dalam Kalori : 1025 kal
keadaan prekoma. Protein : 7 gr
Lemak : 1gr
Karbohidrat : 247 kal
Diet Hati II Keadaan akut dan prekoma sudah Kalori : 1475 kal
teratasi dan pasien sudah memiliki nafsu Protein : 27 gr
makan yang cukup. Lemak : 30 gr
Karbohidrat : 278 kal
Diet Hati III Diberikan kepada pasien hepatits akut Kalori : 2013 kal
atau pasien serosis hepatis yang nafsu Protein : 54 gr
makannya telah baik, telah dapat Lemak : 46 gr
menerima protein, dan tidak Karbohidrat : 349 kal
menunjukkan gejala serosis hati aktif.
Diet Hati IV Diberikan kepada pasien hepatitis Kalori : 2553
infeksiosa dan sirosis hepatis yang Protein :91 gr
sudah membaik Lemak :64 gr
Karbohidrat : 404 kal

2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti alkohol dan obat-obatan
dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan
protein ke dalam tubuh.

3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul

a. Asites

15
Tirah baring dengan pemberian obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-
40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
b. Perdarahan varises esofagus
-Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
- Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
- Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.

c. Hepatik ensefalopati
- Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
- Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
- Laktulosa dapat membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
- Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia.
- Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.
- Transplantasi hati.

d. Peritonitis bakterial spontan


Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.

e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatic

Mengatur keseimbangan cairan dan garam

16
2.10 Prognosis
Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing.
Yang mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi,
gabungan untuk derajat yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada
juga perbedaan-perbedaan individu dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang
sesuai pada ginjal, paru-paru dan hati, dll. Oleh karena itu sangat sulit
memberikan prognosis yang akurat dalam setiap kasus. Selain itu, seperti
prognosis hanya mencakup jangka waktu tertentu yang relatif singkat (beberapa
bulan sampai satu tahun) (Kuntz, 2008).

Berbagai indeks telah dikembangkan menggunakan parameter sebaik


mungkin untuk menghitung probabilitas kematian atau kelangsungan hidup dalam
setiap kasus. Salah satunya adalah klasifikasi sirosis menurut kriteria yang dibuat
oleh Child Pugh menilai angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk
pasien dengan Child A,B, dan C berturut-turut 100,80,dan 45 %.

BAB 3

LAPORAN KASUS

17
3.1Anamnesa Pribadi
Nama : Rokiah
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Dusun III sp.Boom
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

3.2Anamnesa Penyakit
Keluhan utama : Perut membesar
Telaah : OS datang dengan keluhan perut membesar, yang
sudah dialami 1,5 tahun ini, timbul secara perlahan dan kelamaan os
merasa menyesak, perut terasa penuh, os sering masuk rumah sakit
karena merasa perutnya membesar ini ,os menyangkal kakinya pernah
mengalami sembab, perut terasa keras (-), nyeri bila ditekan (+).
OS merasa bahwa pada perutnya yang sebelah kanan seperti ada
mengganjal terlebih lagi saat os duduk. Os juga mengalami nyeri ulu
hati(+), perut terasa panas (+), dan rasa seperti menyusuk (+), perut
kembung (+), dada terasa panas (-), sering sendawa (-),lidah terasa
asam (-),mual (+). Muntah (+). Demam (+) riwayat demam 1 hari ini,
menggigil (+), malaise (-), nyeri sendi(-), nyeri tulang (-). Lemas
(+),sakit kepala(+), batuk (+) dahak berwarna kehijauan(+), Dada
terasa sesak pada saat batuk, BAK (+) kuning pekat. BAB (+)
ampas>air, lendir (-), darah(-).
RPT : Os mengaku pernah menderita sakit kuning 1 tahun lalu, os juga
punya riwayat maag 3 tahun belakangan ini, DM dan hipertensi disangkal.
RPO: (-)
3.3Status Present
Keadaan umum
o Sensorium : Compos Mentis
o Tekanan darah : 100/60 mmHg
o Nadi : 82 x/i (reguler)
o Pernafasan : 22 x/I (regular)
o Temperatur : 72 C

18
Keadaan penyakit

o Anemia : (+)
o Ikterus : (+)
o Sianosis : (-)
o Dipsnoe : (-)
o Edema : (-)
o Purpura : (-)
o Turgor : kembali cepat
o Pancaran wajah : Lelah
o Sikap tidur paksa : (-)

Keadaan gizi

o TB : 155 cm
o BB : 42 kg
BB
o RBW :76% 100
TB100

42
100 =76
155100

( Underweight)

Pemeriksaan fisik

1. Kepala
o Pertumbuhan rambut : Baik
o Nyeri tekan : (-)
o Perubahan lokal : (-)
a. Muka
Sembab : (-)
Pucat : (+)
Kuning : (+)
Parese : (-)
Gangguan lokal : (-)

b. Mata
Stand mata : DBN

19
Gerakan : DBN, ke segala arah
Eksoftalmus : (-)kanan/(-)kiri
Ptosis : (-)kanan/(-)kiri
Ikterus : (+)kanan/(+)kiri
Anemia : (+)kanan/(+)kiri
Reaksi pupil : (+)/(+), isokor dengan
diameter 3 mm

Gangguan lokal : (-)

c. Telinga
Bentuk : Normotik
Sekret : (-)
Radang : (-)

d. Hidung
Bentuk : Normotik
Sekret : (-)
Radang : (-)
e. Bibir
Sianosis : (-)
Pucat : (+)
Kering : (-)
Radang : (-)
f. Gigi
Karies : (+)
Pertumbuhan : Baik
g. Lidah
Kering : (-)
Pucat : (-)
Beslag : (-)
Tremor : (-)
h. Tonsil
Merah : (-)
Bengkak : (-)

2. Leher
a. Inspeksi
o Struma : Tidak ada pembesaran
o Kelenjar bengkak : (-)
o Pulsasi vena : (-)

20
o Venektasi : (-)
b. Palpasi
o Posisi trachea : Medial dalam batas normal
o Sakit/ nyeri tekan : (-)
o Tekanan vena jugularis: R-2 cmH20
3. Thorax depan
a. Inspeksi
Bentuk : fusiformis
Simetris/asimetris : Simetris
Bendungan vena : (-)
Ketinggalan bernafas : (-)
Venektasi : (-)
Pembengkakan : (-)
Mammae : spider naevi(-)
Ictus cordis : Tidak terlihat
b. Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Fremitus suara:
o Lapangan paru atas : kiri = kanan
o Lapangan paru tengah : kiri = kanan
o Lapangan paru bawah : kiri = kanan
Iktus : teraba
o Lokalisasi : (-)
o Kuat angkat : tidak teraba
c. Perkusi
Suara perkusi paru
o Lapangan paru atas : sonor kanan = kiri
o Lapangan paru tengah : sonor kanan = kiri
o Lapangan paru bawah : sonor kanan = kiri
Batas paru hati
o Relatif : ICR IV, linea midclavicula
dextra
o Absolut : ICR V, linea midclavicula
dextra
o Peranjakan Hati : 1 jari dari batas paru hepar
absolut

Batas jantung
o Kanan : Linea Parasternalis Dekstra
o Atas : ICR III

21
o Kiri : 1 jari medial linea midclavicula sinistra

d. Auskultasi
Paru- paru
o Suara pernafasan
Lapangan paru atas : vesikuler ka = ki
Lapangan paru tengah : vesikuler ka = ki
Lapangan paru bawah : vesikuler ka = ki
o Suara tambahan
Ronchi basah : (-)
Ronchi kering : (-)
Krepitasi : (-)
Gesekan pleura : (-)
Cor
o Heart rate : 82 x/menit, reguler
o Suara katup : M1 > M2; A2 >A1; P2>P1; A2>P2
o Suara tambahan : (-)
Desah jantung fungsional/organis : (-)
Gesek pericardial/pleurocardial : (-)
4. Thorak belakang
a. Inspeksi
Bentuk : fusiformis
Simetris/asimetris : simetris
Benjolan- benjolan : (-)
Scapulae alta : (-)
Ketinggalan bernafas : (-)
Venektasi : (-)

b. Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Fremitus suara
Lapangan paru atas : ka > ki
Lapangan paru tengah : ka > ki
Lapangan paru bawah : ka = ki
Penonjolan- penonjolan : (-)
c. Perkusi
Suara perkusi paru
Lapangan paru atas : sonor ka = ki
Lapangan paru tengah : sonor ka = ki
Lapangan paru bawah : sonor ka = ki
Batas bawah paru
Kanan : vertebra Thoracal X
Kiri : vertebra Thoracal XI

22
d. Auskultasi
Suara pernafasan
Lapangan paru atas : vesikuler ka = ki
Lapangan paru tengah : vesikuler ka = ki
Lapangan paru bawah : vesikuler ka = ki
Suara tambahan :
Ronki basah : ( - )
5. Abdomen
a. Inspeksi
Membesar : (+)
Venektasi : (-)
Sirkulasi kolateral : (-)
Pulsasi : (-)

b. Palpasi
Defens muscular : (-)
Nyeri tekan : (+)
Lien : tidak teraba
Ren : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Undulasi : (+)
c. Perkusi
Pekak hati : (+)
Shufting Dulness : (+)
Suara abdomen : timpani
d. Auskultasi
Peristaltik usus : 2-4x/ menit

6. Ekstremitas
a. Atas
Bengkak : (-)
Merah : (-)
Stand abnormal : (-)
Eritema Palmaris : (-)
Gangguan fungsi : (-)
Rumple lead test : (-)
Refleks
o Biceps : ka=ki
o Triceps: ka=ki
b. Bawah

23
Bengkak : (-)/(-)
Merah : (-)/(-)
Odema : (-)/(-)
Pucat : (+)/(+)
Gangguan fungsi : (-)/(-)
Varises : (-)/(-)
Refleks
o KPR : ka=ki
o APR : ka=ki

3.4PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah rutin (27 November 2015)
White Blood Cell : 5,1 x10^9/L
Haemoglobin : 6,6 g/dL
HCT : 21,4 %
Red Blood Cell : 2,05 x10^12/L
MCV : 103,4 fL (80-100)
MCH : 32,1 pg (27-34)

MCHC : 31,2 g/dL (32-36)

Platelet : 44 x 109/L (150-450)

3.5 RESUME
Anamnesa
Keluhan utama : Perut membesar
Telaah : OS datang dengan keluhan perut membesar, yang sudah
dialami 1,5 tahun ini, timbul secara perlahan, perut terasa penuh,
perut terasa keras (-), nyeri bila ditekan (+).OS juga mengalami nyeri
ulu hati(+), perut terasa panas (+), dan rasa seperti menyusuk
(+),mual (+). Muntah (+). Demam (+), menggigil (+), malaise (-),
nyeri sendi(-), nyeri tulang (-). Lemas (+), sakit kepala (+), BAK (+)
kuning pekat, BAB (+) ampas>air, lendir (-), darah(-).
RPT : Riwayat sakit kuning (+), DM dan hipertensi disangkal.
RPO: (-) , riwayat mengonsumsi alcohol (-).
Status present :
o Sensorium : compos mentis
o Tekanan darah : 100/60 mmHg

24
o Nadi : 82 x/i (reguler)
o Pernafasan : 22 x/I (regular)
o Temperatur : 72 C

Keadaan penyakit :
o Pancaran wajah : Lelah
o Oedem : (-)
o Anemia : (+)
o Purpura : (-)
o Ikterus : (+)

Pemeriksaan fisik :
Kepala : Muka sembab(-)anemis(+) ikterik(+)
Leher : DBN
Thorax : DBN
Abdomen : Membesar (+), nyeri tekan (+), tapping pain (+),
Shifting dulness (+), Undulasi (+).
Extremitas bawah : Atas eritema Palmaris (-)
Bawah oedem pretibial (-)

3.6 DIAGNOSA BANDING


1. Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata ec hepatitis+ Dispepsia+
Anemia
2. Sirosis Hepatis stadium dekompensata ec kolelitiasis + dyspepsia
+ anemia
3. Hepatitis kronik + Dispepsia +anemia
4. Hepatitis kronik + cystitis+ dyspepsia + anemia

3.7 DIAGNOSA SEMENTARA

Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata ec hepatitis+ Dispepsia+ Anemia

3.8 TERAPI
Non-farmakologi :
o Bed Rest
o Diet Hati III MII RG
o Batasi Cairan

Farmakologi

o IVFD Kaen 1B 5gtt/I (mic)


o Injeksi Cefotaxime 1gr / 8jam

25
o Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
o Spironolakton 25 mg 3 x 2
o Sistenol 3x1
o B.Comp 3x1
o Ambroxol syr 3x1

3.9 ANJURAN

(27 November 2015)

FUNGSI HATI

Bilirubin Total : 0,89 mg/dl

Bilirubin Direk : 0,42 mg/dl

SGOT : 38 U/i

SGPT : 35 U/i

Albumin : 3,39 mg/dl

AP : 179 U/i

FUNGSI GINJAL

Ureum : 34mg/dl

Creatinin : 0,9 mg/dl

Uric Acid : 4,9 mg/dl

LIPID PROFILE

Keadaan serum : Jernih

Total Cholesterol : 174 mg/dl

Trigliserida :102 mg/dl

26
CARBOHYDRAD

Glukosa Puasa : 95 mg/dl

Glukosa 2 Jam PP : 155 mg/dl

(01 Desember 2015)

IMUNOSEROLOGI

HBsAg : positif

Anti HBs : Negatif

Anti HCV : positif

(30 November 2015)

USG Abdomen

Kesan : sirosis hepatis disertai dengan splenomegali dan cholesistitis sistitis

FOLLOW UP

27-11-2015 KU : Therapy :
Sens : compos mentis Anemis (+) o Diet Hati III
TD : 100/60 mmHg Ikterik (+) o IVFD Kaen IB 5 gtt/I (mic)
o Inj.Cefotaxime 1g/8 jam
HR : 82 x/i (r) Wajah pucat (+) o Inj. Ranitidine 1gr/12jam
RR : 22 x/i Lidah pucat (-) o Sistenol 3x1
o Spironolakton 100 mg 1x1
Temp : 37,2 0 C Sesak nafas (-) o B. Comp 3x1
TB : 155 cm Lemas (+) o Ambroxol 3xCI
BB : 42 kg Demam (+)
LP : 80 cm Menggigil (-)
INPUT Mual (+) Muntah (+)
Makan : 100 cc Nyeri ulu hati (+)

27
Minum : 600 cc Perut terasa panas (+)
Infus : 150 cc Asites(+)
Total IN: 850 cc Oedem Pretibial (-)
OUTPUT BAK (+)kuning pekat
BAK : 700 cc BAB (+) 1x Ampas>air
BAB : 50 cc
Muntah : 50cc
IWL : 500 cc
Total OUT: 1400 cc
28-11-2015 KU : Therapy :
Sens : compos mentis Anemis (+) o Diet Hati III
TD : 98/45 mmHg Ikterik (+) o IVFD Kaen 1B 5 gtt/I (mic)
o Inj.Cefotaxime 1g/8 jam
HR : 91 x/i (r) Wajah pucat (+) o Inj. Ranitidine 1gr/12jam
RR : 24 x/i Lidah pucat (-) o Spironolakton 100 mg 1x1
o Sistenol 3x1
Temp : 39 0 C Sesak nafas (-) o B.Comp 3x1
TB : 155 cm Lemas (+) o Ambroxol syr 3xC1
BB : 42 kg Demam (+)
LP : 80 cm Menggigil (+)
INPUT Mual (+) Muntah (-)
Makan : 100 cc Nyeri ulu hati (+)
Minum : 500 cc Perut terasa panas (+)
Infus : 250 cc Asites(+)
Total IN: 850 cc Oedem Pretibial (-)
OUTPUT BAK (+)kuning pekat
BAK : 600 cc BAB (+)
BAB : 100 cc
Muntah :-
IWL : 500 cc
Total OUT: 1200 cc
29-11-2015 KU : Therapy :
Sens : compos mentis Anemis (+) o Diet Hati III
o IVFD Kaen 1B 5 gtt/I (mic)

28
TD : 90/60 mmHg Ikterik (+) o Inj.Cefotaxime 1g/8 jam
HR : 84 x/i (r) Wajah pucat (+) o Inj. Ranitidine 1gr/12jam
o Spironolakton 25 mg 3x2
RR : 24 x/i Lidah pucat (-) o Sistenol 3x1
Temp : 37 0 C Sesak nafas (-) o B.Comp 3x1
o Ambroxol 3xC1
TB : 155 cm Lemas (+)
BB : 42 kg Demam (-)
LP : 79,5 cm Mual (-) Muntah (-)
INPUT Nyeri ulu hati (+)
Makan : 150 cc Perut terasa panas (-)
Minum : 500 cc Asites(+)
Infus : 150 cc Oedem Pretibial (-)
Total IN: 800 cc BAK (+)kuning pekat
OUTPUT BAB (+)
BAK : 700 cc
BAB : 100 cc
Muntah : -cc
IWL : 500 cc
Total OUT: 1300 cc
30-11-2015 KU : Therapy :
Sens : compos mentis Anemis (+) o Diet Hati III
TD : 100/60 mmHg Ikterik (+) o IVFD Kaen 1B 5 gtt/I (mic)
o Inj.Cefotaxime 1g/8 jam
HR : 80 x/i (r) Wajah pucat (+) o Inj. Ranitidine 1gr/12jam
RR : 22 x/i Lidah pucat (-) o Spironolakton 100 mg 1x1
o Sistenol 3x1
Temp : 37 0 C Sesak nafas (-) o B.Comp 3x1
TB : 155 cm Lemas (+)
BB : 42 kg Demam (-)
LP : 79,5cm Mual (+) Muntah (-)
INPUT Nyeri ulu hati (+)
Makan : 150 cc Perut terasa panas (-)
Minum : 600 cc Asites(+)
Infus : 250 cc Oedem Pretibial (-)

29
Total IN: 1000 cc BAK (+)kuning pekat
OUTPUT BAB (+)
BAK : 700 cc
BAB : 50 cc
Muntah : -cc
IWL : 500 cc
Total OUT: 1250 cc
01-12-2015 KU : Therapy :
Sens : compos mentis Anemis (+) o Diet Hati III
TD : 100/70 mmHg Ikterik (+) o IVFD Kaen 3B 10 gtt/I (mic)
o Inj.Cefotaxime 1g/12 jam
HR : 84 x/i (r) Wajah pucat (+) o Diet Hati III
RR : 22 x/i Lidah pucat (-) o IVFD Kaen I B 5 gtt/I
o Inj. Ranitidine 1gr/12jam
Temp : 37 0 C Sesak nafas (-) o Spironolakton 100 mg 1x1
TB : 155 cm Lemas (+) o Sistenol 3x1
BB : 42 kg Demam (-) o B.Comp 3x1

LP : 79 cm Mual (+) Muntah (-)


INPUT Nyeri ulu hati (+)
Makan : 100 cc Perut terasa panas (-)
Minum : 800 cc Asites(+)
Infus : 150 cc Oedem Pretibial (-)
Total IN: 1050 cc BAK (+)kuning pekat
OUTPUT BAB (+)
BAK : 700 cc
BAB : 50cc
Muntah : - cc
IWL : 500 cc
Total OUT: 1250 cc

30
BAB 4
DISKUSI KASUS

1. Tanda dan gejala pada sirosis hepatis


Gejala gejala sirosis meliputi perasaan lemas, mual, muntah nafsu
makan menurun, perut kembung dan terasa panas, demam subfebris.
Tanda sirosis hepatis terdiri dari 2 unsur yaitu :
Hipertensi Porta
- Kolateral Vein
- Ascites
- Splenomegali
- Varises esophagus
- Hemoroid

31
Gagal fungsi hati
- Ikterus
- Ascites
- Oedem pretibial
- Fetor hepatikum
- Hipoalbuminemia
- Hiperlipidemia
- Ginekomastia
- atrofi testis
- Hiperpigmentasi pada kulit

2. Pemeriksaan pada sirosis hepatis


Darah rutin.Biasa dapat ditemukan anemia,
trombositopeni, leukopania.
Liver Function Test (terlampir)
Albumin ( terlampir)
USG abdomen (terlampir)
Padaa sirosis hepatis biasa ditemukan pengecilan, pengkerutan ukuran
hepar dan dengan permukaan yang irregular disertai dengan ascites.

3. Komplikasi serta penatalaksanaan


Ascites
- Batasi asupan cairan
- Pemberian spironalakton dengan dosis 100-200 mg/hari.
- Dievaluasi 3-4 hari kemudian bila tidak ada pengurangan biasa
dikombinasi dengan Furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Anemia
- Bila HB < 8 gr/dl biasa dilakukan transfusi PRC bila tidak ada tanda
perdarahan, kalau ada tanda perdarahan bisa WB. (tidak dilakukan).
Trombositopeni

32
- Pemberian Inj. Asam Traneksamat berguna untuk mengurangi
perdarahan. (tidak dilakukan)

BAB 5
KESIMPULAN

Diagnosis pasien ini adalah Sirosis Hepatis ec. Hepatitis Kronis. Pada
anamnesa keluhan pasien perut membesar 1,5 tahun dan makain memberat 1
minggu ini. Pasien juga mengeluhkan perut terasa penuh dan nyesak, disertai
nyeri perut bila ditekan. Nyeri hilang saat pasien beristirahat,nyeri ulu hati (+),
terasa panas (+). Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas. Mual dan muntah
1 cth. Pasien mengaku pernah menderita penyakit kuning.
Pada pemeriksaan dijumpai Anemia, eritema Palmaris (-) Perut membesar
(+), Colateral vein (-), Caput medusa (-), Undulasi (+), Double sound (+).
Terapi yang diberikan :

33
Non-farmakologi :
Diet hati III M II RG
Batasi Cairan
Bed Rest
Farmakologi
o IVFD Kaen 1B 5 gtt/I (mic)
o Injeksi Cefotaxime 1gr / 8 jam
o Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
o Spironolakton 25 mg 3 x 2
o Sistenol 3x1
o B. Comp 3x1

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi V jilid II,
Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2009.
2. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi
I, Jakarta, Jayabadi, 2007.
3. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. 2007.
4. Sherlock.S. Penyakit Hati dan system saluran empedu. Oxford, England
Blackwell.1997.
5. Guyton & Hall. Fisiologi kedokteran. Jakarta . EGC. 2000.
6. Hadi, S. Diagnosis Ultrasonik Pada Sirosis Hati, Dalam Hepatologi, Mandar
Maju, Jakarta. 2000.
7. Misnadiarly. Penyakit Hati (liver), Edisi 1,Pustaka Obor Populer, Jakarta. 2007

34
8. Price S.A. Patofisiologi konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, EGC,
Jakarta. 2006
9. Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis, EGC. Jakarta. 2003.

35

Anda mungkin juga menyukai