Anda di halaman 1dari 33

TUGAS

KIE KESEHATAN PADA MASYARAKAT

LAHAN KERING KEPULAUAN

OLEH:

KELOMPOK IV

DEWA AYU RATNA NINGRUM 1607010041

JUNITA MARTA MBADHI 1607010097

KURNIA EKA SARI HAYON 1607010009

MARICE D. MAPAR 1607010032

YOLENTA Y. MARIANI 1607010113


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah “KIE Kesehatan Pada Masyarakat Lahan kering
Kepulauan (MALARIA)”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh


karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Kupang, 13 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................

1.1 Latar Belakang .............................................................................................


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................
1.3 Tujuan ..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................

2.1 Pengertian Daerah Lahan Kering .................................................................


2.2 Provinsi NTT Dikategorikan Sebagai Daerah Lahan Kering ......................
2.3 Delapan Masalah Kesehatan yang Sering terjadi atau Ditemukan Di Daerah
Provinsi NTT ..............................................................................................
2.4 Pendeskripsian Penyakit Malaria .................................................................
2.5 Malarian Sering Terjadi Di Provinsi NTT ...................................................
2.6 Rekomendasi Solusi Untuk Masalah Kesehatan Malaria ............................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................
3.2 Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan
masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah
yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut.
Pembukaan lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi)
telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim di
daerah tersebut.
Kondisi geografis yang bervariatif mulai dari pantai dan sampai
pegunungan yang memungkinkan tersebarnya tempat perindukan vektor dan
resting nyamuk yang sulit untuk dikontrol. Sedangkan transmisi penyakit malaria
telah diketahui dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor sosial. Di
provinsi Nusa Tenggara Timur juga terdapat faktor lingkungan dan faktor sosial
yang hampir sama dengan daerah endemis malaria di daerah lain. Dengan faktor
geografis yang bervariatif maka lingkungan ekosistem pun akan bervariatif.
Ekosistem akan mempengaruhi hubungan interaktif antara penduduk dengan
lingkungannya. Hutan bakau merupakan habitat nyamuk penular malaria.
Bendungan alamiah yang terbentuk di muara antara sungaisungai kecil merupakan
potensi sumber penularan penyakit malaria. Sedangkan iklim seperti kelembaban,
curah hujan dapat mempengaruhi ekosistem baik habitat binatang penular
penyakit, bahkan tumbuh kembangnya koloni kuman secara alamiah. Kondisi
cuaca dapat berpengaruh pada keberhasilan reproduksi vektor. Dengan lain iklim
dan kejadian penyakit memiliki hubungan yang amat erat terhadap terjadinya
berbagai penyakit menular.
Secara nasional, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah
dengan angka kesakitan malaria yang tergolong tinggi. Kondisi ini terjadi hampir
di semua kabupaten/kota di NTT dan terkategori endemis. Orasi ilmiah Weraman
yang berjudul Indeks Klinis Epidemiologis Penemuan Dini Kasus Malaria bagi
Kader Kesehatan di wilayah Kepulauan NTT. Menurut Weraman, angka kesakitan
malaria di NTT selalu befluktuasi dan tidak menutup kemungkinan terjadi
peningkatan kasus penyakit malaria di tahun-tahun mendatang apabila tidak ada
upaya optimal dalam penanggulannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, rumusan masalah dari makalah ini :

1. Apa yang itu daerah lahan kering?


2. Mengapa provinsi NTT dikatergorikan sebagai daerah lahan kering?
3. Deskripsikan sekurang-kurangnya delapan masalah kesehatan yang
sering terjadi di daerah provinsi NTT!
4. Deskripsikan penyakit malaria (pengertian, data kasus, etiologi atau
faktor resiko, determinan, gejala, kelompok yang rentan dan beresiko,
pengobatan dan pencegahan)!
5. Mengapa dan bagaimana malaria sering terjadi di provinsi NTT?
6. Apa rekomendasi solusi untuk mengurangi atau menyelesaikan
masalah kesehatan malaria?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian daerah lahan kering.


2. Mengetahui alasan provinsi NTT dikategorikan sebagai daerah lahan
kering.
3. Mengetahui delapan masalah kesehatan yang sering terjadi di daerah
provinsi NTT.
4. Mengetahui pengertian, data kasus, etiologi atau faktor risiko,
determinan, gejala, kelompok yang rentan dan berisiko, pengobatan
dan pencegahan dari penyakit malaria.
5. Mengetahui alasan penyakit malaria sering terjadi di provinsi NTT.
6. Mengetahui rekomendasi solusi untuk mengurangi atau menyelesaikan
masalah kesehatan malaria.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Daerah Lahan Kering

1. Satari(1977)
Daerah lahan kering adalah lahan yang dalam keadaan alamiah,lapisan
atas dan bawah tubuh tanah(topsoil dan sub soil) sepanjang tahun tidak
jenuh air dan tidak tergenang,serta kelembaban tanah sepanjang tahun
berada dibawah kapasitas lapang.
2. Muljadi(1977)
Daerah lahan kering adalah lahan yang hampir sepanjang tahun tidak
tergenang secara permanen.
3. Ahli Tanah Indonesia
Daerah lahan kering adalah lahan dimana kebutuhan air tanaman
tergantung sepenuhnya air hujan dan tidak pernah tergenang secara tetap.
4. Daerah Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha
pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya
mengharapkan dari curah hujan.
5. Odum, tahun (1971)
Daerah lahan kering adalah bagian dari ekosistem teresterial yang luasnya
relatif luas dibandingkan dengan lahan basah.
6. Hidayat dkk
Daerah Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi
air atau tergenang air pada sebagian waktu selama setahun.

2.2 Provinsi NTT Dikategorikan Sebagai Daerah Lahan Kering


Lahan kering adalah lahan tanpa pengairan diaera yang tidak pernah jenuh
oleh air secara permanen sepanjang musim. Daerah demikian pada umumnya
terdapat pada daerah yang curah hujannya relatif rendah. Daerah dengan curah
hujan relatif rendah pada umumnya merupakan daerah yang secara klimatologis
termasuk daerah arid dan semi arid. Daerah NTT sebenarnya secara keseluruhan
tidak persis termasuk daerah semi arid, karena terdapat daerah-daerah yang
memiliki curah hujan bulanan yang relatif tinggi. Secara klimatologis menurut
kalsifikasi Schmidt dan Ferguson sekitar 60% daratan di NTT bertipe iklim E, 30
%nya tipe F dan 10% nya tipe iklim B dan D.Sedangkan menurut klasifikasi
Oldeman 62,6% dari total wilayah NTT memiliki 7-9 bulan kering. Itulah
sebabnya Soegiri (1972 dalam Widyatmika) berpendapat bahwa NTT termasuk
wilayah beriklim kering atau semikering.
Berdasarkan beberapa data diatas maka jelaslah bahwa sebagian besar
wilayah NTT adalah didominasi oleh lahan kering beriklim kering. Lahan kering
di NTT tersebar di Timor Barat, Sumba, Alor, Sabu dan Flores.
2.3 Delapan Masalah Kesehatan yang Sering terjadi atau Ditemukan Di
Daerah Provinsi NTT
1. Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Nusa Tenggara
Timur (NTT) pada tahun 2010 menempati urutan tertinggi kedua dibawah Nusa
Tenggara Barat (NTB). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di NTT pada
tahun itu mencapai 29,4% yang terdiri dari gizi buruk 9% (atau 58.580 balita)
dan gizi kurang 20,4% (atau 121.448). Dengan kata lain, terdapat 175.028
kasus balita gizi buruk dan gizi kurang dari 595.331 balita yang ditimbang pada
2010 di NTT.
2. Malaria
Menurut data dari fasilitas kesehatan Depkes RI pada tahun 2001
diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan
angka yang tertinggi, diantaranya adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Secara
nasional, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah dengan
angka kesakitan malaria yang tergolong tinggi. Kondisi ini terjadi hampir di
semua kabupaten/kota di NTT dan terkategori endemis.

Dinas Kesehatan (Dinkes) NTT tahun 2013 melaporkan bahwa


surveilans dilakukan masih sebatas pada laporan rutin yang dilakukan pada
beberapa kabupaten/kota yang umumnya belum sesuai dengan konsep sistem
surveilans epedemiologi yang berlangsung. Di tahun 2004, dilaporkan tidak
kurang dari 711.480 kasus malaria klinik terjadi di NTT, dimana 20% dari
75.000 slide darah yang diperiksa positif malaria. Bahkan data Depkes (2000)
menunjukkan bahwa tidak kurang dari 73% kasus yang diobati di puskesmas
dan rumah sakit di NTT adalah malaria. Dinas Kesehatan NTT juga mencatat
bahwa khusus untuk Kabupaten Kupang, rata-rata kasus malaria klinis dari
tahun 2002-2004 mencapai 181 kasus per 1.000 orang pertahun, bahkan di
tahun 2004 mencapai 205 kasus per 1.000 orang pertahun. (Pos Kupang.Com,
2013).

3. Diare
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Negara
berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia ditemukan sekitar 60 juta
kejadian diare setiap tahunnya dan merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian. (Depkes RI, 2013). Di provinsi NTT diare menduduki urutan ketiga
tertinggi dari seluruh penderita rawat jalan di sarana kesehatan masyarakat
(Dinkes Prop.NTT, 2013) dan selalu meningkat pada awal musim hujan dan
kemarau.
4. Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium Lepare yang ditandai dengan adanya bercak putih atau
kemerahan pada kulit yang disertai mati rasa/anatesi, penebalan syaraf tepi juga
disertai gangguan fungsi syaraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan
pada otot tangan, kaki dan mata, kulit kering serta pertumbuhan rambut yang
terganggu dan adanya kuman. Hasil evaluasi program p2 kusta menunjukkan
bahwa jumlah penderita baru tipe PB dan MB sampai akhi bulan desember 2013
sebanyak 62 penderita dengan tipe PB 8 penderita dan tipe MB 55 penderita.
5. DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh
wilayah Indonesia, hampir setiap kabupaten/kota memiliki kasus DBD untuk
periode waktu tertentu. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka
kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Angka insiden DBD berfluktuasi
tahun ke tahun. angka kesakitan DBD tahun 2009-2013, mengalami fluktuasi ,
dimana pada tahun 2009 sebesar 41 kasus per 100.000 penduduk, meningkat
pada tahun 2012 menjadi 255 per 100.00 penduduk, dan kemudian menurun
pada tahun 2013 menjadi 73 per 100.000 penduduk.

6. Hipertensi
Hipertensi merupakan pemicu terjadinya stroke dan jantung koroner
penyebab kematian. Selain masalah fisik, hipertensi juga menyebabkan maslah
psikis pada lansia, dimana lansia merasa takut dan cemas akan penurunan fungsi
tubuh karena penyakitnya, yang menyebabkan ketergantungan fisik pada orang
lain (padila, 2013).
Di NTT pada tahun 2008 jumlah penderita hipertensi sebesar 28,1%
(Litbangkes, 2008).pada survey awal yang dilakukan peneliti di tempat
penelitian, terdapat 86 orang lansia yang tercatat sebagai penghuni Panti Sosial
Budi Agung Kupang. Dari 86 orang lansia tersebut, ditemukan jumlah penderita
hipertensi sebanyak 46 orang (53,48%) dengan jumlah lansia yang menderita
hipertensi sistolik terisolasi sebanyak 18 orang (39,13%).

7. HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AID (Aquired
Immunodeficiency sindrom) yang merupakan sekumpulan gejala bnormalitas
imonologis dan klinis yang diakibatkan oleh HIV (Sylvia A. Price 1992. Jumlah
kasus HIV/AIDS di NTT pada tahun 2013 sebanyak 160 kasus, dengan rincian
121 kasus AIDS dan 39 kasus HIV.

8. TB Paru
Selam kurang lebih 8 tahun penerapan program penanggulangan
Tuberculosis dengan strategi DOTS sampai saat ini hasil yang dicapai belm
optimal, meskipun dari hasil pemantauan program menunjukkan adanya
peningkatan cakupan penemuan penderita TB 0,1 % sejak awal mulai program
bulan April 2001. Jumlah kasus TB di Kupang untuk tahun 2013 sebanyak 610
orang.
2.4 Pendeskripsian Penyakit Malaria
a. Pengertian Malaria
Lahan kering adalah bagian dari ekosistem tresterial yang luasnya
relative luas dibandimgkan dengan lahan basah (ODUM, 19710) .
Definisi yang diberikan oleh soil Survey Staffs (1998) dalam
Haryati (2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam
setahun.
Penyakit Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit plasmodium antara lain plasmodium malariae,plasmodium vivax,
plasmodium falciparum, plasmodium ovale yang hanya dapat dilihat
mikroskop yang ditularkan oleh nyamuk malaria (anopheles).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003 malaria adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit
ini scara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anhopheles betina.
Malaria adalah suatu penyakit yang ditandai oleh rasa dingin dan badan
menggigil, suhu badan meningkat dan denyut nadi cepat (Nadesul, 1995).
b. Data Kasus Malaria
Penyakit Malaria Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi
perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap
kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian.
Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang
menyatakan “tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan”
ditanyakan apakah pernah menderita panas disertai menggigil atau panas
naik turun secara berkala, dapat disertai sakit kepala, berkeringat, mual,
muntah dalam waktu satu bulan terakhir atau satu tahun terakhir.
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah marah manusia yang ditularkan oleh
nyamuk malaria (Annopheles) betina. Hampir 90% desa di Provinsi NTT
hampir 100% desa endemis malaria. Wilayah endemis malaria pada
umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang
tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan
kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang
rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup
sehat.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan telah menetapkan Stratifikasi endemisitas malaria
berdasarkan Annual Parasite Incidences (API) suatu wilayah di Indonesia
menjadi 4 (empat) strata yaitu :
1. Endemis Tinggi bila API > 5 %. (per 1000 penduduk)
2. Endemis Sedang bila API 1 - 5 %. (per 1000 penduduk)
3. Endemis Rendah bila API 0 - 1 %. (per 1000 penduduk)
4. Non Endemis bila tidak ada penularan malaria
Sejak tahun 2010 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan telah menggunakan
Indikator API di seluruh Provinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan Profil
Kesehatan Kabupaten/Kota, API mengalami penurunan yang signifikan.
Pada periode 2014-2017 Provinsi NTT memiliki API yang semakin
menurun. API Provinsi NTT tahun 2014 sebesar 13,69 ‰ per 1.000
penduduk, pada tahun 2015 menurun menjadi 7,06 ‰ per 1.000 penduduk,
tahun 2016 menurun menjadi 5,78 ‰ per 1.000 penduduk dan pada tahun
2017 menurun menjadi 3,77 ‰ per 1.000 penduduk. Target minimal
dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi NTT sebesar 17,7 ‰ per 1.000
penduduk berarti API Provinsi NTT tahun 2014-2017 telah mencapai
target. Angka ini sangat bermakna karena diikuti dengan intensifikasi
upaya pengendalian malaria yang salah satu hasilnya adalah peningkatan
cakupan pemeriksaan sediaan darah (konfirmasi laboratorium). Tingginya
cakupan pemeriksaan sediaan darah di laboratorium tersebut merupakan
pelaksanaan kebijakan nasional pengendalian malaria dalam mencapai
eliminasi malaria, yaitu semua kasus malaria klinis harus dikonfirmasi
dengan laboratorium. Hasil konfirmasi malaria positif ini dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskop oleh tenaga mikroskopis dan dipstik bagi
puskesmas yang tidak di dukung tenaga miroskopis. Rincian kasus malaria
ini dapat dilihat pada Lampiran Tabel 22 dan periode Tahun 2014-2017
dapat dilihat pada gambar 3.16 berikut ini :

Gambar 3.16 tersebut di atas dapat diketahui bahwa Annual Parasite


Incidence (API) di Provinsi NTT sejak tahun 2014 terjadi penurunan yang
bermakna. Dimana penurunan yang terbesar terjadi pada tahun 2017
mencapai 3,77 ‰ per 1.000 penduduk .

c. Etiologi dan Faktor Resiko Malaria


Malaria merupakan penyakit yang disebabkan infeksi parasit
plasmodium dan di transmisikan kepada manusia oleh nyamuk betina
Anopheline spesies tertentu.
Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium,
dikenal sebagai infeksi campuran, yang paling banyak dijumpai adalah
campuran plasmodium flciparum dan plasmodium vivax atau plasmodium
malariae. Kadang dapat dijumpai ketiga jenis Plasmodium sekaligus
walaupun sangat jarang terjadi. Infksi campuran biasahnya terdapat di
daerah angka penularan yang tinggi.
Faktor resiko masalah :
a. Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar antara 20-30 oC. Makin tinggi suhu (sampai batas
tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang inkubasi ekstrinsik.
b. Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek parasit dalam nyamuk,meskipun
tidak berpengaruh pada parasit . Tingkat kelembaban 60% merupakan
habis paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Pada
kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggit, sehingga mningkatkan penularan malaria.
c. Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangbiakan nyamuk dan
terjadi epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantun pada jenis dan
deras hujan , jenis vector dan jenis tempat perindukan. Hujan yang
diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya
nyamuk Anopheles.
d. Ketinggian
e. Angin
Kecepatan angin saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat
terbangnya nyamuk kedalam atau keluar rumah adalah salah satu factor
yang ikut mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan
jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
f. Sinar matahari
Pengaruh siar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda beda
Anopheles sundacius lebih suka tempat yang terkena sinar matahari
langsung, An.hycanus spp dan An.pincutatus spp lebih menyukai tempat
terbuka sedangkan An.babrirostris dapat hidup baik di tempat teduh
maupun terkena sinar matahari.
g. Arus air
Anopheles barirostris menyukai perindukan yang airnya statis /mengalir
lambat, sedangkan An.minimus menyukai aliran air yang deras dan
An.letifer menyukai air yang tergenang.
d. Determinan Malaria
Faktor Determinan yang Mempengaruhi Kejadian Malaria
1. Pangan
Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam
pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling
mendasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Wilayah NTT yang memiliki keadaan
geografis didominasi oleh lahan kering cenderung memiliki masalah
kesehatan terkait dengan rawan pangan. Masalah yang sering muncul
yaitu gizi buruk yang masih tinggi. Mursaha dkk (2009) menyebutkan
bahwa malnutrisi berat meningkatkan kerentanan terhadap malaria.
Masyarakat dengan gizi kurang baik dan tinggal di daerah endemis
malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria. Winanti (2008)
mengatakan terdapat hubungan yang kuat antara malnutrisi dalam hal
meningkatkan risiko kematian pada penyakit infeksi termasuk malaria
pada anak-anak di negara berkembang. (Munizar, Mudatsir dan
Mulyad. Hubungan Faktor Umur Dan Status Gizi Dengan Kerentanan
Fisik Masyarakat Terhadap Resiko Wabah Malaria Di Kemukiman
Lamteuba Kecamatan Seulimum Aceh Besar. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala. 2015 Volume 15 Nomor 1)
2. Transportasi
Transportasi sangat penting dalam kehidupan manusia dalam hal
ini terkait dengan akses yang ditempuh oleh masyarakat menuju ke
tampat pelayanan kesehatan.
3. Pekerjaan
Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan
oleh
manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu
tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang.Pekerjaan
lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan tersebut, serta
besarnya risiko menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada
lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekrjaan
tertentu (Amirudin,2013). Hal ini sesuai dengan penelitian Kurniawan
(2008) yang menyatakan bahwa individu yang bekerja di lingkungan
hutan beresiko untuk tertular penyakit malaria karen hutan merupakan
tempat hidup dan perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. dengan
kepadatan yang tinggi. Dibuktikan juga dengan hasil penelitian
simanjuntak (2009) bahwa ada hubungan bermakna antara jenis
pekerjaan (berkebun. Nelayan dan buruh yang bekerja pada malam
hari) dengan kejadian malaria. Dalam penelitian ini pekerjaan sebagai
petani mempunyai risiko terkena malaria karena berada di tempat
terbuka .
(Oktofina Sir', Arsunan Arsine dkk. FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI
KECAMATAN KABOLA, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR (NTT) TAHUN 2014 . Jurnal Ekologi Kesehatan.
2015. Vol. 14 No 4, 334-341).
4. Pengangguran
Pengangguran adalah angkatan kerja yang belum mendapat
kesempatan kerja tetapi sedang mencari pekerjaan. pendapatan yang
diperoleh seseorang ketika tidak memiliki pekerjaan sangat kecil atau
bahkan tidak ada. Penghasilan merupakan faktor yang terkait dengan
program penanggulangan penyakit malaria. Penduduk yang
mempunyai penghasilan memadai (sesuai UMP) cenderung untuk
berpartisipasi aktif dalam program penanggulangan malaria. Penelitian
Adieli (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara penghasilan
rendah dengan kejadian malaria ( p=0,001; a=0,05). Dan penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa responden yang mempunyai penghasilan
yang rendah cenderung memprioritaskan pendapatannya untuk
memenuhi kebutuhan primer dan kurang memperhatikan kebutuhan
kesehatan, termasuk dalam penanggulangan kajadian malaria.
Sehingga lebih berisiko untuk terkena malaria dibandingkan dengan
responden yang mempunyai penghasilan cukup.
(Oktofina Sir', Arsunan Arsine dkk. FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI
KECAMATAN KABOLA, KABUPATEN ALOR, PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR (NTT) TAHUN 2014 . Jurnal Ekologi Kesehatan.
2015. Vol. 14 No 4, 334-341).
5. Kesenjangan Sosial
Masyarakat dengan kelas sosial ekonomi lemah, biasanya sangat
rentan dan beresiko terhadap penyakit, serta memiliki harapan hidup
yang rendah. Hasil analisis terhadap faktor lingkungan rumah tempat
tinggal tersebut menunjukkan bahwa penyakit malaria erat kaitannya
dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Keadaan rumah yang
berdinding bebak dan atap alang-alang mengindikasikan keadaan
sosial ekonomi masyarakat yang menderita malaria yang masih
rendah. Faktor sosial dan ekonomi seperti sanitasi yang buruk,
perumahan, jenis pekerjaan, kemiskinan dan lain sebagainya
mempunyai efek yang penting terhadap kejadian malaria terutama
pada di
negara-negara berkembang.
(Ngambut, Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat Tentang
Malaria. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2015 Vol. 7, No. 6).
e. Gejalan Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan
demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana
penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis malaria antara lain
sebagai berikut:
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan
berkeringat.
b. Nafsu makan menurun.
c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi
dengan plasmodium Falciparum.
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran
limpa.
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan.
g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi
yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan
darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari
daerah malaria.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan,
stadium panas, dan stadium berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise.

f. Kelompok yang Rentan dan Beresiko Malaria


1. Ibu Hamil

Malaria menyerang individu tanpa membedakan umur dan jenis


kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan golongan yang rentan.
Malaria pada kehamilan dominan disebabkan oleh P. Falciparum dan
mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dan mortalitas ibu
dan janinnya.1 Malaria dan kehamilan merupakan kondisi yang saling
memperburuk. Perubahan fisiologis dan perubahan patologis pada malaria
saling mempunyai efek sinergis sehingga menyulitkan untuk ibu dan bayi.
Infeksi pada wanita hamil oleh parasit malaria sangat mudah terjadi karena
disebabkan adanya perubahan sistem imunitas selama kehamilan, baik
imunitas seluler maupun humoral serta diduga akibat peningkatan hormon
kortisol pada wanita selama kehamilan. Di daerah endemis, banyak wanita
hamil dengan parasit malaria dalam darahnya namun tidak menunjukkan
gejala-gejala malaria (asimptomatis). Meskipun asimptomatis hal tersebut
tetap dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Malaria meningkatkan
kejadian anemia pada ibu, yang bila berat akan meningkatkan resiko
kematian maternal. Malaria menyebabkan 2-15% anemia pada wanita
hamil.3 Infeksi malaria pada ibu hamil biasanya diperberat dengan adanya
defisiensi mikronutrien seperti besi dan asam folat. Plasmodium hidup
dalamsel darah merah, mengonsumsi dan menggunakan hemoglobin untuk
pertumbuhan serta replikasi lalu skizon pecah dan menghancurkan sel-sel
eritrosit\ inang. Eritrosit terinfeksi dengan perubahan di permukaan dan
deformabilitas akan mudah dikenali dan dibersihkan di limpa.3 Selain itu,
malaria dapat menyebabkan peradangan sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan gangguan penyerapan besi pada saluran pencernaan dan
mengganggu pelepasan zat besi dari hepatosit. Infeksi yang tanpa disertai
gejala tersebut akan berlangsung lama sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya anemia karena rusaknya eritrosit oleh plasmodium dan juga
karena adanya gangguan dalam proses penyerapan zat besi.

(Intan Rehana, Hanna Mutiara . Penatalaksanaan Malaria dalam


Kehamilan . Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. 2017.
Volume 7 Nomor 3)
2. Balita

Malaria dapat mempengaruhi angka kesakitan bayi,balita dan ibu


melahirkan serta menimbulkan kejadian luar biasa sehinga merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling utama. pada Setiap
orang mempunyai risiko untuk terkena malaria, wanita hamil dan anak
dibawah umur lima tahun merupakan kelompok yang rentan. Pada daerah
endemis anak-anak yang terkena malaria belum terbentuk kekebalan
terhadap malaria idalam tubuhnya apabila dibandingkan dengan orang
dewasa sehingga tingkat keparahan malaria akan lebih berat. Malaria pada
anak dibawah umur kurang dari satu tahun dapat terjadi dengan cara
transfusi darah, atau secara kongenital antara ibu dan janin melalui tali
pusat pada bayi karena ibunya menderita malaria. Menurut Halim, anak-
anak yang berusia dibawah lima tahun mempunyai risiko mendapatkan
malaria berta, hal ini dikarenakan oleh karena imunitas yang dimiliki
relatif rendah serta terjadi penurunan imunitas yang diperoleh secara pasif.

(Ira indriyati paskalita bule sopi dan yona patanduk. Malaria pada
anak dibawah umur lima tahun. JURNAL VEKTOR PENYAKIT.
2015 VOL. 9 NO2:65-72).
g. Pengobatan Malaria

Pengobatan malaria harus dilakukan secara efektif. Pemberian jenis obat


harus benar dan cara meminumnya harus tepat waktu yang sesuai dengan
acuan program pengendalian malaria. Pengobatan efektif adalah pemberian
ACT (Artemicin-based Combination Therapy) pada 24 jam pertama pasien
panas dan obat harus diminum habis dalam tiga hari.

Obat anti malaria diberikan kepada penderita dengan tujuan:

a. Menyembuhkan penderita secara tuntas, dengan cara menghilangkan


gejala klinik dan parasit dari tubuh penderita (pengobatan kuratif).
b. Menghilangkan gejala klinis, parasit masih ada di dalam tubuh penderita
(pengobatan supresif) dengan mengurangi jumlah parasit di dalam darah.
h. Pencegahan Malaria
1. Pencegahan Primer
a. Tindakan terhadap manusia
1) Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang
harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang
akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah
mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena
malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan
tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya
menghilangkan tempat perindukan.
2) Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan
memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara
pencegahan malaria.
3) Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan
nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur
menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan
menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
4) Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah
mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya
mengigit.
b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif
mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat
menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya
tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit
jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat anti malaria
yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin,
meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan
sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untk pengobatan pencegahan
dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa. Untuk
mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang
berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap
minggu; mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan
perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan setiap minggu selama
dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4
minggu setelah kembali dari daerah tersebut. Pengobatan pencegahan
tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan obat
yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria
dimana terjadi penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya
pencegahan terhadap gigitan nyamuk perlu ditingkatkan sebagai
pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan profilaksis
jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat
besar.

c. Tindakan terhadap vektor


1. Pengendalian secara mekanis
Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang
menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah
mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi
kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
2. Pengendalian secara biologis
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan
makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau
penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Dengan
pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk
terjadi secara alami tanpa menimbulkan gangguan keseimbangan
ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan
radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu
membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan
dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang
merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan
salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan
Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu
memberantas serangga. Pengendalian nyamuk dewasa dapat
dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu, kerbau,
babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi
menyukai darah binatang (ternak) sebagai sumber mendapatkan
darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk
melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan
menempatkan kandang ternak diluar rumah (bukan dibawah ko
long dekat dengan rumah).
3. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga
mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis
bahan kimiayang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat
diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga
secara kimiawi berkembang pesat.
2. Pencegahan Sekunder
a. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini
penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan
konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis
Test)) dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan
pelaporan kunjungan kasus malaria.
b. Diagnosa dini
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari
penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau
pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu
ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria,
riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir,
riwayat mendapat transfusi darah.
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan mikroskopis
e. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita,
meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit,
eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia darah,
pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan
lainnya.
4. Pengobatan yang tepat dan adekuat
Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak dapat
disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala
penyakit. Malaria menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit
dapat tinggal dalam tubuh manusia seumur hidup. Sejak 1638, malaria
diobati dengan ekstrak kulit tanaman cinchona. bahan ini sangat beracun
tetapi dapat menekan pertumbuhan protozoa dalam darah. Saat ini ada tiga
jenis obat anti malaria, yaitu Chloroquine, Doxycyline, dan Melfoquine.
Tanpa pengobatan yang tepat akan dapat mengakibatkan kematian
penderita. Pengobatan harus dilakukan 24 jam sesudah terlihat adanya
gejala.
Pengobatan spesifik untuk semua tipe malaria:
a. Pengobatan untuk mereka yang terinfeksi malaria adalah
dengan menggunakan chloroquine terhadap P. falciparum,
P. vivax, P. malariae dan P. ovale yang masih sensitif
terhadap obat tersebut.
b. Untuk pengobatan darurat bagi orang dewasa yang
terinfeksi malaria dengan komplikasi berat atau untuk
orang yang tidak memungkinkan diberikan obat peroral
dapat diberikan obat Quinine dihydrochlor ide.
c. Untuk infeksi malaria P. falciparum yang didapat di daerah
dimana ditemukan strain yang resisten terhadap
chloroquine, pengobatan dilakukan dengan memberikan
quinine.
d. Untuk pengobatan infeksi malaria P. vivax yang terjadi di
Papua New Guinea atau Irian Jaya (Indonesia) digunakan
mefloquine.
e. Untuk mencegah adanya infeksi ulang karena digigit
nyamuk yang mengandung malaria P. vivax dan P. ovale
berikan pengobatan dengan primaquine.Primaquine tidak
dianjurkan pemberiannya bagi orang yang terkena infeksi
malaria bukan oleh gigitan nyamuk (sebagai contoh karena
transfusi darah) oleh karena dengan cara penularan infeksi
malaria seperti ini tidak ada fase hati.
3. Pencegahan Tersier
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria
Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat
karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat
bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ
tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat:
a. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
b. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis
terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator
pada gagal napas.
c. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta
pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya
fungsi organ vital.
b. Rehabilitasi mental/ psikologis
Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril
kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit
malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan
pelayanan tingkat lanjut.

2.5 Malaria Sering Terjadi Di Provinsi NTT


Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia. Sejumlah 3,2
miliar penduduk dunia tinggal di daerah endemik malaria (WHO, 2014). Dari 106
negara endemis malaria di dunia, Indonesia masuk 10 besar negara endemis (Hay,
2007). Indonesia dilaporkan terdapat 343 ribu kasus Malaria (confirmed)
(Kemenkes, 2014) dan Provinsi NTT 36.128 kasus (Dinkes, 2016). Meskipun
kasus malaria di provinsi NTT terus menurun tetapi hingga saat ini masih menjadi
daerah endemis dan menyumbang sekitar 21% kasus malaria di Indonesia (Dinkes
NTT, 2016). Pada daerah endemik, malaria berpengaruh pada beban sektor
kesehatan baik di Rumah sakit maupun Puskesmas, malaria juga menyebabkan
kerugian ekonomi termasuk kerugian dari sektor pariwisata akibat ancaman
penyakit ini kepada para wisatawan. Malaria juga bisa menurunkan produktivitas
tenaga kerja dan meningkatkan absenteisme dari siswa sekolah dimana 8%
ketidakhadiran siswa di sekolah adalah akibat penyakit malaria (Unicef Kupang,
2016).

Malaria sering terjadi atau di temukan di indonesia terlebih khusus di


wilayah timur yang endemis yakni salah satunya provinsi NTT karena pada
umumnya masyarakat banyak yang kurang mendapatkan informasi mengenal
penyebab terjadinya malaria. Salah satu kabupaten yang di NTT yakni Kabupaten
Sumba pada umumnya masih mempertahankan tradisi, salah satunya rumah adat.
Dalam hal penataan kampung adat, masyarakat sumba masih mempertahankan
arsitektur bangunan rumah tradisional seperti atap rumah yang masih
menggunakan alang-alang sebagai sebagai atap dan penggunaan bamboo sebagai
dinding rumah. Tampa disadari kondisi ini menimbulkan konsekuensi dibidang
kesehatan yaitu ada korelasi antara konstruksi dinding rumah dengan kejadian
malaria. Tingginya angka kesakitan malaria di kabupaten Sumba karena memiliki
karakteristik wilayah yang terdiri dari bukit-bukit, hutan, sungai dan persawahan,
akses pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Curah hujan di suatu daerah
juga berperan penting dalam penularan malaria. Biasanya penularan malaria lebih
tinggi di musim hujan dibandingkan pada musim kemarau yang diselilingi juga
akan memperbesar kemungkinan perkembangbiakan nyamuk Anopheles.
Faktor-faktor penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian malaria
di NTT adalah perubahan lingkungan, vector, resistensi obat, pelayanan kesehatan
dan sosial budaya masyarakat. Pada umumnya lokasi endemis malaria adalah
desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana
transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah serta perilaku hidup sehat
yang kurang. Selain itu, malaria menjadi faktor yang memberi kontribusi dalam
mempengaruhi tumbuh kembang janin,bayi dan balita sebagai generasi bangsa.
Ibu hamil dan bayi adalah kelompok yang paling rentan terhadap malaria.

2.6 Rekomendasi Solusi Untuk Masalah Kesehatan Malaria

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan


kematian akibat malaria, diantaranya dengan ditetapkan kebijakan eliminasi
Malaria baik secara global, nasional dan lokal. Tahun 2007 telah dibuat
kesepakatan global dalam sidang World Health Award ke 60 di Genewa bahwa
setiap Negara perlu memberikan dukungan dalam rangka eliminasi Malaria
hingga 2030. Menindaklanjuti Kesepakatan World Health Assembly (WHA)
tersebut, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan dengan menerbitkan
Keputusan Menteri Kesehatan no: 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi
malaria di Indonesia. Tujuan dari Kepmenkes 293 tahun 2009 ini adalah
terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dan terbebas dari penularan malaria
secara bertahap hingga tahun 2030; dengan target yaitu Kepulauan Seribu
(Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada tahun 2010; Pulau Jawa,
Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015; Pulau Sumatera
(kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB, Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan Provinsi Papua, Provinsi
Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara pada
tahun 2030.

Sejak dikeluarkannya kebijakan eliminasi malaria tahun 2009, provinsi


NTT telah mengimplementasikan kebijakan tersebut, namun belum semua
kegiatan dilaksanakan sesuai dengan ketetapan kebijakan eliminasi. Pada kegiatan
penemuan dan tatalaksana penderita, hingga saat ini penemuan kasus malaria di
NTT masih bersifat “Pasive Case Detection/PCD”; yaitu berbasis “fasility based”,
dimana pasien malaria yang ditemukan dan diobati adalah mereka yang
mendatangi fasilitas kesehatan untuk mencari pertolongan pengobatan saat sakit.
Selain PCD, penemuan kasus juga dilakukan melalui survey darah massal atau
“Mass Blood Survey/MBS” pada daerah-daerah tertentu. Selama 10 tahun
terakhir, kinerja pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan darah meningkat
dari pesat dari hanya 37% di tahun 2006 menjadi 98.3% di tahun 2015.
Peningkatan ini sayangnya tidak diikuti oleh peningkatan Annual Blood
Examination Rate (ABER). Terjadi fluktuasi ABER sejak 2006 dan di tahun 2015
hanya 5.5% dari target 10% per tahun. Rendahnya ABER berakibat pada
penemuan penderita yang kurang efektif, apalagi banyak kasus malaria yang tidak
menunjukan gejala klinis. Akibatnya banyak kasus malaria di masyarakat yang
belum ditemukan untuk diobati. Walaupun proporsi deteksi malaria dengan
mikroskopist tinggi, kesalahan pemeriksaan laboratorium juga tinggi dengan
range antara 3-48% (rata-rata NTT 25%).

Kebijakan nasional eliminasi malaria (SK Menkes No 293 tahun 2009)


akan berjalan dengan baik apabila dinas-dinas kesehatan di tingkat provinsi dapat
mengimplementasikannya sampai ke tingkat kabupaten/kota secara baik. Selain
penanganan terhadap penderita malaria, hal penting lain yang seharusnya
dilakukan dalam upaya eliminasi malaria adalah pengendalian vektor (Anopheles
spp). Pelaksanaan pengendalian vektor akan rasional, efektif dan efisien apabila
didukung oleh informasi mengenai vektornya, yaitu perilaku, distribusi dan
musim penularan. Dengan demikian penguasaan bionomik vektor sangat
diperlukan dalam perencanaan pengendalian vektor, dan akan memberi hasil
maksimal apabila terdapat kesesuaian antara perilaku vektor selaku sasaran dan
metode pengendalian yang diterapkan.

Selain eliminasi adapun strategi yang akan di lakukan untuk mencegah


terjadinya malaria di provinsi NTT yakni :
1. Strategi pertama yang dapat dilakukan adalah upaya intensifikasi, yaitu
dengan cara melakukan pemeriksaan sediaan darah secara pasif hanya
kepada semua pengunjung fasilitas kesehatan yang datang dengan gejala
panas tanpa sebab yang jelas.
2.
Straregi kedua adalah upaya ekstensifikasi, karena hasil Riskesdas tahun
2010 menunjukkan bahwa rumah tangga yang memanfaatkan Puskesmas
untuk berbagai keperluannya sebesar 63,3%, artinya masih ada 36,7%
sumber penularan malaria yang berada di luar jangkauan fasilitas
pelayanan. Kegiatan ekstensifikasi dapat dilakukan dengan cara:
a)
melakukan pemeriksaan sediaan darah secara aktif langsung ke
masyarakat baik dengan Mass Blood Survey (MBS) yaitu dengan
melakukan pemeriksaan darah massal kepada seluruh penduduk
atau Mass Fever Survey (MFS) yaitu dengan melakukan
pemeriksaan darah kepada seluruh penduduk yang mengalami
gejala panas, khususnya ke desa-desa endemik tinggi (High Case
Incidence) di NTT
b) melakukan Contact Survey (CS), khususnya ke desa-desa endemik
rendah (Low Case Incidence) dan endemik sedang (Moderate Case
Incidence).
Oleh karenanya perlu diberikan informasi seluas-luasnya kepada seluruh
stake holder baik itu tenaga medis, paramedis, serta tenaga penunjang lainnya
dalam rangka pengendalian malaria termasuk kepada masyarakat. Kebijakan
pengobatan positif malaria dengan pengobatan ACT ditujukan agar penderita
malaria sembuh dan hilang gejala malarianya sekaligus untuk mencegah
terjadinya penularan malaria. Pengobatan terhadap Plasmodium vivax dilakukan
dengan pemberian primakuin selama 14 hari agar hipnozoit yang doorman di
dalam hati dapat sembuh total dan tidak menimbulkan relaps.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Daerah lahan kering adalah lahan yang dalam keadaan alamiah,lapisan
atas dan bawah tubuh tanah(topsoil dan sub soil) sepanjang tahun tidak jenuh air
dan tidak tergenang,serta kelembaban tanah sepanjang tahun berada dibawah
kapasitas lapang. Secara klimatologis menurut kalsifikasi Schmidt dan Ferguson
sekitar 60% daratan di NTT bertipe iklim E, 30 %nya tipe F dan 10% nya tipe
iklim B dan D.Sedangkan menurut klasifikasi Oldeman 62,6% dari total wilayah
NTT memiliki 7-9 bulan kering. Itulah sebabnya Soegiri (1972 dalam
Widyatmika) berpendapat bahwa NTT termasuk wilayah beriklim kering atau
semikering.
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2003 malaria adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh beberapa parasit plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan penyakit ini scara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anhopheles betina. Malaria adalah suatu
penyakit yang ditandai oleh rasa dingin dan badan menggigil, suhu badan
meningkat dan denyut nadi cepat (Nadesul, 1995). Pada periode 2014-2017
Provinsi NTT memiliki API yang semakin menurun. API Provinsi NTT tahun
2014 sebesar 13,69 ‰ per 1.000 penduduk, pada tahun 2015 menurun menjadi
7,06 ‰ per 1.000 penduduk, tahun 2016 menurun menjadi 5,78 ‰ per 1.000
penduduk dan pada tahun 2017 menurun menjadi 3,77 ‰ per 1.000 penduduk.
Target minimal dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi NTT sebesar 17,7 ‰ per
1.000 penduduk berarti API Provinsi NTT tahun 2014-2017 telah mencapai target.

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan infeksi parasit plasmodium


dan di transmisikan kepada manusia oleh nyamuk betina Anopheline spesies
tertentu. Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal
sebagai infeksi campuran, yang paling banyak dijumpai adalah campuran
plasmodium flciparum dan plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadang
dapat dijumpai ketiga jenis Plasmodium sekaligus walaupun sangat jarang terjadi.
Infksi campuran biasahnya terdapat di daerah angka penularan yang tinggi.

Adapun faktor risiko masalah penyakit malaria adalah : Suhu,


Kelembaban, Hujan, Ketinggian, Angin, Sinar matahari, Arus air. Penyakit
malaria itu sendiri juga dipengaruhi oleh faktor determinan sosial.

Malaria sering terjadi atau di temukan di indonesia terlebih khusus di


wilayah timur yang endemis yakni salah satunya provinsi NTT karena pada
umumnya masyarakat banyak yang kurang mendapatkan informasi mengenal
penyebab terjadinya malaria. Salah satu kabupaten yang di NTT yakni Kabupaten
Sumba pada umumnya masih mempertahankan tradisi, salah satunya rumah adat.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan


kematian akibat malaria, diantaranya dengan ditetapkan kebijakan eliminasi
Malaria baik secara global, nasional dan lokal. Tahun 2007 telah dibuat
kesepakatan global dalam sidang World Health Award ke 60 di Genewa bahwa
setiap Negara perlu memberikan dukungan dalam rangka eliminasi Malaria
hingga 2030. Menindaklanjuti Kesepakatan World Health Assembly (WHA)
tersebut, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan dengan menerbitkan
Keputusan Menteri Kesehatan no: 293/Menkes/SK/IV/2009 tentang eliminasi
malaria di Indonesia. Tujuan dari Kepmenkes 293 tahun 2009 ini adalah
terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dan terbebas dari penularan malaria
secara bertahap hingga tahun 2030; dengan target yaitu Kepulauan Seribu
(Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada tahun 2010; Pulau Jawa,
Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015; Pulau Sumatera
(kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB, Pulau
Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan Provinsi Papua, Provinsi
Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara pada
tahun 2030.
3.2 Saran

Perlu diberikan informasi seluas-luasnya kepada seluruh stake holder baik


itu tenaga medis, paramedis, serta tenaga penunjang lainnya dalam rangka
pengendalian malaria termasuk kepada masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Ni wayan Dewi Adriyanta dkk. Kejadian Malaria Terkait Lingkungan Pemukiman


di Kabupaten Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Purba Elisabeth Ivan, dkk.2016.Analisi Pengendalian Malaria di Provinsi Nusa


Tenggara Timur dan Rencana Strategis Untuk Mencapai Eliminasi
Malaria.Sumatera Barat.

Selasa Pius.2017. Implementasi Kejadian Eliminasi Malaria di Pusat Kesehatan


Kota Kupang. Jakarka.

Irianto Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. ALFABETA: Bandung.

Any Mulyani, Dedi Nuryamsi dan Irsai Las. 2014. PERCEPATAN


PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING IKLIM KERING DI
NUSA TENGGARA. Vol.7 No 4 Desember 2014: 187-198.

BUKU “Mengapa disebut pertanian Lahan Kering, padahal aktivitas budidaya


pertanian selalu bersentuhan dengan ketersediaan Air. FRED L. BENU.

Bahan ajar lahan kering “corak lahan kering wilayah NTT & pengaruhnya
terhadap budaya lahan kritis”. (https://www.akhmadshare.com/pengelolaan
lahan kering: 2016/11/Pengolahan-lahan kering.html)

Anda mungkin juga menyukai