Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 1: Penyebab ISPA hubungan dengan segitiga epidemiologi

HOST

AGENT ENVIRONMENT

A. Faktor Agent

Agent dari ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Mayoritas
penyebab ISPA adalah virus dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian
atas, sedangkan ISPA untuk bagian bawah frekuensinya lebih kecil (WHO, 1995).
Penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring,
sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral,
sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hamper 50 % diakibatkan oleh
bakteri streptococcus pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang
lebih 70-90%, sedangkan stafilococcus aureus dan H influenza sekitar 10-20%.
Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernapasan akut ini melibatkan
lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1995).

B. Faktor Host

1. Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua
karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.

1. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti


Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang
menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin
tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark
2. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh
menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan
yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama
dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

3. Status imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak yang
diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Dalam
imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Imunisasi
merupakan upaya pemberian ketahanan tubuh yang terbentuk melalui
vaksinasi.28

Imunisasi bermamfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi


seperti, Polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Bahkan imunisasi
juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Sebagian
besar kasus ISPA merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
penyakit yang tergolong ISPA yang dapat dicegah dengan imunisasi
adalah difteri, dan batuk rejan.

4. Anak balita

Balita yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya
otomatis sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada
kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi
terhadap kuman tersebut.

5. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi
tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI
dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan,
1994).
C. Environment

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA. Pada ISPA, dikenal 3
cara penyebaran infeksi, yaitu:

1. Melalui areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.

2. Melalui areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin.

3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari
oleh jasad renik.

Faktor lingkungan

a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk


tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan
keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu . Anak-anak yang
tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark .

b. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota


keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi


yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.
Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan
insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian
ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi .
d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai


kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok

e. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan


pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar
rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.

Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam
rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah
terjadinya ISPA anak .

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
TUGAS 2: Menjelaskan 5 item hasil aoutput dari SPSS ( Tujuan,
Hipotesis, Kriteria Penerimaan, Nilai P.Value, dan kesimpulan)

1. 5 item hasil aoutput dari SPSS:


A. Tujuan:
1) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat kelembaban dan kejadian
ISPA
2) Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian ISPA
B. Hipotesis:
1) Kelembaban:
Ho: tidak ada hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian
ISPA
H1: ada hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian ISPA
2) Kebiasaan merokok:
HO : tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian
ISPA
H1 : ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA
C. Kriteria penerimaan:
HO diterima jika P.Value ˃ 0,05 maka HO diterima
H1 diterima jika P.Value ˂ 0,05maka HO ditolak
D. Nilai P.Value
Nilai : P.Value yang di dapat pada tingkat kelembaban =0,604
Nilai : P.Value yang di dapat pada kebiasaan merokok =0,00
E. Kesimpulan :
1) Jika P.Value 0,604 maka P.Value lebih besar 0,05 sehingga dapat
dinyatakan H0 diterima dan dapat dinyatakan tidak ada hubungan
antara tingkat kelembaban dengan kejadian ISPA.
2) Jika P.Value 0,00 maka P.Value kurang dari 0,05 sehingga HO ditolak
dan H1 diterima, dan dapat dinyatakan bahwa ada hubungan antara
kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA
Tugas : Individu
Mata Kuliah :

MANAJEMEN DATA

Oleh :

Nunung Triwahyuni

J1A116085

Kesling

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

Anda mungkin juga menyukai