Anda di halaman 1dari 9

Organisasi Belajar.

Peter Senge & Marquardt


Posted March 19, 2012 by dameriasinaga in Uncategorized. 1 Comment
Learning Organization atau Organisasi belajar adalah suatu
konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus
melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga
organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’
dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Peter Senge
adalah salah satu tokoh penting yang membuat teori Learning
Organization (LO). Dia melontarkan gagasannya dalam buku Fifth
Disipline (1990). Marquardt (1996) juga mengemukakan teorinya
tentang Learning Organization. Peter Senge dan Marquardt
memiliki perbedaan pendapat dalam mengemukakan teori
Learning Organization. Tetapi Peter Senge Dan Marquart juga
memiliki persamaan dalam teori Learning Organization. Berikut
ini akan dikemukakan mengenai teori-teori kedua tokoh ini.
Peter Senge (1990: 3) learning organizations are:
…organizations where people continually expand their capacity to
create the results they truly desire, where new and expansive
patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set
free, and where people are continually learning to see the whole
together.
Organisasi belajar adalah organisasi dimana orang
mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk
menciptakan hasil yang mereka inginkan, dimana pola pikir yang
luas dan baru dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana
orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara
bersama-sama.

Menurut Peter Senge ada Lima disiplin (lima


pilar) yang membuat suatu organisasi menjadi
organisasi pembelajar.
1. Personal Mastery (Penguasaan Pribadi) – belajar untuk
memperluas kapasitas personal dalam mencapai hasil kerja yang
paling diinginkan, dan menciptakan lingkungan organisasi yang
menumbuhkan seluruh anggotanya untuk mengembangkan
dirimereka menuju pencapaian sasaran dan makna bekerja sesuai
dengan harapan yang mereka pilih.
2. Mental Models (Model Mental) – proses bercermin, sinambung
memperjelas, dan meningkatkan gambaran diri kita tentang dunia
luar, dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan
tindakan kita.
3. Shared Vision (Visi bersama) – membangun rasa komitmen
dalam suatu kelompok, dengan mengembangkan gambaran
bersama tentang masa depan yang akan diciptakan, prinsip dan
praktek yang menuntun cara kita mencapai tujuan masa depan
tersebut.
4. Team Learning (Belajar beregu) – mentransformasikan
pembicaraan dan keahlian berfikir (thinking skills), sehingga suatu
kelompok dapat secara sah mengembangkan otak dan kemampuan
yang lebih besar dibanding ketika masing-masing anggota
kelompok bekerja sendiri.
5. System Thinking (Berpikir sistem) – cara pandang, cara
berbahasa untuk menggambarkan dan memahami kekuatan dan
hubungan yang menentukan perilaku dari suatu system. Faktor
disiplin kelima ini membantu kita untuk melihat bagaimana
mengubah sistem secara lebih efektif dan untuk mengambil
tindakan yang lebih pas sesuai dengan proses interaksi antara
komponen suatu sistem dengan lingkungan alamnya.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara
utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi,
dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi
organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam
sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan
SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan
meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan
dan mengantisipasi perubahan pada masa depan. Kelima dimensi
dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh,
dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan
diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi
pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah
organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM,
karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan
meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan
dan mengantisipasi perubahan pada masa depan.
Pengertian Learning Organization (Oganisasi Belajar) menurut
Marquardt (1996:19) adalah:
“ A learning organization is an organization which learns
powerfully and collectively and is continually transforming itself to
better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It
empowers people within and outside the company to learn as they
work. Technology is utilized to optimize both learning and
productivity.”
Organisasi yang mau belajar secara kuat dan kolektif serta secara
terus-menerus meningkatkan dirinya untuk memperoleh,
mengatur, dan menggunakan pengetahuan demi keberhasilan
bersama. Organisasi belajar juga memberdayakan sumber daya
manusia di dalam dan di sekitarnya, dan memanfaatkan teknologi
untuk meningkatkan proses belajar dan produktivitasnya.
Secara sistematik Marquardt (1996 : 19) memberikan penjelasan
tentang pengertian Learning Organization sebagai berikut :
“A Learning Organization is an organization which learns
powerfully and collectiviely and is continually transforming itself
to better collect, manage and use knowledge for corporate success.
It empowers people within and outside the company to learn as
they work.Technology isutilized to optimized both learning and
productivity. “
Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan
bersama-sama,dan secara terus menerus mentransformasikan
dirinya menjadi lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan
menggunakan pengetahuan untuk kesuksesan organisasi.
Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar
organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana
mereka bekerja.Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk
mengoptimalkan pembelajaran maupun produktivitas.
Menurut Marquardt (1996:1-2) kemampuan organisasi
beradaptasi dengan lingkungannya ditentukan oleh keberadaan
suprastruktur yaitu sumber daya manusia (SDM), dan
infrastruktur berupa iklim organisasi. Organisasi akan beradaptasi
secara cepat bila memiliki SDM yang sensitif terhadap perubahan
diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila
organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong
proses belajar.
Marquardt (1996:21-27) menyajikan komponen tersebut kedalam
system dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas
belajar itu sendiri, organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi.
Masing-masing komponen dalam system tersebut memiliki
subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang mencakup
tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar yang
terdiri atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan,
keterampilan belajar yang mencakup system berpikir, model
mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan
dialog.
Marquardt mengidentifikasi ciri organisasi belajar:
1) Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan
dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;
2) Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya
organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan
organisasi pada waktu sekarang dan akan datang;
3) Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus
menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja;
4) Berfokus pada kreativitas dan generative learning;
5) Menganggap berpikir system adalah sangat penting,
6) Dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk
keperluan keberhasilan organisasi;
7) Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan
mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk
belajar;
8) Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif
sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;
9) Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan
kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar;
10) Mudah bergerak cepat dan fleksibel;
11) Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus
menerus;
12) Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan
konseptualisasi;
13) Memiliki kompetensi inti (core competence) yang
dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan
produksi; dan
14) Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan,
dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.
Persamaan dan Perbedaan
Perbedaan kedua teori dari Peter Senge dan Marquardt hanya
terletak pada keterampilan terakhir, yakni dialog. Dalam teori
Peter Senge tidak memasukkan dialog sebagai salah satu disiplin
dalam organisasi belajar sebagaimana yang Marquardt lakukan.
Hal ini menurut Peter Senge karena unsur dialog sudah terdapat
pada kelima disiplin tersebut sehingga walaupun dialog tidak
diletakkan kedalam salah satu disiplin belajar tetapi sudah
mewarnai setiap unsur dalam disiplin belajar.
Disisi lain, meskipun Learning Organization dirumuskan secara
berbeda oleh Peter Senge dan Marquardt, kedua pengertian
tersebut mempunyai asumsi yang sama. Bahwa setiap individu
memiliki kemampuan atau potensi yang tersimpan pada dirinya
yang dapat dan perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan
organisasi. Kedua-duanya juga mengandung makna bahwa semua
orang, mulai dari tingkat individu, kelompok hingga organisasi
dapat dan perlu melakukan kegiatan belajar secara bebas dan terus
menerus untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Daftar Pustaka
Marquardt, M.J. (2002). Building the learning organization. New
York : McGraw-Hill
Senge, Peter M.(1990) The fifth discipline: The art and practice of
the learning organization. New York: Doubleday

lima kunci disiplin organisasi yang digagas Peter Senge dalam bukunya The fifth discipline
:The art and practice of learning organization, new york, doubleday (1990) berikut ini :
1. Keahlian Individu.
Jago silat itu sebuah predikat yang diberikan pada seseorang yang hali dalam olah gerak
bela diri. Tentu saja sebutan jago silat itu tidak melulu ditentukan kemampuan kakinya
menendang musuh, bergerak menghindar, atau kuda kudanya yang kokoh. Bukan juga
ditentukan oleh kelihaian tanganya untuk memukul atau menangkis serangan lawan, bukan
pula oleh ke handalan dan ketajaman matanya dalam mengawasi gerak gerik lawan, bukan
juga oleh kemampuan refleknya untuk menghidar dan menangkis serangan
semata. Kejagosilatan sesorang tentu saja ditentukan oleh semua unsur tadi. Kejagosilatan
sesorang dihasilakn dari perpaduan dri ketrampilan kaki tangan, keawasan mata dan
kemampuan reflek sesorang, serta stamina tubuhnya. Senada dengan itu sebuah organisasi
akan kokoh solid dan maju bila semua unsur yang ada didalam organisasi itu memiliki
kapasitas dan kualifikasi yang memadahi. Sekolah tidak akan hebat kalau Cuma kepala
sekolahnya saja yang bagus. Sekolah tidak akan maju kalau hanya satu dua gurunya saja
yang mau belajar dan mengembangkan kualifikasinya. Jelas dalam sebuah organisasi,
kualifikasi semua anggotanya akan saling mempengaruhi dan menentukan maju mundurnya
organisasi. Dengan begitu pengembangan diri sendiri sebagai salah satu
anggota organisasi (sekolah) adalah mutlak perlu, karena kepercayaan diri , kapasitas,
integritas, loyalitas, dan kualifikasi individu akan menetukan performa organisasi.
2. Berfikir sistem
Setiap guru atau setiap elemen sekolah haruslah berfikir sistemik di dalam sebuah
organisasi. Maksudnya setiap anggota organisasi sekolah harus berfikir bahwa apa yang
mereka lakukan akan berpengaruh pada seluruh sistem organisasi. Ibaratnya kalau kaki
bergerak tentu saja seluruh anggota tubuh, baik tangan, badan kepala bahkan tahi
lalatnyapun akan berpindah tempat. Kita harus sadar betul bahwa pengaruh dari apa yang
kita lakukan di dalam sebuah organisasi begitu dahsyatnya, oleh karena itu kita tidak boleh
sembarangan bertindak dan berbuat, semua harus melalui koridor organisasi, semua harus
berdasarkan keputusan pimpinan dan tidak boleh berbuat bertindak dan memtuskan apapun
yang terkait dengan organisasi sekolah sendiri sendiri. Sekolah adalh organisasi yang
kompleks setiap unsurnya saling memepengaruhi, kalau setiap unsur bergerak sendiri sendiri
bubarlah sekolahan nantinya.
3. Model mental
Kalau kita sungguh sungguh sudah mengakui bahwa sekolah adalh organisasi yang komplek
dan setiap gerakan dari anggotanya akan saling mempengaruhi maka kitapun harus
menyadari bahwa sikap mental kita, karakter kita pun akan berpengaruh pada oragnaisasi
atau sekolah kita. Baik buruknya sekolah sesungguhnya adalah cerminan dari kumpulan
karakter dan watak orang orang yang terlibat di dalamnya. Kebusukan kebusukan mental
individu akan terkumpul dan menjadi kebusukan sekolah. Kebaikan kebaikan individu akan
terkumpul dan membaw harum nama sekolah. Oleh karena itu adalh sebuah keharusan bagi
kita untuk memperbaiki sikap mental kita sebagi anggota organisasi sekolah.
4. Visi bersama
Adlh penting bagi seluruh anggota oraganisasi ataupun anggota arganisasi sekolah untuk
memahami Visi sekolah. Visi adalh cita cita yang ingin digapai sekolah. Pemahaman akan
visi organisasi oleh seluruh anggotanya akan memudahkan anggota tersebut menentukan
tindakn tindakan pribadinya atas nama organisasi. Tanpa visi bersama maka organisasi akan
kehilangan arah. Dan seluruh anggotanya akan ngalor ngidul, ribet dan sibuk sendiri.
Bukannaya berusaha memajukan organisasi malah saling cela dan bermusuhan dengan
teman sendiri.
5. Pembelajaran kelompok.
Sudah belasan tahun sampai hari ini sejak awal awal didiskusikannya ide untuk menciptakan
learning organization, sebuah organisasi yang belajar. Sebuah organisasi tidak akan maju
kalau Cuma satu atu dua anggotanya yang mengembangkan diri dengan rajin belajar.
Organisasi akan menjadi learning organization kalau seluruh anggotanya tergerak untuk
meningkatkan kwalifikasi dirinya. Kalau semua orang dalam sebuah organisasi itu pintar
maka organisasi itu akan kelihatan pintar tapi kalau organisasi atau sekolah itu terdiri dari
orang orang yang bodoh maka sekolah itu akan terlihat sebagi kumpulan orang idiot. Saya
sering membayangkan andai saja sebuah sekolah mulai dari bagian kebersihan sampai
kepala sekolahnya suka belajar, betapa pintarnya mereka dan betapa sukanya masyarakat
pada sekolah tersebut. Dan betapa efektif dan efisennya pekerjaan mereka.

Peter Senge mengidentifikasi konvergen untuk berinovasi dalam organisasi pembelajar


antara lain sistem berpikir (system thinking), penguasaan pribadi (personal mastery),
model mental (mental models), penjabaran visi (shared vision), dan tim belajar (team
learning).

1. Sistem berpikir (System Thinking)

Suatu pandangan cemerlang Peter Senge adalah cara dimana ia menempatkan teori
sistem untuk bekerja. Berpikir sistemik adalah landasan konseptual (The Fifth Discipline)
dari pendekatannya. Ini merupakan disiplin yang mengintegrasikan orang lain,
menggabungkan mereka menjadi suatu tubuh yang koheren antara teori dan praktek.
Kemampuan sistem teori untuk memahami dan mengatasi keseluruhan, dan untuk
memeriksa keterkaitan antara bagian-bagian yang menyediakan, baik insentif dan
sarana untuk mengintegrasikan disiplin ilmu. Peter Senge berpendapat bahwa salah satu
masalah utama yang banyak yang ditulis, dan dilakukan atas nama manajemen, adalah
bahwa kerangka kerja yang agak sederhana diterapkan untuk sebuah sistem yang
kompleks. Orang cenderung untuk berfokus pada bagian parsial daripada melihat
keseluruhan, dan gagal untuk melihat organisasi sebagai proses dinamis. Dengan
demikian argumen tidak berjalan, apresiasi yang lebih baik dari sistem akan tidak
mengarah pada tindakan yang lebih tepat.

Peter Senge mendukung penggunaan ‘sistem peta’ – diagram yang menunjukkan


elemen kunci dari sistem dan bagaimana mereka terhubung. Orang perlu melihat
masalah sistem, dan dibutuhkan kerja untuk memperoleh blok bangunan dasar dari teori
sistem, dan menerapkannya pada organisasi. Di sisi lain, kegagalan untuk memahami
dinamika sistem dapat membawa organisasi ke dalam ‘siklus menyalahkan dan
membela diri: musuh selalu ada di luar sana, dan masalah selalu disebabkan oleh orang
lain.

2. Penguasaan Pribadi (Personal Mastery)

Organisasi pembelajar hanya terjadi melalui individu yang belajar. Pembelajaran individu
tidak menjamin pembelajaran organisasi. Tapi tanpa itu tidak terjadi pembelajaran
organisasi. Penguasaan pribadi adalah disiplin terus memperjelas dan memperdalam visi
pribadi kita, memfokuskan energi kita, mengembangkan kesabaran, dan melihat realitas
obyektif. Melampaui kompetensi dan keterampilan, meskipun melibatkan mereka.
Melampaui pembukaan rohani, meskipun melibatkan pertumbuhan rohani. Penguasaan
dipandang sebagai jenis khusus dari kemahiran. Ini bukan tentang dominasi, melainkan
sebuah keterpanggilan. Visi adalah panggilan bukan hanya sekedar ide yang baik.

Orang dengan penguasaan pribadi tingkat tinggi hidup dalam modus belajar terus
menerus. Kadang-kadang, bahasa seperti penguasaan pribadi ‘istilah menciptakan rasa
menyesatkan terhadap kepastian. Tapi penguasaan pribadi bukanlah sesuatu yang Anda
miliki. Ini adalah sebuah proses. Ini adalah disiplin seumur hidup. Orang dengan
penguasaan pribadi tingkat tinggi sangat sadar akan kebodohan mereka,
ketidakmampuan mereka, daerah pertumbuhan mereka. Namun mereka sangat percaya
diri.

3. Model Mental (Mental Models)

Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar dan gambar yang
mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil
tindakan. Kita sering tidak menyadari dampak dari asumsi dll seperti pada perilaku kita –
dan, dengan demikian, bagian mendasar dari tugas kita adalah untuk mengembangkan
kemampuan untuk mencerminkan tindakan. Disiplin model mental dimulai dengan
memutar cermin diri; belajar untuk menggali gambar internal kita dari dunia, untuk
membawa mereka ke permukaan dan menahan mereka secara ketat untuk
pemeriksaan. Hal ini juga termasuk kemampuan untuk melakukan ‘learningful’, di mana
orang mengungkapkan pemikiran mereka sendiri secara efektif dan membuat berpikir
terbuka terhadap pengaruh orang lain.
Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan model
mental maka akan diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru dan
mengembangkan orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan
institusional yang mendorong perubahan tersebut. ‘Mental model yang sudah berdiri kuat
… menggagalkan perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.

4. Penjabaran Visi Bersama (Shared Vision)

Jika ada satu ide tentang kepemimpinan telah mengilhami organisasi selama ribuan
tahun, tentunya itu adalah tentang gambaran masa depan yang dapat kita buat. Visi itu
memiliki kekuatan untuk meningkatkan iman – dan untuk mendorong eksperimentasi dan
inovasi. Senge berpendapat bahwa itu juga dapat menumbuhkan kukuatan jangka
panjang, yang merupakan dasar dari ‘disiplin kelima dalam bukunya. Praktek visi
bersama melibatkan keterampilan menggali bersama ‘gambar masa depan’ bahwa
komitmen adalah motiv dasar manusia bukan hanya karena kepatuhan seseorang.

Visi menyebar karena ada proses penguatan. Ada peningkatan kejelasan, antusiasme
dan komitmen yang menular pada orang lain dalam organisasi. ‘Sebagaimana orang
berbicara, visi tumbuh lebih jelas. Karena mendapat lebih jelas, antusiasme untuk
manfaatnya tumbuh. Ada ‘batas-batas pertumbuhan’ dalam hal ini, tetapi
mengembangkan jenis-jenis model mental yang diuraikan di atas dapat secara signifikan
memperbaiki masalah. Dimana organisasi dapat melampaui cara pikir linier dan
memahami sistem pemikiran yang luas maka ada kemungkinan membawa visi ke
sebuah hasil.

5. Tim Belajar (Team Learning)

Pembelajaran dapat dianggap sebagai ‘proses menyelaraskan dan mengembangkan


kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang anggotanya sungguh-sungguh
menginginkannya. Ini didasarkan pada penguasaan pribadi dan visi bersama – tetapi ini
tidak cukup. Orang harus mampu untuk bertindak bersama-sama. Ketika tim belajar
bersama, Peter Senge menunjukkan, tidak hanya akan ada hasil yang baik bagi
organisasi, anggota akan tumbuh lebih cepat dari yang bisa saja terjadi sebaliknya.

Disiplin belajar tim dimulai dengan ‘dialog’, kapasitas anggota tim untuk menangguhkan
asumsi dan masuk ke dalam suatu kesatuan berpikir bersama. Bagi orang Yunani dialog
artinya logos yang berarti bebas-mengalir jika makna melalui kelompok, yang
memungkinkan kelompok untuk menemukan wawasan dan tidak dicapai secara
individual. Itu juga mencakup belajar bagaimana mengenali pola-pola interaksi dalam tim
yang melemahkan belajar. Senge berpendapat, ada kemungkinan untuk menciptakan
bahasa yang lebih cocok untuk menangani kompleksitas, dan berfokus mendalam pada
masalah struktural bukannya dialihkan oleh pertanyaan dari gaya kepribadian dan
kepemimpinan. Memang sepertinya ada penekanan pada dialog dalam karyanya
sehingga hampir bisa diletakkan di samping sistem berpikir sebagai fitur sentral dari
pendekatannya.

Kesimpulan

Argumen Senge dalam The Fifth Discipline sangat berwawasan dan revolusioner. Hal ini
memungkinkan organisasi untuk selalu tanggap terhadap dinamika lingkungan dan
mencegah penggunaan metode manajemen trial and error dalam organisasi, serta
memungkinkan adanya penjabaran visi-misi yang lebih luas terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Namun, kita dapat membuat beberapa penilaian tentang kemungkinan teori
dan praktek yang diusulkan dalam The Fifth Discipline. Seperti yang muncul dalam kritik
beberapa pakar teori organisasi terhadapnya, antara lain; Ghoshal (1983), melihat
organisasi pembelajar dengan tawarannya yang menggiurkan terhadap manajemen
perusahaan multinasional secara umum belum tuntas dan mendarat pada situasi yang
tepat.

Drucker (1995), juga melihat tidak ada pengetahuan yang lebih tinggi atau rendah yang
harus dijadikan ujung tombak organisasi. Drucker memisalkan ketika seorang pasien
mengeluh tentang kuku jari kakinya yang tumbuh dobel, yang berperan adalah
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang podiatrist (ahli penyakit kaki), bukan dokter ahli
bedah otak yang menghabiskan waktu jauh lebih lama untuk pelatihan dan mendapat
bayaran yang jauh lebih besar. Juga apabila sesorang eksekutif ditempatkan di sebuah
negara asing pengetahuan yang ia perlukan adalah ketrampilan bahasa asing yang
memadai, yaitu bahasa yang dikuasai setiap penduduk asli negara tersebut sejak
berumur dua tahun dan tanpa mengeluarkan investasi.

Sumber: The Fifth Discipline, Wikipedia.com, http://perilakuorganisasi.com/teori-


organisasi-pembelajar-organisational-learning-theory.html

Anda mungkin juga menyukai