“Penentuan
Wilayah dan Identifikasi Prioritas Masalah
Kesehatan di Wilayah Pesisir dan Kepulauan”
Kelompok 3 :
DIAN SAFITRI (J1A119022)
ENDANG (J1A119026)
ESTI WULANDARI (J1A119028)
FITRIANI (J1A119031)
FITRIYANI (J1A119032)
GISRI MAYA SARI (J1A119034)
HASNI (J1A119035)
ALSOFIAN (J1A119091)
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Ilmu Pesisir Dan Kepulauan.
Tidaklah akan terwujud dan terlaksana penulisan ini tanpa adanya
kebijaksanaan dan bantuan dari pihak-pihak lain, oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
penulisan makalah. Ucapan terima kasih kami berikan kepada :
1. Dr. Yusuf Sabilu, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro.
2. Dr. Suhadi, S.KM., M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Ilmu Pesisir Dan
kepulauan.
3. Orang Tua yang senantiasa mendukung dan mendoakan.
4. Teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.
5. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, adanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam ilmu kesehatan
masyarakat.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………………………………………………………
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………….
1.3. Tujuan………………………………………………………………..
1.4. Manfaat……………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wilayah Pesisir dan Kepulauan…………………………
2.2 Metode Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan di Pesisir dan
Kepulauan…………………………………………………………….
2.3 Masalah-Masalah Kesehatan di Pesisir dan Kepulauan………………
2.4 Faktor-Faktor Masalah Kesehatan di Pesisir dan Kepulauan…………
2.5 Cara Mengatasi Masalah Kesehatan Yang Ada di Pesisir dan
Kepulauan……………………………………………………………
2.6 Layanan Kesehatan Utuk Masyarakat Pesisir………………………..
2.7 Peningkatan Kesehatan Masyarakat Pesisir…………………………..
2.8 Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah………………………………
2.9 Pendekatan Kesehatan Masyarakat……………………………………
2.10 Ancaman Perubahan Iklim Di Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau
Kecil…………………………………………………………………..
2.11 Peranan Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Pesisir………………
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
2
g. Bagaimana peningkatan kesehatan masyarakat pesisir ?
h. Apa saja managemen penyakit berbasis wilayah ?
i. Bagaimana pendekatan kesehatan masyarakat ?
j. Apa ancaman perubahan iklim di kawasan pesisir dan pulau-pulau ?
k. Bagaimana peranan pelayanan kesehatan bagi masyarakat pesisir ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian atau definisi dari wilayah pesisir dan
kepulauan.
b. Untuk mengetahui metode penenruan prioritas masalah kesehatan di
pesisir dan kepulauan.
c. Untuk mengetahui masalah-masalah kesehatan di pesisir dan kepulauan.
d. Untuk mengetahui faktor-faktor masalah kesehatan di pesisir dan
kepulauan.
e. Untuk mengetahui cara mengatasi masalah kesehatan yang ada di pesisir
dan kepulauan.
f. Untuk mengetahui layanan kesehatan masyarakat pesisir
g. Untuk mengetahui peningkatan kesehatan masyarakat pesisr
h. Untuk mengetahui manajemen penyakit berbasis wilayah
i. Untuk mengetahui pendekatan kesehatan masyarakat
j. Untuk mengetahui ancaman perubahan iklim dikawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil
k. Untuk mengetahui peranan pelayanan kesehatan bagi masyarakat pesisir
1.4 Manfaat
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
pengetahuan tentang Penentuan Wilayah Dan Identifikasi Prioritas Masalah
Kesehatan di Wilayah Pesisir dan Kepulauan.
3
Selain dapat menambah wawasan,pengetahuan,pengalaman dan kemampuan
bagi kami,kami juga berharap penelitian bisa bermafaat bagi beberapa pihak
diantaranya,yaitu:
1 Memberikan informasi dan memperkaya pengetahuan mengenai perubahan
orientasi mata pencaharian yang terjadi dipesissir kepulauan.
2 Sebagai bahan masukan bagi instasi terkait dalam pengembangan perekonomian
nelayan yaitu pemerintah.
3 Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan yang berbeda bagi peneliti
selanjutnya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Namun kenyataannya, kehidupan masyarakat nelayan senantiasa dilanda
kemiskinan, bahkan kehidupan nelayan sering diidentikkan dengan
kemiskinan.Tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan (nelayan) pada saat ini
masih di bawah sektor-sektor lain, termasuk sektor pertanian agraris. Nelayan
(khususnya nelayan buruh dan nelayan tradisional) merupakan kelompok masyarakat
yang dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin diantara kelompok
masyarakat lain di sektor pertanian atau manusia di darat seperti penggundulan hutan.
Ciri khas wilayah pesisir jika ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang
pesisir dan laut serta sumber daya yang terkandung di dalamnya bersifat khas
sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebutdapat mengakibatkan
perubahan yang signifikan, seperti bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan
air tawar dan air laut yang menghasilkan ekosistem yang khas. Ditinjau dari aspek
kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya
sering memiliki sifat terbuka cemaran.
6
Kay dan alder mengatakan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang
merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana
proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunana lahan masih mempengaruhi
proses dan fungsi kelautan.
Masyarakat di kawasan pesisir Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumberdaya yang
digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan
harus berpindah-pindah. Selain itu, resiko usaha yang tinggi menyebabkan
masyarakat nelayan hidup dalam suasana alamyang keras dimana selalu diliputi oleh
adanya ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
Kawasan pesisir mempunyai potensi pembangunan yang sangat tinggi, potensi
tersebut antara lain:
7
b. Pusat keanekaragaman tropis dunia (> 70 genus dari karang, 18% terumbu
karang dunia ada di Indonesia)
c. 30% hutan bakau dunia ada di Indonesia
d. 90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil dari pantai
e. SDP mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang
besar, beraneka ragam dan laut dan laut tropis yang terkaya.
f. 140 juta penduduk (60%) Indonesia tinggal diwilayah pesisir.
g. 80% tergantung kepada pemanfaatan SDP memberikan kontribusi ekonomi
sebesar 24,5%.
h. 42 kota dan 290 Kabupaten berada di pesisir sebagai tempat pusat pertumbuhan
ekonomi
Kata kepulauan berasal dari bahasa Yunani Arkhi yang berarti kepala dan
pelagos yang berarti laut yang berasal dari rekonstruksi linguisti bahasa Yunani abad
pertengahan tepatnya nama untuk laut Aegea dan kemudian dalam penggunaan
bergeser untuk merujuk pada kepulauan Aegean atau merujuk pada jumlah kumpulan
yang besar pulau-pulau.
Kepulauan adalah Suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, dan perairan di
antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu
sama lain, merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan
politik (Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia, )
Masalah terbesar ialah ruang atau wilayah pengelolaan sumber daya alam di
laut pada perairan sisi dalam di sekeliling daerah-daerah di wilayah kepulauan, baik
dalam lingkup provinsi atau kabupaten/kota, yang berada di luar jarak 12 mil laut,
tidak berada di dalam otoritas penyelenggara pemerintahan daerah di wilayah
kepulauan.
8
Oleh karena itu untuk menciptakan keadilan wilayah di antara semua daerah
yang telah terbagi-bagi secara konstitusional di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, maka penggunaan cara pengukuran garis dasar lurus seperti disebutkan di
atas, cukup dilakukan pada tempat-tempat yang menghadap keluar (outward position)
dari pulau-pulau pada batas provinsi berbasis kepulauan, bukan melakukan
perhitungan keliling atau melingkar (circle position) masing-masing pulau, tetapi
pada perhitungan keliling dari gugusan pulau dalam daerah di wilayah kepulauan
keseluruhan.
Dengan cara demikian maka daerah kepulauan dengan kondisi sosial, ekonomi,
budaya maupun satuan-satuan masyarakat hukum adat dengan sistemnya, memiliki
wilayah nyata atas sumber daya alam di laut di antara pulau-pulau yang dapat
dikelola untuk kesejahteraan masyarakatnya dan pembangunan.
9
di wilayah kepulauan, kabupaten/kota di wilayah, dan tidak menutup kemungkinan
kelak diakui adanya desa di wilayah kepulauan.
b. Secara yuridis maupun secara akademik, satuan pemerintahan daerah yang disebut
daerah di wilayah kepulauan telah mendapatkan justifikasi sebagai konsekuensi
negara Republik Indonesia yakni negara kesatuan yang menganut prinsip
desentralisasi. Sebagai konsekuensi dari dianutnya prinsip desentralisasi adalah
pengaturan sistem pemerintahan daerah di Indonesia dengan Undang Undang
Pemerintahan Daerah.
c. Di dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia juga dikembangkan
desentralisasi asimetris, yaitu terwujud dalam pengakuan daerah yang bersifat
khusus dan daerah yang bersifat istimewa. Salah satu satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus dalam kerangka ini adalah daerah di wilayah kepulauan.
d. Kehadiran Rancangan Undang Undang tentang Daerah Kepulauan mempertegas
bahwa RUU ini lahir sebagai konsekuensi dari penerapan prinsip desentralisasi
asimentris dan sebagai implikasi dari sistem pemerintahan daerah sebagaimana
diatur terdahulu dengan Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah.
10
d) Meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat melalui
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.
11
Ada beberapa metoda yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas
masalah kesehatan yaitu (1) Metoda Matematik (2) Metoda Delbeque (3) Metoda
Delphi dan (4) Metoda estimasi beban kerugianakibat sakit (diseaseburden/ 2).
1. Metoda Matematika
Metoda ini dikenal juga sebagai metodaPAHO yaitu singkatan dari Pan
American Health Organization, karena digunakan dan dikembangkan di wilayah
Amerika Latin. Dalam metoda ini dipergunakan beberapa kriteria untuk menentukan
prioritas masalah kesehatan disuatu wilayah berdasarkan:
a) Luasnya masalah (magnitude)
b) Beratnya kemgian yang timbul (Severity)
c) Tersedianya sumberdaya untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut
(Vulnerability)
d) Kepedulian/dukungan politis dan dukungan masyarakat (Community
andpolitical concern)
e) Ketersediaandata (Affordability).
12
misalnya, merupakan alasan kuat kenapa penyakit cacar mendapat prioritas tinggi
pada masa lalu. Sebaliknyadari segi vulnerability penyakit HIV/AIDS mempunyai
nilai prioritas rendah karena sampai sekarang belum ditemukan teknologi pencegahan
maupun pengobatannya.
Affordability menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia. Bagi negara maju
masalah dana tidak merupakan masalah akan tetapi di negara berkembang sering kali
pembiayaan program kesehatan tergantung pada bantuan luar negeri. Kadang kala ada
donor yang mengkhususkan diri untuk menunjang program kesehatan atau penyakit
tertentu katakanlah program gizi, HIV/AIDS dan lainnya.
Dalam penerapan metode ini untuk prioritas masalah kesehatan, maka masing-
masing kriteria tersebut diberi skor dengan nilai ordinal, misalnya antara angka 1
menyatakan terendah sampai angka 5 menyatakan tertinggi, Pemherianskor ini
dilakukan oleh panel expert yang memahami masalah kesehatan dalam forum curah
pendapat (brain storming). Setelah diberi skor, masing-masing penyakit dihitung nilai
skor akhirnya yaitu perkalian antara nilai skor masing-masing kriteri untuk penyakit
tersebut. Perkalian ini dilakukan agar perbedaan nilai skor akhir antara masalah
menjadi sangat kontras, sehingga terhindar keraguan manakala perbedaan skor
tersebut terlalu tipis. Contoh simulasi untuk perbitungan menggunakan metode ini
dijelaskan sebagai berikut.
13
Dari angka tabel diatas didapatkan angka skor tertinggi adalah 216 maka
penyakit TB Paru menjadi prioritas 1dan angka 144 penyakit malaria mendapatkan
prioritas masalah kesehatan nomor 2 dan begitu seterusnya.
14
e. Mempunyai Kecendrungan Menyebar Meningkat Dan Lain
Sebagainya Sesuai Kesepakatan Para Pakar.
Para expert kemudian menuliskan urutan prioritas masalah dalam kertas
tertutup. Kemudian dilakukan semacam perhitungan suara. Hasil perhitungan ini
disampaikan kembali kepada para expert dan setelah itu dilakukan penilaian ulang
oleh para expert dengan cara yang sama. Diharapkan dalam penilaian ulang ini akan
terjadi kesamaan/konvergensipendapat, sehingga akhirnya diperoleh suatu konsensus
tentang penyakit atau masalah mana yang perlu diprioritaskan. Jadi metoda ini
sebetulnya adalah suatu mekanisme untuk mencapai suatu konsensus. Kelemahan
cara ini adalah sifatnya yang lebih kualitatif dibandingkan dengan metoda matematik
yang disampaikan sebelumnya. Juga diperianyakan kriteria penentuan pakar untuk
terlibat dalam penilaian tertutup tersebut. Kelebihannya adalah mudah dan dapat
dilakukan dengan cepat. Penilaian prioritas secara tertutup dilakukan untuk memberi
kebebasan kepada masing-masing pakar untuk member nilai, tanpa terpengaruh oleh
hirarki hubungan yang mungkin ada antara para pakar tersebut. Metoda lain yang
mirip dengan Delbeque adalah metoda Delphi. Dalam metoda Delphi sejumlah pakar
(panel expert) melakukan diskusi terbuka dan mendalam tentang masalah yang
dihadapi dan masing-masing mengajukan pendapatnya tentang masalah yang perlu
diberikan prioritas. Diskusi berlanjut sampai akhirnya dicapai suatu kesepakatan
(konsensus) tentang masalah kesehatan yang menjadi prioritas.Kelemahan cara ini
adalah waktunya yang relative lebih lama dibandingkan dengan metoda Delbeque
serta kemungkinan pakar yang dominan mempengaruhi pakar yang tidak
dominan.Kelebihannya metoda ini memungkinkan telahaan yang mendalam oleh
masing-masing pakar yang terlibat. Contoh :
Tabel 2. Hasil Penetapan Skor para Pane lExpert Dalam Penetapan Prioritas
Masalah Kesehatan
Masalah Kriteria yang Dipakai Total Prioritas
1 2 3 4 5 6 Skore Masalah
A 3 3 4 4 5 5 3600 II
15
B 4 4 5 3 4 4 3840 I
C 2 3 3 5 4 5 1800 II
D 1 2 3 2 3 1 36 IV
E 2 2 1 1 1 1 4 V
Dst
Dari simulasi penetapan prioritas masalah diatas, maka skore tertinggi adalah
masalah kesehatanpoint B maka ini menjadi Prioritas kedua masalah kesehatan
adalah point A dan begitu seterusnya.
16
Metoda penetapan prioritas masalah kesehatan beradasarkan pencapaian
program tahunan yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara target yang
ditetapkan dari setiap program dengan hasil pencapaian dalam suatu kurun waktu 1
tahun. Penetapan prioritas masalah kesehatan seperti ini sering digunakan oleh
pemegang atau pelaksana program kesehatan di tingkat Puskesmas dan Tingkat
Kabupaten/Kota pada era desentralisasi saat ini.
Tabel 3. Pencapaian Program Gizi di suatu wilayah Puskesmas pada tahun 2011
No Jenis Kegiatan Target Pencapaian Kesenjangan Ranking
(n) (%) (%)
1 Pemberian kapsul vitamin A 1696 1579(93,1) (-)6,9 III
(dosis 200.000 SI) pada
balita 2 kali/tahun
2 Pemberian tablet besi (90 436 323 (74,1) (-)25,9 I
tablet) pada ibu hamil (100%)
3 Pemberian PMT Pemulihan 3 3 (100) 0
Balita gizi buruk pada gakin
4 N/D pada balita 75 56 (75,1) (-)24,9 II
17
untuk mencegah penyakit (preventif), promosi kesehatan (promotif), pen-gobatan
bagi penderita (kuratif) maupun, pemuli-han kesehatan (rehabilitative) adalah upaya
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat diperlukan suatu kerja sama
antara masyarakat dan petugas kesehatan dengan cara mencegah terjadinya suatu
penyakit dan upaya pemulihan kesehatan. Faktor penunjang dalam peningkatkan
kesehatan adalah keadaan sosial ekonomi, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan
anak, penyediaan air bersih, per-baikan gizi, kesehatan dan keselamatan kerja, pro-
mosi kesehatan dan kesehatan reproduksi.
Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat akan memunculkan serangkaian dampak
yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia. Generasi yang tidak
ketercukupan gizi tentu akan memiliki kondisi fisik dan psikis yang kurang bila
dibandingkan dengan generasi yang terpenuhi gizinya,khususnya masyarakat di
pesisir.
Penggunaan pupuk untuk menyuburkan areal persawahan di sepanjang Daerah
Aliran Sungani yang berada di atasnya serta kegiatan-kegiatan industri di darat yang
membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian terbawa sampai ke laut
melalui wilayah pesisir. Hal ini akan memperbesar tekanan ekologis wilayah pesisir.
Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di sepanjang
wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam berat
diperairan diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan terjadinya
terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran
bahan baker fosil ke perairan dan atmosfer, serta pelepasan sedimentasi logam dari
Lumpur aktif secara langsung. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir
makan diperlukan pelaksanaan kegiatan dan pembangunan di daratan yang terpadu
dan berkelanjutan.
18
Barotrauma adalah kerusakan jaringan tubuh karena perbedaan tekanan tubuh
dan air. sedangkan dekompresi didefinisikan sebagai suatu keadaan medis dan terjadi
ketika akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam membentuk gelembung
udara yang menyumbat aliran darah serta sistem syaraf. Risiko kesehatan selalu
mengikuti setiap gerak nelayan dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Saat
melakukan penyelaman seringkali terjadi kecelakaan. Tak jarang, para nelayan tidak
segera mendapat pertolongan bisa mengalami kelumpuhan, bahkan kematian.
Masalah kesehatan lain adalah bahwa penyakit yang kerap diderita nelayan antara
lain kurang gizi, kelainan kulit akibat paparan sinar matahari (hyperpigmentasi) baik
di muka maupun di tangan, gangguan pendengaran akibat kebisingan yang
ditimbulkan mesin tempel perahu, serta kelainan mata.
Masalah kesehatan ini bukan hanya datang dari kurangya kepedulian
masyarakat tentang kesehatan, melainkan juga kondisi geografis yang membuat
beberapa pulau yang masuk dalam kecamatan tersebut memiliki keterbatasan akses
air bersih. Misalnya saja Pulau Penawar Rindu Batam yang selalu kesulitan air
meskipun bukan masuk musim kemarau. Para penduduknya menampung air hujan
untuk memenuhi kebutuhan air. Padahal, penampungan air hujan rentan menjadi
sarang nyamuk. Tak heran, kasus demam berdarah dan malaria masih muncul. Air
sangat berharga dan sulit di dapat pada akhirnya jga membuat sanitasi masyarakat
buruk dan menimbulkan masalah kesehatan. Apalagi ditambah dengan perilaku
kurangnya hidup bersih dan sehat, seperti kebiasaan buang air besar dan buang
sampah yang sembarangan.
19
Tiga komponen utama dalam mengupas permasalahan di masyarakat yang
terkait dengan kondisi lingkungan yaitu:demografi,social,dan budaya.
Berbagai persoalan sosial dalam pengelolaan lingkungan sosial antara lain:
berkembangnya konflik sosial, ketidak merataan akses sosial ekonomi, meningkatnya
jumlah pengangguran, meningkatnya angka kemiskinan, meningkatnya kesenjangan
sosial ekonomi, kesenjangan akses pengelolaan sumberdaya, meningkatnya gaya
hidup (konsumtif), kurangnya perlindungan pada hak-hak masyarakat
lokal/tradisional dan modal sosial, perubahan nilai, lemahnya kontrol sosial,
perubahan dinamika penduduk, masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan.
Masyarakat pesisir secara geografis merupakan masyarakat yang berdomisili dipesisir
pantai & umumnya mempunyai plurarisme budaya.Masyarakat kawasan pesisir
cenderung agresif karena kondisi lingkungan pesisir yang panas dan terbuka, keluarga
nelayan mudah diprovokasi (di pengaruhi), dan salah satu kebiasaan yang jamak di
kalangan nelayan (masyarakat pesisir) adalah karena kemudahan mendapatkan uang
menjadikan hidup mereka lebih konsumtif.
Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat pesisir memiliki karakter
yang keras dan tidak mudah diatur. Di lihat dari aspek demogarafi, umumnya
merupakan penduduk yang mempunyai pekerjaan sebagai pelaut. Lebih lanjut
Kusnadi mengemukakan masyarakat pesisir cenderung lebih memikirkan kebutuhan
ekonomi, memenuhi kebutuhan sandang & pangan keluarga. Anak-anak usia sekolah
banyak yang putus sekolah dasar dan umumnya jarang menamatkan sekolah
menengah pertama.
Kesehatan adalah hasil interaksi berbagai faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal meliputi keadaan fisik dan psikis sedangkan faktor eksternal
adalah sosial, budaya, lingkungan, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan berdasarkan besarnya pengaruh meliputi
secara berurutan yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan,
dan faktor keturunan. Faktor keturunan tidak bisa dicegah karena sifatnya adalah
warisan dari orangtua atau leluhur. Faktor lingkungan, pelayanan kesehatan, dan
20
perilaku adalah faktor-faktor yang bisa diubah oleh manusia sehingga dapat tercipta
kesehatan bagi tiap orang.1,2
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan. Faktor
lingkungan terdiri dari tiga bagian, yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan
lingkungan sosial. Lingkungan fisik dapat dilihat dari tempat tinggal seseorang di
suatu tempat seperti daerah pegunungan atau daerah pantai, kota atau desa, bersih
atau kotor. Lingkungan biologis berupa makhluk hidup lain yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia sebagai vektor penyakit. Lingkungan sosial terdiri
dari sosio ekonomi, sosio budaya, adat istiadat, kepercayaan, organisasi
kemasyarakatan dan lain-lain.
Perilaku manusia dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, pemungkin, dan pendukung.
Faktor predisposisi adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan nilai-
nilai, dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan
susunan keluarga. Faktor pemungkin adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan
fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana. Faktor
pendukung adalah faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas
kesehatan.
2.5 Cara Mengatasi Masalah Kesehatan Yang Ada di Pesisir dan Kepulauan.
21
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat
diharapkan mampu menjawab persoalan yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan
karakteristik sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah tersebut. Dalam
hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan atau bahkan mempunyai
kewenangan secara langsung untuk membuat sebuah perencanaan pengelolaan
wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung wilayah terhadap ragam
aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Pola perencanaan pengelolaan meliputi pola pendekatan perencanaan dari
bawah yang disinkronkan dengan pola pendekatan perencanaan dari atas menjadi
sinergi diimplementasikan. Dalam hal ini prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat
menjadi hal krusial yang harus dijadikan dasar implementasi sebuah pengelolaan
berbasis masyarakat.
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis
masyarakat dalam hal ini dilakukan untuk
1) meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi
kerusakan lingkungan
2) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam
pengembangan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan secara
terpadu yang sudah disetujui bersama;
3) membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan aktivitas
ekonomi yang lebih ramah lingkungan; dan
4) memberikan pelatihan mengenai sistem pelaksanaan dan pengawasan
upaya penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis
masyarakat.
Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berbasis
masyarakat seringkali terfokus pada pengembangan, transformasi atau penguatan
kelembagaan masyarakat, sehingga proses identifikasi kelembagaan lokal yang ada
dan menganalisisnya untuk mengetahui sejauh mana kelembagaan tersebut
berhubungan dengan upaya pengelolaan sumber daya alam dan
22
lingkungan.Pengelolaan yang berbasis masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat
tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang
terkandung didalamnya. Pengelolaan di sini meliputi berbagai dimensi kegiatan
sebagai berikut:
1) Persiapan
Dalam persiapan ini terdapat tiga kegiatan kunci yang harus dilaksanakan,
yaitu sosialisasi rencana kegiatan dengan masyarakat dan kelembagaan lokal
yang ada, pemilihan/pengangkatan motivator (key person) desa, dan penguatan
kelompok kerja yang telah ada/pembentukan kelompok kerja baru.
2) Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan upaya penanggulangan pencemaran laut
berbasis masyarakat ini terdapat tujuh ciri perencanaan yang dinilai akan
efektif, yaitu proses perencanaannya berasal dari dalam dan bukan dimulai dari
luar, merupakan perencanaan partisipatif, termasuk keikutsertaan masyarakat
lokal, berorientasi pada tindakan (aksi) berdasarkan tingkat kesiapannya,
memiliki tujuan dan luaran yang jelas, memiliki kerangka kerja yang fleksibel
bagi pengambalian keputusan, bersifat terpadu, dan meliputi proses-proses
untuk pemantauan dan evaluasi.
3) Persiapan Sosial
Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat secara penuh,
maka masyarakat harus dipersiapkan secara sosial agar dapat mengutarakan
aspirasi serta pengetahuan tradisional dan kearifannya dalam menangani isu-isu
lokal yang merupakan aturan-aturan yang harus dipatuhi, mengetahui
keuntungan dan kerugian yang didapat dari setiap pilihan intervensi yang
diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk
menanggulangi persoalan lingkungan yang dihadapi, dan berperanserta dalam
perencanaan dan pengimplementasian rencana tersebut.
4) Penyadaran Masyarakat
23
Dalam rangka menyadarkan masyarakat terdapat tiga kunci penyadaran,
yaitu penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta
manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan, penyadaran tentang
konservasi, danpenyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan
bijaksana.
5) Analisis Kebutuhan
Untuk melakukan analisis kebutuhan terdapat tujuh langkah pelaksanaannya,
yaitu PRA dengan melibatkan masyarakat lokal, identifikasi situasi yang
dihadapi di lokasi kegiatan, analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman, identifikasi masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut,
identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di masa depan,
identifikasi kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif
dari rencana-rencana tersebut, dan identifikasi strategi yang diperlukan untuk
mencapai tujuan kegitan.
Solusi permasalahan kesehatan di daerah kepulauan pada dasarnya sesuai
dengan pembangunan kesehatan, yaitu; untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agare terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan bagi masyarakat
diselenggarakat upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Salah satu unit pelaksana teknis terdepan di jajaran kesehatan yang
keberadaannya hampir merata di setiap wilayah dan relatif dekat sasaran program
pembangunan kesehatan adalah puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Sebagai
ujung tombak fasilitator kesehatan, puskesmas menyelenggarakan pelayanan
kesehatan dasar secara terintegrasi dengan fungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan
dan sebagai pusat penggerak peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
24
Untuk itu, sebagai unit pelaksana teknis terdepan puskesmas dan jaringannya harus di
dukung dengan sumber daya yang memadai.
26
Kelompok nelayan di Tanah Air perlu mendapatkan perhatian khusus dalam
upaya pembangunan kesehatan 2010-2014. Data BPS tahun 2011 menunjukkan
bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang tersebar di 300
kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, ada 67,87 juta jiwa
yang bekerja di sector informal, dan sekitar 30% diantaranya adalah nelayan . Data
lainnya, 31 juta penduduk miskin di Indonesia, sekitar 7,87 juta jiwa (25,14%)
diantaranya adalah nelayan dan masyarakat pesisir.
Demikian pernyataan Menteri Kesehatan , RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A,MPH,
saat meluncurkan program Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Pesisir atau Green
Urban Living, serta kegiatan Berlari untuk Berbagi di Desa Untia, Kecamatan
Biringkanaya, Makassar (23/2). Kegiatan tersebut dihadiri oleh Gubernur Sulawesi
Selatan, Syahrul Yasin Limpo; Direktur Bosowa Foundation, Melinda Aksa; Direktur
Utama PT Semen Bosowa, Subhan Aksa; dan penggagas Komunitas Berlari untuk
Bebagi, Sandiaga Uno.
Nelayan adalah sekelompok masyarakat yang rawan kemiskinan dikarenakan
pekerjaannya pekerjaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim,
sehingga dalam setahun rata-rata nelayan hanya dapat melaut dalam 172 hari, ujar
Menkes.
Menurut Menkes, risiko kesehatan selalu mengikuti setiap gerak nelayan
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Mengutip data hasil penelitian
Kementerian Kesrhatan (2006) mengenai penyakit dan kecelakaan yang terjadi pada
nelayan dan penyelam tradisional, menyebutkan bahwa sejumlah nelayan di Pulau
Bungin, nUS Tenggara Barat menderita nyeri persendian (57,5%) dan gangguan
pendengaran ringan sampai ketulian (11,3%). Sedangkan nelayan di Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta, mengalami kasus barotrauma (41,37%) dan kelainan dekompresi
(6,91%).
Menkes menjelaskan, upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat nelayan dilakukan melalui 8 kegiatan lintas Kementerian/Lembaga yang
tertuang dalam Kepres No.X/2011. Sementara itu, upaya yang dilakukan di bidang
27
kesehatan adalah meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya
bagi masyarakat nelayan. Kegiatan Puskesmas diarahkan pada upaya-upaya
kesehatan promotif-preventif dengan focal point keselamatan kerja dan disertai
berbagai upaya lain yang mencakup: Perbaikan gizi; perbaikan sanitasi dasar dan
penyediaan air bersih; Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); Penanggulangan
penyakit menular dan tidak menular, dan pemberdayaan masyarakat.
Upaya di bidang kesehatan mempunyai sasaran di 816 Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI), dimana pada tahun 2012 baru menjangkau 500 PPI, kata Menkes.
Lebih lanjut menkes mengatakan, Kemenkes memiliki beasiswa untuk
mendukung pendidikan, khususnya di bidang kesehatan sebesar 3 Milyar rupiah
(2011) dan meningkat menjadi 9 Milyar rupiah (2012). Menkes sangat mengharapkan
tenaga-tenaga kesehatan yang berasal dari masyarakat nelayan yang akan lebih peduli
di terhadap masalah kesehatan di lingkungan sekitarnya .
Kalau dari masyarakat nelayan ada yang ingin meneruskan pendidikan dalam
bidang kesehatan apakah itu SMK Kesehatan, perawat, bidan, dokter, bisa mendapat
bagian dari beasiswa ini. Silahkan daftarkan kepada Dinas Kesehatan. Kita
mengharapkan dari masyarakat nelayan nanti ada perawat, bidan, dokter, mungkin
dokter spesialisyang lebih peduli kepada masalah kesehatan di daerah ini, kata
Menkes.
Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada Bosowa
Corporindo yang telah merencanakan untuk melaksanakan kegiatan CSR, terkait
perbaikan higiene-sanitasi serta penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di masyarakat.
28
prospektif mengutamakan pengendalian faktor risiko penyakit terintegrasi dengan
upaya pencarian dan penatalaksanaan kasus penyakit tersebut. Upaya retrospektif
mengutamakan penatalaksanaan penyakit tertentu terlebih dahulu yang terintegrasi
dengan pengendalian faktor risiko penyakit tersebut atau direncanakan dan
dilaksanakan secara serentak. Hal tersebut ditandai dengan perencanaan dan alokasi
sumber daya yang juga dilakukan secara terintegrasi.
Faktor yang berperan dalam kejadian suatu penyakit di tingkat individu dan
tingkat masyarakat. Berbagai variabel lingkungan dan penduduk yang mencakup
perilaku hidup sehat merupakan faktor risiko utama penyakit. Dengan demikian,
penyehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya utama
pengendalian berbagai faktor risiko penyakit di dalam satu wilayah tertentu. Dalam
suatu wilayah, MPBW harus dirancang berdasarkan eviden yang dikumpulkan secara
periodik, sistematik dan terencana dan dilaksanakan oleh ”tim terpadu” kesehatan.
Bagaikan suatu orkestra, tim terpadu tersebut disatu pihak terdiri dari kumpulan
pemain yang mahir memainkan alat musik, dilain pihak tim tersebut memiliki
kesamaan visi berupa lagu yang sama dalam satu kesatuan orkestra. Tim tersebut bisa
merupakan pimpinan dan/atau staf dinas kesehatan yang bermitra dengan para dokter
di rumah sakit, seluruh staf kesehatan di puskesmas, LSM bidang kesehatan, dinas-
dinas non kesehatan dalam lingkungan pemda, serta masyarakat. Dengan demikian,
MPBW merupakan kerja sama yang harmonis antara para dokter di unit pelayanan
kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit dan petugas kesehatan masyarakat.
Dalam menghadapi penyakit yang sama, kedua kelompok tersebut harus
menyamakan visi dan persepsi, penyakit yang dianggap prioritas adalah penyakit
yang ada atau endemik di suatu wilayah tertentu. Pelaksana manajemen tidak harus
kepala dinas kesehatan, dokter di rumah sakit dan petugas Klinik Sanitasi di
puskesmas, merupakan bagian dari orkestra yang harus mempunyai visi yang sama,
serta berpikir dan bertindak mengendalikan penyakit tertentu dalam suatu wilayah.
29
Pertimabangan diserahkan kepada setiap kabupaten kota untuk memilih
wilayah puskesmas, wilayah pariwisata, ataupun seluruh wilayah kabupaten.
Penentuan wilayah yang dimaksud harus memperhatikan prioritas masalah dan
atau wilayah ekosistem kejadian penyakit.
2.8.3 Modeling
30
efektive? Contoh lain, menggambakan model angka kesakitan (morbidity) balita,
angka kematian balita atau status gizi balita, apakah faktor risiko kejadian gizi
buruk sebagai outcomepada simpul 4 (lihat teori simpul). Berbagai upaya kendali
faktor risiko yang berperan dalam kematian balita, gangguan gizi buruk dan lain-
lain. Ini harus disusun secara lintas sektor dan lintas program secara
integratedbaik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.
2.8.6 Audit
31
Daftar kegiatan yang tertuang dalam rencana dan anggaran perlu diaudit dari
aspek pelaksaan dan aspek anggaran.Aspek yang paling penting adalah proses
pelaksaan yang terintegrasi Berbagai langkah tersebut selanjutnya disusun dalam
Pedoman Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Puskesmas atau Wilayah
Kabupaten.
2.8.7 Lokasi kegiatan
MPBW dapat dilakukan pada tingkat manajemen: (a) Global, misalnya
menghadapi penyakit flu burung. (b) Regional oleh WHO, nasional. (c) Tingkat
wilayah otonom. (d) Satuan wilayah di dalam jurisdiksi wilayah otonom seperti
kecamatan, desa, wilayah pariwisata, wilayah industri dan lain-lain. Manajemen
pada tingkat wilayah kabupaten dapat dilakukan di seluruh wilayah kabupaten
sebagai satu-satuan wilayah, atau dapat pula memilih manajemen tiap tingkat
puskesmas sebagai wilayah administratif wilayah kerja.
2.8.8 Metode
Dalam MPBW kabupaten kota dikenal tiga metode yang amat esensial,
meliputi analisis spasial, audit manajemen penyakit berbasis wilayah dan
surveilans berbasis wilayah.
Analisis spasial merupakan salah satu metode manajemen penyakit berbasis
wilayah yang memperhatikan variabel spasial seperti topografi, wilayah urban,
wilayah industri, wilayah pedesaan. Dia merupakan suatu analisis dan uraian
tentang data penyakit secara geografi yang terkait dengan distribusi
kependudukan, persebaran faktor risiko lingkungan, ekosistem, sosial ekonomi,
serta analisa hubungan antar variabel tersebut. Kejadian penyakit merupakan
fenomena spasial yang terjadi di atas permukaan bumi terestrial. Kejadian
penyakit dapat dikaitkan dengan berbagai obyek yang memiliki keterkaitan
dengan lokasi, topografi, benda-benda, distribusi benda atau kejadian lain dalam
suatu ruangan atau pada titik tertentu dan dapat pula dihubungkan dengan peta
dan ketinggian.
32
Audit manajemen penyakit berbasis wilayah merupakan pelengkap yang pada
dasarnya adalah upaya pemantauan dan evaluasi untuk menilai ketepatan
pelaksanaan MPBW yang dilakukan terintegrasi, ketepatan manajemen faktor
risiko dan pelaksanaan manajemen kependudukan dan dampak kesehatan.
Survailans dilakukan secara bersama terhadap faktor risiko lingkungan dan
kependudukan serta penyakit. Keduanya dilakukan secara terintegrasi dan lintas
sektor dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Obyek parameter survailans
harus meliputi faktor risiko dan penyakit yang berhubungan. Parameter yang
digunakan harus menggambarkan proses kejadian penyakit pada komponen
manusia dan lingkungan. (2) Pertemuan awal yang dihadiri lintas sektor para
stakeholderstermasuk LSM bertujuan menentukan jenis dan petugas pengumpul
data berdasarkan ketersediaan dana, metode samplingdan pengumpulan. (3)
Pertemuan stakeholderdilakukan secara periodik paling tidak sekali dalam
setahun untuk membahas berbagai aspek tentang data yang terkumpul. (4)
Pertemuan akhir bertujuan menyampaikan hasil informasi. Selebihnya, dilakukan
mengikuti prinsip dan metode survailans yang lazim dan terarah pada prioritas
penyakit dan atau faktor risiko.
33
relevan yang memiliki perhatian sama yakni pemberantasan penyakit menular
tertentu dengan penyehatan lingkunganyang relevan dengan penyakit menular
disuatu wilayah berakar pada budaya, ekosistem, dan kondisi sosial
kependudukan.
34
kemitraan. (6) Perencanaan dan pelaksanaan MPBW harus menggunakan pendekatan
kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, sepanjang upaya MPBW dilakukan dengan ke lima
pendekatan tersebut di atas, maka kebiasaan tersebut merupakan bagian dari
kesehatan masyarakat. Perlu dicatat bahwa MPBW hendaknya dilakukan dengan
menggunakan azas tersebut di atas.
35
penyakit menular bersifat global. Informasi awal berupa kejadian penyakit
secara global, dapat memberikan indikasi untuk membuat contingency plan.
Misalnya wilayah tropik secara umum memiliki karakteristik ekosistem sama,
maka memiliki masalah yang sama seperti malaria
b) Epidemiologi lokal
Epidemiologi lokal berkaitan dengan dinamika transmisi lokal, misalnya
malaria, schistosomiasis, filariasis
36
menerus pemantauan kondisi kualitas lingkungan tertentu yang menurun dan
sebagainya. KLB bisa berupa KLB lingkungan bisa juga KLB Penyakit.
d) Keduanya sulit dibedakan mana lebih dulu timbul karena prosesnya hampir
bersamaan dalam tempo singkat. KLB lingkungan misalnya terjadi kejadian
ledakan sebuah sumur minyak. Maka dituntut untuk segera memikirkan secara
prospektif apa dampak penyakit yang ditimbulkan serta bagaimana dampak
kesehatan masyarakat.
e) Manajemen pra KLB termasuk sistem kewaspadaan dini amat penting.
f) Tidak hanya mencegah terjadinya KLB, penanganan saat kejadian KLB dan
pasca-KLB informasi pra-KLB menjadi penting.
g) Setiap KLB bukan hanya berupa bencana alam, bencana alam lingkungan
karena ulah manusia, konflik sosial maupun timbul penyakit baru seperti
SARS, Avian Influenza.
h) Selalu memiliki dua makna manajemen, yakni manajemen pelayanan medik
untuk menolong korban, serta manajemen kesehatan masyarakat untuk
mengendalikan jatuhnya korban berikutnya.
Manajemen KLB secara terintegrasi berbasis wilayah adalah juga dua bagian penting
yang tak terpisahkan dan harus dilakukan secara simultan dalam waktu relatif singkat:
a.) Manajemen kasus.
b.) Manajemen Faktor risiko
Manajemen public health atau manajemen kesehatan masyarakat pada
hakikatnya adalah faktor risiko kejadian KLB. Manajemen kasus maupun
faktor risiko kejadian penyakit harus dilakukan secara bersamaan, untuk
mencegah timbulnya eskalasi yang lebih luas. Manajemen kasus menjadi amat
penting khususnya saat penangganan KLB penyakit menular, untuk mencegah
jangan sampai terjadi penularan penyakit lebih lanjut.
37
serta transparan. Contoh penanganan berita media masa flu burung menjadi
lebih baik. Termasuk pengelolaan berita KLB bahkan beberapa stasiun TV
diundang mengunjungi peternakan untuk meliput proses pengambilan darah
dalam rangka surveilans, setelah flu burung belum ada penularan pada
manusia maka masyarakat menjadi tenang. Kunci manajemen berita dalam
KLB adalah kejujuran, cepat dan senantiasa di update secara terus menerus
dan kemasan penyampaiannya tidak menimbulkan kepanikan atau misteri
38
menyulitkan para nelayan yang harus mencari ikan menggunakan perahu
tradisional. Satu-satunya cara agar dampak dari perubahan iklim itu bisa diatasi,
kata Sudhiani, adalah dengan menyiapkan langkah antisipasi dari sekarang.
Walaupun masih jauh, tetapi kesiapan menghadapi situasi akan menjadi solusi
paling bagus untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Terlebih, kawasan pesisir
adalah kawasan paling rentan terkena dampak tersebut. “Pemetaan masalah sangat
penting untuk dilakukan. Apalagi, persoalan pesisir itu ada kaitan erat dengan sosial
ekonominya. Itu berarti, masyarakat di sekitar harus dilibatkan, karena memang
merekalah yang akan terdampak secara langsung,” ungkapnya. Tentang kenaikan
gelombang air laut, menurut Sudhiani itu harus dicarikan solusi dari sekarang, salah
satunya dengan mengganti perahu tradisional yang biasa digunakan nelayan lokal.
Perahu yang akan digunakan berikutnya, minimal harus berukuran 10 gros ton (GT)
dan terbuat dari material yang kuat dari serangan korosi air laut.
40
2.10.3. Pentingnya pengintegrasian upaya adaptasi ke dalam rencana pengelolaan
Wilayah
2.11.3. Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
(Wikipedia)
41
2.11.4. Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir yaitu kelompok orang atau suatu komunitas yang
tinggal di daerah pesisir dan sumberkehidupan perekonomiannya bergantung
secara langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir.
2.11.5. Pengertian Peranan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Pesisir
Jadi, pengertian secara umum mengenai Pelayanan Kesehatan bagi
masyarakat Pesisir adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam melayani atau melakukan usaha kegiatan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang
bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
2.11.6. Pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan di wilayah pesisir
Kegiatan pelayanan kesehatan yang dapat ditemukan di wilayah pesisir
yaitu berupa Puskesmas. Puskesmas merupakan organisasi yang bergerak di
bidang pelayanan jasa kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
mutu sumber daya manusia, harapan hidup, kesejahteraan keluarga
danmasyarakat, serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat akan
pentingnya hidup sehat. Selain itu, pelayanan kesehatan lainnya ialah kegiatan
Posyandu.
(Rusdin, Megawati. 2015).
2.11.7. Peran layanan kesehatan bagi masyarakat pesisir
Peran layanan kesehatan yang ada di masyarakat pesisir ini ternyata masih
saja kurang ditanggapi oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya
antusias dari masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik,
yang juga terlihat dari kurangnya minat masyarakat untuk mengunjungi
posyandu. Sehingga tenaga kesehatan yang bertugas harus mendatangi rumah
warga yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini merupakan salah
satu bukti adanya sikap acuh masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yan
diberikan. Hal ini banyak di pengaruhi dengan sikap masyarakat pesisir yang
42
enggan ke pelayanan kesehatan berkaitan denagan tradisi dan adat istiadat yang
masih di pegang erat oleh kebanyakan masyarakat yang bertempat.
2.9.8. Cara menangani masalah kesehatan dan mencegah penyakit yang terjadi
pada masyarakat pesisir
Cara menangani masalah kesehatan pada masyarakat pesisir ialah dengan
meningkatkan pengetahuan atau pemahaman masyarakat pesisir. Pengetahuan
merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(over behavior). Karena jika seseorang tidak mengetahui tentang sebuah objek,
maka objek tersebut tidak akan menarik bagi seseorang. Begitu juga halnya
dengan pemanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas dan
Posyandu.Pengetahuan tentang puskesmas dapat mempengaruhi perilaku
masyarakat di dalam pemanfaatan pelayanan puskesmas untuk memeriksa
43
kesehatannya. Pengetahuan sangat penting peranannya dalam memberikan
wawasan terhadap bentuk sikap, yang selanjutnya akan diikuti oleh tindakan
dalam memilih pelayanan kesehatan yang diyakini kemampuannya. Tingkat
pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap penggunaan puskesmas, apabila
masyarakat tidak mengetahui tentang manfaat puskesmas, maka masyarakat
memandang tidak penting untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
disediakan.(Sakka, Ambo. 2016) Selain itu, Akses. Akses dapat mempengaruhi
frekuensi kunjungan ditempat pelayanan kesehatan, makin dekat jarak tempat
tinggal dengan pusatpelayanan kesehatan makin besar jumlah kunjungan di
pusat pelayanan tersebut,begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak tempat
tinggal dengan pusat pelayanankesehatan makin kecil pula jumlah kunjungan di
pusat pelayanan kesehatantersebut 15. Akses masyarakat atau transportasi
masyarakat Pesisir ke lokasi pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi
pemanfaatan atau tidak dimanfaatkannya pelayanan kesehatan terutama
Puskesmas.Hyperbaric Oxygen Chamber kesehatan yang lokasinya terlalu jauh
dari tempat tinggal baik jarak secara fisik maupun secara finansial tentu tidak
mudah dicapai. Dengan demikian akses baik berupa jarak maupun transportasi
yang di butuhkan dari tempat tinggal ke pusat pelayanan kesehatan sangat
mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan kesehatan dan jika akses serta
sulitnya transportasi dari tempat tinggal yang terpencil.
44
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wilayah adalah satu satuan atau unit geografis dengan batas-batas tertentu, di
mana bagian-bagiannya (sub wilayah) satu sama lain tergantung secara fungsional.
Ada 4 metode dalam penentuan prioritas masalah kesehatan yaitu metode
matematika, metode Delbeque dan Delphi, metode Estimasi Bebari Kerugian
(Disease Burden) dan metode Perbandingan antara Target dan Pencapaian Program
Tahunan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan berdasarkan besarnya pengaruh
meliputi secara berurutan yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor keturunan.
Pembangunan kesehatan wilayah dapat dilakukan dengan merujuk kepada
konsep MPBW dan rancangan SKK setiap wilayah pemerintahan otonomi. Secara
lebih terperinci, perlu disusun suatu pedoman MPBW kabupaten dan kota yang dapat
dijadikan panduan oleh para perancang dan pelaksana. MPBW diharapkan dapat
meningkatkan kesehatan penduduk di suatu kabupaten kota tertentu secara bertahap
dan berkesinambungan. Terakhir dan yang tidak kalah pentingnya, pelaksanaan
MPBW harus menggunakan prinsip-prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat.
3.2 Saran
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan.
45
DAFTAR PUSTAKA
46